Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO V
BLOK NEFROUROPOETIKA

Tutor : dr. Fajar Alam Sukma Raharja, Sp. OG, M. Kes


Disusun oleh
Ketua : Wafa 1813010038

Sekretaris : Husna Maulida 1813010002

Anggota : Nadhira Fatharani 1813010012

Falah Dinar Al Hamra 1813010016

Aura Nirwana 1813010023

Afifah Shofia P. A 1813010030

Muhammad Iqbal 1813010033

Syifa Ariella Arsita P. 1813010037

Chandra Monica 1813010041

Fakhri Baskoro Hani P. 1813010046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SARJANA DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Skenario
5 Blok 17 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran Program Studi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Fajar Alam Sukma Raharja, Sp.
OG, M. Kes selaku tutor serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan
tutorial ini. Kami menyadari laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari pembaca akan sangat kami harapkan guna perbaikan di masa
mendatang.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2


DAFTAR ISI ..........................................................................................................................3
SKENARIO 5
…......................................................................................................................4
BAB I KLARIFIKASI
ISTILAH ............................................................................................5
BAB II IDENTIFIKASI
MASALAH ......................................................................................6
BAB III CURAH
PENDAPAT ...............................................................................................7
BAB IV KERANGKA KONSEP ...........................................................................................9
BAB V TUJUAN
PEMBELAJARAN...................................................................................10
BAB VI BELAJAR
MANDIRI .............................................................................................11
BAB VII HASIL DISKUSI BELAJAR MANDIRI ..............................................................
12
PENUTUP.............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................21

3
SKENARIO 5

"AKU GAK MAU PIPIS....."

An. Atan , anak laki-laki usia 3,5 tahun data ng dibawa ibunya berobat ke Puskesmas
dengan keluhan tidak mau pipis. Anak tersebut mengatakan nyeri di ujung kemaluan jika
pipis, dan dirasakan berulang bila berkemih sejak 2 hari yang lalu. la juga mengeluh panas
badan dan nyeri pada kulit kemaluan sejak 1 hari yang lalu. Dari ana mnesa diperoleh
terdapat keluhan berupa ujung penis yang menggembung bila pipis yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, disertai pancaran kencing yang mengecil dan terdapat benjolan lunak di
ujung penis. Selama ini keluhan tersebut tidak diikuti rasa nyeri. Dari pemeriksaan fisik,
secara umum anak terlihat normal, aktif dan tidak didapatkan tanda-tanda gangguan
pertumbuhan. Pada pemeriksaan genitalia eksterna diperoleh kulit preputium yang berwarna
kemerahan, dengan ujung preputium yang sempit dan membengkak, bagian glans penis dan
meatus urethra eksternus (MUE) tidak bisa dinilai karena tertutup preputium. Dokter di
puskesmas kernudian menyarankan untuk dilakukan sirkumsisi terhadap anak tersebut.

4
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH

1. Genitalia eksterna
Merupakan organ reproduksi bagian luar yang dapat dilihat secara kasat mata,
genitalia eksterna pria terdiri dari penis, scrotum dan urethra (Chang, 2014).
2. Sirkumsisi
Khitan adalah operasi pengangkatan sebagian atau semua bagian dari kulup atau
preputium penis (AAP, 2012).
3. Preputium
Adalah jaringan tipis berwarna gelap yang berhubungan dengan tunica albuginea dan
berfungsi membungkus glans penis (Chang, 2014).
4. Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik actual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut (Meliala, 2004)

5
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apakah ada hubungan jenis kelamin, usia dengan keluhan pasien ?


2. Mengapa pasien mengeluhkan tidak mau pipis dan merasa sakit di ujung kemaluan
ketika BAK ?
3. Mengapa pada pemeriksaan fisik terdapat kulit preputium berwarna merah dan ujung
penis yang tampak menggembung ?
4. Apakah tindakan dokter dengan menyarankan dilakukan sirkumsisi sudah tepat ?
5. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien ?

6
BAB III
CURAH PENDAPAT

1. Apakah ada hubungan jenis kelamin, usia dengan keluhan pasien ?


a) Kondisi ini umum dialami oleh laki-laki. Untuk usia preputium tidak bias retraktil itu
alami pada umur dibawah 3 tahun tetapi jika diatas 3 tahun perlu diperiksakan ke
dokter karena patologis. Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun
mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang
masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan
hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5- 13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya
dapat ditarik ke belakang penis (Dewan, 2003).
b) Lebih sering pada anak tetapi tidak menutup kemungkinan untuk laki-laki yang tidak
sirkumsisi 8% kasus terjadi.

