PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Blok Organisme Patogen adalah blok kesepuluh semester III dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus
sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang berkaitan erat dengan
blok kesepuluh yang sedang berjalan ini.
C. Data Tutorial
Tutor : dr. Budi Santoso, M.Kes
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Skenario
An A perempuan usia 6 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan BAB cair
sedikit-sedikit disertai darah dan lendir, sejak 3 hari yang lalu. Frekuansi BAB
6-10x/hari. Penderita juga mengeluhkan badannya terasa lemah, nyeri perut
serta nyeri disekitar anus waktu defekasi dan demam. Pada pemeriksaan fisik
umum:
B. Klarifikasi Istilah
1. Lendir: barang cair yang pekat dan licin yang dihasilkan oleh kelenjar pada
selaput lendir menyebabkan permukaan yang dilapisi selalu basah. (KBBI)
5. Sakit sedang: suatu keadaan dimana bed rest, lemah, terpasang infus dan alat
medis.
7. Diff count: perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah. (scribd.com)
8. Urin dalam batas normal: specimen urin yan dianalisa masih dalam batas
normal. Batasnya ada warna, kejernihan, pH, spesifik graffiti, glukosa,
leukosit, urobilin, keton, darah, protein, RBC, WBC, squamous epitel cell,
yeast.
9. Specimen: sampel kecil atau bagian yang diambil untuk menunjukkan sifat
keseluruhan seperti sejumlah kecil urin untuk analisis. (Dorland)
10. Tropozoit: tahap protozoa yang aktif motil dan dalam tahap perkembangan
pada parasite malaria (Dorland)
C. Identifikasi Masalah
No Masalah Konsen
3
3 Pada pemeriksaan fisik umum: V
D. Analisis Masalah
1. An A perempuan usia 6 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan
BAB cair sedikit-sedikit disertai darah dan lendir, sejak 3 hari yang
lalu. Frekuensi BAB 6-10 x/hari.
a. Organ anatomi apa saja yang terlibat dalam kasus?
4
Colon Ascendens:
Colon Transversum:
7
Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit,
sehingga mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat, disebut
feses. Kolon tidak memproduksi enzim, tetapi hanya mukus. Terdapat
sejumlah bakteri pada kolon, yang mampu mencerna sejumlah kecil
selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien bagi tubuh. Bakteri juga
memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga menimbulkan bau pada
feses.
Fungsi utama dari rektum ialah untuk mengeluarkan massa feses yang
terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan
cara yang terkontrol.
8
d. Apa saja faktor yang menyebabkan keluhan tersebut (cair, berdarah,
berlendir)?
9
Tipe feses mana yang baik?
● Urgensi untuk melakukan defekasi terasa pasti, namun masih dapat
tertahankan
● Sesampainya di toilet, tidak terdapat jeda dalam melakukan defekasi
● Kontraksi dari otot-otot sadar/mengejan tidak dibutuhkan
● Feses dapat meluncur dengan lembut dan nyaman
● Setelahnya terdapat perasaan lega Afterwards
● Setelah semua syarat di atas terpenuhi, yang paling baik dari Skala Feses
Bristol ini adalah tipe 4
12
c. Bagaimana mekanisme demam berdasarkan kasus?
Nyeri pada anus disebabkan oleh proctitis (atau colitis), dimana tahap-
tahapnya ialah sebagai berikut:
14
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah
putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik
berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih
tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen
endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin . Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu
patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk
meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunteer seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang
pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang
baru tersebut (Sherwood, 2001).
16
Entamoeba hystolytica
Histolytica:
17
Pathogen, Penyebarannya pada jaringan usus besar, hati, paru,
otak,kulit, dan vagina, Berkembang biak dengan belah pasang.
Minuta:
18
19
Daur hidup dari entamoeba usus hampir sama. Bentuk yang
infektif yaitu ketika dalam bentu kista. Setelah kista tertelan maka kista
akan mengalami ekskistasi di ileum dan setelah kista mengalami
ekskistasi maka 4 inti yang berada di dalam kista akan menjadi 8
trofozoit. Dalam siklus trofozoit ini maka akan terus membelah secara
biner. Stadium trofozoit ini sangat patogen dan invasif pada jaringan
usus besar. Pada stadium ini trofozoit memasuki submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mucosae dan lama-kelamaan akan
melisiskan jaringan usus dan dapat menginvasi hati melalui aliran
darah yang dapat menyebabkan apses hati dan dapat menyebar ke
beberapa organ lainnya. Bila keadaan tidak lagi mendukung trofozoit
untuk hidup maka trofozoit akan berubah menjadi prekista yang berinti
satu dan akhirnya akan menjadi berinti 4 dan akan keluar bersama
tinja.
21
Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besar yang utuh dan
mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan. Enzim ini
yaitu cystein proteinase yang disebut histolisin. Lalu bentuk histolitika
masuk ke submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosae.
Di submukosa ini, bentuk histolitika akan membuat kerusakan yang
lebih besar daripada di mukosa usus.
22
e. Bagaimana interpretasi pemeriksaan tinja dengan 3 spesimen?
23
2. Amebiasis ekstra-intestinal
24
intraperitoneal (2-7% dari pasien), dan komplikasi ini mengarah ke
kematian lebih tinggi.
Tingkat fatalitas kasus yang terkait dengan kolitis amebic
berkisar dari 1,9% menjadi 9,1%. kolitis amebic berkembang untuk
kolitis necrotizing fulminan atau pecah di sekitar 0,5% dari kasus;
dalam kasus tersebut, Mei kematian melebihi 40% [39] atau bahkan,
menurut beberapa laporan, 50%. amebiasis pleuropulmonary memiliki
tingkat kematian 15-20%. perikarditis amuba memiliki tingkat fatalitas
kasus dari 40%. amebiasis Cerebral membawa kematian yang sangat
tinggi (90%).
Sebuah studi dari 134 kematian di Amerika Serikat 1990-2007
menemukan kematian yang tertinggi pada pria, Hispanik, Asia /
Kepulauan Pasifik, dan orang-orang berusia 75 tahun atau lebih. [19]
Hubungan dengan infeksi HIV juga diamati. Meskipun kematian
menurun selama penelitian, lebih dari 40% terjadi di California dan
Texas. Orang AS kelahiran menyumbang mayoritas kematian
amebiasis; Namun, semua kematian di Asia / Kepulauan Pasifik dan
60% dari kematian di Hispanik yang pada individu asing kelahiran.
25
5) Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak
menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan
tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
6) Menutup dengan baik makanan dan minuman dari kemungkinan
kontaminasi serangga (lalat, kecoak), hewan pengerat (tikus),
hewan peliharaan (anjing, kucing) dan debu.
7) Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik
dengan tidak membuangnya secara sembarangan.
8) Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia dan
hewan. Jika menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan
bahwa kondisi pupuk kandang atau kompos tersebut benar-benar
kering.
9) Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin
diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak
yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
10) Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan
berobat ke rumah sakit.
11) Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala
sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang
lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh
bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan,
maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.
12) Sebaiknya jauhilah orang yang sedang terinfeksi penyakit disentri
karena biasanya penyakit disentri sangat mudah sekali menular.
13) Kotoran manusia atau tinja yang mengkontaminasi pakaian harus
segera dibilas dengan air mengalir dan dicuci dengan air
hangat .Sesudahnya tempat cuci dan alat-alat untuk mencuci harus
dibersihkan denagn desinfektan.
