Anda di halaman 1dari 38

Lbm 4

Ujung penis anak saya melembung saat BAK

Step 1

Sirkumsisi : sebuah tindakan utk memisahkan/ membuang preputium dari glands penis secara
sirkuler/ memutar tetapi di hindari frenulum preputium agar tidak terpotong

Step 2

1. Mengapa bila BAK ujung penis menggelembung?


2. Apakah Keluhan yg dirasakan sejak lahir itu berhubungan dgn kelainan tertentu?
3. Kenapa timbul rasa nyeri saat miksi?
4. Mengapa dokter menyarankan utk dilakukan sirkumsisi dan apa keuntungan serta
kerugiannya ? apa indikasi dan kontraindikasi di lakukan sirkumsisi?
5. Apakah kemungkinan obat yg di berikan dokter dan Bagaimana kerja obat itu terhadap
keluhan ini?
6. Mengapa dirasakan makin lama makin sakit dan di rasakan melembung makin besar?
7. Apa saja kelainan bawaan Sal.Kemih?

Step 3

1. Mengapa bila BAK ujung penis menggelembung?


Terjadi karena preputium menutupi OUE
Bayi lahir samapai 1 tahun preputium dan glands penis masih lengket ( normal)
Umur 3 - 4thn bisa memisah sendiri jika tidak terpisah berarti ada keabnormalan
Timbunan smegma iritasi

2. Apakah Keluhan yg dirasakan sejak lahir itu berhubungan dgn kelainan tertentu?
Ya, jika masih 1 Tahun masih normal tetapi bila umur 3-4 TAHUN sudah abnormal
Jika OUE tertutupi preputium menggelembung si ibu harus mengangngkat
preputium ke proksimal jika tidak bisa abnormal
Preputium lengket atau kurang elastic???
Usia 3-4 thn terjadi ereksi alamiah dan smegma membantu pemisahan glands
penis dan preputium
Kapan di produksi smegma?? Saat 1 thn belum di produksi
3. Kenapa timbul rasa nyeri saat miksi?
Smegma tertimbun Preputium iritasi d glans (luka) bila terkena urin akan nyari
Menggelembung menekan saraf sekitar (nervus sensorik) nyeri saat miksi
Tidak ada panas ( tidak ada tanda inflamasi)
Proses ballooning penggelembungan preputium saat miksi Karena ketidakseimbangan
antara pancaran urin dengan urin yg keluar. Urin mengandung glukosa pertumbuhan
bakteri infeksi ( serta menekan saraf sekitar)
Bakteri anaerob, balanitis (glans penis). Postitis (preputium), balanopostitis( glans penis
dan preputium)
4. Mengapa dokter menyarankan utk dilakukan sirkumsisi dan apa keuntungan serta
kerugiannya ? apa indikasi dan kontraindikasi di lakukan sirkumsisi?
Preputium melekat d glans penis memisahkan keduannya
Keuntungan : mengurangi rasa nyeri
Kerugian: jika fimosis dilakukan sirkumsisi akan terasa nyeri sekali
Jika perdarahan (arteri frenuralis terkena)
Indikasi: jika ada keluhan nyeri, parafimosis, fimosis
Contra indikasi: epispadia dan hypopasdia,

5. Apakah kemungkinan obat yg di berikan dokter dan Bagaimana kerja obat itu terhadap
keluhan ini?
Nyeri kematian sel menghasilkan prostaglandin--> merangsang nyeri
Nyeri anti nyeri
Inflamasi anti inflamasi
Salep topikal dexametason 0,1 % anti radang
6. Mengapa dirasakan makin lama makin sakit dan di rasakan melembung makin besar?
Karena adanya urin yg menumpuk
7. Apa saja kelainan bawaan Sal.Kemih?
Ginjal:
ginjal ektopik
agenesis ginjal dan disgenesis ginjal
polikistik ginjal
horse shoe kidney
ureter:
ureter ektopik
ureterococele
mega ureter
VU:
Ekstrococele
Penis dan urethra:
Epispadia
Hypospadia
Fimosis
Parafimosis
Scrotum dan testis
Hydrokel
Varikokel
Testis maldesensus
Torsio testis
spermatokel

DD:
FIMOSIS
1. Definisi
Suatu keadaan dimana preputium tidak bisa di tarik ke proximal disebabkan karena
kongenital atau luka (jaringan parut)
2. Eti0logi
Balanopostitis, stenosis prepusium

3. Patogenesis

4. Patofisiologi

Normalnya preputium melingkupi glans penis dari glans penis sampai OUE
Kulit elastic tetpi pd kelainan congenital terjadi stenosis (kekakuan) jadi tdk bisa di
tarik ke proximal dan lengket menyebabkan penyempitan OUE menggelembung
dan nyeri saat miksi

5. Manifestasi klinis
Sulit miksi
Nyeri
Pancaran saat miksi mengecil
Balooning
Retensi urin
Jika sampai komplikasi balanopostitis bisa ada ulser
6. Penatalaksanaan
Diberi anti nyeri
sirkumsisi
7. Pencegahan
Saat lahir di priksa
Dari awal d latih
8. Komplikasi

Step 7

1. Mengapa bila BAK ujung penis menggelembung?


Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang
dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan
perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi
retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada usia 3 tahun, 90 % prepusium sudah dapat
diretraksi.
Tapi pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi
/berkemih .
Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang ada didalamnya.

Ujung penis melembung dapat dikarenakan adanya penyempitan pada ujung preputium
karena terjadi perlengketan dengan glans penis (tidak dapat ditarik ke proksimal)
sehingga pada saat miksi terjadi gangguan aliran urin dimana urin mengumpul di ruang
antara preputium dan glans penis (tampak menggelembung).

sumber : Purnomo, B.B., Dasar-dasar Urologi, ed. 2, Sagung Seto


Preputium akan melekat erat pada glans penis pada tahun pertama kehidupan dan
setiap upaya retraksi (menarik lagi) harus dihindarkan sampai terjadi pemisahan
spontan. Pemisahan spontan ini biasanya terjadi pada tahun ke 2 4.
DASAR-DASAR PEDIATRI. EDISI 3. David Hull & Derek I. Johnston

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah
antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul
didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi
penis yang terjadi berkala membantu prepusium terdilatasi sehingga retraktil dan dapat
ditarik ke proksimal.
Fimosis gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil
balooning preputium penis saat miksi retensio urine
DASAR-DASAR UROLOGI. EDISI KE-2. Basuki B Purnomo
2. Apakah Keluhan yg dirasakan sejak lahir itu berhubungan dgn kelainan tertentu?
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah
antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul
didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi
penis yang terjadi berkala membantu prepusium terdilatasi sehingga retraktil dan dapat
ditarik ke proksimal.
Fimosis gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil
balooning preputium penis saat miksi retensio urine
DASAR-DASAR UROLOGI. EDISI KE-2. Basuki B Purnomo