2. Mengapa pasien mengeluhkan tidak mau pipis dan merasa sakit di ujung kemaluan
ketika BAK ?
Pasien belum pernah sirkumsisi/khitan, sehingga masih ada kulup menempel di glans
penis. Jika kulup tidak dibersihkan dapat menjadi sumber infeksi. Pada skenario sudah ada
tanda infeksi seperti (nyeri, demam, kemerahan, bengkak). Sehingga kemungkinan
penebab pasien tidak mau pipis karena merasa sakit/nyeri saat BAK.
Sumber infeksi dapat karena kurang kebersihan, sehingga dapat terjadi penumpukan
smegma (kumpulan minyak, keringat, kotoran, dan sel kulit mati yang berbentuk seperti
krim berwarna putih, harus dibuang, karena dapat menyebabkan perlengketan preputium
dengan gland penis/dapat menyebabkan preuptium menututupi MEU)  terjadi
penumpukan bakteri (asal bakteri dari urin)  infeksi  lama-lama bisa menjadi
balanitis (Morris, 2017).

3. Mengapa pada pemeriksaan fisik terdapat kulit preputium berwarna merah dan
ujung penis yang tampak menggembung ?
a) Kulit preputium merah : kolonisasi bakteri  menimbulkan inflamasi  melepaskan
mediator inflamasi  warna kemerehan pada kulit.
b) Ujung penis menggembung : penyempitan di ujung preputium karena terjadi
perlengketan di glans penis yang tidak bisa ditarik kearah proksimal, sehingga dapat

7
terjadi gangguan aliran urin  urin akan terkumpul di ruang antara gland penis dan
preputium  tampak membengkak.

4. Apakah tindakan dokter dengan menyarankan dilakukan sirkumsisi sudah tepat ?


Tindakan sirkumsis sudah tepat, Sirkumsisi merupakan salah satu hal yang penting.
Pengertian sirkumsisi sendiri adalah membuang prepusium penis sehingga glans penis
menjadi terbuka. Tindakan ini merupakan tindakan bedah minor yang paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia, baik dikerjakan oleh dokter, paramedis, ataupun oleh dukun
sunat (Purnomo, 2003). Apabila tidak dilakukan sirkumsisi dapat menyebabkan
komplikasi: nekrosis/pembusukan jaringan kepala penis, amputasi kepala pensi akibat
pembusukan jaringan.
Hasil penelitian Pakpahan (2013) pada pria yang tidak disirkumsisi, smegma akan
menumpuk sehingga mengakibatkan tempat bersarangnya kuman. Hal ini juga sering
terjadi pada pria dengan fimosis, yaitu kondisi dimana kulup penis menjadi terlalu ketat
dan sulit untuk ditarik kembali. Dengan dilakukan sirkumsisi serta menjaga kebersihan
dari alat vital, dapat mengurangi resiko kanker penis, infeksi Human Papillomavirus atau
HPV dan penyakit fimosis.

5. Apa kemungkinan diagnosis pada pasien ?


a) Fimosis, suatu kondisi di mana preputium tidak dapat ditarik ke arah proksimal
sehingga glans penis sulit atau tidak dapat terlihat.
b) Parafimosis, kelainan pada penis yang menyebabkan kulup penis yang ditarik ke
belakang tidak bisa kembali ke posisi semula (McGregor, 2007).
c) Balanitis, suatu peradangan pada ujung penis karena tidak dijaganya kebersihan alat
reproduksi pria/penis.
d) Balanopositis, peradangan pada kelenjar penis dan preputium (Bunker, 2014).

8
BAB IV
KERANGKA KONSEP

An Atan, Laki-laki 3,5 tahun

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK


 Keluhan utama: tidak mau BAK  Status generalis: dalam batas
 RPS: nyeri di ujung kemaluan jika normal
BAK, nyeri berulang bila BAK sejak  Pemeriksaan genitalia externa:
2 hari yang lalu, demam dan nyeri di o Kulit preputium
kulit kemaluan sejak 1 hari yang lalu. kemerahan
 RPD: tidak diketahui o Ujung preputium
 RPK: tidak diketahui sempit dan bengkak
 RPSDE: tidak diketahui o Glans penis dan MUE
 Keluhan tambahan: ujung penis tidak dapat dinilai
menggembung bila BAK sejak 2
bulan yang lalu, pancaran melemah,
ada benjolan di ujung penis dan tidak
nyeri

DIAGNOSIS BANDING
 Fimosis
 Parafimosis
 Balanitis
 Balanopostitis

9
BAB V
LEARNING OBJECTIVE

1. Jelaskan All About Fimosis!


2. Jelaskan perbedaan diagnosis banding fimosis, balantis, dan parafimosis!
3. Bagaimana sikap sebagai dokter apabila mendapat pasien seperti kasus, tindakan awal
apa yang harus dilakukan?