14) Jika kita terinfeksi bakteri penyebab disentri,sebaiknya jangan
menyiapkan makanan untuk orang lain karena bakteri dapat
terkontaminasi ke makanan dan dapat menular kepada orang lain.
26
i. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada organisme?
Entamoeba Histolytica
1) Pemeriksaan Mikroskopik
3) Deteksi Antigen
Entamoeba Coli
Entamoeba Hartmani
28
Diagnosis dengan menemukan stadium trofozoit atau kista di
tinja. Masalah yang dihadapi pada penegakan diagnosis E. hartmani
ialah ia merupakan jenis ameba pertama yang dianggap paling kecil
dibanding dengan E. histolytica. Pada pemeriksaan lansung sangat
sukar dibedakan morfologinya, oleh karena itu dianjurkan ntuk
dilakukan pemeriksaan dengan perwarnaan trikrom.
Entamoeba Gingivalis
E. Sintesis
29
berhubungan
dengan kasus
Fisiologi Colon • Fungsi colon • Patofisiologi
colon
berhubungan -
dengan kasus
Defekasi • Definisi Defekasi Normal Defekasi
1. Anatomi Colon
31
a. Colon Ascenden
Colon ascendens membentang keatas dari caecum sampai permukaan
inferior lobus hepatis dexter. Peritoneum meliputi bagian depan dan samping
colon ascendens dan menghubungkan colon ascendens dengan dinding
posterior abdomen. Colon ascendens diperdarahi oleh arteria ileocolica dan
arteria colica dextra yang merupakan cabang arteria mesenterica superior.
Vena mengikuti arteriae yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterica
superior. Pembuluh limfe mengalirkan cairan ke nodal lymphoidei yang
terletak sepanjang perjalanan arteria, vena colica dan akhirnya mencapai nodi
32
mesenterici superiors. Sarafnya berasal dari cabang saraf simpatis dan para
simpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior.
b. Colon Transversum
Colon transversum mulai dari flexura coli dextra di bawah lobus
hepatis dexter dan tergantung kebawah oleh mesocolon transversum dari
pancreas. Kemudian colon transversum berjalan ke atas sampai flexura coli
sinistra di bawah lien. Flexura coli sinistra lebih tinggi dari pada flexura coli
dextra dan digantung ke diafragma oleh ligament tumphreni cocolicum. Colon
transversum bagian dua per tiga proksimal colon transversum diperdarahi oleh
arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior. Sepertiga bagian
distal diperdarahi oleh arteria colica sinistra, cabang arteria mesenterica
inferior. Vena mengikuti arteriae yang sesuai dan bermuara ke vena
mesenterica superior dan vena mesenterica inferior. Cairan limfe dari dua
pertiga proksimal colon transversum dialirkan ke nodi colici dan kemudian
kedalam nodi mesenterici superiors. Sedangkan cairan limfe dari sepertiga
distal colon transversum dialirkan ke dalam nodi colici dan kemudian ke
dalam nodi mesenterici inferiores. Persyarafannya pada dua pertiga proksimal
colon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis dan nervus vagus melalui
plexus mesentericus superior, spertiga distal dipersarafi oleh saraf simpatis
dan parasimpatis nervis planchnici pelvic melalui plexus mesentericus
inferior.
c. Colon Descendens dan Sigmoideum
Colon ini berjalan kebawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir
pelvis. Pertitoneum meliputi permukaan depan dan sisi-sisinya serta
menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Colon ini diperdarahi
arteria colica sinistra dan arteriae sigmoideae yang merupakan cabang arteria
mesenterica inferior. Vena mengikuti arteri yang sesuai dan bermuara ke ven
amesenterica inferior. Cairan limfe dialirkan ke nodilymphoidei colici dan
nodi mesenterici inferiors yang terletak sekitar pangkal arteria mesenterica
inferior. Colon ini dipersyarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervis
planchnici pelvic melalui plexus mesentericus inferior.
2. Histologi Colon
33
Pada colon mukosa terdiri dari epitel selapis silindris, kelenjar intestinal,
lamina propia, dan muskularis mukosa. Submukosa di bawahnya mengandung sel
dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Muskularis ekterna
dibentuk oleh 2 lapisan otot polos. Di kolon memperlihakan lipatan temporer, di
lamina propria dan submukosa kolon dijumpai nodulus limfoid.
Pada yang mengalami amebiasis, histologinya terlihat ada ulkus yang
disebabkan oleh tropozoit yang menyerang usus sampai ke submukosa, menembus
muskulus.
34
Patogenesis Entamoeba
Entamoeba histolytica berkontak dengan sel epitel kolon pada stadium
tropozoit, melalui antigen Gal/GalNac-lectin yang terdapat pada permukaan
stadium tropozoit. Antigen terdiri dari 2 kompleks disulfide dengan berat molekul
masing-masing 170 kDa dan 35/31 kDa. Kedua rantai tersebut dihubungkan
dengan protein 150 kDa. Sel epitel usus yang berikatan dengan stadium tropozoit
Entamoeba akan menjadi immobile dalam waktu beberapa menit, kemudian
granula dan struktur sitoplasma menghilang yang diikuti dengan hancurnya inti sel.
Proses ini diakibatkan amoebapores. Amoebapores terdiri atas tiga rangkaian
peptide rantai pendek dan dapat membuat pori-pori pada lipid bilayer.
Invasi amoeba ke dalam jaringan ekstra sel terjadi melalui sistein proteinase
yang dikeluarkan stadium tropozoit parasit. Disini agen infeksi dapat merangsang
terbentuk prostaglandin di dalam hipotalamus sehingga terjadi demam. Sistein
proteinase terdiri dari amebapain dan histolisin akan melisiskan matriks protein
ekstra sel dan masuk ke jaringan submukosa. Tropozoit yang masuk ke submukosa
menembus lapisan muskularis mucosae, bersarang di lapisan submukosa dan
merusak mukosa usus yang menyebabkan ulkus ameba. Proses yang terjadi adalah
nekrosis dan lisis jaringan, jika terjadi infeksi sekunder akan terjadi peradangan.
Peristaltik usus menyebabkan tropozoit keluar bersama ulkus. Tropozoit dapat
menyerang sel mukosa sehat yang lain atau keluar bersama tinja. Ulkus yang
keluar bersama tinja menyebabkan rasa nyeri pada anus (tenesmus) dan munculnya
darah dan lender pada tinja.
35
3. Fisiologi Colon dan Rektum
Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit, sehingga
mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat, disebut feses. Kolon tidak
memproduksi enzim, tetapi hanya mukus. Terdapat sejumlah bakteri pada kolon,
yang mampu mencerna sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien
bagi tubuh. Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga
menimbulkan bau pada feses.
Fungsi utama dari rektum ialah untuk mengeluarkan massa feses yang
terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan cara
yang terkontrol.
36
defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat.
Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splanchnicus panggul dan
menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi sphingter interna. Pada
waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sphingter interna dan
eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses.
Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat
kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan kontraksi otot
abdomen secara terus-menerus. Peningkatan tekanan abdomen dihubungkan
dengan peristaltik pada dinding abdomen, menyebabkan keluarnya tinja sehingga
terjadi pengosongan rektum.
4. Defekasi
a. Defekasi Normal
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk
hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
Karakteristik Feses Normal
Kemungkinan
Karakteristik Normal Abnormal
Penyebab
37
dieksresikan lewat usus. pendarahan
39
● Feces yang ideal umumnya adalah tipe 3 atau 4 karena mudah keluar (tidak
keras) dan tidak terlalu cair.