3. Kenapa timbul rasa nyeri saat miksi?


Inflamasi preputium ada smegma
Penutupan oue karena preputium lengketjika tidak bisa keluar ujung penis
menggelembung terusmenarik dari kulit di sekitarnyanyeri
Di ujung penis menggelembungada jaringan erektilbanyak syarafnyamenjepit
saraf di sekitarnya( n. pudendus mencabang n. dorsalis penis )
Karena pada fimosis kadang dapat ditemukan lubang uretra yang sempit dan
kecil sehingga ketika miksi urin masuk dulu kedalam ruang antara prepusium
dan glan penis yang kemudian akan meregang seperti balon. Dan karena pada
daerah preputium terdapat nervus dorsalis penis kanan kiri cabang dari
nervus pudendus , dan ketika urin tererangkap pada sakus preputium penis
dan tidak bisa keluar akan menyebabkan distensi dan menarik serta
merangsang pusat nyeri lewat serabut saraf tersebut .
(Buku ajar ilmu bedah, wim de jong, EGC)
Menggelembungnya ujung penis saat miksi retensi urin. hegiene lokal yang kurang
bersih infeksi preputium (postitis) / glans penis (balanitis) / glans dan preputium
(balanopostitis) nyeri
Dasar-dasar Urologi ed.2, Basuki B Purnomo
Kulit penis: terlihat lebih hitam disbanding dengan kulit tubuh lain, tipis, halus dan
elastic. Terdapat jaringan dibawahnya tidak begitu erat hubungannya sehingga mudah
digerakkan dari dasarnya (kecuali collum glandis).
Innervasi :
Cabang N. pudendus N. dorsalis penis : daerah kulit dan glands penis.
SISTEMA UROGENITALE. FK-UNDIP
Nyeri: 1. Reaksi inflamasi 2. innervasi
Ketidakseimbangan inflow dan outflow urin saat miksi karena stenosis preputium
penekanan pada saraf sekitar kulit dan glans penis.

4. Mengapa dokter menyarankan utk dilakukan sirkumsisi dan apa keuntungan serta
kerugiannya ? apa indikasi dan kontraindikasi di lakukan sirkumsisi?
Pada femosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya prepusium pada
saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi merupakan indikasi untukdilakukan
sirkumsi.
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat
berupasirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus
dengankomplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloting kulit prepusium
saat miksi,sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan
sirkumsisiplastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi
komplit denganmempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama,
perlengketandibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika
terdapat frenulum breve.
Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak
dianjurkan.Kontraindikasi operasi adalah infeksi lokal akut dan anomali kongenital dari
penis.

Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi medis tindakan sirkumsisi adalah :
1. Fimosis atau Parafimosis, yaitu suatu keadaan dimana prepusium penis sangat ketat
sehingga tidak bisa ditarik ke belakang pada glans penis
2. Balanitis rekuren, yaitu radang pada penis yang berulang-ulang
3. Kondiloma akuminata, yaitu lesi seperti jengger ayam yang memiliki tonjolan-tonjolan
dan terdapat di bawah prepusium atau pada kulit di daerah perianal
4. Karsinoma skuamosa prepusium, yaitu sejenis kanker pada daerah prepusium.
Pada kasus Parafimosis adalah tindakan yang harus segera dikerjakan untuk
menyelamatkan glans atau bagian distal dari jeratan penis. Tindakan yang yang
dilakukan bisa berupa dosumsisi saja untuk melepaskan cincin penjerat oleh berupa
prepusium penis yang teretraksi ke daerah proksimal.
Sirkumsisi ini tidak boleh dilakukan pada penderita :
1. Hipospadia, yaitu malformasi kongenital pada uretra
2. Epispadia
3. Korde, yaitu bengkak disertai nyeri pada uretra
4. Megalouretra, yaitu uretra yang terlalu besar
5. Webbed penis, yaitu adanya jaringan antara penis dan rafe skrotum sehingga penis dan
skrotum menjadi gandeng. Kulit prepusium pada kelainan penis / uretra tersebut tidak
boleh dibuang, karena merupakan bahan yang sangat penting untuk rekonstruksi uretra
(uretroplasti) sehingga tidak boleh dilakukan sirkumsisi. Bleeding diarthesis (kelainan
pembekuan darah) merupakan kontraindikasi relatif untuk tindakan ini.
Circumcision : Boys are born with a hood of skin, called the foreskin, covering the head
(also called the glans) of the penis. In circumcision, the foreskin is surgically removed,
exposing the end of the penis
Contraindications for circumcision include prematurity, anomalies of the penis (eg,
chordee, or curvature of the penis), hypospadias, epispadias, concealed or buried
penis, micropenis, webbed penis, and ambiguous genitalia. Bleeding diatheses are not
absolute contraindications for circumcision, but circumcisions should be discouraged in
these cases. If, after being fully informed of the increased risks of complications, the
family insists on circumcision, careful evaluation, clearance, and patient preparation and
treatment both before and after the procedure by a pediatric hematologist may
optimize the likelihood of a successful outcome.
http://emedicine.medscape.com/article/1015820-clinical
Dari sisi Higienis pria yang disunat lebih baik dan bersih, pada masa tua lebih mudah
merawat bagian tersebut, dan secara seksualitas lebih menguntungkan seperti lebih
bersih, tidak mudah lecet/iritasi.
Khitanan dapat mencegah penumpukan smegma, yaitu kotoran yang lengket, berwama
putih yang sering berbau tidak sedap yang berasal dari lemak yang diproduksi tubuh
yang bercampur bakteri dan sisa-sisa urine. Dengan di khitan dapat mengurangi sisa-sisa
kotoran yang ada di sekitar kepala penis dan lipatan kulit yang agak sempit. Smegma
pada penis tidak berbahaya bagi pria, namun smegma itu dapat menjadi bahaya bagi
wanita yang melakukan hubungan intim dengan pria tersebut. Data dalam sebuah jurnal
kesehatan, menyebutkan kotoran smegma yang berwarna putih susu pada penis
tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada rahim pasangannya. Pasalnya kotoran itu
dapat merangsang terjadinya radang dan infeksi pada mulut rahim.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sirkumsisi memiliki banyak manfaat untuk
kesehatan mulai dari mencegah penyakit mematikan seperti AIDS hingga kanker serviks.
Penelitian lanjutan tentu akan semakin membuka mata lebar-lebar dari para praktisi
kesehatan bahwa sirkumsisi juga sangat bermanfaat bagi kaum hawa (Hana, tahun
2008). Di lihat dari berbagai manfaat dan berbagai penelitian. Sirkumsisi bermanfaat
mencegah AIDS dan kanker serviks yang di mana kedua penyakit ini merupakan penyakit
yang mematikan di seluruh dunia
Indikasi:
1. Agama
Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan disyariatkan
baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang Yahudi dan Nasrani-pun dan
sekarang juga banyak yang melakukannya ( Hana, tahun 2008).
2 Medis
Fimosis
Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat di tarik ke belakang
(proksimal)/membuka.Kadang-kadang lubang pada prepusium hanya sebesar ujung
jarum, sehingga sulit untuk keluar ( Purnomo, tahun 2003). Pada 95% bayi, kulub masih
melekat pada glans penis sehingga tidak dapat di tarik ke belakang dan hal ini tidak
dikatakan fimosis.Pada umur 3 tahun anak yang fimosis sebanyak 10% (Ikatan dokter
Anak Indoneisa,tahun 2008) . Keadaan yang dapat menimbulkan fimosis adalah:
1) Bawaan (kongenital), paling banyak
2) Peradangan ( Purnomo, tahun 2003).
Teknik-teknik tersebut antara lain ;
1. METODE KLASIK & DORSUMSISI
Metode klasik sudah banyak ditinggalkan tetapi masih bisa
kita temui di daerah pedalaman. Alat yang digunakan adalah
sebilah bambu tajam/pisau/silet. Para bong supit alias mantri
sunat langsung memotong kulup dengan bambu tajam
tersebut tanpa pembiusan. Bekas luka tidak dijahit dan
langsung dibungkus dengan kassa/verban sehingga metode
ini paling cepat dibandingkan metode yang lain. Cara ini
mengandung risiko terjadinya perdarahan dan infeksi, bila
tidak dilakukan dengan benar dan steril.
Metode Klasik kemudian disempurnakan dengan metode
Dorsumsisi, Khitan metode ini sudah menggunakan
peralatan medis standar dan merupakan khitan klasik yang
masih banyak dipakai sampai saat ini. Di Sunda dikenal
dengan sebutan sopak lodong, umumnya bekas luka tidak
dijahit walaupun beberapa ahli sunat sudah memodifikasi
dengan melakukan pembiusan lokal dan jahitan minimal
untuk mengurangi risiko perdarahan.
Kelebihannya peralatan yang digunakan lebih murah dan
sederhana, proses memakan waktu cukup singkat, sudah
banyak dikenal masyarakat biaya relatif lebih murah serta
bisa digunakan untuk bayi/anak dibawah 3 tahun dimana
pembuluh darahnya masih kecil. Kekurangannya risiko
kepala (glan) terpotong / tersayat sangat tinggi, terutama
jika sayatan dibawah klem koher, mukosa kadang lebih
panjang sehingga membutuhkan pemotongan ulang, bisa
terjadi nekrosis jika jepitan koher terlalu lama, risiko
perdarahan tinggi apabila tanpa dilakukan penjahitan.