10
BAB VI
BELAJAR MANDIRI

11
BAB VII
HASIL DISKUSI BELAJAR MANDIRI

1. Jelaskan all about dari fimosis !


a. Definisi
Fimosis Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (Preupitium) melekat pada
bagian kepala (Grans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni,
sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing.
Fimosisi adalah salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin pria, yang
dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (Preupitium) melekat
pada bagian kepala (Grans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni,
sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu
timbulnya infeksi pada penis (balantis). Jika keadaan ini di biarkan dimana muara
saluran kencing di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunnat,
tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis agar ujungnya
terbuka. (Dr.Sutisna Himawan, 1996)
b. Klasifikasi
 Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan
kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium
selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat
lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans
penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah
dari glans penis.
 Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul
kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin
yang buruk , peradangan kronik glans penis dan kulit preputium ( balanoposthitis
kronik atau balanitis xerotica obliterans (BXO) ), atau penarikan berlebihan kulit
preputium ( forceful retration ) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat ( fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
 Fimosis sikatrik merupakan suatu jenis fimosis yang sering ditemukan pada
masyarakat yang melakukan khitan pada bayi baru lahir. Fimosis jenis ini
merupakan komplikasi dari sirkumsisi dengan metode Guillotine atau Gomco,

12
dimana bekas luka berlebih dari prosedur sirkumsisi ini menjadi jaringan parut di
depan glans penis, yang menyebabkan meatus preputium yang stenosis dan
memiliki jaringan parut.

Phimosis, apapun penyebabnya, diklasifikasikan berdasarkan seberapa luas bagian


dari glans penis yang bisa terlihat, Atilla et al juga mengklasifikasikan fimosis
tergantung pada seberapa mudah kah preputium dapat di retraksi dan penampakan
dari preputium.
 Grade 0: Full retraction, prepuce is not tight behind glans, or easy retraction limited
only by congenital adhesions to the glans.
 Grade I: Fully retractable prepuce with stenotic ring in the shaft.
 Grade II: Partial retractability with partial exposure of the glans.
 Grade III: Partial retractability with exposure of the meatus only.
 Grade IV: No retractability

Meuli et al. mengklasifikasikan fimosis sesuai derajat keparahan :


 Grade I: preputium dapat diretraksi penuh dengan cincin stenotik pada shaft
 Grade II: retraksi parsial dengan glans tampak sebagian
 Grade III: retraksi parsial dan hanya terlihat meatus
 Grade IV: tidak dapat diretraksi

c. Etiologi
Etiologi Fisiologis :
 Adhesi alami antara preputium dan glans penis
 Preputial tip yang sempit

13
 Frenulum breve (frenulum pendek secara kongenital dengan berbagai derajat,
sehingga membatasi gerakan preputium terhadap glans)
 Sulitnya retraksi yang mungkin berhubungan dengan kelainan kongenital seperti
macroposthia, limfedema penis, microphallus, buried penis, atau webbed penis

Etiologi Patologis :
 Hygiene yang buruk
 Balanitis berulang (infeksi glans penis)
 Posthitis (inflammation preputium), atau keduanya
 Balanitisxerosisobliterans (BXO)
 Penggunaan kateterisasi berulang
 Infeksi
d. Epidemiologi
Data epidemiologi fimosis menunjukkan bahwa hampir semua bayi laki-laki
lahir dengan fimosis fisiologis tanpa perbedaan nyata terhadap ras tertentu. Insiden
fimosis fisiologis akan berkurang seiring pertambahan usia. Insiden fimosis patologis
jauh lebih kecil dibanding fimosis fisiologis.
Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang
sulkus glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak lakilaki dan kejadian
ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar
8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Di
antara laki-laki yang tidak disirkumsisi, insiden fimosis antara 8% hingga 23%.
Apabila tidak ditangani, fimosis sering menyebabkan komplikasi berupa infeksi
saluran kemih, parafimosis, dan balanitis berulang. Balanoposthitis adalah peradangan
yang sering terjadi pada 4-11% lakilaki yang tidak disirkumsisi.
e. Faktor resiko
 Usia. Seiring bertambahnya usia, laki-laki lebih rentan terkena fimosis karena
secara perlahan kulit preputium akan kehilangan elastisitasnya dan puncaknya
terjadi pada usia sekitar 3-4 tahun.
 Tingkat higienitas yang kurang pada daerah sekitar penis
 Penis yang belum dikhitan
 dInfeksi berulang seperti balanitis, postitis dan balanopostitis.