● Apabila feces type 1 or 2, diindikasikan konstipasi.
● Tipe 5, 6 & 7 cenderung mengarah ke diare.
b. Defekasi Abnormal
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan
muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak
balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa
mengalami 1-3 episode diare berat (Simatupang, 2004).
1. Faktor Penyebab Penyakit Disentri
Penyakit disentri pada umumnya disebabkan oleh kurangnya menjaga
kebersihan lingkungan hidup, sehingga hal ini akan mengakibatkan makanan dan
minuman yang hendak dikonsumsi menjadi tercemar. Secara khusus, penyebab
disentri dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: Disentri Basiler dan Disentri Amoeba.
41
Disentri Basiler disebabkan oleh infeksi bakteri golongan shigella. Pada
umumnya bakteri ini menyerang secara tiba-tiba, 2 hari setelah kemasukan
kuman/bakteri shigella tersebut. Adapun gejalanya adalah demam, mual, muntah-
muntah, serta diare dan nafsu makan menjadi menurun. Apabila tidak segera
diatasi dengan baik, maka dalam waktu 2 sampai 3 hari pasien akan
mengeluarkan darah, lender atau nanah dalam fesesnya. Penderita disentri ini
akan membuang feses 20-30 kali dalam sehari hingga badannya menjadi lemas,
kurus, serta mata menjadi cekung karena dehidrasi. Jika dibiarkan, maka akan
menyebabkan kematian.
Disentri Amoeba dikarenakan infeksi parasit Entamoeba Hystolystica
yang hidup dalam usus besar. Parasit tersebut memiliki 2 bentuk, yaitu bentuk
yang bergerak dan bentuk yang tidak bergerak. Parasit yang tidak bergerak
umumnya tidak menimbulkan gejala, namun untuk parasit yang bergerak sendiri
bisa menyerang dinding usus pasien dan mengakibatkan mulas, perut kembung,
suhu tubuh meningkat, diare yang bercampur darah dan lendir. Sifat-sifat yang
khas pada disentri amoeba adalah:
1. Volume tinja pada setiap kali buang air besar pada disentri amoeba lebih
banyak
2. Bau tinja yang menyengat
3. Warna tinja umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak bercampur
dengan tinja
Umumnya disentri amoeba ini dapat dikenali dengan ciri diantaranya: (1)
rasa nyeri dan kram di perut (kolik); (2) rasa sakit ketika BAB (tenesmus) dan (3)
terkadang feses yang keluar bercampur darah dan berlendir yang sering berbau
busuk.
2. Mekanisme Disentri
Infeksi atau peradangan usus yang disebabkan oleh adanya Entamoeba
histolytica yang dapat menyebabkan diare semakin parah. Bakteri tersebut bila
terus hidup dan berkembang biak dalam usus akan merusak dinding usus besar
dan menyebabkan usus menjadi luka, infeksi dan mengalami perdarahan ulserasi.
Cara kerjanya yaitu sebagai berikut: Bentuk histolitika memasuki mukosa
usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan
42
jaringan. Enzim ini yaitu cystein proteinase yang disebut histolisin. Lalu bentuk
histolitika masuk ke submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosae.
Di submukosa ini, bentuk histolitika akan membuat kerusakan yang lebih besar
daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus amoeba. Bila
terdapat infeksi sekunder, maka terjadi peradangan. Proses ini dapat meluas di
submukosa bahkan sampai sepanjang sumbu usus. Bentuk histolitika banyak
ditemukan di dasar dan dinding ulkus. Dengan peristaltis usus, bentuk ini
dikeluarkan bersama isi ulkus rongga usus kemudian menyerang lagi mukosa
usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja ini disebut disentri, yaitu
tinja yang bercampur lendir dan darah.
Tempat yang sering dihinggapi (predileksi) adalah sekum, rectum,
sigmoid. Seluruh kolon dan rektum akan dihinggapi apabila infeksi sudah berat.
Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun.
Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Kista ini
memegang peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan
makanan atau air minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak bersih.
3. Komplikasi
Penderita disentri dianjurkan untuk terus waspada, karena disentri bisa
memicu beberapa komplikasi, bahkan bisa menyebabkan kematian. Komplikasi yang
mungkin terjadi:
a. Dehidrasi karena kehilangan cairan akibat diare dan muntah-muntah. Ini
merupakan kondisi yang bisa berakibat fatal, terutama pada anak-anak.
b. Abses (hati, paru, dan otak)
Abses hati merupakan manifestasi ekstraintestinal paling sering
ditemukan. Penderita memperlihatkan gejala demam, batuk, dan nyeri perut
kuadran kanan atas. Bila permukaan diafragma hati terinfeksi, maka akan
terasa nyeri pleura kanan atau nyeri yang menjalar sampai di bahu kanan.
Terdapat juga gangguan gastrointestinal; mual, muntah, kejang otot perut,
perut kembung, diare, konstipasi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
hepatomegali. Pada fase subakut dapat ditemukan penurunan berat badan,
demam, dan nyeri abdomen yang difus. Umumnya abses hati terbentuk di
lobus kanan hati, abses hati berisi nanah yang berwarna cokelat. Pada
43
penderita abses hati dapat ditemukan leukositosis dan peningkatan serum
alkali fosfatase pada pemeriksaan darah. Komplikasi abses hati dapat berupa
penjalaran secara langsung ke pleura/pericardium, abses otak, dan amebiasi
urogenitalis. Selain dengan aliran darah,metastasis juga dapat dengan cara per
kontinuinatum bila abses tidak diobati sehingga abses pecah. Ameba yang
keluar dapat menembus diagfragma, masuk ke rongga pleura/paru, sehingga
menimbulkan abses paru.
5. Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi
dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien.
Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin
atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah
endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis
lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang
berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1,
IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello &
Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan
patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti
memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan
44
penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu
tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
6. Nyeri perut
Nyeri perut terjadi disebabkan karena adanya infeksi yang
menyebabkan peradangan pada colon. Ketika infeksi menjadi lebih parah
maka seseorang akan merasakan nyeri atau sakit di daerah perut. Tingkat
keparahan rasa sakit ini akan tergantung pada lokasi dan penyebab infeksi
usus.
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya
kerusakan jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh
stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini
berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan
korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem
nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang
membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat
perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus
non noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan
menghilangkan respon inflamasi
7. Nyeri Anus
a) Secara Umum
Penyebab nyeri pada anus yang tersering adalah hemoroid, dimana
terjadi pembengkakan jaringan yang keluar dari anus. Penyebab lainnya
adalah fisura ani, yang disebabkan oleh robeknya anus karena kerasnya tinja
yang dikeluarkan. Fisura ani biasanya menghasilkan nyeri akut yang
terlokalisir dan mungkin berkaitan dengan spase otot pelvis yang
menyebabkan nyeri anus berlangsung beberapa jam. Nyeri ini menjadi
semakin hebat selama defekasi. Selain fisura, nyeri anus dapat disebabkan
karena abses dari infeksi bakteri yang menyebabkan demam, keringat malam,
45
dan nyeri yang terus menerus. Nyeri pada anus juga dapat disebabkan oleh
infeksi jamur.
Hal yang perlu diperhatikan adalah nyeri anus karena tumor, bersifat
nyeri yang progresif dalam arti semakin lama semakin hebat. Nyeri anus yang
terus menerus dan semakin hebat ini dapat berarti kanker atau tumor rektum.
