Epidemiologi
Pada tahun 2014, diperkirakan ada 9.6 juta kasus insiden TB (kisaran, 9,1
juta – 10,0 juta) 3 secara global, setara 133 kasus per 100 000 populasi. Jumlah
absolut dari kasus-kasus insiden menurun secara perlahan, dengan rata-rata 1,5%
per tahun 2000−2014 dan 2,1% antara 2013 dan 2014. Pengurangan kumulatif
dalam Angka kejadian TB 2000–2014 adalah 18%. (WHO,2015)
Sebagian besar perkiraan jumlah kasus pada tahun 2014 terjadi di Asia
(58%) dan Wilayah Afrika (28%), 4 proporsi lebih kecil kasus terjadi di wilayah
Mediterania Timur (8%), Wilayah Eropa (3%) dan Wilayah Amerika (3%). Enam
negara yang menonjol jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2014 adalah
India, Indonesia, Cina, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan; ini dan lima negara
lain yang membentuk sepuluh besar dalam hal jumlah kasus India, Indonesia dan
China sendiri menyumbang total gabungan 43% kasus global pada tahun 2014
(WHO,2015)
Patogenesis
Tuberkolosis primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer
atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
1.
integrum)
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
2.
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru
bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan
limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup
gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini
juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.
Tuberkulosis post primer
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
A.
TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a.
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b.
Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis
2.
Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
f. Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi
B.
TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran
kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen
maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.
DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya
Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1. Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat
tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,
dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat
malam, anoreksia dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari
organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat
dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis
terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat
cairan.
Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah
ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
Gambar 3. Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan
kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak
sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya
)
- Sewaktu / spot ( pada
saat mengantarkan dahak
pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk
cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang
bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih
dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak
bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut
dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat
sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada
gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan)
yang akan dikirim ke laboratorium, harus
dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai
dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari
klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak
dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa
pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan
kertas saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat
empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi,
diletakkan di bagian tengah dari kertas saring
sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung
dengan melubangi pada satu ujung yang tidak
mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam
suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam
dus
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering
dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap
udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang
terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien
dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim
melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak
dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan
biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan
cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa
: pewarnaan Ziehl-
Nielsen
Mikroskopik fluoresens:
pewarnaan auramin-
rhodamin (khususnya
untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA
positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali,
kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca
dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO).
Skala IUATLD (International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease) :
- Tidak ditemukan BTA
dalam 100 lapang
pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA
dalam 100 lapang
pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA
dalam 100 lapang pandang
disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA
dalam 1 lapang pandang,
disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA
dalam 1 lapang pandang,
disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan
metode konvensional ialah dengan cara :
- Egg base media: Lowenstein-Jensen
(dianjurkan), Ogawa, Kudoh
- Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk
mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan
juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT
dapat digunakan beberapa cara, baik dengan
melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen
yang timbul
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-
lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan /
nodular di segmen apikal
dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior
lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih
dari satu, dikelilingi oleh
bayangan opak berawan
atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral
(umumnya) atau bilateral
(jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang
menunjukkan kerusakan
jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis
disebut luluh
paru . Gambaran radiologi
luluh paru terdiri dari
atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk
menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya
berdasarkan gambaran
radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan
pemeriksaan bakteriologi
untuk memastikan aktiviti
proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk
kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif)
:
- Lesi minimal , bila proses
mengenai sebagian dari
satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga
2 depan (volume paru yang
terletak di
atas chondrostemal
junction dari iga
kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra
torakalis 4 atau korpus
vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas
Bila proses lebih luas dari
lesi minimal.
Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti
tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis
secara konvensional. Dalam perkembangan kini
ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih
cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan
biakan dengan BACTEC ini
adalah metode
radiometrik. M
tuberculosis memetabolism
e asam lemak yang
kemudian menghasilkan
CO2 yang akan
dideteksi growth indexnya
oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan
biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan
diagnosis dan melakukan
uji kepekaan (dikutip dari
13)
Bentuk lain teknik ini adalah
dengan
menggunakan Mycobacteri
a Growth Indicator
Tube (MGIT).
Polymerase chain
2.
reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah
teknologi canggih yang
dapat mendeteksi DNA,
termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah
satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan
kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati
masih memerlukan
ketelitian dalam
pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR
dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan
tersebut dikerjakan dengan
cara yang benar dan sesuai
standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan
PCR positif sedangkan data
lain tidak ada yang
menunjang ke arah
diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai
sebagai pegangan untuk
diagnosis TB
Pada pemeriksaan deteksi
M.tb tersebut diatas, bahan
/ spesimen pemeriksaan
dapat berasal dari paru
maupun ekstraparu sesuai
dengan organ yang
terlibat.
Pemeriksaan serologi,
3. dengan berbagai metoda
a.1:
a. Enzym linked
immunosorbent
assay (ELISA)
Teknik ini merupakan
salah satu uji serologi yang
dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses
antigen-antibodi yang
terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan
antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
b. ICT
Uji
Immunochromatographic
tuberculosis (ICT
tuberculosis) adalah uji
serologi untuk mendeteksi
antibodi M.tuberculosis dala
m serum. Uji
ICT merupakan uji
diagnostik TB yang
menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari
membran
sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38
kDa. Ke 5 antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4
garis melintang pada
membran
immunokromatografik (2
antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis)
disamping garis kontrol.
Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 ml diteteskan
ke bantalan warna biru,
kemudian serum akan
berdifusi melewati garis
antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis,
maka antibodi akan
berikatan dengan antigen
dan membentuk garis
warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk
garis kontrol dan minimal
satu dari empat garis
antigen pada membran.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi
antibodi antimikobakterial di
dalam tubuh manusia. Uji
ini menggunakan antigen
lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir
plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke
dalam serum pasien, dan
bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai
sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul
perubahan warna pada sisir
dan dapat dideteksi dengan
mudah
d. Uji peroksidase anti
peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah
satu jenis uji yang
mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi. Dalam
menginterpretasi hasil
pemeriksaan serologi yang
diperoleh, para klinisi harus
hati hati karena banyak
variabel yang
mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru /
IgG TB
Uji IgG adalah salah satu
pemeriksaan serologi
dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan
antigen spesifik
untuk Mycobacterium
tuberculosis.Uji IgG
berdasarkan antigen
mikobakterial rekombinan
seperti 38 kDa dan 16 kDa
dan kombinasi lainnya akan
menberikan tingkat
sensitiviti dan spesifisiti
yang dapat diterima untuk
diagnosis. Di luar negeri,
metode imunodiagnosis ini
lebih sering digunakan
untuk mendiagnosis TB
ekstraparu, tetapi tidak
cukup baik untuk diagnosis
TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan
serologi belum dapat
dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis
cairan pleura dan uji Rivalta
cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi
pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis
yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit
dominan dan glukosa
rendah
Pemeriksaan histopatologi
2.
jaringan
Pemeriksaan histopatologi
dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang
dilakukan ialah
pemeriksaan histopatologi.
Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi
atau otopsi, yaitu :
· Biopsi aspirasi dengan
jarum halus (BJH) kelenjar
getah bening (KGB)
· Biopsi pleura (melalui
torakoskopi atau dengan
jarum abram, Cope dan
Veen Silverman)
· Biopsi jaringan paru
(trans bronchial lung
biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal
needle aspiration/TTNA,
biopsi paru terbuka).
· Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi
sebaiknya diambil 2
sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam
larutan salin dan dikirim ke
laboratorium mikrobiologi
untuk dikultur serta sediaan
yang kedua difiksasi untuk
pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah
rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju
endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua dapat
digunakan sebagai
indikator penyembuhan
pasien. LED sering
meningkat pada proses
aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis.
Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif
menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalens
tuberkulosis yang tinggi, uji
tuberkulin sebagai alat
bantu diagnostik penyakit
kurang berarti pada orang
dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila
didapatkan konversi, bula
atau apabila kepositivan
dari uji yang didapat besar
sekali. Pada malnutrisi dan
infeksi HIV uji tuberkulin
dapat memberikan hasil
negatif.
Gambar 4. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
· INH
Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
Jenis obat tambahan
2.
lainnya (lini 2)
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih
dalam penelitian
yaitu makrolid dan
amoksilin + asam
klavulanat
· Beberapa obat
berikut ini belum
tersedia di Indonesia
antara lain :
o Kapreomi
sin
o Sikloserin
o
o PAS (dulu
tersedia)
o Derivat
rifampisin dan INH
o Thioamide
s (ethionamide dan
prothionamide)
Kemasan
- Obat tunggal,
Obat disajikan
secara terpisah,
masing-masing INH,
rifampisin,
pirazinamid dan
etambutol.
- Obat kombinasi
dosis tetap (Fixed
Dose Combination –
FDC)
Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari 3
atau 4 obat dalam
satu tablet
Dosis OAT
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
Ob Dosis Dosis yg dianjurkan DosisM Dosis (mg) /
at aks berat badan (kg)
(Mg/K (mg)
g Harian ( Intermitten (mg/Kg/B < 40 40- >60
mg/ B/kali) 60
BB/Ha kgBB
ri) / hari)
100 150
Z 20-30 25 35 750
0 0
100 150
E 15-20 15 30 750
0 0
Sesu
100
S 15-18 15 15 1000 ai 750
0
BB
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk
menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).
Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti
utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi
dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis
kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3. Keuntungan
kombinasi dosis tetap antara lain:
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang
benar dan standar
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
Tabel 3. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
2 bulan 4 bulan
30- 2 2 2 2 2
37 3 3 3 3 3
38- 4 4 4 4 4
54
5 5 5 5 5
55-
70
>71
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk
dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang
mampu menanganinya.
B.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi
· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal
: 6 RHE atau
2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan:
3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan
ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase
awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji
resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5
bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini
2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
*2RHZE /4 R3H3
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatis ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu
dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari
gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan
air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan
tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman
TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-
kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut
akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek
samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan
keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau
dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai
sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan
(jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat
terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat
dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tabel 5.
Efek
samping
OAT dan
Penatalaks
anaannya
Efek samping Kemungkinan Tatalaksana
Penyebab
Minor OAT
diteruskan
D.
PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
2. lndikasi relatif
· Bronkoskopi
· Punksi pleura
E. EVALUASI PENGOBATAN
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.
· Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
Pencegahan