Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN HASIL DISKUSI

BLOK NEFROUROPOITIKA
Skenario 4

Tutor : dr. Abdul Hakim Nitiprodjo Sp. KF

Kelompok 5
Ketua : Mahidin 1413010006
Sekretaris : Hudaya Taufiq 1413010017

Anggota:
Silka Reslia Riswanto 1413010004
Sinta Merlinda Yuni 1413010015
Dhimar Dwi Yuda N 1413010028
Fatimah Qonitah Diyanah 1413010029
Padang Tri Handoyo 1413010037
Tsara Arbiaty K 1413010046
Fatma Nashriati 1413010036
Nur Rizki Fajrin K 1413010050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
DAFTAR ISI
SKENARIO
BAB I KLARIFIKASI ISTILAH..................................................................................
BAB II IDENTIFIKASI MASALAH...........................................................................
BAB III ANALISIS MASALAH..................................................................................
BAB IV SISTEMATIKA MASALAH........................................................................
BAB V TUJUAN PEMBELAJARAN........................................................................
BAB VI BELAJAR MANDIRI...................................................................................
BAB VII BERBAGI INFORMASI.............................................................................
Kesimpulan..................................................................................................................
Saran............................................................................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................................

SKENARIO IV

2
Seorang pria berumur 30 tahun datang ke dokter umum dengan keluhan kencing
nanah dari kemaluannya. Seminggu sebelumnya dia berhubungan kelamin dengan
PSK tanpa memakai kondom. Sebelum menikah dia juga sering jajan kemudian
mengeluh sakit yang sama, biasanya setelah periksa ke dokter keluhannya akan
sembuh. Setelah memeriksa pasien, dokter memberikan resep obat dan
dianjurkan untuk diminum selama 5 hari. Pada hari ke-6, pasien kontrol kembali
ke dokter. Dia merasa keluhannya membaik namun mengeluh penisnya gatal dan
masih mengeluarkan cairan bening dari lubang kencing. Istrinya juga mengeluh
keluar cairan bening dari vaginanya. Walaupun tidak ada rasa nyeri pada organ
genitalnya tapi dia khawatir penyakitnya bertambah parah dan berefek negatif
pada rahimnya, sementara dia belum pernah hamil. Pertanyaannya : Apakah
penyakitnya ini berefek pada kesuburannya? Jika istrinya hamil, apakah yang
akan terjadi pada kehamilannya?

3
BAB I

KLARIFIKASI ISTILAH

1 Kencing Nanah

Kencing nanah atau pyuria dapat dinilai secara makroskopik yaitu terlihat
gambaran urin yang keruh seperti susu dan mikroskopik terlihat adanya sel
darah putih lebih dari 10 per-lapang pandang (Purnomo, 2014).

4
BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 Mengapa pasien mengeluhkan kencing nanah dari kemaluannya?

2.2 Anatomi organ yang terkait

2.3 Bagaimana hubungan riwayat tidak menggunakan pelindung dengan PSK?

2.4 Apa hubungan riwayat pengobatan dengan keluhan sekarang?

2.5 Penyakit apa saja yang disebebkan oleh seks bebas?

2.6 Apa hubungan riwayat pengobatan dengan keluhan sekarang?

2.7 Penyakit apa saja yang disebebkan oleh seks bebas?

2.8 Bagaimana pengaruh keluhan pasien terhadap kesuburan istrinya?

5
BAB III

ANALISIS MASALAH

3.1. Mengapa pasien mengeluhkan kencing nanah dari kemaluannya?

Kencing nanah atau discharge purulen menandakan adanya


proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan letaknya, hal
ini dapat dicurigai adanya infeksi menular seksual terkait riwayat
hubungan seksual pasien. Proses terjadinya kencing nanah diawali
dengan adanya infeksi mikroorganisme, terutama dalam hal ini adalah
bakteri yang menginvasi mukosa saluran genital, dengan berbagai
mekanisme bergantung pada jenis dan kemampuan mikroorganisme
tersebut dalam menimbulkan penyakit sehingga menstimulasi
dilepaskannya mediator-mediator inflamasi area sekitar infeksi, yang
mengundang berkumpulnya makrofag, monosit dan sel
polimorfonuklear secara kemotaksis untuk melokalisasi area infeksi,
memfagosit mikroorganisme, dan sisa jaringan nekrosis. Hal ini
menimbulkan respon peradangan secara cepat akibat destruksi sel
mukosa sehingga mengakibatkan keluarnya sekret purulen kuning
kehijauan dari uretra pria dan dari ostium vagina atau serviks wanita
(Price, 2013).
Proses lain dari sumber berbeda menyebutkan bahwa jika sudah
diketahui etiologinya karena bakteri, maka bakteri akan masuk ke
dalam sel dan terjadi pelepasan dracylglycerol dan chemotactive factor
kemudian masuk ke dalam epitel. Selanjutnya akn terjadi akumulasi
ceramide dalam sel yang akan menginduksi apoptosis, kemudian terjadi
gangguan integritas epitel yang akan melepaskan faktor kemotaksis
yang merupakan hasil dari komplemen, kemudian tubuh akan
mengelaurkan leukosit sebagai hasil pertahanan tubuh. Leukosit
tersebut akan bercampur dengan kencing, sehingga timbul kencing
nanah (Sudoyo, 2014).

6
Kencing nanah menandakan adanya proses infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan letak keluhannya dapat dicurigai
adanya infeksi menular seksual. (Price, 2013)

Infeksibakteri/mikroorganisme

Melekatpadaselepitel yang melapisisselaputlendir

Terutamapadauretradancanalisendoserviks

Bakterimenghasilkanprodukekstraseluler yang mengakibatkankerusakansel (enzimfosfolipase/peptidase)

Komponenpermukaanselbakteri (Lipopolisakaridadanpeptidoglikanakanmemicuproduksiendotoksin)

Menimbulkanresponinflamasi

Lokalinvasineutrofil, pembentukanmikroabsessubmukosa

Kerusakannepitel

Keluarnya discharge purulen

3.2 Anatomi organ yang terkait

7
Organ Reproduksi Laki-laki

Tabel 1. Organ reproduksilaki-laki.

Penis
Terdiri dari 2 pars yaitu :
a. Pars fixata/afixa

Crus penis

Bulbus penis

8
b. Pars Libera

Corpora cavernosa

Corpus spongiosum

Terdiridari 3 bagian :

a. Radix penis

b. Corpus penis

c. Glands penis

3.3 Bagaimana hubungsn riwayat tidak menggunakan pelindung


dengan PSK?

Merupakan salah satu resiko terkenanya infeksi menular seksual.


Pasien akan dianggap beresiko tinggi apabila adanya jawaban ya satu
atau lebih dari pertanyaan berikut :
a. Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir

b. Berhubungan seksual dengan PSK dalam 1 bulan terakhir

c. Mengalami 1 atau lebih episode infeksi menular seksual (IMS) dalam


1 bulan terakhir

d. Perilaku pasangan seksual beresiko tinggi

Beberapa cara masuknya mikroorganisme pada IMS yaitu

a. Penyebaran endogen ( kontak langsung dari tempat infeksi terdekat )

b. Hematogen ( melalui darah ) => transfusi darah

c. Limfogen ( melalui saluran limfe )

d. Eksogen ( misalnya akibat pemakaian alat )

Jadi riwayat tidak menggunakan kondom saat berhubungan


seksual dengan PSK sangat beresiko tinggi tertularnya penyakit menular
seksual , karena kndom merupakan penghalang atau barier impermeable
terhadap mikroorganisme penyebab PMS.
9
(Djuanda,1998)

3.4 Apa hubungan riwayat pengobatan dengan keluhan sekarang?

Pasien mengaku bukan pertama kalinya mengeluhkan hal yang sama.


Namun, setelah berobat ke dokter, keluhannya hilang. Hal ini dikarenakan
pada umumnya, penyakit menular seksual pada laki-laki bersifat
simtomatik, dikarenakan organ genital dan sistem kemih laki-laki,
khususnya uretra berfungsi sebagai organ ejakulasi dan miksi. Sehingga
jika terjadi infeksi menular seksual, akan mudah terdeteksi. Hal ini
mengakibatkan pasien datang ke dokter untuk memeriksakan diri karena
keluhannya tersebut, sehingga jarang terjadi komplikasi hingga timbulnya
prostatitis, epididimitis, dan bakteremia. Pada infeksi tertentu, seperti
Neisseria gonorrhoeae, terjadinya infeksi berulang seperti yang dialami
pasien dikarenakan tidak terbentuknya imunitas alami setelah infeksi
bakteri tersebut untuk pertama kalinya (Price, 2013).

3.5 Penyakitapasaja yang disebebkanolehseksbebas?

Secara garis besar Penyakit Menular Seksual dapat dibedakan menjadi


empat kelompok, antara lain:
a.PMS yang menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya cairan yang
keluar dari alat kelamin, yaitu penyakit Gonoredan Uretritis Non
Spesifik(UNS)
b.PMS yang menunjukkan adanya luka pada alat kelamin misalnya
penyakit Chanroid(Ulkus mole), Sifilis, LGV, dan Herpes simpleks.
c.PMS yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada
penyakit Kondiloma akuminata.
d.PMS yang memberi gejala pada tahap permulaan, misalnya penyakit
Hepatitis B
(Daili, 2007)

10
Tabel 1. Patogenpenyebabdanjenis IMS yang ditimbulkan

PATOGEN MANIFESTASI KLINIS DAN PENYAKIT YANG DI


TIMBULKAN
INFEKSI BAKTERI
Neisseria gonorrhoeae GONORE
Laki-laki: uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan
Perempuan: servisitis, endometritis, salpingitis, bartolinitis,
penyakitradangpanggul, kemandulan, ketubanpecahdini,
perihepatitis
Chlamydia trachomatis KLAMIDIOSIS (INFEKSI KLAMIDIA)
Laki-laki: uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan
Perempuan: servisitis, endometritis, salpingitis,
penyakitradangpanggul, kemandulan, ketubanpecahdini,
perihepatitis, umumnyaasimtomatik
Chlamydia trachomatis LIMFOGRANULOMA VENEREUM
(galur L1-L3)
Treponemapallidum SIFILIS
Laki-laki&perempuan: ulkus durum
denganpembesarankelenjargetahbeninglokal,erupsikulit,kondiloma
lata,kerusakantulang,kardiovaskulardanneurologis
Perempuan: abortus, bayilahirmati,
Haemophilusducreyi kelahiranprematurNeonatus:
CHANCROID (ULKUS MOLE) lahirmati, sifiliskongenital

Laki-
laki&perempuan:ulkusgenitalisyangnyeri,dapatdisertaidenganbu
Klebsiella GRANULOMA INGUINALE (DONOVANOSIS)
(Calymmatobacterium) Laki-
granulomatis laki&perempuan:pembengkakankelenjargetahbeningdanlesiuls
Mycoplasma genitalium Laki-laki: duh tubuhuretra (uretritis non-gonore)
Perempuan: servisitisdanuretritis non-gonore,
mungkinpenyakitradangpanggul

11
Ureaplasmaurealyticum Laki-laki: duh tubuhuretra (uretritis non-gonokokus)
Perempuan: servisitisdanuretritis non-gonokokus,
mungkinpenyakitradangpanggul
INFEKSI VIRUS

Human Immunedeficiency INFEKSI HIV / ACQUIRED IMMUNEDEFICIENCY


Virus (HIV) SYNDROME (AIDS)

Herpes simplex virus (HSV) HERPES GENITALIS


tipe2 dantipe 1 Laki-laki&perempuan: lesivesikulardan/atauulseratifdidaerah
genitalia dan anus
Human papillomavirus (HPV) KUTIL KELAMIN

Laki-laki: kutil di daerah penis dan anus, kanker penis dan anus
Virus hepatitis B HEPATITIS VIRUS
Laki-laki&perempuan: hepatitis akut, sirosishati, kankerhati
Virus moluskumkontagiosum MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Laki-laki&perempuan: papulmultipel, diskret, berumbilikasi di
daerah genitalia ataugeneralisata
INFEKSI PROTOZOA

Trichomonasvaginalis TRIKOMONIASIS
Laki-laki: uretritis non-gonokokus, seringkaliasimtomatik
INFEKSI JAMUR

Candida albicans KANDIDIASIS


Laki-laki: infeksi di daerah glans penis
INFESTASI PARASIT

Phthirus pubis PEDIKULOSIS PUBIS


Laki-laki&perempuan: papuleritematosa,gatal, terdapatkutudantelur
di rambut pubis
Sarcoptesscabiei SKABIES
Papulgatal, di tempatpredileksi, terutamamalamhari

12
(Pedoman IMS, 2011)

3.6. Mengapasetelahdiberiobatkeluhanpasientidakmembaik?

Pada skenario pasien masih merasakan keluhannya meskipun telah


diberi obat oleh dokter. Ada beberapa kemungkinan penyebab dari kenapa
keluhannya masih dirasakan yaitu :
1. Infeksi yang berulang pada penderita

2. Resistensi antibiotik. Pengobatan antibiotik jangka panjang


mempengaruhi pola resistensi kuman penyebab.