2. METODE STANDAR SIRKUMSISI KONVENSIONAL


Merupakan metode yang paling banyak digunakan hingga
saat ini, cara ini merupakan penyempurnaan dari metode
dorsumsisi dan merupakan metode standar yang digunakan
oleh banyak tenaga dokter maupun mantri (perawat). Alat
yang digunakan semuanya sesuai dengan standar medis dan
membutuhkan keahlian khusus untuk melakukan metode ini.
Kelebihannya peralatannya sudah sesuai standar medis,
menggunakan pembiusan lokal dan benang yang jadi
daging, risiko infeksi kecil dan risiko perdarahan tidak ada.
Metode ini cocok untuk semua kelompok umur, biayanya
cukup terjangkau serta pilihan utama untuk pasien dengan
kelainan fimosis. Kekurangannya membutuhkan keahlian
khusus dari pengkhitan dan proses waktunya antara 15-20
menit.

3. METODE LONCENG
Pada metode ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung
penis hanya diikat erat sehingga bentuknya mirip lonceng,
akibatnya peredaran darahnya tersumbat yang
mengakibatkan ujung kulit ini tidak mendapatkan suplai
darah, lalu menjadi nekrotik, mati dan nantinya terlepas
sendiri. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama,
sekitar dua minggu. Alatnya diproduksi di beberapa negara
Eropa, Amerika, dan Asia dengan nama Circumcision Cord
Device.

4. METODE KLAMP
Metode Klamp ini memilik banyak variasi alat dan nama
walaupun perinsipnya sama, yakni kulup (preputium) dijepit
dengan suatu alat (umumnya sekali pakai) kemudian
dipotong dengan pisau bedah tanpa harus dilakukan
penjahitan. Diantaranya adalah : Gomco, Ismail Clamp, Q-
Tan, Sunathrone Clamp, Alis Clamp, Tara Clamp dan Smart
Clamp. Di Indonesia sendiri yang paling banyak berkembang
adalah Metode cincin (Tara Clamp) dan Smart Clamp.
Metode Cincin (Tara Clamp)
Dr. T. Gurcharan Singh adalah penemu Tara klamp pada
tahun 1990 berupa alat yang terbuat dari plastik dan untuk
sekali pakai. Di Indonesia Metode Cincin dicetuskan oleh
oleh dr. Sofin, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta dan sudah dipatenkan sejak tahun 2001.

Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar


tetap meregang dengan cara memasang semacam cincin
dari karet. Biasanya, ujung kulup akan menghitam dan
terlepas dengan sendirinya. Prosesnya cukup singkat sekitar
3-5 menit. Kelebihan metode ini adalah : Mudah dan aman
dalam penggunaan, tidak memerlukan penjahitan dan
perban,tidak mengganggu aktivitas sehari-hari
pasien,perdarahan minimal bahkan bisa tidak berdarah,tidak
sakit setelah khitan, tanpa perawatan pasca khitan dan
langsung pakai celana dalam dan celana panjang.

Metode Smart Clamp


Smart klamp merupakan metode dan teknik sunatan yang
diperkenalkan sejak tahun 2001 di Jerman dan penemunya
adalah dr. Harrie van Baars. Alat smart klamp terdiri atas
beberapa ukuran, mulai dari nomor 10, 13, 16, dan 21.
Untuk bayi, alat yang dipakai nomor 10, sedangkan orang
dewasa nomor 21. Alat ini terbuat dari dua jenis bahan kunci
klamp, yakni nilon dan polikarbonat yang dikemas steril dan
sekali pakai. Tentu saja lebih aman dan bebas dari penularan
penyakit dan infeksi. Smart klamp memberikan perlindungan
luka dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci rapat,
tidak memungkinkan masuknya kuman atau mikroorganisme
pengganggu.
Pada metode ini pasien akan diukur glandpenis-nya, ukuran
0-meter. Setelah diberi anestesi lokal, secara hati-hati
preputium dibersihkan dan dibebaskan dari perlengketan
dengan gland penis. Batas kulit preputium yang akan
dibuang ditandai dengan spidol. Tabung smart klamp
dimasukkan ke dalam preputium hingga batas corona gland
penis. Lalu, klamp pengunci dimasukkan sesuai arah tabung
dan diputar 90 derajat, hingga posisi smart klamp siap
terkunci.
Setelah posisi kulit yang akan dibuang dipastikan sesuai
rencana, juga agar posisi saluran kencing tidak terhalang
tabung. Berikutnya, adalah mengunci klamp hingga
terdengar bunyi klik. Sisi distal preputium dibuang
menggunakan pisau bisturi. Kemudian luka dibersihkan
dengan obat antiinfeksi dan dibungkus kasa steril. Hingga
proses itu, sunat ala smart klamp selesai.Setelah lima hari,
smart klamp dilepas dokter atau perawat dengan teknik
yang sangat mudah.