Biasanya praktisi kesehatan akan melakukan retcal touche untuk memastikan
ada atau tidaknya tumor. atau dapat dilakukan pemeriksaan penanda tumor
seperti CEA untuk membuktikan keberadaannya.
Spasme atau kaku otot pada bagian pelvis dapat menyebabkan nyeri
yang sangat tajam. Selain itu nyeri pada anus juga dapat disebabkan oleh ulser
pada anus yang ditandai dengan daerah sakit yang memperlihatkan infeksi.
Nyeri anus juga dapat disebabkan oleh adanya fistula, psoriasis, atau
dermatitis. bila ditemukan fistula mungkin diperlukan operasi. Psoriasis dan
dermatitis yang disebutkan tadi merupakan penyakit kulit, biasanya berbentuk
kemerahan dan gatal.
Penyebab tersering BAB berdarah adalah karena ditemukannya fisura
(robekan pada anus), selain itu dapat disebabkan oleh hemoroid atau wasir dan
akibat menggaruk teralu sering.
Untuk meringankan nyeri dapat dilakukan diet berserat tinggi dan
minum 8-10 gelas air per hari. Selain itu kurangi gesekan atau trauma pada
daerah nyeri dan jangan gunakan sabun ataupun menggaruk anus. Penggunaan
mosturaiser tidak direkomendasikan. BIla pelru dapat diberika obat
penghilang nyeri tingkat rendah seperti parasetamol, atau NSAID (natrium
diklofenak, nama dagangnya voltaren, dll) atau bila sangat sakit dapat
digunakan penghilang nyeri tingkat tinggi seperti tramadol.
46
ani umumnya tidak menyebabkan masalah serius. Kondisi ini dapat terjadi
pada berbagai usia, bahkan pada orang sehat. Keadaan ini cukup umum dan
menjadi sekitar 15% kasus yang ditangani dokter spesialis usus dan saluran
pembuangan (kolorektal). Fisura ani lebih sering terjadi pada bayi muda dan
orang tua.
Fisura ani dapat bersifat tiba-tiba (akut) atau berkepanjangan (kronis).
Kasus akut atau jangka pendek biasanya dapat sembuh dalam beberapa hari.
Sedangkan, fisura kronis tidak sembuh dalam waktu 8 sampai 12 minggu dan
biasanya perlu perawatan lebih lanjut.
Gejala penyakit ini dapat bersifat ringan hingga parah. Gejala yang
dapat terjadi adalah sebagai berikut:
● Gatal (pruritus ani) pada pembukaan anus
● Perdarahan (darah berwarna merah terang) yang terpisah dari tinja;
Anda dapat sering melihat bercak atau beberapa tetes darah merah
terang pada toilet
● Sensasi tajam, terbakar atau menyengat saat buang air besar yang
dapat bertahan untuk sesaat atau bertahan selama beberapa jam
● Bau busuk dari pembukaan anus (biasanya untuk kasus parah),
yang mungkin menandakan kemungkinan infeksi
● Sering buang air kecil atau ketidakmampuan untuk buang air kecil
● Beberapa fisura ani tidak menunjukkan gejala dan tidak
menyakitkan. Perdarahan dapat terjadi dari waktu ke waktu tetapi
tanpa gejala lain.
Fisura ani biasanya disebabkan oleh luka atau cedera pada anus. Hal
ini dapat terjadi ketika adanya kotoran besar, termasuk sembelit. Selain itu,
dapat juga dipicu oleh diare berulang sehingga menyebabkan iritasi pada
lapisan dubur, atau disebabkan oleh ketegangan saat melahirkan. Fisura juga
dapat disebabkan oleh hubungan seks anal atau efek samping dari pemeriksaan
dubur.
Para ahli percaya bahwa luka terjadi karena ketegangan berlebih dalam
dua cincin otot yang disebut sfingter yang mengendalikan pembukaan anus.
Sfingter luar dikendalikan oleh otot, sedangkan sfingter dalam adalah tipe
47
involunter. Jika tekanan di daerah tersebut meningkat, maka aliran darah dapat
berkurang dan menyebabkan tegangan, yang dapat menuju pada fisura.
Tekanan dan tegangan secara terus-menerus di daerah tersebut juga dapat
menyebabkan lambatnya pemulihan total dari fisura.
Penyakit lain seperti penyakit radang usus (IBD) seperti penyakit
Crohn dan luka radang usus (kolitis ulseratif), serta penyakit menular seksual
seperti sifilis dan herpes dapat menyebabkan fisura ani.
Fisura ani biasanya tidak memerlukan penanganan dokter segera.
Dalam kebanyakan kasus terutama fisura yang terjadi tiba-tiba (akut), gejala
akan menghilang dalam beberapa hari. Namun, jika gejala menjadi
berkepanjangan (kronis) dan memburuk, mempengaruhi buang air besar
normal, maka Anda akan perlu untuk berkonsultasi dengan dokter secepat
mungkin.
Selama konsultasi, dokter terlebih menghilangkan kemungkinan
penyakit lain dengan gejala yang sama, termasuk wasir (pembengkakan di
sekitar anus). Beberapa tes akan dilakukan tergantung pada tingkat keparahan
gejala Anda. Setelah menanyakan riwayat kesehatan Anda, pemeriksaan fisik
atau pemeriksaan colok dubur (kolonoskopi atau sigmoidoskopi) dapat
dilakukan untuk kasus yang parah. Dokter juga dapat merujuk Anda ke
spesialis kolorektal bila diperlukan.
Ahli bedah kolorektal adalah ahli dalam menangani fisura ani dan
masalah usus dan saluran pembuangan (kolorektal) serta anal lainnya. Dokter
ini dapat melakukan tindakan bedah yang canggih untuk kasus ini, selain
tindakan bedah umum. Ahli bedah kolorektal telah tersertifikasi dengan
melewati ujian intensif sebelum mereka dapat melakukan operasi usus besar
dan dubur.
Hampir semua pilihan pengobatan untuk fisura ani ditujukan untuk
menurunkan ketegangan dan kejang pada sfingter ani sehingga otot-otot dapat
melemas. Tekanan yang rendah dapat mempercepat penyembuhan fisura.
Untuk kasus akut, pola makan tinggi serat dan suplemen serat biasanya
dianjurkan tanpa penanganan dokter. Dengan pola makan tinggi serat,
ketegangan akan sedikit berkurang saat buang air besar sehingga
48
memungkinkan percepatan proses penyembuhan fisura ani. Selain itu, penting
juga untuk menghindari makanan seperti kacang-kacangan, berondong jagung
dan keripik yang sulit untuk dicerna. Konsumsi air yang banyak atau asupan
cairan juga penting dalam gerakan usus yang sehat dan sering. Perawatan di
rumah seperti mandi air hangat (mandi Sitz) dan kompres hangat selama 10-20
menit beberapa kali sehari akan mendorong seseorang untuk bersantai dan
meningkatkan aliran darah, yang dapat mempercepat waktu penyembuhan.
Untuk fisura ani kronis, bius oles seperti lidokain, silokain dan
pramoksin mungkin dianjurkan sebelum buang air besar untuk mengurangi
dan mengatasi rasa sakit. Steroid yang biasanya sebagai bius dapat digunakan
untuk mengurangi peradangan akibat fisura. Salep yang mengandung
nitrogliserin juga mungkin dianjurkan untuk mengendurkan otot-otot sfingter
dan mendukung penyembuhan. Disarankan juga krim atau salep dengan
calcium channel blocking (CCBs), yang bekerja sama dengan nitrogliserin
tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.