3. Ketidak patuhan dalam pengobatan. Dalam pengobatan PMS terdapat


prinsip pengobatan yaitu :

a. Setiap PMS obatnya berbeda. Tergantung kuman penyebabnya

b. Selama minum obat harus habis dan teratur meskipun keluhan


sudah berkurang

c. Selama pengobatan tidak melakukan hubungan seksual terlebih


dahulu

d. Kontrol kembali setelah obat habis untuk memastikan pasien


tersebut telah sembuh. Membawa pasangan saat periksa kedokter
( Sudoyo et al, 2014 ).

3.7 Mengapaistrinyamengeluhkangataldanmengluarkancairanbewarna
bening?

Penularan PMS seringkali melalui kontak langsung. Hubungan


seksual dengan istri pasien dapat menularkan kuman yang dapat
menyebabkan pingpong phenomenon. Hal ini seharusnya dicegah atau
dihindari sebelumnya dengan menggunakan kondom (barrier) selama
berhubungan seksual, tentunya dengan cara yang tepat, atau abstinensia
selama masa terapi, bahkan hingga 7 hari setelah terapi (CDC, 2015).
13
Terkait faktor jenis kelamin, pada perempuan, infeksi
Neisseriagonorrhoeae lebih bersifat asimtomatis karena organ berkemih
dan seksualnya berbeda, yaitu uretra dan vagina, dan hal tersebut terbukti
secara empirik melalui data epidemiologik sekitar 25-50% pasien PMS
menunjukkan sedikit atau bahkan tanpa gejala (Price, 2013).
Infeksi Neisseriagonorrhoeae dapat menimbulkan gejala pada
perempuan sekitar 7-21 hari setelah pajanan, yang biasanya dimulai
dengan gejala keluarnya sekret vagina abnormal seperti dalam kasus. Hal
ini juga terkait risiko penularan dari pria kepada wanita lebih besar
daripada dari wanita kepada pria karena lebih luasnya mukosa yang
terpajan pada wanita dan eksudat yang berdiam lama di vagina (Price,
2013).
Ketidakpatuhan pasien dalam terapi dapat menyebabkan keluhan di
atas, karena prinsip pengobatan untuk Infeksi Menular Seksual (IMS)
adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2011):
Setiap IMS obatnya berbeda.

Selama minum obat harus habis dan teratur meskipun keluhan


berkurang kalau tidak begitu ditakutkan penyakit menjadi
kebal.

Selama pengobatan tidak melakukan hubungan seksual dahulu,


misal akan berhubungan memakai kondom dengan cara yang
benar.

Control kembali setelah obat untuk memeastikan pasien


sembuh dan juga membawa pasangansaat periksa supaya tidak
tertular ulang.

14
Penularanmelaluikontaklangsung

Suamiberhubunganseksualdenganistri

Padacanalisendoservikalis
Pingpong phenomenon

Menimbulkangejala 7-12 harisetelahpejanan

Peningkatan skresi vagina


Disuria
Perdarahan uterus diluar siklus menstruasi
Menoragia

Resikotinggidaripriakewanitalebihtinggikarenaluasnyamukosa yang terpajanpadawaniadaneksudat yang be

(Daili, 2009)

15
3.8 Bagaimana pengaruh keluhan pasien terhadap kesuburan istrinya?

Penyakitmenularseksualpada perempuan bersifat asimptomatik, oleh


karena itu terdakang mengalami keterlambatan dalam melakukan deteksi.
Karena keterlambatan dalam deteksi maka dapat mengalami penyebaran
ke area yang lebih luas. Jika infeksi menuju menuju uretra, akan
menyebabkan uretritis, pada kelenjar bartholin akan menyebabkan
bartholinitis, dan pada endometrium serta tuba fallopi dapat menimbulkan
adanya perdarahan abnormal vagina, nyeri panggul dan abdomen, serta
gejala radang panggul yang progresif, sebagai penyebab utama timbulnya
infertilitas pada perempuan (Price, 2013).

Penyakit menular seksual yang sebagian besar bersifat


asimtomatik pada perempuan menimbulkan keterlambatan deteksi dana
adanya infeksi tersebut, dan sering kali sudah menyebar ke area lain yang
lebih luas, diantaranyamenujuuretra, yang menyebabkan uretritis, pada
kelenjar bartholin yang menyebabkan bartholinitis, dan pada endometrium
serta tuba fallopi yang menimbulkan adanya perdarahan abnormal vagina,
nyeri panggul dan abdomen, serta gejala radang panggul yang progresif,
sebagai penyebab utama timbulnya infertilitas pada perempuan. Hal ini
dipengaruhi pula oleh faktor jenis kelamin, di mana masa haid
meningkatkan risiko penularan PMS melalui darah haid, karena darah
menyediakan sumber makanan yang besar bagi kuman untuk bereproduksi
(Price, 2013).
Jika istrinya hamil apakah yang akan terjadi dengan kehamilannya?
Terjadi pada ibu:
1) Keguguran

2) KET

3) Endometriosis

4) Aborsi spontan

Terjadipadaanak:

16
1) Sepsis infeksi aliran darah

2) Infeksi kulit kepala

3) Arthritis

4) Conjungtivitis

5) Kebutaan (Sudoyo, 2014)

BAB IV
SISTEMATIKA MASALAH

17
Laki laki 30 tahun

Perilaku sex berganti ganti


Faktor resiko Rekurensi IMS
Kencing nanah Macam-maam IMS
Istri juga mengalami

Proses terjadinya kencing nanah Differential diagnosis :


Gonore
Sifilis
Pingpong phenomenan HIV
Clamidya Trachomatis
Infeksi asending Candidiasis
Limfogen Herpes genital
Hematogen Pengaruh terhadap kesuburan

Fibrosis organ genital, uterus dan ovarium


Pada kehamilan
Diagnosis Kerja :
Gonore

Pada ibu Pada bayi


Resiko infertilitas

Komplikasi Treatment Prognosis

Farmakologi dan Non-farmakologi

BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
5.1. Mahasiswa mengetahui mengenai infeksi menular seksual
18
5.2. Mahasiswa mengetahui Gonore

5.3. Mahasiswa mengetahui Sifilis

5.4 Mahasiswa mengetahui Herpes genital

5.5.Mahasiswa mengetahui Condiloma Akuminata

5.6. Mahasiswa mengetahui Clamidia Tracomatis

5.7.Mahasiswa mengetahui HIV

5.8. Mahasiswa mengetahui pandangan islam mengenai infeksi menular seksual

BAB VI

BELAJAR MANDIRI

19
BAB VII

BERBAGI INFORMASI

7.1 Mahasiswa mengetahui tentang Penyakit Menular Seksual

Penyakit Menular Seksual


Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang
disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu
kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang
berlainan jenis ataupun sesama jenis.(Aprilianingrum, 2002).
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba(bakteri, virus, dan parasit) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis,
chancroid, herpesgenital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV)
dan hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya
selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan
tubuh (WHO,2009).
Etiologi Penyakit Menular Seksual
Menurut Handsfield(2001) dalam Chiuman (2009), Penyakit menular
seksual dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni:
a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp, Shigella
sp, Campylobacter sp, Streptococcus group B, Mobiluncus sp.
b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia
c. Dari golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus(tipe 1
dan 2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma Virus,
Cytomegalovirus, Epstein-barr virus, Molluscum contagiosum virus,
d. Dari golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis dan Sarcoptes scabei

20
Penularan Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual ini terutama melalui hubungan seksual yang
tidak terlindungi, baik pervaginal, anal, maupun oral.Cara penularan
lainnya secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan,
saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse darah atau
kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah. Dan juga bisa
melalui penggunaan pakaian dalam atau handuk yang telah dipakai
penderita Penyakit Menular Seksual(PMS).
Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan PMS adalah :
1. Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2. Gonta-ganti pasangan seks.
3. Prostitusi.
4. Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan
luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis dan lebih
mudah terluka disbanding epitel dinding vagina.
5. Penggunaan pakaian dalam atau handunk yang telah dipakai penderita
6. PMS (Hutagalung, 2002).

Jenis-Jenis Penyakit Menular Seksual


Secara garis besar Penyakit Menular Seksual dapat dibedakan menjadi
empat kelompok, antara lain:
a. PMS yang menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya cairan yang
keluar dari alat kelamin, yaitu penyakit Gonore dan Uretritis Non
Spesifik(UNS)
b. PMS yang menunjukkan adanya luka pada alat kelamin misalnya
penyakit Chanroid(Ulkus mole), Sifilis, LGV, dan Herpes simpleks.
c. PMS yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada
penyakit Kondiloma akuminata.
d. PMS yang memberi gejala pada tahap permulaan, misalnya penyakit
Hepatitis B (Daili, 2007).

7.2 Mahasiswa mengetahui tentang penyakit Gonorrhoeae

21
A. Definisi
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang bersifat akut yang
disebabkan oleh Neisseriagonorrhoeae (Djuanda et al, 2008), dimana
pada permulaannya keluar nanah dari OUE (orifisium uretra
eksternum) sesudah melakukan hubungan kelamin (Freedberg, 2003).

B. Etiologi
Dapat di sebabkan karena, kontak seksual dan infeksi karena
kelahiran.Secara morfologik, gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe
1 dan 2 yang mempunyai pili dan bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4
yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Tipe
mikroorganisme tersebut yaitu (Brian, 2010):
1) Neisseria gonorrhoeae
2) Neisseria meningitides
3) Neisseria pharyngitis
4) Neisseria catarrhalis
Neiserria gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis bersifat
patogen sedangkan dua lainnya bersifat komensalisme.Neiserria
gonorrhoeaeadalah organisme gram negative, nonmotil, non-
spore forming, intraseluler, dan merupakan diplococcus aerobik
(Brian, 2010).
C. Patofisiologi
Gonore didapatkan melalui kontak seksual, akibat kebersihan yang
buruk atau pengobatan dengan menggunakan urin. Penularan juga
dapat terjadi secara vertikal dari ibu ke anak pada waktu persalinan.
Patogenesisnya terkait ikatan dengan sel epitel kolumner melalui pili
atau fimbri (Wolff K et al, 2005).
Mekanisme molekuler yang tepat dari invasi gonokokus ke dalam sel
inang masih belum diketahui. Beberapa faktor virulensi yang
terlibat dalam proses patogenesisnya meliputi peradangan mukosa
dan invasi. Karena pili meningkatkan adhesi ke sel inang, sehingga
pili juga memainkan peran penting dalam patogenesis, hal ini
mungkin dapat menjelaskan mengapa gonokokus non pili kurang
mampu menyebabkan infeksi pada manusia. Gonokokus berikatan
dengan sel inang yaitu pada epitel dan neutrofil polimorfonuklear,
ikatan gonokokus tidak hanya bergantung pada pili tetapi juga pada

22
Opa ligan. Antibodi antipilus telah memperlihatkan pemblokiran
keterikatan epitel dan meningkatkan pembunuhan melalui fagositosis.
Diketahui bahwa pentingnya ekspresi reseptor transferin dan ekspresi
lipo oligosakarida (LOS) yang tampak pada infektivitas maksimal.
Gonokokus mampu mengalikan dan membagi intraseluler, dimana
mikroorganisme ini kebal terhadap mekanisme pertahanan tubuh
(host). Invasi mikroorganisme disukai oleh ekspresi protein Opa
tertentu dan non-sialylated LOS.
Gonokokus memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerusakan
jaringan oleh produksi berbagai peptida dan lipid seperti fosfolipase,
peptidases, lipid A dan peptidoglikan. Hal ini tampaknya berpengaruh
dalam kerusakan saluran tuba dan terjadinya arthritis post inflamasi.

D. Manifestasi Klinis

E. Faktor Resiko
Seks bebas tanpa pengaman
Banyak pasangan seks
Homoseksualitas

23
Status sosial ekonomi rendah
Status minoritas (Blacks, Hispanik, dan penduduk asli
Amerika).
Riwayat penyakit menular seksual
Onset aktivitas seksual dini
Penyakit radang panggul (PID)
Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) (Brian,
2010).

F. Macam-macam Gonore
1) Gonore Genitalia
a. Infeksi gonokokal pada pria
Infeksi gonokokal pada pria bersifat asimtomatik (10%).
Gambaran klinis yang paling umum dari infeksi
gonokokal uretritis adalah akut dengan disuria dan
keluarnya cairan dari uretra yang sebagian besar purulen
dan banyak dan muncul secara spontan di uretra.

Gambar 1. Sekret Purulen pada Gonore (Wilson, 2009).

Pada sekitar seperempat dari pria yang terinfeksi, gejala


dari uretranya kurang dikeluhkan, mirip dengan uretritis
non-gonokokal, dan muncul hanya setelah manipulasi
uretra (stripping). Tanpa pengobatan, gejala gejala klinis
menghilang pada kebanyakan pasien setelah sekitar 6
bulan. Komplikasi lokal termasuk radang Cowper dan
kelenjar Tyson dan gonokokal pioderma, perluasan ke

24
atas dapat menyebabkan epididimitis, prostatitis dan
vesikulitis. Pasien dengan epididimitis gonokokal datang
dengan nyeri testis unilateral dan pembengkakan disertai
dengan uretritis.

b. Infeksi gonokokal pada wanita


Pada sekitar 50% wanita yang terinfeksi, infeksi
gonokokal bersifat asimtomatik. Tempat utama infeksi
gonokokal pada wanita adalah kanal endoserviks, dengan
gejala klinis seperti keputihan yang meningkat, disuria,
perdarahan intermenstrual, dan menorrhagia. Pemeriksaan
klinis menunjukkan sekret serviks purulen yang khas
dengan eritema dan edema, pemeriksaan swab pada
kanal endoserviks berwarna kuning, menunjukkan
servisitis gonokokal. Kolonisasi uretra terjadi pada 70-
90% wanita yang terinfeksi dan merupakan tempat yang
biasanya terjadi infeksi pada wanita yang telah menjalani
histerektomi. Kadang-kadang, terdapat radang kelenjar
bartholin, dengan pembengkakan akut pada lipatan labial
dan keluarnya cairan purulen yang muncul ketika
dilakukan tekanan pada kelenjarnya.