14
 Diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi fimosis karena adanya kadar
glukosa yang tinggi di urin bisa menginduksi bakteri untuk proliferasi
f. Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi
alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh
dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul
di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans penis.
Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi
alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul
didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan
sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada usia 3
tahun, 90 % prepusium sudah dapat diretraksi.
Tapi pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga
ujung preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi
miksi / berkemih. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang
mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada didalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah
proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada sebagian
anak, preputium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung preputium mengalami
penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi.
Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air
kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang
tidak dapat diduga. Kalau sampai terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang air
kecil dan dapat pula disertai demam. Ujung penis yang tampak menggelembung
disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung preputium karena terjadi
perlengketan dengan glans penis yang tidak dapat ditarik ke arah proksimal. Adanya
penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan aliran urin pada saat miksi. Urine
terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis, sehingga ujung penis tampak
menggelembung.
15
Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak
di ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam
sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis
yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
g. Manifestasi Klinis
 Bayi atau anak sukar berkemih
Hal ini terjadi karena lubang kencing / MUE (Meatus Urethra Eksterna) pasien
menjadi sangat kecil karena tertutup preputium yang menyempit, menggelembung
dan penuh debris / smegma. Bayi atau anak juga akan mengeluh nyeri saat
berkemih sehingga enggan untuk berkemih.
 Kulit preputium menggelembung seperti balon (Balooning Phenomenon)
Balooning terjadi karena proses miksi yang sangat susah, sehingga urin akan
menumpuk di ruang antara preputium dan glans penis.
 Kulit penis (preputium) tidak bisa ditarik kearah pangkal
Ini merupakan ciri utama dari fimosis. Dapat karena penumpukan debris / smegma,
atau preputium masih menempel pada glans penis.
 Penis mengejang pada saat buang air kecil
 Bayi atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak lancar
 Timbul infeksi
 Penumpukan urin, smegma di dalam preputium akan mengundang bakteri anaerob,
sehingga timbul infeksi. Fimosis kadang disertai dengan balanitis.ang bakteri
anaerob, sehingga timbul infeksi. Fimosis kadang disertai dengan balanitis.
h. Tatalaksana
Ketika seorang anak dibawa dengan riwayat ketidakmampuan retraksi preputium,
penting untuk mengkonfirmasi apakah itu phimosis fisiologis atau patologis.
Manajemen phimosis tergantung pada usia anak, jenis phimosis, derajat keparahan
phimosis, penyebab dan kondisi morbiditas yang terkait.
Ketika dipastikan bahwa phimosis pada anak tidak patologis, sangat penting untuk
meyakinkan orang tua bahwa kondisi tersebut normal pada anak dengan usia tertentu.
Mereka harus diajarkan bagaimana menjaga preputium dan mukosa preputium terjaga
kebersihan dan higienitasnya. Pencucian biasa dengan air hangat dan retraksi lembut
selama anak mandi dan buang air kecil akan membuat preputium lama-kelamaan akan
dapat diretraksi.

16
Terapi konservatif
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat berupa
sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan
komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat
miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan
sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi
komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang
sama, perlengketan dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular
jika terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma
penis tidak dianjurkan.
Kontraindikasi operasi adalah infeksi lokal akut dan anomali kongenital dari penis.
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali
sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang
masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun.
Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual jaringan yang edematous diikuti
dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang melewati glans penis. Jika
manuver ini gagal , perlu dilakukan insisi dorsal cincin konstriksi. Tergantung pada
temuan klinis lokal, sirkumsisi dapat segera dilakukan atau ditunda pada waktu yang
lain.

2. Jelaskan perbedaan diagnosis banding fimosis, balantis, dan parafimosis!

17
3. Bagaimana sikap sebagai dokter apabila mendapat pasien seperti kasus, tindakan
awal apa yang harus dilakukan?
a. Sikap Dokter
 Tenang
 Bersikap professional
 Memberikan penjelasan dengan jelas kepada orang tua pasien

b. Tindakan awal yang harus dilakukan


 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Setelah tegak diagnosis, dokter memberikan pilihan terapi kepada orangtua
pasien.

c. Terapi
 Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua dan dapat
berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal setelah usia dua tahun.
 Pada kasus dengan komplikasi,seperti infeksi saluran kemih berulang atau
balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa
memperhitungkan usia pasien.