Selain itu, kasus-kasus fisura ani yang serius biasanya membutuhkan
penanganan bedah. Ahli bedah kolorektal dapat menyuntikkan Botulinum
Toxin (Boton) ke otot sfingter anal (sebuah tindakan yang disebut
sfingterotomi) agar sfingter ani melemas, rasa sakit dan tegangan berkurang,
yang memungkinkan daerah fisura menjadi sembuh. Dokter bedah awalnya
akan membahas risiko sfingterotomi untuk menentukan pengobatan yang
terbaik. Pemulihan dari perawatan bedah untuk fisura ani memakan waktu
sekitar 6 sampai 10 minggu, tetapi pasien biasanya dapat melanjutkan kegiatan
sehari-hari dalam beberapa hari.
Fisura mudah kambuh ketika dipicu trauma lain. Hal ini sangat penting
untuk melanjutkan pola makan tinggi serat dan buang air yang lancar bahkan
setelah gejala mereda. Jika masalah memburuk, maka diperlukan penilaian
ulang untuk menyingkirkan masalah kolorektal lebih serius lainnya.
8. Pemeriksaan fisik
B. Taksiran umur
C. Bentuk badan
Bentuk yang abnormal dapat dijumpai misalnya pada :
➢ Akromegali
➢ Malformation
➢ Kelainan tulang belakang
E. Cara Berjalan
50
Pada beberapa penyakit tulang, sendi atau saraf, cara berjalan dapat
memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.
F. Keadaan Gizi
Penilaian gizi dapat berupa normal, gemuk, atau kurus. Hal ini dinilai
dengan mengukur tinggi serta berat badan. Nilai normal berkisar ±10%
dari 90% × (tinggi badan cm-100) ×1 kg.
G. Aspek Kejiwaan/Status Mental
Penilaian aspek kejiwaan seorang pasien meliputi :
➢ Tingkah laku
➢ Alam perasaan
➢ Cara proses berpikir
H. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi adalah gelombang darah yang dapat dirasakan karena
dipompa kedalam arteri oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi
diatur oleh sistem saraf otonom.
Lokasi untuk merasakan denyut nadi adalah :
1. Karotid : di bagian medial leher, dibawah angulus mandibularis, hindari
pemeriksaan dua sisi sekaligus pada waktu bersamaan.
2. Brakial : Diatas siku dan medial dari tendo bisep.
3. Radial : Bagian distal dan ventral dari pergelangan tangan.
4. Femoral : Disebelah inferomedial ligamentum inguinalis.
5. Popliteal : Di belakang lutut, sedikit ke lateral dari garis tengah.
6. Tibia posterior : Di belakang dan sedikit ke arah inferior dari maleolus
medialis.
7. Pedis dorsalis : Lateral dari tendo m. Extensor hallucis longus.
51
b. Takikardia : denyut jantung cepat (>100x/menit), biasa terjadi pada
pasien dengan demam, feokromositoma, congestif heart failure,
syok hipovolemik, aritmia kordis, pecandu kopi dan perokok.
c. Normal :
I. Tekanan Darah
52
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan
sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat
jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa
normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah
normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Teknik Mengukur : pengukuran biasanya dilakukan pada lengan kanan.
Pasien dapat berbaring atau duduk dengan tenang dan santai. Tidak boleh
ada pakaian sempit yang melingkari lengan yang akan diperiksa letaknya
setinggi jantung. Manset cukup dilingkarkan dengan rapat tanpa
menyebabkan nyeri pada lengan atas dalam sikap setengah abduksi ±1,5
cm diatas fosa antekubiti. Tekanan baru diukur selang beberapa waktu
(10-15 menit). Stetoskop diletakkan pada fosa antekubiti diatas arteri
brakialis dan bunyi nadi korotkoff terdangaar pada waktu tekanan dalam
manset dengan perlahan-lahan diturunkan (dengan kecepatan 2-3 mm
untuk tiap satu denyut nadi). Yang disebut dengan tekanan sistolik adalah
bunyi pertama yang terdengar (korotkoff 1). Yang terdangar pada bunyi
kedua adalah diastolic (korotkoff 2).
J. Kulit
53
➢ Warna
➢ Lesi primer pada kulit
➢ Lesi Sekunder
➢ Perubahan Lokal
K. Pernafasan
Proses fisiologis yang berperan pada proses pernafasan adalah : ventilasi
pulmoner, respirasi eksternal dan internal. Laju pernafasan meningkat
pada keadaan stres, kelainan metabolik, penyakit jantung paru, dan pada
peningkatan suhu tubuh. Pernafasan yang normal bila kecepatannya 14-
20x/menit pada dewasa, dan sampai 44x/menit pada bayi.
Kecepatan dan irama pernafasan serta usaha bernafas perlu diperiksa untuk
menilai adanya kelainan:
1. Kecepatan :
a. Takipnea : pernafasan cepat dan dangkal.
b. Bradipnea : pernafasan lambat.
c. Hiperpnea/hiperventilasi : pernafasan dalam dan cepat (Kussmaul)
d. Hipoventilasi : bradipnea disertai pernafasan dangkal.
2. Irama :
a. Reguler
b. Pernafasan cheyne-stoke : Periode apnea diselingi hiperpnea.
c. Pernafasan Biot’s (ataksia) : periode apnea yang tiba-tiba diselingi
periode pernafasan konstan dan dalam.
3. Usaha bernafas : Adalah kontraksi otot-otot tambahan saat bernafas
misalnya otot interkostalis. Bila ada kontraksi otot-otot
tersebut menunjukkan adanya penurunan daya
kembang paru.
L. Frekuensi pernapasan
54
M. Suhu
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus yang
menentukan suhu tertentu dan bila suhu tubuh melebihi suhu yang
ditentukan hipotalamus tersebut, maka pengeluaran panas meningkat dan
sebaliknya bila suhu tubuh lebih rendah. Suhu tubuh dipengaruhi oleh
irama sirkadian, usia, jenis kelamin, stres, suhu lingkungan hormon, dan
olahraga. Suhu normal berkisar antara 36,5°C – 37,5°C. Lokasi
pengukuran suhu adalah oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal. Pada
pemeriksaan suhu per rektal tingkat kesalahan lebih kecil daripada oral
atau aksila. Peninggian semua terjadi setelah 15 menit, saat beraktivitas,
merokok, dan minum minuman hangat, sedangkan pembacaan semu
rendah terjadi bila pasien bernafas melalui mulut dan minum minuman
dingin.
9. Pemeriksaan Darah
Spesimen
Sebaiknya darah diambil pada waktu dan kondisi yang relatif sama untuk
meminimalisasi perubahan pada sirkulasi darah, misalnya lokasi pengambilan,
55
waktu pengambilan, serta kondisi pasien (puasa, makan). Cara pengambilan
specimen juga perlu diperhatikan, misalnya tidak menekan lokasi pengambilan
darah kapiler, tidak mengambil darah kapiler tetesan pertama, serta penggunaan
antikoagulan (EDTA, sitrat) untuk mencegah terbentuknya clot.
Hitung Leukosit
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan
lain-lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/μl.
Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000 /μl.
Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah
leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl. Pada keadaan basal jumlah leukosit
pada orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.000/μl. Jumlah leukosit meningkat
setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl.
