Anda di halaman 1dari 10

FIMOSIS 2.1 Pengertian Menurut Ngastiyah (2005), fimosis adalah penyempitan pada prepusium.

Sedangkan menurut Purnomo (2000), fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik ke proksimal sampai ke korona glanis). Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.

Gambar 1. Fimosis

2.2

Epidemiologi Berdasarkan data epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau

anak-anak hingga mencapai usia 3 atau 4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16 tahun . Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glan penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium menjadi retraktil dan dapat

ditarik ke proksimal. Pad saat usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat diretraksi (Purnomo, 2011).

2.3

Etiologi Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan

tingkat higienitas alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), (Robbins, 2004) atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction). Pada fimosis kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya jaringan parut di prepusium yang biasanya muncul karena sebelumnya terdapat balanopostitis. Apapun penyebabnya, sebagian besar fimosis disertai tanda-tanda peradangan penis distal (Robbins, 2004). Sedangkan fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan prepusium menjadi melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke arah proximal. Apabila stenosis atau retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis, sirkulasi glans dapat terganggu hingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan nyeri distal penis atau biasa disebut parafimosis (Robbins, 2004).

2.2.1

Konginetal (fimosis fisiologis) Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya

merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat

lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dan 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

2.2.2

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, True Phimosis) Timbul kemudian setelah. Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene)

alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada timosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.

2.4

Tanda dan Gejala Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran

urine mengecil, menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopositis). Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya (Purnomo, 2011).

Adapun tanda dan gejala dari Fimosis, yaitu: 2.4.1 Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin

2.4.2 Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit. 2.4.3 Biasanya bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit. 2.4.4 Kulit penis tak bias ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan 2.4.5 Air seni keluar tidak lancer. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat diduga 2.4.6 Bisa juga disertai demam 2.4.7 Iritasi pada penis

2.5

Patofisiologi Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi

alamiah antara prepusium dengan glands penis. Antara usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Pemisahan pada kehamilan 7 minggu. Selama proses pemisahan, prepusium harus diretraksi agar menjaga hygiene sehari-hari. Smegma dihasilkan dari personal hygiene yang buruk sehingga dapat memberikan perkembangan inflamasi dan infeksi, serta telah mengimplikasikan penyebab kanker penis.

2.6 2.6.1

Komplikasi dan Prognosis Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium terkena infeksi sekunder akhirnya terbentuk jaringan parut yang kemudian

2.6.2 2.6.3

Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis

2.6.4 2.6.5

Pembengkakan atau radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal

2.6.6

Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis.

2.7 2.7.1

Pengobatan Penatalaksanaan Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada

penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium dapat retraksi spontan. (Purnomo, 2011). Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan penatalaksanaan non-operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid topikal yaitu betamethasone selama 4-6 minggu pada daerah glans penis. Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. (Purnomo, 2011). Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi dan balanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu yang disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda. Secara singkat teknik operasi sirkumsisi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Setelah penderita diberi narkose, penderita di letakkan dalam posisi supine. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan antiseptik kemudian dipersempit dengan linen steril. Preputium di bersihkan dengan cairan antiseptik pada sekitar glans penis. Preputium di klem pada 3 tempat. Prepusium di gunting pada sisi dorsal penis sampai batas corona glandis. Dibuat teugel pada ujung insisi. Teugel yang sama dikerjakan pada frenulum penis. Preputium kemudian di potong melingkar sejajar dengan korona glandis. Kemudian kulit dan mukosa dijahit dengan plain cut gut 4.0 atraumatik interupted. (Sjamsuhidajat, 2004) Sumber lain mengatakan demikian: 1. Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan, karena dapat menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sehingga akan terbentuk fimosis sekunder. 2. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3/4 kali, dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan. 3. Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi atau infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi, dimana pada fimosis disertai balanitis/postitis harus diberikan antibiotika terlebih dahulu.

2.7.2 1. 2.

Prinsip terapi dan manajemen keperawatan Perawatan Rutin Kebersihan penis Penis harus dibasuh secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan berbaring dengan popok basah untuk waktu yang lama.

3.

Phimosis dapat diterapi dengan membuat celah dorsal untuk mengurangi obstruksi terhadap aliran keluar.

4.

Sirkumsisi Pada pembedahan ini, kelebihan katup diangkat. Digunakan jahitan catgut untuk mempertemukan kulit dengan mukosa dan mengikat pembuluh darah.

5. 6.

Perawatan Pra Bedah Rutin Perawatan Pasca Bedah Pembedahan ini bukan tanpa komplikasi dan Observasi termasuk adanya

perdarahan. Pembalut diangkat jika basah dengan urin dan lap panggul berguna untuk membersihkan penis dan mendorong terjadinya penyembuhan. Popok perlu sering diganti. Komplikasi yang terjadi termasuk ulserasi meatus. Ini terjadi sebagai akibat amonia yang membakar epithelium glans. Untuk menimbulkan nyeri pada saat berkemih kadang-kadang adanya perkembangan perdarahan dan retensi urin. Ulserasi meatus dapat menimbulkan stenosis meatus. Hal ini dapat diterapi dengan meatotomi dan dilatasi. 7. Bimbingan bagi orang tua. Instruksi yang jelas harus diberikan pada orang tua jika bayi atau anak siap untuk pulang kerumah. Ini termasuk hygiene dari daerah dan pengenalan setiap komplikasi. Mereka juga harus diberikan pedoman untuk pencegahan dermatitis amonia dan jika hal ini terjadi bagaimana untuk mengobatinya.

2.8

Pencegahan Untuk mencegah dapat dilakukan dengan melebarkan lubang prepusium

dengan cara mendorong kebelakang kulit prepusium tersebut dan biasanya akan terjadi perlukaan, untuk menghindari infeksi luka tersebut diberikan salep

antibiotic. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter (pada orang barat sunat dilakukan pada saat bayi baru lahir, tindakan ini dilakukan untuk menjaga kebersihan atau mencegah infeksi karena adanya smegma). Adanya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka setiap memandikan bayi sebaiknya prepusium didorong kebelakang dan kemudian dibersihkan dengan kapas yang diolesi air matang atau hangat

2.9 Pemeriksaan Penunjang Pada klien dengan fimosis pemeriksaan yang perlu dilakukan sebagai penunjang dalam pengumpulan data adalah: 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. USG penis 3. Pemeriksaan kadar TSH

2.10 Penatalaksanaan Medis 1. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan. 2. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.

BAB 3. PATHWAY

Hipertermi Risiko infeksi Terjadi peningkatan suhu tubuh

Peningkatan produksi panas luka

Merangsang endotelium hipotalamus

Gangguan pola eliminasi

Nyeri Akut Ansietas

Pirogen eksogen dan pirogen endogen dikeluarkan

Stimulasi Eritrosit jaringan

aliran urin terganggu

kurang informasi kerusakan

prepusium menyempit

Pembedahan

Prepusium melekat pada gland penis

pemisahan 2 lapisan kulit tidak tejadi

infeksi prepusium

Kongenital

bakteri masuk

4.2 Diagnosa 4.2.1 Sebelum dilakukan sirkumsisi a. Nyeri berhubungan dengan akumulasi urin pada prepusium b. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan aliran urin terganggu c. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri e. Cemas berhubungan dengan kurang informasi 4.2.2 Setelah dilakukan sirkumsisi

a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan b. Risiko infeksi berhubungan dengan luka

Anda mungkin juga menyukai