Gomco : Klamp ini dibuat pertama kali pada tahun 1934


oleh Hiram S. Yellen, M.D. dan Aaron Goldstein. Alat ini terdiri
dari bel logam dan plat datar dengan lubang di dalamnya
untuk menempatkan keduanya dalam posisi yang sesuai.
Terdapat sebuah sekrup berbentuk lingkaran yang berfungsi
memberikan tekanan.
Ismail Clamp : Ismail Klamp ditemukan oleh Dr Ismail Md
Salleh. Alat ini sebenarnya hampir menyerupai alat klamp
lainnya, hanya saja alat ini memiliki mekanisme penguncian
dengan sistem sekrup, sehingga pemasangan dam
pelepasan alat ini sangat mudah tanpa harus merusak alat
ini. Saat ini baru tersedia 2 ukuran untuk anak-anak
Q-Tan : Alat ini menyerupai Ismail Clamp hanya saja sistem
sekrupnya terkunci mati (irreversible locking system)
sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang kembali karena
pembukaan alat ini harus dengan dipotong. Alat ini belum
diproduksi secara massal dan masih merupakan prototype.
Saat ini masih diadakan riset yang mendalam sehingga alat
ini layak untuk digunakan secara luas.
Sunathrone Clamp : Sunathrone adalah metode sunat
dengan kaidah terkini yang ditemukan oleh Dr Mohammad
Tasron Surat, dokter kelahiran Malaysia. Keistimewaan
Sunathrone ini adalah karena praktis dan proses
penyembuhannya lebih cepat. Alat khitan sekali pakai ini
akan terlepas sendiri, serta tidak memerlukan perawatan
khusus. Setelah khitan dapat langsung memakai celana dan
beraktifitas tanpa rasa sakit.
Alis Clamp : Alat ini mirip dengan Smart Klamp, hanya saja
tabung klem-nya didesain miring dengan pertimbangan agar
mengikuti kontur glans penis

5. METODE LASER ELEKTROKAUTERY


Metode ini sedang booming dan marak di masyarakat dan
lebih dikenal dengan sebutan Khitan Laser. Penamaan ini
sesunnguhnya kurang tepat karena alat yang digunakan
samasekali tidak menggunakan Laser akan tetapi
menggunakan elemen yang dipanaskan.
Alatnya berbentuk seperti pistol dengan dua buah lempeng
kawat di ujungnya yang saling berhubungan. Jika dialiri
listrik, ujung logam akan panas dan memerah. Elemen yang
memerah tersebut digunakan untuk memotong kulup.
Khitan dengan solder panas ini kelebihannya adalah cepat,
mudah menghentikan perdarahan yang ringan serta cocok
untuk anak dibawah usia 3 tahun dimana pembuluh
darahnya kecil. Kekurangannya adalah menimbulkan bau
yang menyengat seperti sate serta dapat menyebabkan
luka bakar, metode ini membutuhkan energi listrik (PLN)
sebagai sumber daya dimana jika ada kebocoran
(kerusakan) alat, dapat terjadi sengatan listrik yang berisiko
bagi pasien maupun operator.
Untuk proses penyembuhan, dibandingkan dengan cara
konvensional itu sifatnya relatif karena tergantung dari
sterilisasi alat yang dipakai, proses pengerjaannya dan
kebersihan individu yang disunat.

6. METODE FLASHCUTTER
Metode ini merupakan pengembangan dari metode
elektrokautery. Bedanya terletak pada pisaunya yang terbuat
dari logam yang lurus (kencang) dan tajam. Flashcutter
langsung dapat hidup (tanpa PLN) karena didalamnya sudah
terdapat energi dari rechargeable battery buatan Matshusita
Jepang.
Flashcutter pertama kali diluncurkan di Indonesaia tahun
2006 oleh Uniceff Corporation. Cara pemotongan pada
khitan sama seperti mempergunakan pisau bedah (digesek,
diiris). Dalam hitungan detik preputium terpotong dengan
sempurna, (tanpa pendarahan, dan dengan luka bakar
sangat minimal).

7. METODE LASER CO2


Istilah yang lebih tepat untuk Khitan Laser yang
sesungguhnya adalah dengan metode ini. Fasilitas Laser CO2
sudah tersedia di Indonesia. Salah satunya,di Jakarta. Laser
yang digunakan adalah laser CO2 Suretouch dari Sharplan.
Berikut tahapan sunat dengan laser tersebut:
Setelah disuntik kebal (anaestesi lokal), preputium ditarik,
dan dijepit dengan klem. Laser CO2 digunakan untuk
memotong kulit yang berlebih. Setelah klem dilepas, kulit
telah terpotong dan tersambung dengan baik, tanpa setetes
darahpun keluar. Walaupun demikian kulit harus tetap dijahit
supaya penyembuhan sempurna. Dalam waktu 10-15 menit,
sunat selesai.
Cara sirkumsisi seperti ini cocok untuk anak pra-pubertal,
kelebihannya operasi cepat, perdarahan tidak ada/ sangat
sedikit, penyembuhan cepat, rasa sakit setelah terapi
minimal, aman dan hasil secara estetik lebih baik.. dan
prosedur ini cocok untuk sunat yang dilakukan pada umur
agak dewasa karena rasa sakit, yang ditimbulkan oleh sunat
cara operasi untuk orang sudah cukup berumur lebih parah
daripada jika dilakukan pada usia muda dan lukanya pun
agak lama sembuhnya. Kelemahan dari cara laser adalah
masalah harga yang relatif mahal dan hanya ada di Rumah
Sakit besar. (Novan A.P. / Edit.zp)
Daftar Pustaka
Basuki. 2010. Teknik Sirkumsisi. Malang: RSSA Malang
Purnomo, BB (2007). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV Agung
Seto
Saputra, Marizal (2010). Mengenal Metode Sunat. Online.