Gambar 2. Gonore; Proksitis dan Servisitis (Wilson,


2009).

Komplikasi lokal yang biasanya terjadi pada wanita adalah


salpingitis akut atau pelvic inflammatory disease (PID) karena
penyebaran keatas dari mikroorganisme. Terjadi pada sekitar 10-20%
wanita yang terinfeksi dan dapat mengakibatkan infertilitas, nyeri
25
panggul kronis, dan kehamilan ektopik. Secara klinis gejala PID
bervariasi, termasuk nyeri perut bagian bawah, nyeri adneksa, elevasi
erythrocyte sedimentation rate (ESR), leukositosis dan demam.
Perihepatitis Gonore (sindrom Fitz Hugh Curtis) adalah komplikasi
yang jarang terjadi di mana gejala PID disertai nyeri di kuadran kanan
atas, mirip kolesistitis akut.
Infeksi simtomatik bermanifestasi sebagai keputihan yang
berlebihan, disuria, dispareunia dan pendarahan intermenstrual.
Namun, sebagian besar wanita dengan infeksi pada stadium awal
dilaporkan tidak mengalami gejala ini (Wilson 2009).
Bagian lain yang jarang mengalami infeksi pada orang
dewasa adalah mata, dimana autoinokulasi organisme dari tempat
anogenital yang terinfeksi menyebabkan konjungtivitis akut. Dapat
bermanifestasi sebagai gejala akut dengan mata merah yang nyeri dan
cairan purulen yang dapat berkembang menjadi panophthalmitis dan
kehilangan penglihatan (Wilson, 2009).

2) Gonore Ekstragenital
- Gonore faring
- Gonore rectal
- Oftalmia gonokokal
- Infeksi gonokokal siseminata
- Oftalmia neonatorum

G. Penegakkan Diagnosis
1) Anamnesis
Hubungan seks (oral seks) (Listawan, 2005).

2) Pemeriksaan fisik
Pria:
Sakit waktu kencing
Orifisium uretra yang edema dan eritematosus
Sekret uretra yang purulen
Ektropion keluar ecoulement
Wanita
a. Saluran urogenital bawah
Sekret mukopurulen atau purulen dari serviks
Sekret atau perdarahan dari vagina
b. Saluran urogenital atas

26
Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Nyeri abdomen bagian bawah dengan atau
tanpa penyebaran rasa nyeri
Nyeri pada waktu serviks digerakkan
Nyeri tekan adneksa
Panas badan
Nyeri tekan abdomen bagian kanan atas
(Listawan, 2005).

3) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
1) Hitung darah lengkap
Pasien dengan gonococcemia mungkin memiliki sel
darah putih (wbc) count tinggi, di kisaran 10.000-
15.000/l (Listawan, 2005).
2) Pengecatan gram

Gambar 3. Hasil pengecatan gram gonokokus (Listawan, 2005)

3) Kultur

27
Gambar 5. Hasil kultur bakteri gonokokus (Listawan, 2005).

4) Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)


Variasi dari proses ini meliputi tes reaksi
berantai ligase dan untai perpindahan amplifikasi.Tes
ini sangat sensitif lebih cepat dari kultur dan lebih
spesifik dari immunoassays.NAATs dari genital,
rektal, konjungtiva, dan sekresi faring dapat diperoleh
ketika pasien tidak memiliki gejala lokal (Listawan,
2005).

H. Tatalaksana
Penyakit Regimen yang Dosis dan/atau rute
direkomendasikan
Dewasa, remaja, Seftriakson dan 250 mg IM dosis tunggal
Azitromisin

28
dan anak-anak 1 g oraldosis tunggal
>45 kg: infeksi
gonokokus tanpa
komplikasi pada
serviks, uretra,
dan rectum
Kehamilan Seftriakson dan 250 mg IM dosis tunggal
Azitromisin
1 g oraldosis tunggal

Faringitis Seftriakson dan 250 mg IM dosis tunggal


Azitromisin
1 g oraldosis tunggal
Dewasa dan Seftriakson dan 1 g IM dosis tunggal
Azitromisin
remaja:
1 g oraldosis tunggal
konjungtivitis

Anak-anak 45 Seftriakson 25-50 mg/kg IV atau IM,


kg: infeksi tidak melebihi 125 mg IM
urogenital, rektal, dosis tunggal
dan faringeal

Pilihan alternatif
Jika seftriakson tidak tersedia:
Sefiksim 400 mg oral dosis tunggal dan
Azitromisin 1 g oral dosis tunggal
Jika alergi sefalosporin:
Gemifloksasin 320 mg oral dosis tunggal dan
Azitromisin 2 g oral dosis tunggal, atau

Gentamisin 240 mg IM dosis tunggal dan


Azitromisin 2 g oral dosis tunggal

Terapi partner seksual

Partner seksual terakhir, yaitu orang yang berhubungan seksual


dengan pasien yang terinfeksi selama 60 hari sebelum munculnya gejala
gonore, atau diagnosis gonore harus dilakukan evaluasi, tes, dan terapi

29
dugaan ganda. Jika hunungan seksual dilakukan lebih dari 60 hari sebelu
onset gejala atau diagnosis, maka partner seksual harus diterapi. Untuk
mencegah reinfeksi, partner seksual harus diintruksikan untuk melakukan
abstinensia dari hubungan seksual yang tidak terlindungi hingga 7 hari
setelah pasien dan partner seksualnya telah melengkapi terapi dan setelah
hilangnya gejala, jika muncul. Obat yang digunakan yaitu sefiksim 400 mg
dan azitromisin 1 g oral dosis tunggaal, dapat diberikan kepada partner
seksual oleh pasien (CDC, 2015).

I. Komplikasi
Gonore merupakan infeksi utama saluran genital bagian bawah yang
tidak begitu kompleks dan memiliki gejala gonore yang tampak pada
kebanyakan pria (90-95%) dan sekitar 50% gejala gonore pada wanita
bersifat asimtomatik. Jika gonore tidak dapat dideteksi, atau
pengobatannya tidak adekuat, hal ini dapat menyababkan komplikasi
berupa infeksi pada saluran genital bagian atas (Devrajani, 2010).
Pelvic inflammatory disease (PID) pada wanita dan epididymo-
orchitis pada pria biasanya merupakan komplikasi dari penyebaran lokal
infeksi gonokokus. Gonokokus bakteremia jarang terjadi (kurang dari
1% yang terinfeksi) dan biasanya manifestasi klinis berupa lesi pada kulit,
demam, arthralgia, arthritis akut dan tenosynovitis (Disseminated
Gonococcal Infection).
Gonore diketahui memudahkan penerimaan dan transmisi HIV.
Prevalensi gonore tinggi pada pria yang telah melakukan hubungan sex
dengan pria (MSM: Men Sex Men), dimana mereka juga beresiko tinggi
memperoleh HIV, deteksi dini dan pengobatan merupakan hal yang sangat
penting (Devrajani, 2010).

7.3 Mahasiswa mengetahui tentang penyakit Sifilis


Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama
perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten

30
tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam
kandungan. (Natahusada, 2010)

Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales,
familiaSpirochaetaceae, dan genus Treponema.Bentuknya sebagai spiral
teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan
sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang
aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol.Membiak secara pem-
belahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.
(Natahusada, 2010)

Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak


dapat dibiakkan in vitro.Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu
Treponema pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis,
Treponema pallidum sub species pertenue yang menyebaban frambusia,
Treponema pallidum sub species endemicum yang menyebabkan bejel,
Treponema carateum menyebabkan pinta (Hutapea, 2009)

Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir


(misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam,
bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa
menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat
bawaan

Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas.Sebelum tahun 1492 belum dikenal di
Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian
yang dibawa oleh anak bush Columbus waktu mereka kembali ke
Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli.
Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore

31
disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh
infeksi yang sama (Natahusada, 2010)

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996


berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan
yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di
bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis
stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada


tahun 1999, dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.

Patogenesis
Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput
lender, biasanya melalui sanggama.Kuman tersebut membiak, jaringan
bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan
sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil
berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang.Treponema
tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di
sekitarnya.Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofikendotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis
obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S1 (Natahusada, 2010)
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula pen-
jalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi
manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah
S1. S1akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan
akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-
lahan dan lalu menghilang.

32
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi
yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu
dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.

Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya
treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada
dalam serum penderita.Keseimbangan antara treponema dan jaringan
dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin
trauma merupakan salah satu faktor presipitasi.Pada saat itu muncullah
SIII berbentuk guma.Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan
T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma
tersebut timbul di tempat-tempat lain.

Gejala Klinis
Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum
perkembangan tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini
sering disebut "Peniru Besar" karena sering dikira penyakit lainnya..Bila
tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat berakibat
fatal. Orang yang memiliki kemungkinan terkena sifilis atau menemukan
pasangan seks yang mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk segera
menemui dokter secepat mungkin.

Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya.


Menurut statistik, perawatan dengan pil kurang efektif dibanding
perawatan lainnya, karena pasien biasanya tidak menyelesaikan
pengobatannya. Cara terlama dan masih efektif adalah dengan penyuntikan
procaine penisilin di setiap pantat (procaine diikutkan untuk mengurangi
rasa sakit); dosis harus diberikan setengah di setiap pantat karena bila
dijadikan satu dosis akan menyebabkan rasa sakit. Cara lain adalah
memberikan kapsul azithromycin lewat mulut (memiliki durasi yang lama)
dan harus diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada beberapa jenis sifilis

33
kebal terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus terjadi pada tahun
2004. Perawatan lain kurang efektif karena pasien diharuskan memakan
pil beberapa kali per hari.

Seks aman dilakukan dengan menggunakan kondom bila


melakukan aktivitas seks, tapi tidak dapat menjamin sebagai penjaga yang
pasti. Usul terbaik adalah pencegahan aktivitas seksual dengan orang yang
memiliki penyakit kelamin menular dan dengan orang berstatus penyakit
negatif.

Penyakit ini pada laki-laki lebih terlihat gejalanya dibandingkan


dengan perempuan.Biasanya kaum perempuan tidak mengetahui
gejalanya.Gejala yang ada yaitu seperti ruam berwarna merah pada daerah
kelamin,dan biasanya sangat gatal.Meski kaum perempuan tidak akan
tauapakah dia menderita penyakit sifilis,sebaiknya menjaga diri agar tidak
tertular penyakit ini dan menularkan penyakit ini pada orang lain.Dan bagi
kaum lelaki sebaiknya juga menjaga diri sendiri agar tidak tertular atau
menularkannya pada orang lain.Cara satu-satunya untuk mencegah hal ini
terjadi adalah setia pada pasangannya dan juga rutin diperiksa oleh dokter
agar tidak menjadi terlalu parah.

Kalau Anda menduga bahwa Anda menderita sifilis atau kalau


Anda mempunyai pasangan yang mungkin menderitanya, Anda dan
pasangan perlu mengunjungi dokter spesialis kulit dan kelamin. Kalau
mereka mendiagnosa adanya sifilis, Anda akan diberikan antibiotik. Setiap
orang yang menjadi partner seksual tanpa perlindungan juga harus segera
diperiksa untuk mengetahui apakah mereka telah terinfeksi sifilis.
Begitulah himbauan dokter menyangkut penyakit ini.

Stadium satu. Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang


kemerahan dan basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini
disebut dengan chancre, dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh
seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening
juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre

34
tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat
menular.

Stadium dua. Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para
penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan.
Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut,
tenggorokan, vagina dan dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu,
seperti demam dan pegal-pegal, mungkin juga dialami pada stadium ini.
Stadium ini biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.

Stadium tiga. Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati,
para penderitanya akan mengalami apa yang disebut dengan sifilis laten.
Hal ini berarti bahwa semua gejala penyakit akan menghilang, namun
penyakit tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri
penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat
berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.

Stadium empat. Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier.


Pada stadium ini, spirochaeta telah menyebar ke seluruh tubuh dan dapat
merusak otak, jantung, batang otak dan tulang. (Harahap, 2000)

Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
(Hutapea,2009)
1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara
menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan
mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi.T. pall
berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati
membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah
genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai Treponema
komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat
digunakan.3

35
b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi
dengan aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel
fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi.
Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi
hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan
pemeriksaan lapangan gelap.

