Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan intersitial. Bronkopneumonia adalah radang paru yang berasal dari cabang-
cabang tenggorok yang mengalami infeksi dan tersumbat oleh getah radang,
menimbulkan pemadatan-pemadatan bergerombol dalam lobulus paru yang berdekatan
(Ikatan Dokter Indonesia, 2010). Dari beberapa pengertian bronkopneumonia diartikan
sebagai suatu peradangan pada paru yang juga terjadi pada broncheoli.
Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan
penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya
berdasarkan penemuan klinis yang di dapat pada pemeriksaan inspkesi dan frekuensi
pernapasan (Ikatan Dokter Indonesia, 2010)..
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai Negara
trutama di Negara berkembang termasuk Indonesia, Insidens pneumonia pada anak <5
tahun di Negara maju adalah 2-4 kasus/100anak/tahun, sedangkan di Negara berkembang
10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per
tahun pada anak balita di Negara berkembang (Ikatan Dokter Indonesia, 2010)..
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus,
jamur, bakteri S.pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada
semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang
dari 3 tahun (Ikatan Dokter Indonesia, 2010).
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian dan derajat pneumonia, antara
lain defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, gastroesofageal reflux, aspirasi, gizi
buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasis tidak
lengkap, adanya saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu
padat penghuninya (Ikatan Dokter Indonesia, 2010).
Terapi pneumonia dan bronkopneumonia terdiri dari pengobatan antibiotik dan
pengobatan oksigen yang diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92%
(WHO,2009).

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. D.A


Umur : 2 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Kedungmundu, Tembalang, Semarang

Nama Ayah : Tn. Z


Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Ny. D


Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Bangsal : Nakula IV, bed 3.4


No. CM : 4137xx
Tanggal masuk : 19 Desember 2017

B. DATA DASAR

I. ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien di Ruang Nakula IV RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro, Kota Semarang pada tanggal 20 Desember 2017 serta
didukung catatan medis pasien.

2
Keluhan utama : Sesak
Keluhan tambahan : Batuk, Pilek, Demam, mata merah (OD)
a. Riwayat Penyakit Sekarang:

1 minggu SMRS (sebelum masuk rumah sakit) ibu pasien mengeluh anaknya
mengalami batuk dan pilek. Keluhan dirasakan tiba tiba, terus menerus dan
bertambah berat, sehingga anak menjadi rewel. Keluhan batuk dan pilek ini disertai
mata merah pada mata sebelah kanan, ibu pasien mengaku mata anaknya merah,
yang muncul tiba-tiba tanpa sebab yang diketahui. Keluhan mata sakit atau
mengeluarkan sekret disangkal, sedangkan ibu mengaku tidak tahu apakah anaknya
mengalami penurunan visus pada mata sebelah kanannya atau tidak. Riwayat trauma
atau adanya benda asing di mata juga disangkal. Berdasarkan keluhan keluhan
tersebut, ibu memutuskan untuk membawa anaknya ke puskesmas, dan diberi obat
oleh dokter puskesmas. Setelah berobat keluhan berkurang dan keadaan anak
membaik. Untuk keluhan pada mata, dokter puskesmas tidak memberikan
pengobatan apapun.
3 hari SMRS keluhan batuk dan pilek muncul kembali dan semakin memberat,
disetai demam. Batuk dirasakan beradahak, dahak berwarna putih kental dan tidak
didapatkan darah. Sedangkan sekret pilek berwarna bening agak sedikit kental.
Demam dirasakan naik turun. Keluhan dirasakan tiba-tiba dan bertambah berat.
2 hari SMRS ibu pasien mengatakan anaknya mulai mengalami sesak, sesak
muncul tiba-tiba. Keluhan sesak awalnya ringan namun dirasa semakin memberat.
Keluhan sesak tidak berhubungan dengan aktivitas dan tidak disertai adanya
bengkak-bengkak pada kedua tungkai serta kebiruan pada ujung-ujung jari maupun
sekitar mulut. Nafas cepat dan dangkal.
1 hari SMRS ibu pasien mengeluhkan bahwa keluhan batuk dan pilek semakin
memberat, ibu pasien mengaku keluhan batuk disertai dengan suara grok-grok.
Keluhan demam pasien semakin tinggi dan sesak nafas juga dirasa semakin memberat.
Sehingga memutuskan untuk berobat ke dokter spesialis anak, kemudian dari dokter
disarankan untuk rawat inap. Pukul 14.00 pasien masuk IGD RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro.
Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan sampai mengganggu tidur anak, anak

3
menjadi sangat rewel. Ibu pasien mengaku anaknya masih mau makan dan minum,
namun berkurang dari hari biasanya. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada
keluhan. Keluhan berkeringat di malam hari disangkal. Keluhan penurunan berat
badan disangkal. Keluhan perdarahan spontan disangkal (mimisan).

Setelah masuk rumah sakit


Hari ke-1 perawatan di rumah sakit (19 Desember 2017) :

Pasien tampak sakit sedang, demam dirasakan masih naik turun. Sesak (+), batuk
(+), pilek (+), merah pada mata sebelah kanan (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan,
pasien makan dan minum sedikit. Perawatan dari IGD: Infus 2A1/2N 10 cc/hari;
paracetamol siruo 11/4 cth; Puyer (Ambroxol, salbutamol) pulv I; Injeksi
Dexametason 1/3 ampul; O2 Nasal 2 lpm.
KU kurang aktif, HR : 124x/mnt RR : 50x/mnt T : 38,70C, SpO2: 96%

Hari ke-2 perawatan di rumah sakit (20 Desember 2017:

Pasien tampak sakit sedang, demam (+) naik turun. Sesak (+) berkurang, batuk
(+), pilek (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan, pasien bisa makan dan minum.

KU kurang aktif, HR:112 x/menit, RR: 28x, Suhu 37,2 0C.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit Pernah/Tidak Penyakit Pernah/Tidak

Diare Disangkal TBC Disangkal

DBD Disangkal Demam Typhoid Disangkal

Batuk Disangkal Alergi Disangkal

Kejang Disangkal Trauma Disangkal

c. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan


- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
- Riwayat asma pada anggota keluarga tidak ada.

4
- Tidak terdapat penderita dengan riwayat batuk lama di sekitar pasien.
- Tidak ada keluarga yang sedang menderita sakit pada matanya.
d. Riwayat Sosial Ekonomi

Pekerjaan ayah adalah wirastwasta dan ibu anak sebagai ibu rumah tangga.
Rumah dihuni oleh 3 orang, terdiri dari pasien dan kedua orangtuanya. Rumah
terbuat dari tembok, jubin dari lantai. Sumber biaya pengobatan ditanggung BPJS
Non PBI
Kesan : Keadaan sosial ekonomi cukup.

e. Riwayat Prenatal dan Posnatal

Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat.


Selama hamil ibu mendapat suntikan TT, Ibu mengaku tidak pernah menderita
penyakit selama kehamilan. Riwayat perdarahan, hipertensi, DM dan trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu
disangkal.
Kesan : Riwayat kesehatan prenatal baik.
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Anak pertama laki-laki lahir dari ibu G1P0A0, hamil aterm, lahir spontan
dengan indikasi presentasi kepala di bidan, langsung menangis. Berat badan lahir
2600 gram, panjang badan saat lahir 46 cm, lingkar kepala, lingkar dada saat
lahir ibu tidak ingat.
Kesan: Neonatus aterm, lahir secara spontan, vigorous baby.
g. Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan anak dalam keadaan sehat.


Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal baik.
h. Riwayat Makan dan Minum Anak

Ibu mengaku anak diberi ASI sejak lahir sampai 2 tahun. MPASI diberikan
saat usia 10 bulan, anak diberikan makanan pendamping ASI berupa nasi tim
dan bubur sumsum. Mulai usia 1 tahun sampai sekarang, anak diberikan

5
makanan padat seperti anggota keluarga yang lain dengan frekuensi makan 2-3
kali sehari.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup.
i. Riwayat Imunisasi

Imunisasi Berapa Kali Umur


BCG 1x 1 bulan
DPT 4x 2,4,6 bulan
Polio 4x 0,2,4,6,bulan
Hepatitis B 3x 0,2,6 bulan
Campak 1x 9 bulan

Kesan: Imunisasi dasar lengkap. Hanya di lakukan berdasarkan


alomanamnesa dengan ibu pasien. Buku KMS tidak dibawa.
j. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan saat lahir 46 cm, lingkar
kepala, lingkar dada saat lahir ibu tidak ingat. Berat badan sekarang 12,5 kg,
tinggi badan sekarang 89,5 cm
Perkembangan :
- Senyum : ibu lupa
- Miring : 8 bulan
- Tengkurap : 8 bulan
- Duduk : 10 bulan
- Berdiri : 12 bulan
- Berjalan : 14 bulan
Saat ini anak berusia 2 tahun 10 bulan bulan, sudah mampu menggunakan
sendok dan garpu sendiri, mampu memasukkan barang ke cangkir dan dapat
minum dari gelas sendiri, dapat menggunakan dan melepas baju sendiri, namun
baru bisa mengucapkan 1-2 kata.
Kesan : pertumbuhan : pertumbuhan anak baik, perkembangan motorik kasar
dan halus sesuai umur, kemampuan besosial dan kemandirian sesuai umur,,
kemampuan bicara dan bahasa tidak sesuai umur.

6
.
k. Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu anak menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan

l. Pemeriksaan Status Gizi

Data Antropometri :
Umur 2 tahun 10 bulan
Berat badan 12,5 kg
Panjang badan 89,5 cm

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :

WAZ: BB: 12,5 kg, Usia 2 tahun 10 bulan


Kesan: Normal

7
HAZ: TB: 89,5 cm, Usia 2 tahun 10 bulan
Kesan: Perawakan normal

8
WHZ: BB: 12,5 kg, TB: 89,5 cm
Kesan: Gizi baik

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Desember 2017. Anak laki-laki
usia 2 tahun 10 bulan, BB 12,5 kg, PB 89,5 cm.
1. Keadaan umum :
komposmentis, kesan gizi baik, kejang (-)
2. Tanda-tanda Vital
- Nadi : 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Laju nafas : 29 x/ menit
- Suhu : 38,5° C
- SpO2 : 96%

3. Status Internus
a. Kepala : Normocephale, ubun-ubun besar tidak menonjol, kulit kepala
tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi merata, tidak ada
kaku kuduk
a. Kulit : Tidak sianosis, turgor normal, petechie (-)
b. Mata : Refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), mata cekung (-/-),
hiperemis konjungtiva bulbi (+/-), sekret (-/-).
b. Hidung : Bentuk normal, sekret (+/+) mukoid, nafas cuping hidung (+)
c. Telinga : Bentuk normal, discharge (-/-), nyeri (-/-).
d. Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), tonsil T1-1 hiperemis (-)
e. Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, kaku kuduk (-)
f. Thorax
Paru
- Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, retraksi suprasternal dan intercostal (+) dan
epigastrial (-).
- Palpasi : sterm fremitus dextra et sinistra simetris

9
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar : vesikuler +/+
suara tambahan : ronki basah halus nyaring (+/+), wheezing
(-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICSV 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra, tidak melebar,tidak kuat angkat
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
g. Abdomen
- Inspeksi : dinding abdomen datar
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi : supel, defense muscular (-), tidak ada nyeri tekan,
pembesaran organ (hepatosplenomegali) (-).
h. Ekstremitas
  Superior Inferior
Akral Dingin -/-   -/-
Akral Sianosis  -/-  -/-
Oedem  -/-  -/-
Capillary Refill Time <2" <2"

i. Genital : laki-laki, dbn


j. Anus : (+) dbn
- Tanda Dehidrasi

Keadaan Umum : Rewel


Mata : Normal
Keinginan minum : Normal
Turgor Kulit : turgor kembali cepat <2 detik,
Kesan: tidak ditemukan tanda dehidrasi

10
- Skoring TB
Scoring TB
Parameter Skor
Kontak TB 0
Uji Tuberkulin -
BB/Keadaan Gizi 0
Demam Idiopatik ≥ 2 minggu 0
Batuk kronik ≥ 3 minggu 0
Limfadenopati colli, axilla, inguinal: ≥ 1 cm, jumlah> 1, tidak 0
nyeri
Bengkak tulang/ sendi panggul, lutut, phalang 0
Foto thorax 1
TOTAL 1

Hasil scoring TB :<6


Kesan : TB (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan hematologi dan kimia klinik pada tanggal Pemeriksaan 19
Desember 2017.

Hematologi Nilai Nilai Normal


Klinik

Hb 13,2 11 – 15

Hematokrit 37,80 35 – 47

Jumlah leukosit 9.200 3.600 – 11.000

Jumlah trombosit 396.000 150.000 – 400.000

Kimia Klinik Nilai Nilai Normal

Natrium 136,0, 135 – 147

11
Kalium 4,30 3,50 – 5,0

Calsium 1.31 1,12 – 1,32

GDS 88 70-115

Pemeriksaan foto thoraks pada tanggal 19 Desember 2017

Pulmo: corakan bronkovaskular meningkat, tampak bercak, tampak


penebalan hilus.
Kesan:
Gambaran bronkopneumonia disertai limfadenopati hilus curiga TB
primer.

IV. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 10 bulan, BB 12,5 kg, TB 89,5 cm
datang ke IGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro dengan keluhan utama sesak
nafas, dan keluhan tambahan batuk pilek, demam serta merah pada mata
sebelah kanan. Batuk disertai pilek dan mata merah dirasakan sejak 1 minggu

12
SMRS, sudah pernah diobati oleh dokter puskesmas dan membaik, dan
keluhan kembali muncul, sejak 3 hari SMRS disertai adanya demam yang
naik turun dan sesak yang muncul sejak 2 hari SMRS. Untuk keluhan mata
merah, belum diberikan pengobatan apapun oleh dokter puskesmas. Keluhan
batuk pilek dirasakan terus menerus dan semakin memberat disertai suara
grok-grok. Batuk berdahak berwarna putih kental. Sekret pilek bening agak
sedikit kental. Demam muncul tiba-tiba dan naik turun, sedangkan juga sesak
muncul secara tiba-tiba, semakin memberat. Nafas cepat dan dangkal. Sesak
tidak berhubungan dengan aktivitas. dan tidak disertai adanya bengkak-
bengkak pada kedua tungkai serta kebiruan pada ujung-ujung jari maupun
sekitar mulut. Ibu pasien mengatakan bahwa keluhan sampai mengganggu
tidur anak. Ibu pasien mengaku anaknya masih mau makan dan minum.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan. Keluhan berkeringat di
malam hari disangkal. Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga maupun
orang di sekitar lingkungan pasien yang menderita penyakit batuk-batuk lama
ataupun sesak napas dan asma, maupun dengan keluhan yang sama. Riwayat
kejang disangkal. Riwayat perdarahan spontan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120 x/menit, RR 29 x/menit, dan
suhu 38,5°C (Axilla). Ditemukan adanya nafas cuping hidung dan retraksi
interksotal dan suprasternal. Sekret hidung (+) bening agak kental. Hiperemis
konjungtiva bulbi dextra (+). Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral
hangat (+), pada pemeriksaan auskultasi didapatkan ronki basah halus nyaring
pada kedua basal paru.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan hematologi dalam batas
normal, sedangkan pada pemriksaan foto thoraks ditemukan kesan Gambaran
bronkopneumonia disertai limfadenopati hilus curiga TB primer.

 Tanda dehidrasi (-)


 Skoring TB, hasil < 6
V. DIAGNOSA BANDING
A. Observasi Batuk

13
i. Bronkopneumonia
ii. TB Paru
iii. Bronkiolitis
B. Observasi Demam
i. Bronkopneumonia
ii. Tonsilofaringitis akut
iii. TB Paru
iv. Demam Dengue
v. Demam Tifoid
C. Observasi Takipneu
i. Bronkopneumonia
ii. Bronkiolitis
iii. Asma
D. Mata merah
i. Koonjungtivitis
ii. Perdarahan subkonjungtiva
iii. Corpal OD
iv. Trauma OD
E. Status Gizi
i. Gizi baik
ii. Gizi lebih
iii. Gizi buruk
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Bronkopneumonia
2. Diagnosis komorbid : Konjungtivitis okuli dextra
3. Diagnosis gizi : Gizi baik
4. Diagnosis social ekonomi : Cukup
5. Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
VII. INITIAL PLAN
Bronkopneumonia

Ip Dx: Subyektif: -

14
Obyektif : Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum.
Ip Tx:

Terapi :
- Infus 2A1/2N 5 tpm
- Injeksi
Inj. Ampisilin 150 mg/6 jam
Inj. Gentamisin 80 mg/24 jam
- Nebulasi
Cimbivent 1 respul
NaCl 0,9 % 2 cc
- PO:
Paracetamol 3 x 11/4 cth
Ambroxol 5 mg X
Salbutamol 1 mg 3 x1 pulv
Sacc laq. qs
- Gentamisin 2 x gtt I OD
Ip Mx:

• Kondisi Umum

• Tanda Vital (HR,RR,Suhu), tanda distress respirasi, jaga jalan nafas.

Ip Ex:

 Menjelaskan pada keluarga pasien agar menjauhkan pasien dari paparan asap
rokok dan debu.
 Motivasi keluarga pasien agar ventilasi udara di rumah baik, menjaga kebersihan
lingkungan dan individu.
 Menjelaskan pada keluarga pasien bahwa penyakit ini bisa dicegah dengan
melakukan imunisasi HiB (Haemophylus Influenzae) dan vaksin pneumokokal,
terutama bagi golongan resiko tinggi (orang usia lanjut, penderita penyakit
kronis).
 Minum obat secara teratur dan mengkonsumsi makan sehat dan bergizi.

15
VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsional : ad bonam.

TINJAUAN PUSTAKA
I. Bronkopneumonia
DEFINISI
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan suatu
keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi tunggal yang
universal. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan
penyakitnya. World Health Organzation (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya
berdasarkan penemuan klonis yang didapat berdasarkan pada pemeriksaan dan inspleksi

16
dan frekuensi pernapasan (Ikatan Dokter Indonesia, 2010).
KLASIFIKASI
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia interstitialis
Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten

ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan
yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Hasil penelitian  44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40%
diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak
bervariasi tergantung :
- Usia
- Status lingkungan
- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

17
- Status imunisasi
- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus, jamur,
bakteri S.pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua
kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory
Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3
tahun (Ikatan Dokter Indonesia, 2010)
Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan)
Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram
negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis  tersering, Sifilis
kongenital  pneumonia alba.
Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP
2. Usia > 2 – 12 bulan
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A  tidak sering tetapi fatal. Pneumonia
dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis
3. Usia 1 – 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus  tersering
Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal)
4. Usia sekolah dan remaja
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia
atipikal)terbanyak

PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi
bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

18
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun.
Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi
virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri
dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan
intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium
hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan
kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan
penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu).
Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat
dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui
batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara
spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan
perlekatan.

MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-
kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk yang
awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak, dengan sputum mukoid atau
purulen, kadang-kadang berdarah. Sesak nafas, tampak lelah, kesulitan makan atau
minum.

19
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkopneumoni ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea;
dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter
dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat
dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru

20
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit
dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000/mm 3 dengan
neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

21
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang
jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO 2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan khusus
- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung
- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis
Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

22
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).

23
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, O., Rahmanoe, M., 2014. Medula. Three Month Baby with
Bronchopneumonia, vol. 2, No. 3, Indonesia, 66 - 72.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, Indonesia. 250 - 256.

24
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak, 23 - 33.

World Healt Organixation, 2009. Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit,. 86-93.

25

Anda mungkin juga menyukai