5. Apakah kemungkinan obat yg di berikan dokter dan Bagaimana kerja obat itu terhadap
keluhan ini?
Obat analgetik bekerja di dua tempat utama, yaitu di perifer dan sentral.
Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan
mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa
prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral
dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga
terjadi penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf

spinal tidak terjadi1,3. Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam


arakhidonat yang mengalami metabolisme melalui siklooksigenase.
Prostaglandin yang lepas ini akan menimbulkan gangguan dan berperan dalam
proses inflamasi, edema, rasa nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal).
Selain itu juga prostaglandin meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf
terhadap suatu rangsangan nyeri (nosiseptif)
Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis
prostaglandin dari asam arakhidonat. Obat AINS memblok aksi dari enzim
COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, dimana hal ini
menghasilkan kedua efek yakni baik yang positif (analgesia, antiinflamasi)
maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan
perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu
ubiquitously dan constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang
diinduksikan inflamasi COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa
lambung, parenkim ginjal dan platelet. Enzim ini penting dalam proses
homeostatik seperti agregasi platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal dan
fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible dan diekspresikan
terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan menimbulkan inflamasi,
demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi COX-2 yang transien di medulla
spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin penting dalam
sensitisasi sentral.

fkuUniversitas Sumatera Utara

6. Mengapa dirasakan makin lama makin sakit dan di rasakan melembung makin besar?
Pada kondisi normal, di ujung alat kelamin anak terdapat bagian kulup yang
mengandung smegma, zat berlemak yang diproduksi kepala penis dan kulup. Bagian
tersebut harus dibersihkan secara teratur, karena zat tersebut akan diproduksi terus.
Bila tidak dibersihkan, kotorannya akan menumpuk dan bisa menimbulkan infeksi.
Caranya, dengan menarik sedikit bagian kulup hingga kepala penis keluar. Kemudian
bersihkan bagian dalamnya secara perlahan dengan air dan kapas
anak dewasa (pada pria ) peningkatan perkembangan alat reproduksi (perubahan
eksternal yang terlihat dari alat kelamin, karakteristik seks sekunder, seperti
pertumbuhan rambut, Volume testis)

7. Apa saja kelainan bawaan Sal.Kemih?

Disorders of the Penis


The penis is one of the external structures of the male reproductive system. The penis has three
parts: the root, which attaches to the wall of the abdomen; the body, or shaft; and the glans penis,
which is the cone-shaped end (head). The opening of the urethra, the tube that transports semen
and urine, is at the tip of the glans penis.

The body of the penis is cylindrical in shape and consists of three internal chambers. These
chambers are made up of special, sponge-like erectile tissue. This tissue contains thousands of
large caverns that fill with blood when the man is sexually aroused. As the penis fills with blood,
it becomes rigid and erect, which allows for penetration during sexual intercourse. The skin of
the penis is loose and elastic to accommodate changes in penis size during an erection.

Semen, which contains sperm (the male reproductive cells), is expelled through the end of the
penis when the man reaches sexual climax (orgasm). Disorders of the penis can affect a mans
sexual functioning and fertility.

What disorders affect the penis?


Some disorders that affect the penis include the following:
Priapism
Priapism is a persistent, often painful erection that can last from several hours to a few days. The
priapism erection is not associated with sexual activity and is not relieved by orgasm. It occurs
when blood flows into the penis but is not adequately drained. Common causes of priapism
include:

Alcohol or drug abuse (especially cocaine)

Certain medications, including some antidepressants and blood pressure medications

Spinal cord problems

Injury to the genitals

Anesthesia

Penile injection therapy (a treatment for erectile dysfunction)

Blood diseases, including leukemia and sickle cell anemia

Treatment for priapism is important, because a prolonged erection can scar the penis if not
treated. The goal of treatment is to relieve the erection and preserve penile function. In most
cases, treatment involves draining the blood using a needle placed in the side of the penis.
Medications that help shrink blood vessels, which decreases blood flow to the penis, also may be
used. In rare cases, surgery may be required to avoid permanent damage to the penis. If the
condition is due to sickle cell disease, a blood transfusion may be necessary. Treating any
underlying medical condition or substance abuse problem is important to preventing priapism.

Peyronies disease
Peyronie's disease is a condition in which a plaque, or hard lump, forms on the penis. The plaque
may develop on the upper (more common) or lower side of the penis, in the layers that contain
erectile tissue. The plaque often begins as a localized area of irritation and swelling
(inflammation), and can develop into a hardened scar. The scarring reduces the elasticity of the
penis in the area affected.

Peyronie's disease often occurs in a mild form that heals without treatment in six to 15 months.
In these cases, the problem does not progress past the inflammation phase. In severe cases, the
disease can last for years. The hardened plaque reduces flexibility, causing pain and forcing the
penis to bend or arc during erection.

In addition to the bending of the penis, Peyronies disease can cause general pain as well as
painful erections. It also can cause emotional distress, and affect a mans desire and ability to
function during sex.

The exact cause of Peyronie's disease is unknown. Cases that develop quickly, last a short time
and go away without treatment most often are due to a trauma (hitting or bending) that causes
bleeding inside the penis. Some cases of Peyronies disease, however, develop slowly and are
severe enough to require surgical treatment. Other possible causes of Peyronies disease include:

Vasculitis This is an inflammation of blood or lymphatic vessels. This inflammation


can lead to the formation of scar tissue.

Connective tissue disorders According to the National Institutes of Health, about 30


percent of men with Peyronies disease also develop disorders that affect the connective
tissue in other parts of their bodies. These disorders generally cause a thickening or
hardening of the connective tissue. Connective tissue is specialized tissuesuch as
cartilage, bone and skinthat acts to support other body tissues.

Heredity Some studies suggest that a man who has a relative with Peyronies disease
is at greater risk for developing the disease himself.

Because the plaque of Peyronie's disease often shrinks or disappears without treatment, most
doctors suggest waiting one to two years or longer before attempting to correct it with surgery. In
many cases, surgery produces positive results. But because complications can occur, and because
many of the problems associated with Peyronie's disease (for example, shortening of the penis)
are not corrected by surgery, most doctors prefer to perform surgery only on men with curvatures
so severe that sexual intercourse is impossible.

There are two surgical techniques used to treat Peyronies disease. One method involves the
removal of the plaque followed by placement of a patch of skin or artificial material (skin graft).
With the second technique, the surgeon removes or pinches the tissue from the side of the penis
opposite the plaque, which cancels out the bending effect. The first method can involve partial
loss of erectile function, especially rigidity. The second method, known as the Nesbit procedure,
causes a shortening of the erect penis.

A non-surgical treatment for Peyronies disease involves injecting medication directly into the
plaque in an attempt to soften the affected tissue, decrease the pain and correct the curvature of
the penis. Penile implants can be used in cases where Peyronies disease has affected the mans
ability to achieve or maintain an erection.

Balanitis
Balanitis is an inflammation of the skin covering the head of the penis. A similar condition,
balanoposthitis, refers to inflammation of the head and the foreskin. Symptoms of balanitis
include redness or swelling, itching, rash, pain and a foul-smelling discharge.