Peningkatan jumlah leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan
penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit,
yaitu cara automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology
analyzer) dan cara manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan
mikroskop.
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah,
waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%,
sedang pada cara manual kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara automatik
adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena belum banyak
laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Dewasa : 4000-10.000/ µL
56
Bayi / anak : 9000-12.000/ µL
Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut
disebutleukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun
patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,
gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid.
Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah
yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di
bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap
jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung
dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit, hasilnya
dinyatakan dalam sel/μL.
1. Neutrofil
Nilai normal: Segment : 36% - 73% SI unit : 0,36 – 0,73
Bands : 0% - 12% SI unit : 0,00 – 0,12
Deskripsi
Neutrofil adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofial terutama berfungsi
sebagai pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel ini
58
memegang peranan penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitan dengan
penyakit noninfeksi seperti artritis reumatoid, asma dan radang perut.
Implikasi klinik:
● Neutrofilia, yaitu peningkatan persentase neutrofisl, disebabkan oleh
infeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit, perdarahan dan gangguan
myeloproliferatif.
● Neutropenia yaitu penurunan persentase neutrofi l, dapat disebabkan
oleh penurunan produksi neutrofi l, peningkatan kerusakan sel, infeksi bakteri,
infeksi virus, penyakit hematologi, gangguan hormonal dan infeksi berat.
● Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketika
neurofil muda dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh infeksi, obat
kemoterapi, gangguan produksi sel (leukemia) atau perdarahan.
● Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi pada
penyakit hati, anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam folat,
hemolisis, kerusakan jaringan, operasi, obat (kortikosteroid)
● Peningkatan jumlah neutrofil berkaitan dengan tingkat keganasan
infeksi.
● Derajat neutrofilia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalami
inflamasi.
● Jika peningkatan neutrofi l lebih besar daripada peningkatan sel darah
merah total mengindikasikan infeksi yang berat.
2. Eosinofi l
Nilai normal : 0% - 6%
Deskripsi
Eosinofi l memiliki kemampuan memfagosit, eosinofil aktif terutama pada
tahap akhir infl amasi ketika terbentuk kompleks antigen-antibodi. Eosinofil juga
aktif pada reaksi alergi dan infeksi parasit sehingga peningkatan nilai eosinofil
dapat digunakan untuk mendiagnosa atau monitoring penyakit.
59
Implikasi klinik:
• Eosinofilia adalah peningkatan jumlah eosinofi l lebih dari 6% atau
jumlah absolut lebih dari 500. Penyebabnya antara lain: respon tubuh terhadap
neoplasma, penyakit Addison, reaksi alergi, penyakit collagen vascular atau
infeksi parasit.
• Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofi l dalam sirkulasi.
● Eosipenia dapat terjadi pada saat tubuh merespon stres (peningkatan
produksi glukokortikosteroid).
• Eosinofil cepat hilang pada infeksi pirogenik
• Jumlah eosinofi l rendah pada pagi hari dan meningkat pada sore hari
hingga tengah malam.
• Eosinofi lia dapat disamarkan oleh penggunaan steroid dan dapat
meningkat dengan L-triptofan.
3. Basofil
Nilai normal : 0% - 2%
Deskripsi:
Fungsi basofil masih belum diketahui. Sel basofil mensekresi heparin dan
histamin. Jika konsentrasi histamin meningkat, maka kadar basofil biasanya
tinggi. Jaringan basofil disebut juga mast sel.
Implikasi klinik :
• Basofilia adalah peningkatan basofi l berhubungan dengan leukemia
granulositik dan basofi lik myeloid metaplasia dan reaksi alergi
• Basopenia adalah penurunan basofi l berkaitan dengan infeksi akut,
reaksi stres, terapi steroid jangka panjang.
•
4. Monosit
Nilai normal : 0%-11%
60
Deskripsi:
Monosit merupakan sel darah yang terbesar. Sel ini berfungsi sebagai lapis
kedua pertahanan tubuh, dapat memfagositosis dengan baik dan termasuk
kelompok makrofag. Manosit juga memproduksi interferon.
5. Limfosit
Nilai normal : 15% - 45%
Deskripsi:
Merupakan sel darah putih yang kedua paling banyak jumlahnya. Sel inikecil
dan bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal dan tahap akhir proses infl
amasi. Merupakan sumber imunoglobulin yang penting dalam respon imun
seluler tubuh. Kebanyakan limfosit terdapat di limfa, jaringan limfatikus dan
nodus limfa. Hanya 5% dari total limfosit yang beredar pada sirkulasi.
6. Trombosit (platelet)
Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L
Deskripsi
61
iii)Peningkatan leukosit terjadi terutama apabila fagosit polimorfonuklear dan
makrofag dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak ke tempat benda asing,
mikroorganisma atau jaringan yang rusak. Hal tersebut dipermudah dengan
pelepasan C3a dan C5a pada aktivasi komplemen yang bersifat kemotaksis.
• Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketika
neutrofil muda dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh infeksi,
obat kemoterapi, gangguan produksi sel (leukemia) atau perdarahan.
• Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi pada
penyakit hati, anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam folat,
hemolisis, kerusakan jaringan, operasi, obat (kortikosteroid).
62
Diagnosis amebiasis intestinal ditegakkan dengan terdapatnya trofozoit atau
kista pada sediaan tinja basah. Tinja harus diperiksa dalam 1 jam pertama dan
dalam suhu kamar karena trofozoit setelah 1 jam akan lisis dan tidak dapat
dikenali lagi. Biasanya tidak ditemukan leukosit pada pemeriksaan tinja. Tehnik
konsentrasi juga dapat digunakan dengan pulasan trikrom untuk menemukan kista
amuba. Pemberian tetrasiklin, sulfonamid, bismuth dan kaolin akan menyebabkan
sulitnya identifikasi amuba. Bila tinja tidak mungkin diperiksa dalam 1 jam maka
tinja dapat disimpan dalam formalin 10% untuk menemukan kista atau dalam
alkohol polivinil untuk menemukan trofozoit. Pemeriksaan tinja dengan
menggunakan 3-6 sediaan akan meningkatkan diagnosis hingga 80-90%.
Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana urin
dihasilkan oleh nefron ginjal. Selama 24 jam komposisi dan konsentrasi urin dapat
berubah secara terus menerus dimana variasi konsentrasi urin dapat ditentukan
oleh waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan urin. Pemeriksaan
63
proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan untuk diagnosis maupun
untuk mengetahui prognosis penyakit. Selain itu juga diperlukan dalam
tatalaksana penyakit ginjal dan penyakit lainnya.
Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya berperan
penting sebagai barier terhadap melintasnya makromolekuler seperti globulin dan
albumin. Hal ini terjadi karena peran dari sel endotel pada kapiler, membran basal
dari glomerlus dan epitel viseral. Eksresi proteinuria normal pada bayi dan anak
terlihat pada table berikut :
64
proteinuria. Pada kelainan tubulointerstisial, refluks nefropati, obstuktif nefropati
terjadi peningkatan proteinuria Tamm horsfall. Normalnya protein Tamm horsfall
ini dapat dicegah oleh sel tubulus.
a. Taxonomy
Kingdom : Protista
Filum : Sarcomastigophora
Kelas : Rhizopoda
Ordo : Amoebida
Genus : Entamoeba
Entamoeba coli
Entamoeba gingivalis
b. Morfologi
65
Histolytica:
Stadium tropozoit, Berukuran 20-40 mikron, Extoplasma tampak bening
dan homogeny, Ektoplasma terletak di bagian tepi sel, Pseudopodia yg
dibentuk extoplasma besar seperti daun, dibentuk mendadak, gerakan cepat,
Endoplasma mengandung eritrosit, Endoplasma tidak mengandung bakteri
atau sisa-sisa makanan, Pathogen, Penyebarannya pada jaringan usus besar,
hati, paru, otak,kulit, dan vagina, Berkembang biak dengan belah pasang.
