Anda di halaman 1dari 15

Nama : Ni Luh Putu Winda Alpiniawati

NPM : 16710111

Kelompok : Krian

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
(Infodatin,2015). Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat umum
dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan (Perki,2018).
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa
tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar
25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013 (Askandar,2015).
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor
resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol
seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh (Leonad dan Pikir,2015)
Hipertensi sangant erat hubunganya dengan penyakit ginjal, demikian pula sebaliknya.
Ada beberepa alasan yang dapat menjelaskan mengenai hubungan ini, yaitu hipertensi primer
mengakibatkan terjadinya defek fungsi ginjal yang dapat berlanjut pada kerusakan fungsi
ginjal. Sebaliknya hipertensi skunder yang sering terjadi pada penyakit ginjal kronis akan
menjadi salah satu gejala dari penyakit ginjal kronis tersebut (Askandar,2015)
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,
penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada
kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat
kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan
salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular)
(Leonad dan Pikir,2015).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal

Sistem urinaria terdiri atas dua ginjal dan dua ureter bermuara pada satu vesika
urinaria kemudian keluar dengan satu uretra. Organ ginjal berbentuk seperti kacang
letaknya retroperitoneal dinding posterior cavum abdomen. Di atas setiap ginjal terdapat
kelenjar adrenal yang terbenam dalam jaringan ikat. Tepi medial ginjal yang cekung
adalah hilus, terdapat arteri (renalis), vena renalis dan pelvis renalis berbentuk corong.
Irisan sagital ginjal, bagian luar disebut korteks, bagian dalam disebut medula, medula
terdiri atas piramid renal berbentuk kerucut. Dasar setiap piramid menyatu dengan
korteks, apeks bulat setiap piramid disebut papila renalis, dikelilingi kaliks minor
berbentuk corong. Kaliks minor bergabung membentuk kaliks mayor, dan akhirnya
bergabung membentuk pelvis renalis. Setiap pelvis renalis keluar sebagai ureter (Guyton
dan Hall, 2007).
Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Setiap ginjal terdapat kurang
lebih satu juta nefron (Guyton dan Hall, 2007). Tiap nefron terdiri dari :
a) Korpuskula renal terdiri atas glomerolus merupakan anyaman kapiler dan
dibungkus oleh kapsul glomerular (Bowman)
b) Tubuli renal terdiri atas : Tubulus kontortus proksimal, Ansa henle dan Tubulus
kontortus distal.
Glomerulus terletak di korteks kemudian menyambung tubulus kontortus
proksimal masih berada di korteks, selanjutnya menjadi ansa henle terletak di medulla,
menyambung tubulus kontortus distal terletak di korteks kemudian menyambung ke
tubulus koligens
2.2 Fisiologis Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/ membersihkan” darah.
Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring
menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak
1-2 liter/hari. Selain itu, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus (Guyton dan
Hall, 2007).
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah
1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+ dan membentuk kembali HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam
stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin.