18
 Tujuan sirkumsisi plastik adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium
saat retraksi komplit dengan mempertahankan kulit prepusium secara
kosmetik. Pada saat yang sama, perlengketan dibebaskan dan dilakukan
 Frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika terdapat frenulum breve.
 Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma penis tidak dianjurkan.

d. Kontra Indikasi
 Kontraindikasi operasi adalah infeksi lokal akut dan anomali kongenital dari
penis.
 Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%)
dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan
anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk
usia sekitar tiga tahun.
 Terapi parafimosis terdiri dari kompresi manual jaringan yang edematous
diikuti dengan usaha untuk menarik kulit prepusium yang tegang melewati
glans penis. Jika manuver ini gagal , perlu dilakukan insisi dorsal cincin
konstriksi. Tergantung pada temuan klinis lokal, sirkumsisi dapat segera
dilakukan atau ditunda pada waktu yang lain.

e. Rekomendasi
 Pada phimosis primer, terapi konservatif dengan salf atau krim kortikosteroid
 Merupakan terapi lini pertama dengan angka keberhasilan > 90%
 Pada phimosis primer, balanoposthitis berulang dan infeksi saluran kemih
berulang pada pasien dengan kelainan anatomi merupakan indikasi untuk
dilakukan tindakan.
 Phimosis sekunder merupakan indikasi mutlak untuk sirkumsisi
 Paraphimosis merupakan keadaan darurat dan terapi tidak boleh ditunda. Jika
reposisi manual gagal, dorsal incisi dari cincin penjerat diperlukan.
 Sirkumsisi rutin pada neonatus untuk pencegahan kanker penis tidak
diindikasikan (Hagarty, 2013).

19
PENUTUP

1. Kesimoulan
Pada skenario ini diceritakan datang anak laki-laki, An. Atan, usia 3,5
tahun yang diantar ibunya dengan keluhan tidak mau pipis. Dari anamnesa
didapatkan informasi jika sejak 2 bulan terakhir ketika pasien kencing,
didapatkan keluhan berupa ujung penis pasien terlihat menggembung,
pancaran air seni mengecil dan terdapat benjolan lunak di ujung penis.
Pada pemeriksaan fisik genitalia didapatkan kulit preputium berwarna
kemerahan, mulut preputium diameter sangat sempit dan sedikit bengkak,
bagian glans penis dan meatus urethra eksterna (MUE) tidak bisa dinilai
karena tertutup preputium. Dari keterangan tersebut, diagnosis pada pasien
mengalami fimosis
Fimosisi adalah salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin
pria, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit penis
(Preupitium) melekat pada bagian kepala (Grans) dan mengakibatkan
tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan
dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi pada
penis (balantis). Jika keadaan ini di biarkan dimana muara saluran kencing
di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunnat,
tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis agar
ujungnya terbuka
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada pilihan orang tua.
Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau
balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan
tanpa memperhitungkan usia pasien.

2. Saran
Pada tutorial skenario 5 blok 17 ini telah berjalan dengan baik. Akan
tetapi diharapkan untuk mahasiswa lebih aktif lagi dalam proses diskusi
dan lebih banyak membaca referensi terbaru yang bertujuan agar suasana
dari proses diskusi berjalan lebih baik lagi.

20
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics (AAP).(2012). Circumcision Policy Statement, Task


Force onCircumcision.Pediatrics.
Bunker C. 2014. Skin conditions of the male genitalia. Medicine: (United Kingdom).
Chang, William. 2014. Metodologi Penulisan Ilmiah. Jakarta: Erlangga
Checkley W. Buckley, G., Gilman, R. H., Assis, A. M., Guerrant, R. L., Morris, S. S., &
Black, R.E. 2008. Multi-Country Analysis of The Effects of Diarrhoea on Childhood
Stunting. International Journal of Epidemiology. 37: 816–830
Hagarty. Paul. K. Penile Cancer: Diagnosis and treatment Current Clinical Urology.
Epidemiology and Risk Factors of Penile Cancer . Springers Science and Business
Media. New York: 2013. 3
McGregor TB, Pike JG, Leonard MP. Pathologic and Physiologic Phimosis. Can Fam
Phys. 2007(53)445-448.
Meliala, L. 2004. Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan Yang
Akan Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
Pakpahan. 2013. Anatomi tubuh. Jakarta: Binaraga.
Pringgoutomo, Sudarto. Sutisna Himawan dan Achmad Tjarta. 2002. Buku Ajar Patologi I
(Umum) edisi ke-1. Jakarta: Sagung Seto
Purnomo, B, 2003. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.

21

Anda mungkin juga menyukai