2. Penentuan antibodi di dalam serum.


Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan
sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi
nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan
juga IgG, ialah :
a.Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.
Tes Wasserman
Tes Kahn
Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

Cara pemerisaannya sebagai berikut:(Aprianti, 2003)


Prinsip: terbentuknya flokulasi
Cara kerja:antigen yang digunakan adalah ektrak jantung sapi
Kualitatif
- Tandai slide vdrl lubang 1(test) dan lubang 2 ( kontrol)
- Pada lubang 1masukkan 50ul serum dan 18 ul antigen
- Pada lubang 2masukkan NaCl fisiologis 50 ul dan 18 ul
antigen
- Masukkan dalam rotator kec 180 rpm selama 5 menit
- Lihat mikroskop perbesaran 100x
Hasil jika berbentuk batang menyebar rata seluruh lapangan
pandang
Hasil + jika terdapat flokulasi
Kuantitatif
- Isi lubang 1-5 dengan 50 ul NaCl
36
- Masukkan 50 ul serum kelubang 1 dan encerkan kelubang
lubang berikutnya
- Lubang 1=1/2 x
Lubang 2=1/4 x
Lubang 3=1/8 x
Lub1ng 4=1/16 x
Lubang 5=1/32 x
Lubang 6=sebagai pembuangan yang digunakan untuk
pengenceran kembali apabila pengenceran 1/32 x masih
menyatakan hasil + (terjadi flokulasi)
- Masukkan 18 ul antigen kedalam masing masing lubang
kecuali lubang 6.
- Masukkan dalam rotator dengan kec 180 selam 5 menit
Lihat mikroskop perbesaran 100x
Jika hasil kualitatif maka titer nya adalah 1:1
Jika haisl kuantitatif pada pengenceran 1/16 x tidak terjadi flokulasi
maka titer tertinggi adalah 1/16.
Interpretasi
a. Kualitatif
Hasil non reaktif : tidak ada infeksi, masih dalam masa
inkubasi atau telah mendapat pengobatan yang efektif.
Jika terjadi flokulasi :
Gumpalan besar dan medium reaktif
Gumpalan kecil reaktif lemah
b. Kuantitatif
Laporan hasil pengamatan dengan pengenceran tertinggi
yang masih memberikan hasil reaktif dalam bentuk titer
, , 1/8, 1/16, 1/32 dan seterusnya.
Hasil reaktif : sedang terinfeksi atau pernah terinfeksi sifilis
atau positif semu.
Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
Tes Automated reagin
b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter
Protein Complement Fixation).
c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:
Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)

37
Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).
Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :


Sampel: serum, plasma , LCS.
Reagen:
TPHA diluent (tutup warna putih tabung kuning)
Test cell (tutup warna merah, sel darah merah domba yang
telah ditempeli ekstrak treponema pallidum yang berfiungsi
sebagai antigen
Control cell ( tutup warna putih , tabung warna hijau),tidak
akan terjadi hemaglutinasi , karena tidak tejadi reaksi dengan
Ab.
Control positif (tutup warna merah kecil0
Control negatif( tutup warna biru kecil)
Pada saat inkubasi disuhu ruang hendaknya dihindari adanya
getaran agar hemaglutinasinya tidak lepas.
Alat;
Pipet 90, 10, 25 ul
Mikroplate v
Reading miror / kaca pembaca
Solasi
Cara kerja:
1. Masukkan 90 ul TPHA diluent + 10 ul kontrol positif pada
sumur pertama
2. Masukkan 25 ul TPHA diluent pada sumur ke2, 3, 4, 5
disamping sumur pertama
3. Homogenkan sumur pertama dengan pipet mikro 25 ul,
Ambil dari sumur pertama, 25 ul masukkan ke sumur 2,
campur/ homogenkan, ambil 25 ul buang.
Ambil dari sumur pertama 25 ul masukkan ke sumur
3,homogenkan, ambil 25 ul masukkan ke sumur ke 4,

38
homogenkan, ambil 25 ul masukan kesumur ke 5, ambil 25 ul
masukkan kesumur 6.
4. Tambahkan 75 ul control test pada sumur ke 2
5. Tambahkan 75 ul tets cell pada sumur ke 3, 4, 5.
6. Homogenkan keseluruhan dengan sedikit getaran.
Interpretasi
Hasil reaktif : sedang terinfeksi, pernah infeksi reaksi positif semu.
Hasil non reaktif : tidak pernah terinfeksi atau pada masa inkubasi
(belum terbentuk antibodi)
Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada


tulang, yang dapat terjadi pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital.Juga pada
sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat aneurisms aorta.
Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena
tidak khas. Pemeriksaan jumlah set dan protein total pada likuor sere-
brospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf
pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 0-
3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga
normal protein total ialah /20-40 mg/100 mm 3 , jika melebihi 40
mg/mm 3berarti terdapat peradangan (Natahusada, 2010)

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan
fisik.
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di
kulit atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh
darah.
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan
contoh cairan serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksan antibodi

Penatalaksanaan

39
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga
diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama.Pengo-
batan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis
laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut. (Nathusada, 2010)
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
1. PENISILIN
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin.Obat tersebut dapat
menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat
menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan
kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan
dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan
lanjut, dua puluh sate hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika
kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat
sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat

jam, jadi bersifat kerja singkat.


b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat
(PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
a. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam
serum dua sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular.Derivat penisilin per oral
tidak dianjurkankarena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan
dengan suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-
masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari,
dan yang ketiga biasanya setiap minggu.
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat
dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak
perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam
akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk
neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang
dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G
benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang
tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM

40
memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses
jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.
Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan
penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan
interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah
penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta
unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain
dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan
50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10 hari.
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-
Herxheimer.Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin
disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh
banyak T. paffidum yang coati.Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis
dini.Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam pada
suntikan penisilin yang pertama.
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal.Gejala umum biasanya
hanya ringan berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam
yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan
pada muka.8 Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena
edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan
menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan
penderita pada S I.
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya:
edema glotis pada penderita dengan gums di laring, penyempitan
arteriakoronaria pada muaranya karena edema dan infiltrasi, dan trombosis
serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur aneurisms atau ruptur dinding
aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan
fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid,
contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari.Obat tersebut juga dapat
digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada
gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian
penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.

41
2. ANTIBIOTIK LAIN
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat
digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500
mg/hari, atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100
mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi
stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya
meragukan.Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni
90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau
eritromisin yang diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari,
menunjukkan perbaikan(Wong, 2008)
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x
500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis
tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari.
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama
dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.
(Reidner, 2005)
Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan
10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya mencapai 84,4%.
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.,
penyembuhannya mencapai 84,4%.

Pencegahan
Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan
Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah
berhubungan sexual(Wong, 2008).

7.4 Mahasiswa mengetahui tentang pernyakit Herpes Genital

Definisi
Merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus
herpes simplex (Suyono, 2001).

42
Etiologi

Herpes simplex virus: HSV-1 dan HSV-2

Labialis : HSV-1 (80-90%), HSV-2 (10-20%)

Urogenitalis : HSV-2 (70-90%), HSV-1 (10-30%)

(Suyono, 2001).

Penularan

Kontak kulit-kulit atau kulit-mukosa

Herpes genitalis risiko penularan meningkat pada kelompok seks


multipartner.

(Prawirohardjo, 2009).

Faktor predisposisi rekurensi

Herpes labialis : iritasi kulit/mukosa (radiasi UV), perubahan


hormon (menstruasi), demam, flu, perubahan status imun.

Herpes genitalis : lebih sering kambuh dibanding herpes labialis.

(Prawirohardjo, 2009).

Patogenesis

Infeksi primer HSV terjadi melalui kontak erat dengan penderita


yang sedang mengalami replikasi virus di kulit, mukosa, atau terpapar
sekret penderita yang mengandung virus. Infeksi primer terjadi melalui
inokulasi pada permukaan mukosa atau kulit yang rusak. Setelah
terpapar, virus akan bereplikasi di sel epitel, menyebabkan lisis sel,
pembentukan vesikel, dan peradangan lokal. Setelah infeksi primer pada
tempat inokulasi, HSV akan naik melalui serabut saraf sensoris perifer
menuju ke ganglion akar saraf sensorik atau otonom, dimana selanjutnya
akan mengalami latensi. Latensi dapat terjadi setelah infeksi primer yang

43
simptomatis maupun tidak simptomatis. Secara periodik, HSV dapat
mengalami reaktivasi dari kondisi latensi dimana virus akan bergerak
melalui saraf sensoris menuju ke kulit dan mukosa dan menyebabkan
rekurensi penyakit (Suyono, 2001).

Gambar 9. Infeksi HSV: A. Infeksi primer, B. Fase laten. C. Fase rekuren


(Suyono, 2001).

Manifestasi klinis

Masa inkubasi infeksi primer 2-20 hari (rata-rata 6 hari).

Sebagian besar infeksi primer asimptomatik; namun bila


simptomatik, keluhannya dapat berupa demam, pusing,
myalgiaterutama dirasakan pada hari ke-3/-4 setelah muncul lesi, dan
keluhan membaik 3-4 hari kemudian. Dapat diikuti pembesaran
kelenjar getah bening regional.

Rekurensi dapat diawali dengan gejala prodromal berupa kesemutan,


gatal, rasa terbakar yang diikuti dengan munculnya lesi kulit 24 jam
kemudian.

a) Herpes labialis tidak diikuti dengan gejala sistemik.

b) Herpes genitalis dapat diikuti gejala sistemik (tergantung


pada lokasinya) berupa nyeri, gatal, disuria, radikulitis lumbal,

44
duh tubuh uretra atau vagina, limfadenopati inguinal,
limfadenopati pelvis.

(Suyono, 2001)

Gambar 10. Herpes labial (kiri), dan herpes genital feminina (kanan)
(Prawirohardjo, 2009).

Gambar 11. Herpes genital maskulina (Prawirohardjo, 2009).

45
Terapi untuk herpes labialis

Tabel 11. Terapi untuk herpes labialis (Prawirohardjo, 2009).

46
Terapi untuk herpes genital

Tabel 12. Terapi untuk herpes genital (Prawirohardjo, 2009).

7.5 Mahasiswa mengetahui tentang penyakit Kondiloma Akuminata

Definisi

Kondiloma akuminata ( KA ) adalah infeksi menular seksual yang


disebabkan oleh virus pailoma humanus (VPH) tipe tertentu dengan
kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa( Mansjoer, 2014 ).

47
Etiologi

Virus papilloma humanus ( VPH ) , virus DNA yang tergolong dalam


family papova . Tipe yang ditemui adalah tipe 6 , 11 , 16 , 18 , 30 , 31 , 33 ,
35 , 39 , 41 , 42 , 44 , 51 , 52 , dan 56 . Tipe 6 dan 11 sering dijumpai pada
kondiloma akuminatum dan neoplasia intraepithelial serviks ringan . Tipe
16 dan 18 mempunyai potensi keganasan yang tinggi dan sering dijumpai
pada kanker serviks . Sampai saat ini sudah dapat diidentifikasikan 80 tipe
virus papilloma humanus( Mansjoer, 2014 ).

VPH adalah virus DNA yang merupakan virus epiteliotropik ( menginfeksi


epitel ) dan tergolong dalam family Papovaviridae. Dengan menguunakan
cara hibridasi DNA , sampai saat ini telah dapat diisolasi lebih dari 100
tipe VPH , namun yang dapat menimbulkan KA sekitar 23 tipe .
VPH belum dapat dibiak dalam kultur sel ( in vitro ) sehingga penelitian
terhadap virus tersebut sangat . Telah diketahui bahwa ada hubungan
antara infeksi VPH tipe tertentu pada genital dengan terjadinya karsinoma
serviks . Berdasarkan kemungkinan terjadinya displasisa epitel dan
kegansan maka VPH dibagi menjadi VPH yang mempunyai risiko
rendah ( Low Risk ) dan VPH yang mempunyai resiko tinggi ( High
Risk ) VPH tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang
eksofitik dan pada dysplasia derajat rendah ( Low Risk ) . Sedangkan
VPH tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada dysplasia derajat tinggi dan
keganasan ( High Risk )( Mansjoer, 2014 ).

Patofisiologi

Sel dari lapisan basal epidermis diinvasi oleh HPV.Hal ini berpenetrasi
melalui kulit dan menyebabkan mikro abrasi mukosa. Fase virus laten
dimulai dengan tidak ada tanda atau gejala dan dapat berakhir hingga 1
bulan dan 1 tahun. Mengikut fase laten, produksi DNA virus, kapsid dan
partikel dimulai. Sel Host menjadi terinfeksi dan timbul atipikal
morfologis koilocytosis dari kondiloma akuminata.Area yang paling sering

48
terkena adalah penis, vulva, vagina, serviks, perineum dan perineal.Lesi
mukosa yang tidak biasa adalah di oropharynx, larynx, dan trachea telah
dilaporkan. HPV-6 bahkan telah dilaporkan di area lain yang tidak biasa
(ekstremitas). Lesi simultan multiple juga sering dan melibatkan keadaan
subklinis sebagaimana anatomi yang berdifferensiasi dengan baik. Infeksi
subklinis telah ditegakkan dalam membawa keadaan infeksi dan potensi
akan onkogenik.VPH masuk kedalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit
sehingga kondiloma akuminatum sering timbul pada daerah yang mudah
mengalami trauma pada saat hubungan seksual( Sudoyo,2014 ).

Kondiloma akuminata dibagi dalam 3 bentuk:

1. Bentuk akuminata

Terutama dijumpai pada daerah lipatan dan lembab.Terlihat vegetasi


bertangkai dengan permukaan berjonjot seperti jari.Beberapa kutil dapat
bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti
kembang kol.Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang
mengalami fluor albus dan pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas
terganggu.

2. Bentuk papul

Lesi bentuk papul biasanya didapati di daerah dengan keratinisasi


sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan
perineum.Kelainan berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin,
multipel dan tersebar secara diskret.

3. Bentuk datar

Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama
sekali tidak tampak dengan mata telanjang, dan baru terlihat setelah
dilakukan tes asam asetat. Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat
menolong (Mansjoer, 2014).

49
Gejala Klinis

a. Terdapat papul atau tumor (benjolan), dapat soliter (tunggal) atau


multipel (banyak) dengan permukaan yang verukous atau mirip jengger
ayam.

b. Terkadang penderita mengeluh nyeri. Jika timbul infeksi sekunder


berwarna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak
sedap.

c. Umumnya di daerah lipatan yang lembab pada genitalia eksterna. Pada


pria, misalnya di: perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, gland
penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal penis. Pada
wanita, misalnya di: vulva dan sekitarnya, introitus vagina, labia mayor,
labia minor, terkadang pada porsio uteri.

Masa inkubasi berlangsung antara 1 8 bulan ( rata - rata 2 - 3 bulan )

Terutama mengenai daerah lipatan yang lembab , misalnya daerah


genetalis eksterna . Pada pria dapat mengenai perineum , sekitar anus ,
sulkus koronarius , glans penis , muara uretra eksterna , korpus dan
pangkal penis . Pada wanita didaerah vulva dan sekitarnya , introitus
vagina , kadang - kadang pada portio uteri . Adanya fluor albus dan
kehamilan dapat mempercepat pertumbuhan penyakit .

Jika telah lama agak kehitaman , permukaannya berjonjot ( papilomatosa )


dan jika besar dapat dilakukan percobaan sondase . Bila timbul infeksi
sekunder warna akan menjadi keabu - abuan dan berbau tidak enak . Giant
Condyloma pernah dilaporkan menimbulkan keganasan sehingga harus
dilakukan biopsy .

Masa inkubasi KA berlangsung antara 1 - 8 bulan ( rata rata 2 -


3 bulan ). VPH masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit ,

50
sehingga KA sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada
saat hubungan seksual .

Pada pria tempat sering terkena adalah glans penis , sulkus koronarius ,
frenulum dan batang penis , sedang pada wanita adalah fourchette
posterior, vestibulum( Sudoyo, 2014) .

Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Dapat dilakukan


pemeriksaan penunjang dengan:

1. Tes asam asetat

Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai.
Dalam beberapa menit lesi akan berubah warna menjadi putih
(acetowhite). Perubahan warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu
lebih lama (sekitar 15 menit).

2. kolposkopi

Merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian


kebidanan.Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma
akuminata subklinis, dan kadang-kadang dilakukan bersama dengan tes
asam asetat.

3. Histopatologi

Pada kondiloma akuminata yang eksofitik, pemeriksaan dengan mikroskop


cahaya akan memperlihatkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete
ridges yang memanjang dan menebal, parakeratosis dan vakuolisasi pada
sitoplasma( Sudoyo, 2014).

51
Diagnosis Banding

1. Kondiloma lata atau kondiloma latum (pada sifilis).

2. Moluskum kontagiosum.

3. Veruka vulgaris.

4. Karsinoma sel skuamos

5. Rhabdomyolysis

Penatalaksanaan

Dapat dilakukan dengan kemoterapi , bedah listrik , bedah beku , bedah


scalpel , laser CO2 , interferon , dan imunoterapi . Pemilihan cara
pengobatan bergantung pada besar , lokalisasi , jenis dan jumlah lesi serta
keterampilan dokter yang melakukan pengobatan .

Secara kemoterapi , dapat diberikan :

a. Tingtur Podifilin 15 - 25 % . Setelah melindungi kulit di sekitarnya


dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi , oleskan tingtur pada
lesi dan biarkan selama 4 - 6 jam kemudian cuci . Jika belum sembuh ,
dapat diulangi setelah 3 hari . Setiap kali pemberian jangan melebihi 0,3 cc
karena dapat bersifat toksik dengan gejala mual , muntah , nyeri , abdomen
, gangguan nafas , dll . Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil .

b. Asam triklorasetat 50 % dioleskan seminggu sekali , hati - hati karena


dapat menimbulkan ulkus yang dalam . Dapat diberikan pada wanita yang
hamil .

c. 5-fluorourasil 1 - 5 % dalam krim , terutama untuk lesi pada meatus


uretra . Diberikan setiap hari sampai lesi hilang , sebaiknya tidak misksi
selama 2 jam setelah pengobatan .

Ada beberapa cara pengobatan KA , yaitu kemoterapi , tindakan bedah dan


imunutropi . Pemilihan cara pengobatan yang dipakai tergantung pada

52
besar , lokalisasi , jenis dan jumlah lesi , serta keterampilan dokter yang
melakukan pengobatan .

a. Kemoterapi

1. Tinkutra podofilin 10 % - 25 % . Setelah melindungi kulit di sekitarnya


dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi , oleskan tingtur pada
lesi dan biarkan selama 4 - 6 jam kemudian cuci . Jika belum sembuh ,
dapat diulangi setelah 3 hari . Setiap kali pemberian jangan melebihi 0,3 cc
karena dapat bersifat toksik dengan gejala mual , muntah , nyeri , abdomen
, gangguan nafas , dll . Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil .

2.Podofilotoksin ( podofiloks ) bahan ini merupakan zat aktif yang


terdapat di dalam podofilin . Setelah pemakaian podofiloks , dalam
beberapa hari akan terjadi destruksi pada jaringan KA. Reaksi iritasi pada
pemakaian podofiloks lebih jarang terjadi dibandingkan dengan podofilin
dan reaksi sistemik belum pernah dilaporkan . Obat ini dapat dioleskan
sendiri oleh penderita sebanyak dua kali sehari selama tiga hari
berturut - turut .

3. Asam triklorasetat 50 % dioleskan seminggu sekali , hati - hati karena


dapat menimbulkan ulkus yang dalam . Dapat diberikan pada wanita yang
hamil .

4. 5-fluorourasil 1 - 5 % dalam krim , terutama untuk lesi pada meatus


uretra . Diberikan setiap hari sampai lesi hilang , sebaiknya tidak misksi
selama 2 jam setelah pengobatan .

b. Tindakan bedah

1.Bedah scalpel

2.Bedah litrik

3.Bedah beku ( N2 cair N2O cair )

4.Bedah laser ( CO2 )

53
c.Interferon

Pemberiannya dalam bentuk suntikan ( intramuscular atau intralesi ) atau


bentuk krim , dan dapat diberikan bersama pengobatan yang lain . Secara
klinis terbukti bahwa interferon alfa , beta , dan gama bermanfaat dalam
pengobatan infeksi VPH . Dosis interferon alfa yang diberikan adalah 4 - 6
kali IU intramuscular , 3 kali seminggu selama 6 minggu . Interferon beta
diberikan dengan dosis 2 kali 10 mega IU intramuscular selama 10 hari
berturut - turut .

d.Immunoterapi

Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadapn pengobatan
dapat diberikan pengobatan bersama immunodulator .Salah satu obat yang
saat ini sering dipakai adalah Imiquimod. Imiquimod dalam bentuk krem ,
dioleskan 3 x seminggu , paling lama 16 minggu . Dicuci setelah 6 8 jam
pemakaian .

1. Tutul (olesi sedikit) dengan tinctura podofilin 20-25% (ini tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, karena dapat terjadi kematian fetus/janin).

2. Pada wanita hamil, tutul dengan asam triklorasetat (TCA) 80-90%. Atau
digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.

3. Salep 5-fluorurasil 1-5% diberikan setiap hari sampai lesi hilang.

4. Bedah listrik (elektrokauterisasi).

5. Bedah beku dengan nitrogen cair.

6. Bedah skalpel.

7. Laser karbondioksida.

8. Interferon (suntikan i.m. atau intralesi) atau topikal (krim).

a. Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU i.m. 3 x seminggu selama


6 minggu atau

54
dengan dosis 1-5 mU i.m. selama 6 minggu.

b. Interferon beta diberikan dengan dosis 2x10 g unit i.m. selama 10 hari
berturut-turut.

9. Pada pria yang tidak dikhitan (disunat) dapat dilakukan eksisi dan
sirkumsisi (khitan).

( Sudoyo, 2014 )

Prognosis

Penyakit ini dapat disembuhkan total, namun kadang kadang dapat


kambuh setelah pengobatan karena adanya infeksi ulang atau timbulnya
penyakit yang masih laten. Mengingat virus ini juga meningkatkan resiko
terjadinya penyakit kanker serviks [kanker mulut rahim], maka jika
memang seseorang sudah positif terkena kondiloma akuminata sebaiknya
dilakukan test pap smear juga. Test ini juga dianjurkan bagi wanita paling
tidak setiap 1 tahun setelah aktif secara seksual.

a. Mortalitas merupakan hal sekunder terhadap perubahan maligna


menjadi karsinoma pada pria dan wanita.

b. Infeksi HPV tampak untuk menjadi lebih sering dan memburuk pada
pasien dengan variasi tipe defisiensi imun. Angka rekurensi, ukuran,
ketidaknyamanan dan risiko dari perkembangan onkologis merupakan
yang tertinggi di antara pasien ini.Infeksi sekunder adalah hal yang tidak
biasa.

c. Kesakitan laten menjadi lebih aktif selama kehamilan. Vulva kondiloma


akuminata dapat berkaitan dengan parturitas.Trauma kemudian dapat
muncul, menghasilkan krusta atau eritema.Perdarahan telah dilaporkan
pada lesi yang besar yang dapat timbul selama kehamilan.

c. Pada pria, perdarahan telah dilaporkan sesuai datarnya meatus uretra


penis, biasanya dikaitkan dengan HPV-16. Akhirnya, obstruksi uretra akut
pada wanita juga dapat timbul.

55
d. Kedua jenis kelamin dapat rentan terhadap infeksi.

e. Penyakit tambahan dapat menjadi lebih sering pada pria (dilaporkan


pada 75% pasien).

f. Prevalensi adalah yang terbesar pada orang dengan usia antara 17-33
tahun, dengan insidensi meningkat pada orang yang berusia 20-24 tahun.

g. Merokok, kontrasepsi oral, pasangan seksual yang banyak, dan usia


koitus awal merupakan factor resiko dalam mendapatkan kondiloma
akuminata.

h. Umumnya, dua pertiga individu yang mempunyai kontak seksual


dengan seorang partner yang mempunyai kondiloma akuminata akan
timbul lesi dalam waktu 3 bulan.

j. Keluahan utama biasanya salah satu dari benjolan yang tidak nyeri,
pruritus, atau keluar cairan(zubier f, 2009).

7.6 Mahasiswa mengetahui tentang penyakit clamydia trachomatis

Definisi

Klamidiasis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang


disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, yang sering menyerang
pada usia 15- 25 tahun (Karmila, 2001).

Etiologi

Penyakit klamidiasis disebabkan oleh bakteri Chlamydia


trachomatis.Chlamydia trachomatis dapat ditemukan tinggal di dalam sel
manusia.Klamidiasis dapat ditularkan melalui hubungan seksual
secara vaginal, anal atauoral, dan dapat menyebabkan bayi tertular
dari ibunya selama masa kehamilandan persalinan. Klamidia dapat
menyerang siapa saja, laki-laki maupunperempuan semua usia, terutama
dewasa mua yang kehidupan seksualnya tidak sehat, misalnya sering
bergonta-ganti pasangan, tidak menggunakan kondomsaat

56
berhubungan seksual, melakukan hubungan seksual tidak wajar
(anal,oral), dan lain-lain (Kemenkes, 2011).
a. Morfologi

Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya


berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk
semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut badan inklusi (BI).
Chlamydia trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena
berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam
dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa badan inisial. Badan
elementer (BE) dan badan retikulat (BR) atau badan inisial. Badan
elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak ekstraselular dan
merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih
besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius. Morfologi
inklusinya adalah bulat dan terdapat glikogen di dalamnya (Atlanta,
2010).

b. Klasifikasi

Ordo : Chlamydiales

Famili : Chlamydiaceae

Genus : Chlamydia

Spesies : Chlamydia trachomatis

(Atlanta, 2010)

Faktor risiko
Usia dibawah 25 tahun.

Berganti pasangan dalam 12 bulan terakhir.

Mempunyai lebih dari satu pasangan seks dalam 12 bulan terakhir

Tidak menggunakan kondom atau dam gigi

57
Pasangan seks mengidap IMS yang lain

(Kemenkes, 2011)

Epidemiologi

Penyakit klamidiasis merupakan penyakit menular seksual


tersering dinegara industri. Antara 35-50 persen dari kasus penyakit
kelamin non-gonored i p e r k i r a k a n d i s e b a b k a n o l e h C h l a m y d i a
trachomatis, yang terjadi s e c a r a umum di seluruh dunia,
terutama di negara industri dan di negara-negara baratyang menganut
paham free sex. Klamidia diperkirakan terjadi pada 200 orangdiantara
100 ribu orang, atau sekitar 0,2 % dari seluruh populasi.
Antara 0,5-1j u t a k a s u s k l a m i d i a k e m u n g k i n a n t e r j a d i
d i I n g g r i s s e t i a p t a h u n n y a d a n mayoritas asimtomatik serta tetap
tidak terdiagnosis.Klamidiasis menyebabkan 250.000-500.000 kasus
Pelvic Inflammatory Disease(PID) atau penyakit infeksi sistem
saluran reproduksi padaperempuan setiap tahun di Amerika Serikat.
Klamidia menyebabkan lebih dari250.000 kasus epididimitis di
Amerika Serikat setiap tahun, dan diperkirakan sekitar 2,3 juta
orang di Amerika Serikat terinfeksi klamidia (Karmila, 2001).

Patofisiologi
Bakteri Chlamydia trachomatis dapat masuk ke
tubuh m a n u s i a melalui beberapa cara, dapat melalui hubungan
seksual maupun kontak dengan mata. Orang yang terinfeksi
klamidia dapat menularkan bakteri Chlamydiatrachomatis
melalui sentuhan fisik, hubungan seksual, jabatan tangan.
Daritangan yang sudah terinfeksi ini bakteri bisa masuk ke tubuh,
misalnya melaluimata saat secara tidak sengaja mengucek-ngucek mata.
klamidiasis disebabkan oleh bakteri dan dapat ditularkan melalui seks
tanpa pelindung pada vagina, mulut atau dubur. Wanita hamil dapat
menularkan Chlamydia pada janin, menyebabkan infeksi mata dan paru-
paru yang serius. Bila menderita Chlamydia, juga akan menjadi mudah

58
tertular dan menularkan HIV. Kesulitannya adalah kebanyakan orang
tidak mengetahui bahwa mereka mengidap klamidia karena mereka tidak
merasa atau melihat ada yang salah. Tanpa mereka ketahui mereka dapat
menularkan Chlamydia pada pasangan mereka (Kemenkes, 2011).

59
Siklus hidup Chlamydia trachomatis

Gambar 3. Siklus hidup Chlamydia trachomatis(Kemenkes, 2011).

Gejala Klinis
Rasa terbakar atau sakit sewaktu mengeluarkan air seni.
Keluaran vagina yang tidak biasa.
Rasa sakit pada perut bagian bawah.
Rasa sakit sewaktu melakukan seks.
Pendarahan yang tidak biasa atau bercak di antara waktu haid.
Keluaran keputihan atau kuning dari penis.
Rasa terbakar atau sakit sewaktu mengeluarkan air seni.
Iritasi atau pedih disekitar uretra (lubang penis).
Tanpa pengobatan dini, wanita dan gadis dapat menderita infeksi
pada serviks, kandungan dan tuba fallopian. Ini disebut dengan Pelvic
Inflammatory Diseases (PID). Tuba fallopian (yang membawa telur ke
kandungan) dapat berparut bahkan dapat tersumbat. Hal ini juga
mencegah telur yang sudah dibuahi masuk ke dalam kandungan, dan
menyebabkan kehamilan ektopik (di mana telur tumbuh di tuba fallopian)
yang memerlukan pembedahan dan dapat menyebabkan kematian. Ingat,
kebanyakan anak laki-laki dan pria yang mengidap chlamydia tidak
merasakan tanda apapun (Kemenkes, 2011).

60
Penyakit yang ditimbulkan
Laki-laki
a. Urethritis

Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi


chlamydia. Masa inkubasi untuk uretritis yang disebabkan oleh C.
trachomatis bervariasi dari sekitar 13 minggu. Pasien dengan
chlamydia, uretritis mengeluh adanya duh tubuh yang jernih dan
nyeri pada waktu buang air kecil (dysuria). Infeksi uretra oleh karena
chlamydia ini dapat juga terjadi asimtomatik(Karmila, 2001).
Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan pewarnaan Gram atau biru methylene dari sedian apus
uretra. Bila jumlah lekosit PMN melebihi 5 pada pembesaran 1000 x
merupakan indikasi uretritis. Perlu diketahui bahwa sampai 25% pria
yang menderita gonore, diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis
karena chlamydia tidak diobati sempurna, infeksi dapat menjalar ke
uretra posterio dan menyebabkan epididimitis dan mungkin
prostatitis (Karmila, 2001).
b. Proktitis

Chlamydia trachomatis dapat menyebabkan proktitis


terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita ringan dimana
dapat ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi,
berupa nyeri pada rektum dan perdarahan (Karmila, 2001).
c. Epididimitis

Sering kali disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, yang


dapat diisolasi dari uretra atau dari aspirasi epididimis. Dari hasil
penelitian terakhir mengatakan bahwa C. trachomatis merupakan
penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun (sekitar
70 - 90%). Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa
nyeri dan pembengkakan skrotum yang unilateral dan biasanya
berhubungan dengan chlamydial uretritis, walaupun uretritisnya
asimtomatik (Karmila, 2001).

61
d. Prostatitis

Setengah dari pria dengan prostatitis, sebelumnya dimulai


dengan gonore atau uretritis non gonore. Infeksi C. trachomatis pada
prostat dan epididimis pada umumnya merupakan penyebab
infertilitas pada pria (Karmila, 2001).
e. Sindroma Reiter

Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala yaitu: artritis,


uretritis dan konjungtivitis, yang dikaitkan dengan infeksi genital
oleh C. trachomatis. Hal ini disokong dengan ditemukannya badan
elementer dari C. trachomatis pada sendi penderita dengan
menggunakan teknik direct immunofluerescence (Karmila, 2001).
Perempuan
a. Servisitis

Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa


serviks. Tidak ada gejala-gejala yang khas membedakan servisitis
karena C. trachomatis dan servisitis karena organisme lain. Pada
pemeriksaan dijumpai duh tubuh yang mukopurulen dan serviks
yang ektopi. Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan
ektopi serviks, prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis
lebih banyak ditemukan pada penderita yang menunjukkan ektopi
serviks dibandingkan yang tidak ektopi. Penggunaan kontrasepsi oral
dapat menambah resiko infeksi Chlamydia trachomatis pada serviks,
oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan ektopi serviks
(Karmila, 2001).
b. Endometritis

Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke


endometrium sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis
antara lain menorrhagia dan nyeri panggul yang ringan. Pemeriksaan
laboratorium, chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrium
(Karmila, 2001).
c. Salfingitis

62
Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara
ascenden sehingga infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan
kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring). Hal ini dapat
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik. Wanita dengan
PID, lebih separuh disebabkan oleh Chlamydia, umumnya mengeluh
rasa tidak enak terus di perut bawah. Itu lantaran infeksi menyebar
ke rahim, saluran telur, indung telur, bahkan sampai ke leher rahim
juga (Karmila, 2001).
d. Perihepatitis

Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui


endometrium ke tuba dan kemudian parakolikal menuju ke
diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini menyerang
permukaan anterior liver dan peritoneum yang berdekan sehingga
menimbulkan perihepatitis. Parenkim hati tidak diserang sehingga
tes fungsi hati biasanya normal. Bila tidak diobati, kendati tidak
menimbulkan keluhan berarti, penyakit bisa menjalar ke mana-mana
bagian organ reproduksi baik pria maupun wanita.. Pengidap
chlamydia juga lebih rentan untuk terserang HIV/AIDS dibanding
yang tidak mengidapnya. Diperkirakan yang positif Chlamydia 3
sampai 5 kali lebih berisiko terserang HIV/AIDS (Karmila, 2001).
Diagnosis

Hal ini bisa dipastikan dengan mengetes cairan smear


untuk melihat adanya antigen klamidia. Bagi wanita aktif seksual
yang tidak hamil, metode skrining dianjurkan pada mereka yangberusia
di bawah 25 tahun dan wanita lainnya yang beresiko terinfeksi.
Faktor resiko mencakup sejarah klamidia atau infeksi menular seksual
lainnya,bergonta-ganti pasangan seksual, dan penggunaan kondom yang
tidak konsisten. Metode skrining penting untuk menegakkan
diagnosis penyakitklamidia yang asimtomatik (dimulai di Amerika
Serikat dan direkomendasikandi Inggris). Namun para ahli masih

63
belum menemukan kesepakatan universal apakah skrining penting
untuk laki-laki atau tidak.

Diagnosis terhadap infeksi klamidia berkembang pesat


dari tahun1990-an sampai 2006. Nucleic acid amplification test
(NAAT), seperti padapolymerase chain reaction (PCR), transcription
mediated amplification (TMA),dan DNA strand displacement
amplification (SDA) sekarang menjadi tes-tesandalan. NAAT
untuk klamidia dapat dilakukan dengan mengambil
sampelspesimen yang dikumpulkan dari leher rahim
(perempuan) atau uretra (laki-laki). Tes PCR swab genital dilakukan
pada vagina, serviks, anus atau urin (Kemenkes, 2011).

Penatalaksanaan

a. Tetrasiklin

Tetrasiklin adalah antibiotik pilihan yang sudah digunakan


sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh
C.trachomatis. Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama
7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari. Analog dari tetrasiklin
seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2 x l00 mg/hari
selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan
merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih
mudah dan dosisnya lebih kecil(Kemenkes, 2011).
b. Azitromisin

Azitromisin merupakan suatu terobosan baru dalam


pengobatan masa sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram
sekali minum(Kemenkes, 2011).
Regimen alternatif dapat diberikan:

a. Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari


selama l4 hari.

b. Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari.

64
Regimen untuk wanita hamil:

Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari (Kemenkes, 2011).

Pencegahan

a. Selalu memakai kondom atau dam gigi dan pelumas berdasar air.
Kondom adalah cara terbaik untuk melindungi anda dari chlamydia
dan IMS yang lain. Selalu pakai kondom sewaktu melakukan seks
vagina atau dubur, dan dam gigi sewaktu seks mulut., sampai anda
sangat yakin bahwa anda dan pasangan anda tidak menderita IMS.

b. Bina hubungan berjangka waktu lama di mana tak satupun anda


telah tertular, dan tak satupun anda mempunyai pasangan yang lain.

c. Batasi pasangan seks anda. Makin sedikit orang bersama anda


melakukan seks, makin kurang kesempatan anda untuk melakukan
seks dengan orang yang menderita chlamydia.

d. Melakukan pemeriksaan IMS yang teratur.

(Kemenkes, 2011)

7.7 Mahasiswa mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS

Definisi
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Mansjoer, 2010).
Etiologi

HIV Human Immunodeficiency Virus dulu disebut virus


limfotrofik sel T tipe III (HTLV-III)
HIV suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus
(Mansjoer, 2010).

Epidemiologi

Sekitar36,1 juta orang terinfeksi oleh HIV/AIDS pada akhir tahun


2000. Dari 36,1 juta kasus, 16,4 juta adalah perempuan dan 60000 adalah

65
anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Infeksi HIV telah menyebabkan
kematian sekitar 21,8 juta orang. Belahan dunia yang paling parah
terjangkit HIV/AIDS adalah Afrika sub-sahara, daerah lain yang
mengkhawatirkan adalah Asia Selatan dan Asia Tenggara (Djuanda,
2007).

Cara penularan

Hubungan seksual
Melalui darah
a) Transfusi darah yang mengandung HIV
b) Tertusuk jarum yang mengandung HIV
c) Terpapar mukosa yang mengandung HIV
Transmisi dari ibu ke anak
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan
c) Melalui ASI
(Djuanda, 2007)

66
Patofisiologi

HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom.


Untuk masuk ke dalam sel, virus ini berikatan dengan reseptor (CD4)
yang ada di permukaan sel. Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel
yang memiliki receptor CD4 pada permukaannya. Karena biasanya yang
diserang adalah sel T (sel yang berperan dalam sistem imun tubuh), maka
sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di
permukaannya (CD4+ T cell) (Djuanda, 2007).

Setelah berikatan dengan reseptor, virus berfusi dengan sel dan


kemudian melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA
mengalami proses reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA
menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim reverse transcriptase.
Proses sampai tahap ini hampir sama dengan beberapa virus RNA
lainnya. Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang
terbentuk kemudian bergabung dengan DNA genom dari sel yang
diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi. Proses ini dilakukan oleh
enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang
terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus (Djuanda, 2007).

Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami


proses replikasi sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA
sel menjalankan proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut
bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi diri dari serangan
sistem imun tubuh dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus
seumur hidup (a life long infection) (Djuanda, 2007).

Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa
digunakan sebagai vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang
efisien bagi pasien HIV/AIDS. Soalnya, vektor HIV yang membawa gen
anti-HIV hanya akan masuk ke dalam sel yang sudah dan akan diinfeksi
oleh virus HIV itu sendiri. Limfosit CD4+ merupakan target utama
infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul

67
permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah
fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan
gangguan respon imun yang progresif. Kejadian infeksi HIV primer
dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus
(SIV). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa
vagina (Djuanda, 2007).

Virus dibawa oleh antigen presenting cells(APC) ke kelenjar


getah bening regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar
getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar
getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di deteksi dengan
hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV
dideteksi 7-21 hari setelah infeksi. Puncak jumlah sel yang
mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan dengan
puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di
jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan
sementara dengan pembentukan respon imun spesifik (Djuanda, 2007).

Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel


limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon
sel limfosit cd8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV.
Replikasi HIV berada pada keadaan steady-state beberapa bulan setelah
infeksi. Kondisi ini bertahan relatif stabil selam beberapa tahun, namun
lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi
HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu,
adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas
intrinsik pejamu (Djuanda, 2007).

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah


infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah
replikasi virus telah menurun sampai ke level steady state. Walaupun
antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan
infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus (Djuanda,
2007).

68
Manifestasi klinis

Gejala mayor:

BB menurun > 10 % dalam satu bulan


Diare kronik > satu bulan
Demam berkepanjangan > satu bulan
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi
Demensia atau ensefalopati HIV
Gejala minor:

Batuk menetap > satu bulan


Dermatitis generalisata yang gatal
Herpes zooster berulang
Candidiasis orofaring
Herpes simplex kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
(Mansjoer, 2010).