Balanitis most often occurs in men and boys who have not been circumcised (had their foreskin
surgically removed), and who have poor hygiene. Inflammation can occur if the sensitive skin
under the foreskin is not washed regularly, allowing sweat, debris, dead skin and bacteria to
collect under the foreskin and cause irritation. The presence of tight foreskin may make it
difficult to keep this area clean and can lead to irritation by a foul-smelling substance (smegma)
that can accumulate under the foreskin.
Other causes may include:

Dermatitis/allergy Dermatitis is an inflammation of the skin, often caused by an


irritating substance or a contact allergy. Sensitivity to chemicals in certain products
such as soaps, detergents, perfumes and spermicidescan cause an allergic reaction,
including irritation, itching and a rash.

Infection Infection with the yeast candida albicans (thrush) can result in an itchy,
spotty rash. Certain sexually transmitted diseasesincluding gonorrhea, herpes and
syphiliscan produce symptoms of balanitis.

In addition, men with diabetes are at greater risk for balanitis. Glucose (sugar) in the urine that is
trapped under the foreskin serves as a breeding ground for bacteria.

Persistent inflammation of the penis head and foreskin can result in scarring, which can cause a
tightening of the foreskin (phimosis) and a narrowing of the urethra (tube that drains urine from
the bladder). Inflammation also can lead to swelling of the foreskin, which can cause injury to
the penis.

Treatment for balanitis depends on the underlying cause. If there is an infection, treatment will
include an appropriate antibiotic or antifungal medication. In cases of severe or persistent
inflammation, a circumcision may be recommended.

Taking appropriate hygiene measures can help prevent future bouts of balanitis. In addition, it is
important to avoid strong soaps or chemicals, especially those known to cause a skin reaction.

Phimosis and paraphimosis


Phimosis is a condition in which the foreskin of the penis is so tight that it cannot be pulled back
(retracted) to reveal the head of the penis. Paraphimosis occurs when the foreskin, once retracted,
cannot return to its original location.

Phimosis, which is seen most often in children, may be present at birth. It also can be caused by
an infection, or by scar tissue that formed as a result of injury or chronic inflammation. Another
cause of phimosis is balanitis, which leads to scarring and tightness of the foreskin. Immediate
medical attention is necessary if the condition makes urination difficult or impossible.

Paraphimosis is a medical emergency that can cause serious complications if not treated.
Paraphimosis may occur after an erection or sexual activity, or as the result of injury to the head
of the penis. With paraphimosis, the foreskin becomes stuck behind the ridge of the head of the
penis. If this condition is prolonged, it can cause pain and swelling, and impair blood flow to the
penis. In extreme cases, the lack of blood flow can result in the death of tissue (gangrene), and
amputation of the penis may be necessary.

Treatment of phimosis may include gentle, manual stretching of the foreskin over a period of
time. Sometimes, the foreskin can be loosened with medication applied to the penis.
Circumcision, the surgical removal of the foreskin, often is used to treat phimosis. Another
surgical procedure, called preputioplasty, involves separating the foreskin from the glans. This
procedure preserves the foreskin and is less traumatic than circumcision.

Treatment of paraphimosis focuses on reducing the swelling of the glans and foreskin. Applying
ice may help reduce swelling, as may applying pressure to the glans to force out blood and fluid.
If these measures fail to reduce swelling and allow the foreskin to return to its normal position,
an injection of medication to help drain the penis may be necessary. In severe cases, a surgeon
may make small cuts in the foreskin to release it. Circumcision also may be used as a treatment
for paraphimosis.

Penile cancer
A rare form of cancer, penile cancer occurs when abnormal cells in the penis divide and grow
uncontrolled. Certain benign (non-cancerous) tumors may progress and become cancer.

The exact cause of penile cancer is not known, but there are certain risk factors for the disease. A
risk factor is anything that increases a persons chance of getting a disease. The risk factors for
cancer of the penis may include the following:

CircumcisionMen who are not circumcised at birth have a higher risk for getting
cancer of the penis.

Human papillomavirus (HPV) infectionHPVs are a group of more than 70 types of


viruses that can cause warts (papillomas). Certain types of HPVs can infect the
reproductive organs and the anal area. These types of HPVs are passed from one person
to another during sexual contact.

SmokingSmoking exposes the body to many cancer-causing chemicals that affect


more than the lungs.

SmegmaOily secretions from the skin can accumulate under the foreskin of the penis.
The result is a thick, bad-smelling substance called smegma. If the penis is not cleaned
thoroughly, the presence of smegma can cause irritation and inflammation.

PhimosisThis is a condition in which the foreskin becomes constricted and difficult to


retract.

Treatment for psoriasisThe skin disease psoriasis is sometimes treated with a


combination of medication and exposure to ultraviolet light.

AgeMost cases of penile cancer occur in men over age 50.

Symptoms of penile cancer include growths or sores on the penis, abnormal discharge from the
penis and bleeding. Surgery to remove the cancer is the most common treatment for penile
cancer. A doctor may take out the cancer using one of the following operations:

Wide local excision takes out only the cancer and some normal tissue on either side.
Microsurgery is an operation that removes the cancer and as little normal tissue as
possible. During this surgery, the doctor uses a microscope to look at the cancerous area
to make sure all the cancer cells are removed.

Laser surgery uses a narrow beam of light to remove cancer cells.

Circumcision is an operation that removes the foreskin.

Amputation of the penis (penectomy) is an operation that removes the penis. It is the
most common and most effective treatment of cancer of the penis. In a partial penectomy,
part of the penis is removed. In a total penectomy, the whole penis is removed. Lymph
nodes in the groin may be taken out during surgery.

Radiation, which uses high-energy rays to attack cancer, and chemotherapy, which uses
drugs to kill cancer, are other treatment options.
5. BURRIED PENIS
Burried penis adalah suatu kelainan sejak lahir di mana suatu jaringan atau lipatan scrotal kulit
mengaburkan sudut penoscrotal. Jika dokter yang melakukan khitanan tidak mengenali kondisi
ini, penis menjadi terkubur di dalam suatu lipatan kulit. Khitanan ulang untuk memindahkan kulit
kelebihan membuat situasi menjadi lebih buruk dengan kulit scrotal ke penis itu.
Pada penis tersembunyi, penile batang terkuburkan di bawah permukaan dari kulit prepubic. Ini
terjadi pada anak-anak dengan kegendutan sebab lemak prepubic yang sangat banyak dan
menyembunyikan penis itu. Kondisi juga bisa terjadi manakala batang dari penis adalah
terperangkap di dalam kulit prepubic akibat khitanan ekstrim atau trauma lain.
6. MIKROPENIS
Mikropenis jarang terjadi. Penis memiliki ukuran yang jauh di bawah ukuran rata-rata. Hampir
semua individu ini mempunyai ukuran penis normal ( 5-7 cm). Kenyataan adalah sebab penis
terkubur di lemak prepubic yang besar karena kebiasan makan yang tidak terkontrol.
Bagaimanapun, jika penis diukur dan kurang dari 4 cm, maka evaluasi lebih lanjut mungkin
perlukan. Mikropenis seringkali ditemukan pada anak yang menderita hipospadia ini mungkin
disebabkan karena mikropenis merupakan kelainan yang menyertai hipospadia.
DD:
FIMOSIS
1. Definisi
Suatu keadaan dimana preputium tidak bisa di tarik ke proximal disebabkan karena
kongenital atau luka (jaringan parut)