Minuta:
Stadium tropozoit, 10-20 mikron, extoplasma tidak nyata dan hanya tampak
bila terbentuk pseudopodium, Pseudopodium terbentuk perlahan-lahan,
gerakan lambat, Tidak mengandung eritrosit, Mengandung bakteri dan sisa-
sisa makanan, Komensal, kadang-kadang berubah menajdi pathogen,
Penyebarannya pada Rongga usus besar, Berkembang biak dengan belah
pasang.
Kaki yang digunakan untuk tubuh amoeba disebut pseudopodia. Kaki Amoeba
ini bergerak dengan tiga cara yaitu lobopodia, filopodia, dan retuculopodia.
Bukan hanya bergerak, amoeba juga menggunakan pseudopodianya untuk
memakan mikroorganisme lain seperti alga, bakteri dan lainnya. Pseudopodia
sendiri adalah bagian sitoplasma tubuh amoeba. Pergerakan amoeba ini
disebut amoeboid dengan menyesuaikan viskositas tubuh amoeba itu sendiri
(sesuai dengan teori sol-gel).
66
c. Siklus Hidup
67
Daur hidup dari entamoeba usus hampir sama. Bentuk yang infektif yaitu
ketika dalam bentu kista. Setelah kista tertelan maka kista akan mengalami
ekskistasi di ileum dan setelah kista mengalami ekskistasi maka 4 inti yang
berada di dalam kista akan menjadi 8 trofozoit. Dalam siklus trofozoit ini
maka akan terus membelah secara biner. Stadium trofozoit ini sangat pathogen
dan invasive pada jaringan usus besar. Pada stadium ini trofozoit memasuki
submukosa dengan menembus lapisan muskularis mucosae dan lama
kelamaan akan melisiskan jaringan usus dan dapat menginvasi hati melalui
aliran darah yang dapat menyebabkan apses hati dan dapat menyebar ke
beberapa organ lainnya. Bila keadaan tidak lagi mendukung trofozoit untuk
hidup maka trofozoit akan berubah menjadi menjadi prekista yang berinti satu
dan akhirnya akan menjadi berinti 4 dan akan keluar bersama tinja.
68
1. Persediaan air yang terpolusi.
2. Tangan infected food handler yang terkontaminasi.
3. Penggunaan pupuk tinja untuk tanaman
4. Hygine yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan polusi tinggi seperti
asrama, rumah sakit, penjara dan lingkungan perumahan.
69
tropozoit keluar bersama ulkus. Tropozoit dapat menyerang sel mukosa sehat
yang lain atau keluar bersama tinja. Ulkus yang keluar bersama tinja
menyebabkan rasa nyeri pada anus (tenesmus) dan munculnya darah dan
lender pada tinja.
e. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah nyeri perut dan diare yang
dapat berupa tinja cair, tinja berlendir atau tinja berdarah. Frekuensi diare
dapat mencapai 10x per hari. Ditemukan demam, tidak nafsu makan sehingga
berat badan menurun. Pada stadium akut, di tinja dapat ditemukan darah,
dengan sedikit leukosit serta stadium trofozoit E. Histolytica.
2. Amebiasis ekstra-intestinal
70
Abses hati merupakan manifestasi ekstra-intestinal yang paling sering
ditemukan. Penderita memperlihatkan gejala demam, batuk dan nyeri perut
kwadran kanan atas. Terdapat juga nyeri pleura kanan. Pada 10-35% pendeita
dapat ditemukan gangguan hastrointestinal berupa mual, munah, kejang otot
perut, perut kembung, diare dan konstipasi. Dapat ditemukan hepatomegali.
f. Prognosis
71
Infeksi usus karena amebiasis umumnya merespon dengan baik untuk
terapi yang tepat, meskipun harus diingat bahwa infeksi dan pengobatan
sebelumnya tidak akan melindungi terhadap penjajahan masa depan atau
amebiasis invasif berulang.
Asimtomatik amebiasis usus terjadi pada 90% dari orang yang
terinfeksi. Namun, hanya 4% -10% dari individu dengan amebiasis tanpa
gejala yang dipantau selama 1 tahun akhirnya dikembangkan kolitis atau
penyakit ekstraintestinal.
Dengan diperkenalkannya pengobatan yang efektif, angka kematian
turun di bawah 1% untuk pasien dengan tanpa komplikasi amebic abses hati.
Namun, amebic abses hati dapat menjadi rumit oleh ruptur intraperitoneal
(2-7% dari pasien), dan komplikasi ini mengarah ke kematian lebih tinggi.
Tingkat fatalitas kasus yang terkait dengan kolitis amebic berkisar dari
1,9% menjadi 9,1%. kolitis amebic berkembang untuk kolitis necrotizing
fulminan atau pecah di sekitar 0,5% dari kasus; dalam kasus tersebut, Mei
kematian melebihi 40% atau bahkan, menurut beberapa laporan, 50%.
Amebiasis pleuropulmonary memiliki tingkat kematian 15-20%.
perikarditis amuba memiliki tingkat fatalitas kasus dari 40%. amebiasis
Cerebral membawa kematian yang sangat tinggi (90%).
Sebuah studi dari 134 kematian di Amerika Serikat 1990-2007
menemukan kematian yang tertinggi pada pria, Hispanik, Asia / Kepulauan
Pasifik, dan orang-orang berusia 75 tahun atau lebih. Hubungan dengan
infeksi HIV juga diamati. Meskipun kematian menurun selama penelitian,
lebih dari 40% terjadi di California dan Texas. Orang AS kelahiran
menyumbang mayoritas kematian amebiasis; Namun, semua kematian di
Asia / Kepulauan Pasifik dan 60% dari kematian di Hispanik yang pada
individu asing kelahiran.
g. Diagnosis
a) Entamoeba Histolytica
4352) Pemeriksaan Mikroskopik
72
Pemeriksan ini tidak dapat membedakan E. Histolytica dan E. dispar.
Selain itu pemeriksaan berdasarkan satu kali pemeriksaan tinja sangat
tidak sensitive. Sehingga pemeriksaan mikroskopik sebaiknya
dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu 1 minggu baik untuk kasus
akut maupun kronik. Adanya sel darahmerah dalam sitoplasma E.
Histolytica stadium trofozoit merupakan indikasi terjadinya invasi
amebiasis yang hanya disebabkan oleh E. Histolytica. Selain itu,
motilitas stadium trofozoit akan menghilang dalam waktu 20-30 menit.
Karena itu bila tidak segera diperiksa, sebaiknya tinja disimpan dalam
pengawet polyvinyl alcohol (PVA) atau pada suhu 4ᵒC. Dalam hal
yang terakhir, stadium trofozoit dapat terlihat aktif sampai 4 jam.