2.3 Definisi dan Klasifikasi (Perki,2015)


Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri,
menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan
yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar
penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A
Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013).
2.4 Epidemiologi (Infodatin, 2015)
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk
umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi,
prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua
Barat (20,1%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan
sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam
faktor, seperti alat pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan
bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%),
dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat
melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang
minum obatsendiri.
Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu
menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit
hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat
65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan.
Terdapat 13 provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762jiwa
= 426.655 jiwa.
2.5 Patofisiologi (Askandar,2015)
Berdasrkan penyebabnya Hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi Primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-95%
pasien)
2. Hipertensi Sekunder
Patofisiologi Hipertensi Primer
Meskipun telah berpuluh tahun penelitian dan debat dilakukan masih belum
ada mekanisme tunggal penyebab hipertensi, sehingg tidak ada target terapi
tunggal untuk hipertensi primer. Hipertensi dapat disebabkan neural, renal,
hormonal, dan mekanisme vaskular, yang semuanya bersama-sama menyebabkan
hipertensi.
Tetapi seara garis besar, penyebab hipertensi adalah hasil interaksi antara
cardiac output dan tahanan perifer
1. Peningkatan cardic output ialah akibat peningkatan preload atau
peningkatan kontraksi jantung
2. Tahanan perifer, ialah akibat kelainan kontraktilitas dan struktur
pembuluh darah
Tekanan darah merupakan sesuatu yang kompleks yang meliputi faktor
lngkungan dan genetik. Riwayat hipertensi pada orang tua meningkatkan resiko
seumur hifup terjadi hipertensi, terutama bila kedua orang tuanya menderita
hipertensi. Penelitian-penelitian besar memperkirakan sekitar 60% disebabkan
faktor genetik dan 40% faktor lingkungan.
Hipertensi primer dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang
berbeda. Pada subtipe hemodinamik, hipertensi bervariasi sesuai usia dimana kunci
abnormalitas pada kekakuan aorta dan peningkatan cardiac output. Hipertensi
sensitif terhadap garam sering terlihat sebagai interaksi gen dan lingkungan.
Kerusakan fundametal pada ginjal adalah ketidakmampuannya untuk
mengekskresikan kelebihan sodium yang disebabkan diit tinggi garam dan terdapat
variabilitas sensitivitas tekanan darah terhadap sodium.
Endotel pembuluh darah sangatlah penting dalam menjaga kesehatan
pembuluh darah dan merupakan pertahanan terhadap atherosklerosis dan
hipertensi. Disfungi endotel merupakan tanda penting hipertensi dan faktor risiko
kardiovaskuler lainnya.
Sistem Renin-angiotensin-Aldosteron (RAA system) merupakan jalur
hormonal yang mengaktivkan multiple signling pathway, merusak pembuluh darah
dan menyebabkan hipertensi.
Pola hemodinamik obesitas yang dihubungkan dengan hipertensi adalah
meningkatnya volume, peningkatan cardiac output dan resistnsi vaskular sistemik
yang gagal untuk diturunkan untuk menyeimbangkan cardiac output yang lebih
tinggi. Pada sindroma metabolik proinflamatori, kondisi prothrombotik yang
menyebabkan disfungsi endotel, intoleransi glukosa, hipertensi dan atherosklerosis.
Meknisme patogenetik termasuk, adipokin, molekul adhesi, mediator inflamatory
overeaktivitas RAAS dan sistem syaraf simpatetik. Mekanisme patogenetik yang
sama dengan sindroma metabolik, yang dapat menerangkan hubunngan antara
diabetes dan hipertensi.
Patofisiologi Hipertensi Skunder
Hipertensi skunder dapat disebabkan oleh :
1. Gangguan ginjal
 Renal parenkim disease: penyakit glomerular, penyakit tubulo-
interstisiil kronik, penyakit polikistik, uropati obstruktif
 Renovaskular disease: renal arteri stenosis karena atherosklerosis
 Lin-lain : tumor
2. Gangguan endokrin
 Kelainan adreno-kortikal
 Adrenal medulary tumor
 Tyroid disease
 Hyperparatiroid
 Akromegali
3. Obat : Kontrasepsi oral, simtomimetik, glukokortikoid, mineralokortikoid,
OAINS
4. Kehamilan : preeklamsia dan eklamsia
5. Gangguan Neurologi : sleep apnea, peningkatan tekanan intakranial (tumor
otak), ganguan afektif, spinal cord injury,
6. Faktor psikososial
7. Intravaskular volume load
8. Hipertensi sitolik
 Hilangnya elastisitas aorta dan oembuluh darah besar
 Hyperdynamic cardiac output: hipertiroid, insufiensi aorta, anemia
fisula arteriovenous

2.6 Faktor Resiko (Perki,2015)


Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:
1) Usia Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
2) Ras/etnik Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa
sering muncul pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau
Amerika Hispanik.
3) Jenis Kelamin Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita
hipertensi daripada wanita.
4) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat Gaya hidup tidak sehat yang dapat
meningkatkan hipertensi, antara lain minum minuman beralkohol, kurang
berolahraga, dan merokok.
a. Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-
paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah
yang lebih tinggi.Tembakau memiliki efek cukup besar dalam
peningkatan tekanan darah karena dapat menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat
merusak dinding pembuluh darah. Karbon monoksida dalam asap
rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut
mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ
dan jaringan tubuh lainnya.Karbon monoksida dalam asap rokok akan
menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut
mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ
dan jaringan tubuh lainnya.
b. Kurangnya aktifitas fisik Aktivitas fisik sangat mempengaruhi
stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan
kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam
memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada
dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang
menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi
membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek
antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg
pada penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan
pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah.
Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi.

2.7 Gambaran Klinis


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat
ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price, gejala
hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah,
kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing
(Price, 2005). Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita
hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi
yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak
nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering
kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai
meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,
2008). Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang
kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah
intrakranial (Corwin, 2005).
2.8 Diagnosis (Perki,2015)
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan
yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil.
Algoritme diagnosis ini diadaptasi dariCanadian Hypertension Education Program. The
Canadian Recommendation for The Management of Hypertension 2014
2.9 Terapi (Perki,2015)
Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa
faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah
jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan
atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk
memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga
bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi
derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap
pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola
hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari
semakin meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup,
terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu
dalam penurunan tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah
satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya
dianjurkan untuk berhenti merokok.
Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan
menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan
dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55
– 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai
guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana
hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension2013;

2.10 Komplikasi
Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark
miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy- included
hypertension (PIH) (Corwin, 2005).
1. Stroke Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global
akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit
neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh
darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian
otak yang mengalami oklusi. Stroke dapat timbul akibat pendarahan
tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis
dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
anurisma (Corwin, 2005).
2. Infark miokardium dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui
pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung
dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).
3. Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan
ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah
satunya pada bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme
terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan
garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA)
4. Ensefalopati (kerusakan otak) Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat
terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium
diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang
dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta
kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan
hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin,
2005).
DAFTAR PUSTAKA

Askandar dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press ; Surabaya.
514-524

Cahyono, S. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modren. Kanisius. Jakarta

Corwin E. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Guyton dan Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta

Infodatin. 2015. Hipertensi. Pusat Data dan Informasi Mentri Kesehatan Indonesia.

Leonad dan Pikir.2015. Hipertensi Manajemen Komprehensif. Airlangga University Press ;


Surabaya

Perki. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Perhimpunan


Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai