Anda di halaman 1dari 4

BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN


A. Pembahasan
Tn. K datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan sesak nafas sejak ± 2
jam SMRS, sesak nafas dirasa tiba-tiba setelah pasien makan minum jus. Keluhan
disertai mual (+) muntah (+) 2 kali berisi cairan dan makanan, nyeri perut (+) , gelisah
(+), riwayat tersedak disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal. sebelumnya
belum pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat kencing manis (+) rutin kontrol.
Riwayat gagal ginjal (+) namun menolak cuci darah. Pasien mengeluh cepat lelah saat
melakukan aktivitas ringan seperti mandi, berjalan sedikit, pasien juga tidur
menggunakan 3 bantal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil terdapat peningkatan
jugular vena pressure (JVP), pada palpasi terdapat pergesesan dari batas jantung
kearah kaudolateral., pada auskultasi terdaapat suara ronki dan suara gallop serta
terdapat edema pada kedua ekstremitas. Berdasarkan hasil anamnesi dan pemeriksaan
fisik diagnosis awal pasien yaitu observasi dyspneu dengan CKD dan DM.

Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan


laboratorium dan radiologis. Hasil pemeriksaan radiologi pasien Tn. K yaitu Kedua
apex pulmo tenang, terdapat corakan bronchovascular di kedua pulmo tampak
meningkat mengabur dengan hilar haze (+) dengan opasitas inhomogen di paracardial
bilateral, air bronchogram (+), Diafragma dextra et sinistra relative licin, Sinus
costofrenicus tampak lancip, Cor CRT = 0,58 serta Sistema tulang yang tervisualisasi
tampak intak. Kesimpulammya yaitu Cardiomegali, suspek LVH dengan gambaran
oedema pulmo disertai interstitial pneumonia, Tak tampak gambaran pleural effusion.

Cardiomegali terjadi apabila hasil pengurukan dengan membandingkan lebar


jantung dan lebar dada pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar,
diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada (c1-c2)
lebih dari 50 % . Pada hasil radiologis Tn. K hasil pengukurannya yaitu 0,58 oleh
karena itu dikategorikan Cardiomegali. Pembesaran jantung pada Tn. K kearah
ventrikel kiri dikarenakan apeks ke laterokaudal. Selain itu juga terdapat oedema
pulmo pada Tn K merupakan oedema pulmo cardiac. Edema pulmo cardiac terjadi
akibat gagal jantung kiri, hal ini diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium
kiri, peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau
sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada jalur keluar pada ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali terjadinya edema
paru kardiogenik tersebut.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang


diagnosa akhir Tn. K yaitu CHF dengan CKD dan DM. CHF merupakan suatu sindroma
klinis yang disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam
mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan yang
berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Penegakkan diagnosis CHF apabila memenuhi 2
kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, pada pasien ini memenuhi
kriteria mayor yaitu terdapat edema pulmo, peningkatan vena jugularis, cardiomegali
serta adanya ronki basah halus pada saat auskultasi serta adanya suara tambahan gallop
serta kriteria minor terdapat edema tungkai oleh karena itu Tn. K memenuhi diagnosis
CHF.
Gambaran radiologi pada CHF yaitu terdapat atrium kiri mengalami peningkatan
tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik,
tekanan kapiler paru serta pembentukan edema interstitial terutama pada daerah basal
paru. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru,
menyebabkan pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-
sehingga menyebabkan adanya peralihan pada vena-vena pada lobus atas.
Pengklasifikasian CHF menurut Elliots pada Tn. K sudah memenuhi stage 2 yaitu
ditandai oleh kebocoran cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai
akibat dari meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan masuk ke
dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran garis Kerley B pada foto
toraks. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam interstitial peribronkovaskular, pada foto
toraks akan tampak gambaran penebalan pada dinding bronkus yang disebut
peribronchial cuffing dan pengaburan pembuluh darah paru (perihilar haze). Selain itu,
fisura interlobaris juga akan terlihat menebal pada foto toraks.
Tatalaksana yang diberikan pada Tn. K yaitu :
a. Oksigen NRM 110 LPM
b. Pasang DC
c. Pasang NGT
d. Inf. Nacl 20 tpm
e. Inj. Furosemid 10mg 2 ampul ekstra
f. Inj. Ondansetron 4 mg/ 8 jam
g. Inj. Omeprazole 40 mg/ 12 jam
h. Lantus 1x 6 unit
i. Cedocard 60 mikro
j. Adalat oros 1x 30 mg
k. Amlodipin 1x 10 mg
l. CaCO3 3x1
m. Assam Folat 3x1
n. Nicardipine 0,5 mikrogram/kgBB/Unit

B. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis mengalami CHF dengan CKD dan DM. Tatalaksana yang diberikan pada
pasien ini sudah sesuai dengan guideline tatalaksana CHF.

Anda mungkin juga menyukai