When the prepuce cant be drawn back so as to uncover the glans penis.
LONDON MEDICAL AND SURGICAL JOURNAL. VOLUME 7. Michael Ryan

Prepusium penis yang tidak dapat diretraksi ke proksimal sampai ke corona glans penis.
DASAR-DASAR UROLOGI. EDISI KE-2. Basuki B Purnomo
2. Eti0logi
The disease may be congenital or accidental, and the latter demands most attention on
the present occasion.
The causes of accidental phymosis are gonorrhea, excoriation from this disease, from
coition or want of cleanliness, and lastly from chanres or veneral sores on the glans
penis, or on the under surface of the prepuce.
LONDON MEDICAL AND SURGICAL JOURNAL. VOLUME 7. Michael Ryan

3. Patogenesis
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah
antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma)
mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari
glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal.
Pada usia 3 tahun, 90 % prepusium sudah dapat diretraksi. Tapi pada sebagian anak,
prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung preputium mengalami
penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi / berkemih. Smegma
terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi
oleh bakteri yang ada didalamnya.
Dasar-dasar Urologi ed.2, Basuki B Purnomo
4. Patofisiologi
Ujung penis melembung dapat dikarenakan adanya penyempitan pada ujung preputium
karena terjadi perlengketan dengan glans penis (tidak dapat ditarik ke proksimal)
sehingga pada saat miksi terjadi gangguan aliran urin dimana urin mengumpul di ruang
antara preputium dan glans penis (tampak menggelembung).

Dasar-dasar Urologi ed.2, Basuki B Purnomo

5. Manifestasi klinis
a. Gangguan aliran urine sulit kencing, pancaran urine mengecil,
menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan
menimbulkan retensi urine.
b. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada
prepusium (postitis), infeksi pada glands penis (balanitis) atau infeksi pada
glans penis dan prepusium penis (balanopostitis).
c. Benjolan lunak di ujung penis yang tidak lain adalah korpus smegma
timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-
sel mukosa prepusium dan glands penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada di dalamnya.
Dasar-dasar Urologi ed.2, Basuki B Purnomo.

6. Penatalaksanaan
Fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembung ujung prepusium pada
saat miksi/ fimosis dengan postitis indikasi dilakukan sirkumsisi.
Fimosis dengan balanitis xerotika obliterans salep topikal dexametasone 0,1% 3-
4kali
DASAR-DASAR UROLOGI. EDISI KE-2. Basuki B Purnomo

7. Komplikasi
Balanopostitis adalah peradangan menyeluruh pada kepala penis (glans
penis) dan kulitnya.
Peradangan biasanya terjadi akibat infeksi jamur atau bakteri di bawah
kulit pada penis yang tidak disunat.
Penis menjadi nyeri, gatal-gatal, kemerahan dan membengkak, serta bisa
menyebabkan terjadinya penyempitan uretra.

Penderita balanopostitis di kemudian hari bisa menderita balanitis


xerotika oblitterans, fimosis, parafimosis dan kanker.

Balanitis xeronika obliterans merupakan peradangan menahun yang


menyebabkan pengerasan berwarna putih di ujung penis.
Biasanya penyebabnya tidak diketahui, tetapi bisa terjadi akibat infeksi
atau reaksi alergi.
Lubang uretra sering dikelilingi oleh daerah pengerasan ini, yang pada
akhirnya bisa menyumbat aliran air kemih dan semen.
Untuk mengatasi peradangan bisa digunakan krim antibiotik atau anti
peradangan, tetapi uretra seringkali harus dibuka kembali melalui
pembedahan.

Striktur Urethra

a. Definisi

Berkurangnya diameter atau elstisitas urethra yang disebabkan oleh jaringan urethra diganti
jaringan ikat yang kemudian mengkerut menyebabkan lumen urethra mengecil.

Seri Catatan Kuliah Ilmu Bedah 2, 2005 FKUI

Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya.
Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami fibrosis dan pada tingkat yang
lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

b. Etiologi

a. Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra,
dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra
adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa
tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak
pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.

b. Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada


selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau
tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

c. Patogenesis

Trabekulasi, sakulasi dan divertikel

Pada striktura urethra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan Hukum
Starling. Maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktura urethra otot buli-buli mula-mula akan menebal
terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi
dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada
sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel
buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
Residu urine

Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada
fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing
masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.

Refluks vesiko ureteral

Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui urethra.
Pada striktura urethra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi
refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai
ginjal.

Infeksi saluran kemih dan gaga I ginjal

Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan
buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu
buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka VU
mudah terkena infeksi

Adanya kuman reflukspyelonefritis akut/kronikgagal ginjal

Seri catatan Kuliah Ilmu Bedah 2, 2005, FKUI

Proses radang akibat tramua atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan
sikatrilk pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine
hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah
proksimal striktura) dan akhimya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan
abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula uretrokutan. Pada keadan tertentu
dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut sebagai fistula seruling

Derajat Penyempitan Uretra

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu
derajat:
a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.

b. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan 1/2diameter lumen uretra

c. Berat: jika terdapat oklusi lebih besar dari 1/2diameter lumen uretra.

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum, yang
dikenal dengan spongiofibrosis.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

d. Diagnosis

Pemeriksaan penunjang

a. Untuk mengetahui pola pancaran urine secara obyektif, dapat diukur dengan
cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran
dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat
miksi dibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria normal
adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik
menandakan ada obstruksi.
b. Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra dibuat
foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura adalah dengan
membuat foto bipolar sistourtrografi dengan cara memasukkan bahan
kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra.

c. Melihat pembuntuan uretra secara langsung dilakukan melalui uretroskopi


yaitu melihat striktura transuretra. Jika diketemukan striktura langsung diikuti
dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan
memakai pisau sachse.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

e. Penatalaksanaan

o Jika pasien data karena retensi urine, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik
untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan
pemberian antibiotika.

o Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah:

Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.


Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat.
Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false route)

Uretrotomi interna: yaitu memotong jaringan sikatriks uretra dengan


pisau Otis atau dengan pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum. terjadi
striktura totaL sedangkan pada striktura yang lebih berat, pernotongan
striktura dikerjakan secara visual dengan memakai'pisau sachse

Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa


pemotongan jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis di antara
jaringan uretra yang masib sehat.
Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

PRIAPISMUS

a. Definisi

Priapismus adalah ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti


dengan hasrat seksual sering disertai dengan rasa nyeri. Istilah
priapismus berasal dari kata. Yunani priapus yaitu sama dewa
kejantanan pada Yunani kuno. Priapismus merupakan salah satu
kedaruratan di bidang urologi karena jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat dapat menimbulkan kecacatan yang menetap
berupa disfungsi ereksi.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

b. Etiologi

Menurut etiologinya priapismus dibedakan dalam 2 macam yaitu :


priapismus primer atau idiopatik yang belum jelas penyebabnya
sebanyak 60% dan priapismus sekunder.

Priapismus sekunder dapat disebabkan

a. Kelainan pembekuan darah (anemi bulan sabit,lekemi,


dan emboli lemak).

b. Trauma para perineum atau genitalia

c. Gangguan neurogen (pada saat menjalani anestesi


regional atau pada penderita paraplegia),

d. Penyakit keganasan,
e. Pemakaian obat- obat tertentu (alkohol, psikotropik, dan
antihipertensi)

f. Pasca injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

c. Klasifikasi

Ereksi penis yang berkepanjangan ada priapismus dapat terjadi


karena: (1) gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi) sehingga
darah tidak dapat keluar dari jaringan erektil, atau (2) adanya
peningkatan inflow aliran darah arteriel yang masuk ke jaringan
erektil. Oleh karena itu secara hemodinamik, priapismus
dibedakan menjadi (1) priapismus tipe venookIusif atau low flow
dan (2) priapismus tipe arteriel atau high flow. Kedua jenis itu
dapat dibedakan dengan memperhatikan gambaran klinis,
laboratorium, dan pemeriksaan pencitraan utrarasonografi color
doppller dan arteriografi.

1. Priapismus jenis iskemik ditandai dengan adanya iskemia


atau anoksia pada otot polos kavernosa. Semakin lama
ereksi, iskemia semakin berat, dan setelah 3-4 jam, ereksi
dirasakan sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema
interstisial dan kerusakan endotelium sinusoid. Nekrosis otot
polos kavernosa terjadi setelah 24-48 jam. Setelah lebih dari
48 jam terjadi pembekuan darah dalam kaverne dan terjadi
destruksi endotel sehingga jaringan-jaringan trabekel
kehilangan daya elastisitasnya.

a. Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4


minggu dan otot polos yang mengalami nekrosis diganti
oleh jaringan fibrusa sehingga kehilangan kemampuan
untuk mempertahankan ereksi maksimal.

2. Jenis non iskemik banyak terjadi setelah mengalami suatu


trauma pada daerah perineum atau setelah operasi
rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi. Prognosisnya lebih
baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat kembali seperti
sediakala.

Tabel 10-1. Perbedaan Priapismus Iskemik dan Non Iskemik

Low flow (statik/iskemik)-Veno oklusif High flow (non iskemik)-


Arteriel

Onset Pada saat tidur Setelah


trauma

Nyeri Mula-mula ringan menjadi sangat nyeri Ringan


sampai sedang

Ketegangan penis Sangat tegang Tidak terIalu


tegang

Darah kavernosa

Warna Hitam Merah

pO2 <30 mm Hg >50 mm Hg

pCO2 >80 mmHg <50 mmHg

pH <7,25 >7,5

Color doppler Tidak ada aliran Ada aliran,


dan fistula

Arteriografi Pembuluh darah utuh


Malformasi arterio-vena

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

d. Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti diharapkan dapat


mengungkapkan etiologi priapismus. Pada pemeriksaan lokal
didapatkan batang penis yang tegang tanpa diikuti oleh
ketegangan pada glans penis. Ultrasonografi Doppler yang dapat
mendeteksi adanya pulsasi arteri vernosa dan analisis gas
darah yang diambill intrakavernosa dapat membedakan
priapismus jenis ischemic atau non ischemic.
Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

e. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya terapi priapismus adalah secepatnya


mengembalikan aliran darah pada korpora kavernosa
yang dicapai dengan cara medikamentosa maupun
operatif. Sebelum tindakan yang agresif, pasien
diminta untuk melakukan latihan dengan melompat-
lompat dengan harapan terjadi diversi aliran darah
dari kavernosa ke otot gluteus. Pemberian kompres
air es pada penis atau enema larutan garam fisiologi
dingin dapat merangsang aktivitas simpatik sehingga
memperbaiki aliran darah kavernosa. Selain itu
pemberian hidrasi yang baik dan anestesi regional
pada beberapa kasus dapat menolong. Jika tindakan
di atas tidak berhasil mungkin membutuhkan
aspirasi, irigasi, atau operasi.

Aspirasi dan Irigasi Intrakavernosa. Aspirasi darah


kavernosa diindikasikan pada priapismus non iskemik
atau priapismus iskemik yang masih baru saja
terjadi. Priapismus iskemik derajat berat yang sudah
terjadi beberapa hari tidak memberikan respon
aspirasi dan irigasi obat ke dalam intrakavernosa;
untuk itu perlu tindakan operasi. Aspirasi dkerjakan
dengan memakai jarum scalp vein no 21. Aspirasi
sebanyak darah intrakavernosa, kemudian dilakukan
instilasi 10-20 g epinefrin atau 100-200 g fenilefrin
yang dilarutkan dalam 1 ml larutan garam fisiologis
setiap 5 menit hingga penis mengalami detumesensi.
Aka dilakukan sebelum 24 jam setelah serangan,
hampir semua kasus dapat sembuh dengan cara ini.
Selain obat-obatan tersebut, dapat pula dipakai
instilasi streptokinase pada priapismus yang telah
berlangsung 14 hari yang sebelumnya telah gagal
dengan instilasi adrenergik.

Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa


Tindakan ini haras dipikirk-an, terutama pada
priapismus veno-oklusi atau yang gagal-setelah
terapi medikamentosa; hal ini untuk mencegah
timbuInya sindroma kompartemen yang dapat
menekan arteria kavernosa dan berakibat iskemia
korpora kavernosa.

Beberapa tindakan pintas itu adalah: (1) pintas


korporo-glanular (sesuai yang dianjurkan oleh Winter
(1978) atau Al Ghorab), (2) pintas korporo-
spongiosum yaitu dengan membuat jendela yang
menghubungkan korpus spongiosum dengan korpus
kaverosum penis, dan (3) pintas safeno-kavernosum
dengan membuat anastomosis antara korpus
kavernosum dengan vena safena.

Dasar-dasar Urologi edisi kedua, Basuki B Purnomo

Anda mungkin juga menyukai