Selain itu pada sediaan basah dapat ditemukan sel darah merah. Hal
yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikroskopik adalah
keterlambatan waktu pemeriksaan, jumlah tinja yang tidak mencukupi,
wadah tinja yang terkontaminasi urin atau air, penggunaan antibiotic
(tetrasiklin, sulfonamid), laksatif, antasid, preoarat antidiare (kaolin,
bismuth), frekuensi pemeriksaan dan tinja diberi pengawet
4353) Pemeriksaan Serologi untk Mendeteksi Antibodi
Sebagian besar orang yang tinggal di bagian endemis E.histolytica
akan terpapar parasit berulang kali. Kelompok tersebut sebagian besar
akan asimtomatik dan pemeriksaan antibodi sulit membedakan antara
current atau previous injections.
Pemeriksaan antibodi akan sangat membantu menegakkan diagnosis
pada kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis. Sebanyak 75-
80% penderita dengan gejala yang disebabkan E.histolytica
memperlihatkan hasil yang positif pada uji serologi antibodi terhadap
E.histolytica. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai macam uji
serologi seperti IHA, lateks aglutinasi, counterimmunoelectrophoresis,
gel diffusion test, uji komplemen, dan ELISA. Biasanya merupakan uji
standar adalah IHA, sedangkan ELISA merupakan alternatif karena
lebih cepat, sederhana dan juga lebih sensitif. Antibodi IgG terhadap
antigen lektin dapat dideteksi dalam waktu 1 minggu setelah timbul
73
gejala klinis baik pada penderita kolitis maupun abses hati amoeba.
Bila hasilnya meragukan, uji serologi tersebut dapat diulang.
Walaupun demikian, hasil pemeriksaan tidak dapat membedakan
current infection dari previous infection. IgM anti-lektin terutama
dapat dideteksi pada minggu pertama sampai minggu ketiga pada
seorang penderita kolitis amoeba.
Titer antibodi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit dan
respons terhadap pengobatan, sehingga walaupun pengobatan yang
diberikan berhasil, titer antibodi tetap tidak berubah. Antibodi yang
terbentuk karena infeksi E.histolytica dapat bertahan sampai 6 bulan,
bahkan pernah dilaporkan sampai 4 tahun.
4354) Deteksi Antigen
Antigen amoeba yaitu Gal/Gal-Nac lectin dapat diideteksi dalam tinja,
serum, cairan abses, dan air liur penderita. Hal ini dapat dilakukan
terutama menggunakan teknik ELISA, sedangkan dengan teknik CIEP
ternyata sensitivitasnya lebih rendah. Deteksi antigen pada tinja
merupakan teknik yang praktis, sensitif dan spesifik dalam
mendiagnosis amoebiasis intestinalis. Walaupun demikian, tinja yang
tidak segar atau yang diberi pengawet akan menyebabkan denaturasi
antigen, sehingga hasil yang false negatif. Oleh karena itu, syarat
melakukan ELISA pada tinja seseorang yang diduga menderita
amoebiasis intestinal adalah tinja segar atau disimpan dalam lemari
pendingin. E.histolytica tes II dapat dibedakan infeksi yang disebabkan
oleh E.histolytica atau E.dispar.
Pada penderita abses hati amoeba, deteksi antigen dapat dilakukan
pada pus abses atau serumnya.
4355) Polymerase Chain Reaction
Metode PCR mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sebanding
dengan deteksi antigen pada tinja penderita amoebiasis intestinal.
Kekurangannya adalah waktu yang diperlukan lebih lama, tekniknya
lebih sulit dan juga mahal. Untuk penelitian polimorfisme
E.histolytica, teknik PCR merupakan metode unggulan. Walaupun
74
demikian, hasilnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kontaminasi pada
tinja. Selain itu kemungkinan terjadi false negatif karena berbagai
inhibitor pada tinja. Hal ini dapat dilakukan pada pus penderita dengan
abses hati amoeba. Ekstraksi DNA dapat dilakukan pada tinja yang
sudah diberi pengawet formalin. Dengan cara ini dapat dibedakan
infeksi E.histolytica dengan E.dispar.
b) Entamoeba Coli
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan stadium trofozoit atau stadium
kista dalam tinja
c) Entamoeba Hartmani
Diagnosis dengan menemukan stadium trofozoit atau kista di tinja.
Masalah yang dihadapi pada penegakan diagnosis E. hartmani ialah ia
merupakan jenis ameba pertama yang dianggap paling kecil dibanding
dengan E. histolytica. Pada pemeriksaan lansung sangat sukar dibedakan
morfologinya, oleh karena itu dianjurkan ntuk dilakukan pemeriksaan
dengan perwarnaan trikrom.
d) Entamoeba Gingivalis
75
Diagnosis dilakukan berdasarkan pemeriksaan lansung air liur, usap gigi,
dan plak gigi
h. Pengobatan
346. Obat yang bekerja pada lumen usus sehingga dapat membunuh
stadium trofozoit dan kista dalam usus yang meliputi paranomisin,
dilaksanid furoat dan iodoquinol.
347. Obat yang bekerja pada jaringan yang meliputi emetin hidroklorida,
metronidazol dan klorokuin.
i. Pencegahan
77
F. Kerangka Konsep
78
79
Resume:
Pada kasus ini, A, 6 tahun, mengalami buang air besar berdarah dan berlendir
(disentri) dikarenakan amoebiasis. A terinfeksi oleh kista Entamoeba histolytica yang
kemudian berkembang menjadi trofozoid dan menyerang mucus kolon. Setelah
mucus kolon habis, E. histolytica tumbuh membentuk koloni yang dapat diamati
dengan adanya trofozoid dalam sampel stool (feses). Pada kasus ini, tubuh A berhasil
mengenali senyawa Galactosa dan N-acetyl-D-Galactosamide specific lectin
(Gal/Gal-NAc lectin) oleh Toll-Like Receptor 2 dan 4 (TLR-2/4). Hal ini
menyebabkan aktivasi dari Nuclear Factor kapp-light-chain-enhancer of activated B
cell (NFkB). Hal ini menyebabkan terbentuknya sitokin-sitokin seperti Interleukin 1-
betha ( IL-1β), IL-6, IL-12, Interferon Type-II ( INF-γ), dan Tumor Necrosis Factor
alpha (TNF-α). Hal ini menyebabkan terjadi reaksi inflammasi dalam tubuh yang
ditandai dengan demam dan diare.
80
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anak A, berusia 6 tahun, mengalami buang air besar berdarah dan berlendir
dikarenakan amoebiasis yang disebabkan oleh infeksi protozoa Entamoeba
histolytica.
81
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Arga. no date. Pergeseran Leukosit. Diakses pada tanggal 24 Agustus dari
http://www.argaaditya.com/2015/03/pergeseran-leukosit-leukocytes-
shift.html
Charbek, E. 2015. Normal Vital Signal. Diakses pada 24 Agustus 2016 dari
http://emedicine.medscape.com/article/2172054-overview#a1
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman.1999. Buku Ajar Diare. Departemen
Kesehatan RI: Jakarta
Samie, A., A. ElBakri, dan Ra’ed AbuOdeh. 2012. Amoebiasis in the Tropics:
Epidemiology and Pathogenesis. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2016 dari
www.intechopen.com.
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta :
EGC
Tehuteru, Edi S., et al. 2001. Pola Defekasi pada Anak Sari Pediatri. Jakarta : Sari
Pediatri Vol. 3, No. 3, Desember 2001: 129 – 133. Dapat diakses dari
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/3-3-4.pdf pada 24 Agustus 2016 pukul
20.14 WIB.
Waldo E. Nelson. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15.
Volume 2. EGC: Jakarta
84