Penegakkan diagnosis

1) Anamnesis
Past conditions mengindikasikan tanda infeksi HIV, misalnya:
zooster, vaginal candidiasis, leukoplakia.
Past oppotunistic and associated conditions cryptococcal
meningitis, TB,pneumocystis cranii pneumonia.
Current conditionsand symptoms demam, keringat malam,
sakit kepala, diare, lymphadenopathy.
Social history riwayat pengobatan, penggunaan jarum suntik,
riwayat hubungan seksual, riwayat penyakit cardiovascular pada
keluarga.
Previous immunisations
(Djuanda, 2007)

69
2) Pemeriksaan fisik
BB, temperatur, oropharynx, limfenodi, pemeriksaanthorax,
pemeriksaan abdominal, genitalia, pemeriksaannervous system
Tuberculin test
Pap smear untuk wanita
STD screening
(Djuanda, 2007)
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dalam menentukan diagnosis
infeksi HIV dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain,
antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan
secara langsung dapat dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan
biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat virus (Djuanda,
2007).
Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan
dengan rapid test, Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) dan
western blot. Sesuai dengan pedoman nasional,diagnosis HIV dapat
ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan rapid test yangberbeda atau 2
jenis pemeriksaan rapid test yang berbeda dan 1 pemeriksaanELISA
(Djuanda, 2007).
Pada pemeriksaan ELISA, hasil test ini positif bila antibodi
dalam serum mengikat antigen virus murni di dalam enzyme-linked
antihuman globulin. Pada minggu 23 masa sakit telah diperoleh basil
positif, yang lama-lama akan menjadi negatif oleh karena sebagian
besar HIV telah masuk ke dalam tubuh .interpretasi pemeriksaan
ELISA adalah pada fase pre AIDS basil masih negatif, fase AIDS
basil telah positif. Hasil yang semula positif menjadi negatif,
menunjukkan prognosis yang tidak baik (Djuanda, 2007).
Pemeriksaan western bolt merupakan penentu diagnosis
AIDS setelah test ELISA dinyatakan positif. Bila terjadi
serokonversi HIV pada test ELISA dalam keadaan infeksi HIV
primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test ini. Hasil test yang
positif akan menggambarkan garis presipitasi pada proses
elektroforesis antigen-antibodi HIV di sebuah kertas nitroselulosa
70
yang terdiri atas protein struktur utama virus. Setiap protein terletak
pada posisi yang berbeda pada garis, dan terlihatnya satu pita
menandakan reaktivitas antibodi terhadap komponen tertentu virus
(Djuanda, 2007).
Berdasarkan kriteria WHO,serum dianggap positif antibodi
HIV-1 bila 2 envelope pita glikoprotein terlihat pada garis. Serum
yang tidak menunjukkan pita-pita tetapi tidak termasuk 2 envelope
pita glikoprotein disebut indeterminate. Hasil indeterminate harus
dievaluasi dan diperiksa secara serial selama 6 bulan sebelum
dinyatakan negatif. Bila hanya dijumpai 1 pita saja yaitu p24, dapat
diartikan hasilnya fase positif atau fase dini AIDS atau infeksi HIV-1
(Djuanda, 2007).
Waktu antara infeksi dan serokonversi yang berlangsung
beberapa minggu disebut antibody negative window period. Pada
awal infeksi, antibodi terhadap glikoprotein envelope termasuk gp41
muncul dan menetap seumur hidup. Sebaliknya antibodi antigen inti
(p24) yang muncul pada infeksi awal, jumlahnya menurun pada
infeksi lanjut. Pada infeksi HIV yang menetap, titer antigen p24
meningkat, dan ini menunjukkan prognosis yang buruk. Penurunan
cepat dan konsisten antibodi p24 juga menunjukkan prognasi yang
buruk(Djuanda, 2007).
Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa


jenis yaitu pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat
antiretroviral (ARV), pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit
infeksi opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan pengobatan
suportif (Djuanda, 2007).

71
1) Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalahHighly Active
Antiretroviral Therapy (HAART), yang menggunakan kombinasi
minimal tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam
menekan replikasi virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah
ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus
dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV akan diberikan
dalam jangka panjang. ARV dapat diberikan apabila infeksi HIV
telah ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
dibuktikan secara laboratoris (Djuanda, 2007).
Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah
menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnoss AIDS
atau menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah
CD4+. Obat ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik
dengan jumlah limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien
asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3
dapatditawarkan untuk memulai terapi. Pada pasien asimptomatik
dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load lebih
dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai, namun dapat pula
ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan
jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang
dari 100.000 kopi/ml (Djuanda, 2007).
Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang
menggunakan obat ARV yang berfungsi menekan
perkembangbiakan virus HIV. Obat ini adalah inhibitor dari enzim
yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse transcriptase
(RT) dan protease. Inhibitor rt ini terdiri dari inhibitor dengan
senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based inhibitor) dan
nonnukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat ARV terdiri
dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI), protease inhibitor (PI) (Djuanda, 2007).
Nucleoside Reverse Transcriptase Iinhibitor atau NRTI
merupakan analog nukleosida. Obat golongan ini bekerja dengan

72
menghambat enzim reversetranskriptase selama proses transkripsi
RNA virus pada DNA hospes. Analog NRTI akan mengalami
fosforilasi menjadi bentuk trifosfat, yang kemudian secara
kompetitif mengganggu transkripsi nukleotida. Akibatnya rantai
DNA virus akan mengalami terminasi sedangkan analog NNRTI
akan berikatan langsung dengan enzim reversetranskriptase dan
menginaktifkannya. Obat yang termasuk dalam golongan NRTI
antara lain abacavir (ABC), zidovudine (AZT), emtricitabine
(FTC), didanosine (DDI), lamivudine (3TC) dan stavudine (D4T),
tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain efavirenz (EFV)
nevirapine (NVP), delavirdine (Djuanda, 2007).
Protese inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat
protease HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi,
tahap selanjutnya protease HIV akan memecah poliprotein HIV
menjadi sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian PI,
produksi virion dan perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi,
namun virus gagal berfungsi dan tidak infeksius terhadap sel. Yang
termasuk golongan PI antara lain ritonavir (RTV), atazanavir
(ATV), fos-amprenavir (FPV), indinavir (IDV), lopinavir (LPV)
and saquinavir (SQV) (Djuanda, 2007).
Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah
kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan
NNRTI. Kombinasi ini mempunyai efek yang lebih baik
dibandingkan kombinasi obat yang lain dan membutuhkan biaya
yang lebih sedikit karena terdapat generiknya. Analog thiacytadine
(3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama.
3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan analog nukleosida atau
nukleotida seperti AZT, TDF, ABC atau D4T. Didanosine (DDI)
merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk terapi lini
kedua. Obat golongan NNRTI, baik efv atau nvp dapat dipilih
untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini
pertama. Terapi lini pertama dapat juga dengan mengkombinasikan

73
3 obat golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk
diperoleh (Djuanda, 2007).
Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di
dalam darah dan dapat digunakan untuk memantau beratnya
kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan terapi dapat
dilihat secara klinis dengan menilai perkembangan penyakit secara
imunologis dengan penghitungan CD4+ dan atau secara virologi
dengan mengukur viral-load. Kegagalan terapi terjadi apabila
terjadi penurunan jumlah CD4+ (Djuanda, 2007).
Selain itu terjadinya toksisitas terkait dengan
ketidakmampuan untuk menahan efek samping dari obat, sehingga
terjadi disfungsi organ yang cukup berat. Hal tersebut dapat
dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil
pemeriksaan fisik pasien, atau dari hasil pemeriksaan laboratorium,
tergantung dari macam kombinasi obat yang dipakai (Djuanda,
2007).
Penilaian klinis toksisitas harus dibedakan dengan sindrom
pemulihan kekebalan (immuno reconstitution inflammatory
syndrome atau IRIS), yaitu keadaan yang dapat muncul pada awal
pengobatan ARV. Sindrom ini ditandai oleh timbulnya infeksi
oportunistik beberapa minggu setelah art dimulai sebagai suatu
respon inflamasi terhadap infeksi oportunistik yang semula
subklinik. Keadaan tersebut terjadi terutama pada pasien dengan
gangguan kebalan tubuh yang telah lanjut. Kembalinya fungsi
imunologi dapat pula menimbulkan gejala atipik dari infeksi
oportunistik (Djuanda, 2007).
Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa
pengobatan terapi lini pertama dan didapat tanda terjadinya
toksisitas dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi.Pada
kegagalan terapi dianjurkan untuk mengganti semua obat lini
pertama dengan rejimen lini kedua. Rejimen lini kedua pengganti
harus terdiri dari obat yang kuat untuk melawan galur/strain virus.
Terapi lini kedua yang direkomendasikan WHO terdiri dari
kombinasi 2 regimen obat golongan NRTI dengan regimen obat

74
golongan pi dosis rendah. Ritonavir merupakan pilihan utama
golongan pi dalam terapi lini kedua. Golongan NRTI yang menjadi
pilihan untuk terapi lini kedua adalah ddi atau tdf. Penambahan
golongan NNRTI dapat digunakan apabila pada terapi lini pertama
menggunakan 3 obat golongan NRTI (Djuanda, 2007).
2) Terapi infeksi opportunistik
Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas AIDS, dengan angka sekitar 90%. Terapi antibiotik atau
kemoterapeutik disesuaikan dengan infeksi-infeksi yang sebetulnya
berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah yang ada di
sekitar kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung dari
lingkungan dan cara hidup penderita (Djuanda, 2007).
Hampir 65% penderita HIV/AIDS mengalami komplikasi
pulmonologis dimana pneumonia karena P.carinii merupakan
infeksi oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi m tuberculosis,
pneumonia bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih
jarang terjadi.alasan terpenting mengapa sering terjadi komplikasi
pulmonologis pada infeksi HIV adalah konsekuensi anatomis paru
sehingga terpapar secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius
maupun noninfeksius dari luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi
paparan secara hematogen terhadap virus HIV (endogen) yang
melemahkan sistem imun. Komplikasi pulmonologis, terutama
akibat infeksi oportunistik merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium dengan
berbagai manifestasi (Djuanda, 2007).
Pneumocystis carinii (P. Cranii) diklasifikasikan sebagai
jamur. P. cranii merupakan penyebab pneumocystis carinii
pneumonia (PCP) yang merupakan infeksi oportunistik tersering
pada infeksi HIV/AIDS.lebih dari separuh (70-80%) penderita
AIDS mendapatkan paling sedikit satu episode PCP pada
perjalanan klinis penyakitnya, denganmortalitas berkisar antara 10-
40% (Djuanda, 2007).
Manajemen PCP tergantung dari derajat berat-ringannya
pneumonia yang terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau

75
berat, penderita harus di rawat di rumah sakit karena mungkin
memerlukan bantuan ventilator (sekitar 40% kasus). Obat pilihan
adalah kotrimoksazol intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini
diberikan selama 21 hari. Penderita yang berespon baik dengan
antibiotika intravena, dapat melanjutkan terapi dengan antibiotika
peroral untuk jika sudah memungkinkan. Hipoksemia yang
signifikan (PaO2 < 70 mmhg atau gradien arterial-alveolar > 35),
memerlukan kortikosteroid dan diberikan sesegera mungkin (dalam
72 jam) belum terapi antibiotika untuk menekan risiko komplikasi
dan memperbaiki prognosis (Djuanda, 2007).
Pada kasus-kasus ringan-sedang dapat diberikan
kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960 mg selama 21 hari.
Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah pentamidin
intravena (pilihan kedua) dan klindamisin plus primakuin (pilihan
ketiga), sedangkan PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone
plus trimetoprim, klindamisin ditambah primakuin, atovaquone
atau trimetrexateditambah leucovorin(Djuanda, 2007).
Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem
penting pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian
pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data world health
organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta
orang penderita infeksi HIV di dunia mengalami ko-infeksi m.
Tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat
dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat
beratnya imunosupresi yang terjadi (Djuanda, 2007).
Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya
sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada
koinfeksi TBc-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai
dengan rekomendasi yang ada. Namun pada beberapa atudi
mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang
menerima obat anti tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan
dibandingkan dengan 9-12 bulan (Djuanda, 2007).
Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama
rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim

76
liver sitokrom p450 yang memetabolisme pi dan NNRTI, sehingga
terjadi penurunan kadar pi dan NNRTI dalam darah sampai kadar
sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan
timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula
mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat
terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini
akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi penurunan
kadar pi dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang
berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat
(Djuanda, 2007).
Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau
menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar
rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat
tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta
meningkatnya risiko toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama
obat-obat tersebut tidak direkomendasikan (Djuanda, 2007).
Sarkoma kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi
keganasan yang paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.
Penyakit yang disebabkan oleh cytomegalovirus ini ditandai
dengan lesi-lesi tersebar di daerah mukokutan, batang tubuh,
tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi
berupa makula eritematosa agak menimbul, berwarna hijau
kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui kontak
seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di
daerah anogenital, limfoma terutama neoplasma sel limfosit b;
keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan
melanoma, merupakan neoplasma lainnya yang sering dijumpai
pada penderita HIV/AIDS(Djuanda, 2007).
Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma kaposi akan
lebih efektif bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas.
Radiasi, kemoterapi dan imunomodulator interferon telah dicoba,
yang sebenarnya lebih ditujukan untuk memperpanjang masa
hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan(Djuanda, 2007).

77
Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau
dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di
rumah sakit tipe a atau b yang mempunyai berbagai disiplin
keahlian dan fasilitas icu. Perawatan dilakukan di unit sesuai
dengan gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk
sembuh memang sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian
penuh, termasuk memberikan dukungan moral sehingga rasa takut
dan frustrasi penderita dapat dikurangi(Djuanda, 2007).
Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap
penderita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan
keluarga penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus.
Perawatan khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen
yang potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat
perlu mempergunakan alat-alat pelindung seperti masker, sarung
tangan, yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit
terluka dari kemungkinan kontak dengan cairan tubuh penderita
dan mencegah supaya tidak terkena bahan/sampah
penderita(Djuanda, 2007).
Prognosis

Selama 10 tahun setelah infeksi HIV 50% penderita mengalami


AIDS. Bila tidak ditangani dengan segera prognosis AIDS buruk karena
HIV menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 dan akan menimbulkan
destruksi hal tersebut (Djuanda, 2007).

7.8 Pandangan Islam mengenai penyakit menular seksual

Infeksi Menular seksual merupakan masalah kesehatan reprduksi yang


sangat berbahaya. Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan
fisik, mental, sosial yang utuh dan aman dalam segala hal yang berkaitan
dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Pengertian kesehatan
reproduksi yang demikian luas, akan membawa berbagai persoalan yang
luas pula. Ia antara lain menyangkut kesehatan alat-alat reproduksi
perempuan pra produksi (masa remaja), ketika produksi (masa hamil dan

78
menyusui) dan pasca produksi (masa menopouse). Persoalan-persoalan
lain yang acap tertinggal dalam kajian atasnya adalah tentang kehidupan
seksual perempuan secara memuaskan dan aman, tidak dipaksa, hak-
haknya untuk mengatur kelahiran, menentukan jumlah anak, hak-haknya
untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari semua pihak baik dalam
sektor domestik maupun publik, hak untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan yang benar dan lain-lain.

Istilah seksualitas sering disederhanakan pengertiannya hanya untuk


hal-hal yang mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan dengan
organ kelamin baik laki-laki maupun perempuan. Lebih dari sekedar soal
hasrat tubuh biologis, seksualitas adalah sebuah eksistensi manusia yang
mengandung di dalamnya aspek emosi, cinta, aktualisasi, ekspresi,
perspektif dan orientasi atas tubuh yang lain. Dalam konteks ini
seksualitas merupakan ruang kebudayaan manusia untuk mengekspresikan
dirinya terhadap yang lain dengan arti yang sangat kompleks.

Di ruang social, perempuan terlarang tampil sendirian. Ia harus selalu


dikontrol dan dibatasi. Ekspresi dan aktualisasi diri perempuan atas
keinginan-keinginannya dan usahanya untuk memperoleh hak-hak
seksualitasnya terlalu sering dianggap bertentangan dengan kepentingan-
kepentingan laki-laki dan melawan hak-hak laki-laki atas mereka. Alasan
utama dan paling sering diungkap adalah demi melindungi mereka.
Perempuan dipandang sebagai makhluk Tuhan yang lemah secara fisik,
lebih rendah secara intelektual dan menggoda secara seksual. Dalam
perspektif ini, perempuan dianggap cenderung melakukan pelanggaran
terhadap aturan social maupun agama. Norma social telah hafal bunyi
sebuah hadits Sahih :Aku tidak meninggalkan, sesudah aku tiada, sebuah
fitnah yang membahayakan laki-laki, kecuali perempuan. Dari sini
kemudian pandangan mainstream mengatakan : perempuan adalah
sumber fitnah, sebuah kata yang dimaknai sebagai kekacauan, petaka
social.

79
Situasi perempuan seperti di atas sesungguhnya telah menimbulkan
kondisi eksistensi perempuan yang serius. Berdasarkan hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian ibu
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Hasil-hasil penelitian para ahli
kependudukan menyatakan bahwa komplikasi kehamilan dan persalinan
benar-benar merupakan pembunuh utama dari kaum wanita usia subur.
Data-data menunjukkan bahwa 20 45 % dari semua kematian kaum
wanita dalam kelompok usia subur (15-49 tahun) di kebanyakan negara
berkembang disebabkan oleh penyakit yang ada kaitannya dengan
kehamilan

Aborsi tidak aman meningkat. Dr dr Budi Santoso dari Divisi Fertilitas


Endrokinologi Reproduksi Obstetri dan Ginekolog Fakultas Kediokteran
Unair-RSUD Dr Soetomo mengatakan: Di Indonesia ada 1,5 juta ibu
yang menjalani aborsi yang tidak aman,. ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS) semakin bertaambah dan meluas. Kanker rahim dan payudara
masih banyak, relasi seksual tidak sehat semakin menggejala.

Islam normatif mengapresiasi seksualitas sebagai fitrah manusia baik


laki-laki maupun perempuan yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya
dan dengan cara yang sehat. Dalam bahasa agama seks adalah anugerah
Tuhan. Hasrat seks harus dipenuhi sepanjang manusia membutuhkannya.
Pengekangan atasnya bisa menimbulkan krisis psikologi dan social. Islam
tidak menganjurkan celibat dan asketisme. Islam mengabsahkan hubungan
seks hanya melalui proses ritual perkawinan. Islam dengan begitu tidak
membenarkan promiskuitas (seks bebas), karena cara ini dipandang tidak
bertanggungjawab. Tentang ini, bukan hanya Islam, melainkan juga
agama-agama dan tradisi-tradisi masyarakat berketuhanan.

Satu ayat al-Quran yang sering dikemukakan untuk menjawab


bagaimana Islam memberikan apresiasinya terhadap seksualitas
adalah : Dan di antara bukti-bukti kemahabesaran Tuhan adalah bahwa
Dia menciptakan untuk kamu dari entitasmu sendiri pasangan, agar kamu

80
menjadi tenteram dan Dia menjadikan di antara kamu (relasi yang) saling
mencinta dan merahmati (mengasihi). Hal itu (seharusnya) menjadi
renungan bagi orang-orang yang berpikir (Q.S. al-Rum [30]:21). Ada
sejumlah tujuan yang hendak dicapai dari pernikahan ini. Pertama sebagai
cara manusia menyalurkan hasrat libidonya untuk memperoleh
kenikmatan/kepuasan seksual. Inilah yang sering disebut rekreasi.
Kedua merupakan ikhtiar manusia untuk melestarikan kehidupan manusia
di bumi. Pernikahan dalam arti ini mengandung fungsi prokreasi
sekaligus reproduksi. Ketiga, menjadi wahana manusia menemukan
tempat ketenangan dan keindahannya. Melalui perkawinan, kegelisaan dan
kesusahan hati manusia mendapatkan salurannya. Untuk pencapaian
tujuan tersebut disyaratkan melalui pola relasi kesalingan (al-tabadul).

BAB VIII

PENUTUP

8.1 . Kesimpulan

Pasien laki-laki mengeluhkan kencing nanah karena sering jajan dan diberi
obat namun pada hari ke-6 penisnya gatal, keluar cairan bening dari penis dan
istrinya mengeluhkan keluarnya cairan behih dari vaginanya. Penyakit yang
diderita oleh pasien besar kemungkinan adalah infeksi menular seksual karena
letaknya berada pada organ genitalia, yang mana ada 4 penyebabnya yaitu bakteri,
virus, parasit dan protozoa. Kencing nanah menandakan adanya proses infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Proses terjadinya kencing nanah dikarenakan

81
bakteri menginvasi mukosa saluran genital sehingga menstimulasi dilepaskannya
mediator-mediator inflamasi area sekitar infeksi, yang mengundang makrofag,
monosit dan sel PMN secara kemotaksis untuk melokalisasi area infeksi,
memfagosit mikroorganisme, dan sisa jaringan nekrosis. Hal ini menimbulkan
respon perandangan secara cepat akibat destruksi sel mukosa sehingga
mengakibatkan keluarnya sekret purulen kuning kehijauan dari uretra pria dan
dari ostium vagina atau serviks wanita.

Infeksi menular seksual dapat menyebar kearea lain yang lebih luas salah
satu diantaranya adalah pada endometrium dan tuba fallopi yang menyebabkan
perdarahan abnormal vagina, nyeri panggul dan abdomen, serta gejala radang
panggul progresif, sebagai penyebab utama timbulnya infertilitas pada
perempuan. Jika istri pasien hamil maka yang akan terjadi pada ibunya adalah
keguguran, KET, endometriosis, dan aborsi spontan, sedangkan pada janinnya
adalah sepsis infeksi aliran darah, infeksi kulit kepala, arthritis, konjungtivitis dan
bahkan kebutaan.

Adapun hari ke-6 pasien mengelukan gatal dan keluar cairan bening dari
penisnya kemungkinan disebabkan karena infeksi yang berulang, resistensi
antibiotik, atau ketidakpatuhan dalam pengobatan. Oleh karena itu pentingnya
kepatuhan terhadap dokter dalam proses penyebuhan penyakit pasien.

Dalam pandangan islam infeksi menular seksual harusnya tidak terjadi


apabila pasien taat kepada Al-quran dan sunah. Dalam firman Allah, janganlah
kamu mendekati perbuatan zina, karena mudharatnya lebih banyak daripada
manfaatnya. Maka setelah sembuh pasien diharapkan tidak melakukan zina
sehingga terhindar dari penyakit menular seksual.

8.2. . Saran

1. Mahasiswa harus memperhatikan temannya yang lagi menjelaskan dalam


tutorial.

2. Mahasiswa mempersiapkan bahan diskusi agar tutorial lebih menarik

82
3. Mahasiswa menuliskan logbok dengan rapi agar dapat dibaca lagi apabila
lupa dengan materi yang telah disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. 2003. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam:
Hardjoeno dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium
Diagnostik.Makasar: Penerbit LETHAS

Aprilianingrum, F., 2002, Survei Penyakit Sifilis dan Infeksi HIV pada Pekerja
Seks Komersial Resosialisasi Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon
Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun 2002, Laporan
Penelitian, Semarang.

83
Arief Mansjoer. 2010.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI

Arief Mansjoer. 2014.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

Atlanta, GA: U.S. 2010. Department of Health and Human Services.

Brian, Wong. 2010. Gonnorhea. available at


http://emedicine.medscape.com/article/218059-workup.

Butler P, Mitchell A, Healy JC. 2012 . Applied Radiological Anatomy. Cambridge


University Press.

CDC. 2015. VulvovaginitisTreatment. Department ofHealthand Human Services


USA.

Chiuman, Linda., 2009. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Wiyata
Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual. [skripsi] Medan :
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th
ed.Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 65-76.

Daili,S,F.,2007. Tinjauan penyakit menular seksual (PMS). Dalam:


Djuanda,A.,Hamzah,M., Aisah, S. (eds). 2007. Ilmu Penyakit dan
Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penangan Infeksi Menular Sexual.Kemenkes


RI.

Devrajani, Bikha R, 2010. Frequency and Pattern og Gonorrhea At Liquat


University Hospital, Hyderabed (A Hospital Based Descriptive Study.

Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi
Kelima. Jakarta : FKUI

84
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kelima. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Freedberg, IM. 2003. Fitzpatrick&#39;s Dermatology in General Medicine.


USA:McGraw-Hill

Handsfield, H. H., 2001. Color Atlas and Synopsis of Sexually Transmitted


Diseases.2nd ed. USA: Mc Graw-Hill.

Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Penerbit Hipokrates.

Hutagalung, Ellisma., 2002. Hubungan Karakteristik Anak Jalanan Terhadap


Perilaku Seksualnya dan Kemungkinan Terjadinya Risiko Penyakit
Menular Seksual (PMS) di Kawasan Terminal Terpadu Pinang Baris
Medan Tahun 2002. [skripsi] Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.

Hutapea, NO. 2009. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi
Menular Seksual. Jakarta. Balai Penerbit FKUI

Karmila, Nelva. 2001. Ifeksi Chlamydia Trachomatis. Medan: FK USU.

Listawan Yulianto,, dkk. 2005. PedomanDiagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu


Kulit dan Penyakit Kelamin Edisi III.Surabaya: Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo.

Longo, Dan L. 2015. Steril Pyuria. England: NEJM.

Natahusada, EC, Djuanda A. 2010. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah


S.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC

85
Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al.
2005. Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the
Treatment of Early Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-124

Sudoyo, Aru. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:FKUI.

Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta

Tim Penulis. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular


Seksual.Jakarta: Kemenkes RI.

Wilson, Walter R, 2009. Urrent Diagnosis &amp; Treatment Infetious Diseases.


USA:The McGraw-Hill Companies.

Wolff K, Richard AJ, Dick S. 2005. fitzpatrick&#39;s color atlas and synopsis of
clinical dermatology. English: McGraw-Hill Professional.

Wong T et al. 2008. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline


versus Benzathine Penicillin. Am J Med

World Health Organization, .2009. Sexually Transmitted Infection. Available


at:http://www.who.int/topics/sexually_transmitted_infections/en/
[accessed 15 juni 2017]

Zubier F.2009. Kondiloma akuminata. Dalam: Daili SF, Indriatmi W, Zubier


F.Infeksi menular seksual.Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia.

86

Anda mungkin juga menyukai