Anda di halaman 1dari 43

SPENYAKIT KEGANASAN REPRODUKSI : CA

ENDOMETRIUM

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
1. Alfandi (21119047)
2. Aurellia Zafirah Abeer Jacinda (21119050)
3. Putri Juliantri (21119075)
4. Tri Agung Saputra (21119087)
5. Sri Utami (21119085)

DOSEN : Dewi Pujiana, S.kep., Ns., M.Bmd


KELAS : PSIK 4B
MATA KULIAH : MATERNITAS II

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG (IKesTMP)
TAHUN 2021

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini kami buat untuk memenuhi tugas dari dosen MATERNITA II Makalah ini
membahas tentang “PENYAKIT KEGANASAN REPRODUKSI : CA
ENDOMETRIUM” Semoga dengan makalah yang kami susun ini, kita sebagai
mahasiswa dapat menambah dan memperluas pengetahuan.
Kami mengetahui makalah ang kami susun ini masih sangat jauh dari
sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk dapat
membangun kami dari yang salah menjadi benar.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat berguna dan bermanfat bagii kita,
akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Palembang, 10 maret 2021

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 3
A. Latar Belakang ................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Masalah ............................................................................... 4
D. Manfaat............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 5
A. Emdometrium .................................................................................. 5
B. Neoplasma Endometrium ............................................................... 9
C. Carcinoma Endometrium ................................................................ 10
D. Klasifikasi Morfologi ...................................................................... 11
E. Mucinous Carcinoma ....................................................................... 11
F. Papillar Serous Carvinoma .............................................................. 12
G. Clear Cell Carcinoma ...................................................................... 13
H. squamous carcinoma ....................................................................... 13
I. Klasifikasi stadium klinik ................................................................. 13
J. Klasifikasi stadium perbedaan .......................................................... 14
K. klasifikasi UICC .............................................................................. 15
L. Makroskopik ................................................................................... 15
M. Etiologi ........................................................................................... 20
N.panognesis ........................................................................................ 20
O. Faktor risiko .................................................................................... 24
P. terapi ................................................................................................ 31
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 41
A. Kesimpulan ..................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka


kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2005,
diperkirakan di Amerika terdapat sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100
kematian terjadi karena kanker endometrium.

Kanker endometrium paling sering terdiagnosis pada usia pasca menopause,


dimana 75% kasus terjadi pada wanita usia pasca menopause. Meskipun
demikian sekitar 20% kasus terdiagnosis pada saat premenopause. Secara
epidemiologi terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kanker
endometrium yaitu hormon replacement theraphy, terapi Tamoxifen, obesitas,
wanita pasca menopause, nullipara atau dengan paritas rendah, dan keadaan
anovulasi. Hal-hal tersebut berkaitan dengan keadaan upopposed estrogen yang
meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Kanker endometrium
stadium awal memiliki prognosis yang cukup baik. Kanker endometrium
terdiagnosis saat masih terlokalisir memiliki survival rate 5 tahunnya mencapai
96%, dan menurun sampai ke 44% pada stadium lanjut.

Dengan pengetahuan yang baik tentang perdarahan pervaginam pasca


menopause di dunia Barat, sebagian besar kasus ini, sekitar 77% terdiagnosis
pada stadium dini. Teknik skrining yang dapat digunakan adalah skrining non-
invasif, seperti USG dan teknik invasif seperti pemeriksaan D&C dan biopsi
endometrium yang merupakan tehnik yang digunakan untuk mengevaluasi
jaringan endometrium dan menjadi bakuan dalam menilai status endometrium.
Biopsi endometrium mempunyai sensitifitas yang baik dengan negatif palsu yang
rendah dan sebagian besar disebabkan karena kesalahan dalam pengambilan.
Namun demikian penentuan stadium karsinoma endometrium yang akurat adalah
melalui prosedur pembedahan.

3
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Kanker Endometirum ?

2. Apa yang dimaksud Neoplasma Endometrium ?

3. Apa factor penyebab terjadina Carcinoma Endometrium ?

4. Bagaimana hubungan antara Tumor Endometrium dan Tumor Ovarium ?

5. Bagaimana hubungan Estrogen dengan Kejadian Adenocarsinoma


Endometrium ?

6. Bagaima hubungan Hperplasia Endometri dan Adenocarcinoma?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian Kanker Endometrium

2. Mengetahui pengertian Neoplasma Endometrium

3. Mengetahui apa factor penyebab dari Carcinoma Endometrium

4. Mengetahui apa saja berhubungan antara Tumor Endometrium dan


Tumor ovarium

5. Mengetahui apa hubungan Estrogen dengan Adenocarsinoma


Endometrium

6. Mengetahui apa hubungan Hperplasia Endometri da Aden carsinoma

D. MANFAAT
Agar pembaca dapat memahami apa pengertian, penyebab serta factor
penyebab dari Kanker Endometrium.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Endometrium
Korpus uteri dibagi atas tiga bagian yaitu endometrium, myometrium, dan
perimetrium. Perimetrium ke arah lateral melanjut sebagai ligamentum, ke
anterior melanjut ke vesica urinaria, dan ke posterior melanjut ke rectum.
Endometrium merupakan bagian dari korpus uteri yang membatasi cavum
uteri dengan myometrium. Endometrium ini mempunyai tiga fungsi penting, yaitu
sebagai:
 Tempat nidasi
 Tempat terjadinya proses haid
 Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks.
Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium
mengalami berbagai perubahan siklik yang berkaitan dengan aktivitas ovarium.
Endometrium terdiri dari dua lapisan , yaitu lapisan basal dan lapisan fungsional.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron, endometrium akan
dimatangkan dan kemudian akan terlepas secara teratur setiap bulannya sebagai
menstruasi. Perubahan kandungan salah satu hormon tersebut di dalam darah akan
memberikan perubahan pada endometrium. Dikatakan endometrium sangat
sensitif terhadap perubahan kadar estrogen ataupun progesteron. Hal ini yang
menyebabkan endometrium dapat digunakan untuk menilai kualitas kandungan
kadar kedua hormon tersebut, secara tidak langsung.
Penilaian kadar estrogen dan atau progesteron dilakukan dengan memeriksa
struktur histologik endometrium. Penilaian tersebut dilakukan pada kasus-kasus
infertil dalam upaya menemukan salah satu penyebab kemandulan. Untuk
penilaiannya maka kerokan endometrium dilakukan beberapa jam sebelum
menstruasi. Di samping menetapkan waktu tersebut cukup sulit serta untuk
menghindari kerokan pada telur yang telah nidasi, maka kerokan dilakukan
beberapa jam pada hari pertama menstruasi. Apabila kadar progesteron cukup,
maka pada waktu itu diharapkan endometrium dalam fase sekresi akhir yang
lengkap, sesuai dengan hari ke-14 setelah ovulasi. Perlu diingat bahwa patokan

5
siklus menstruasi adalah 28 hari. Apabila struktur histologik endometrium tidak
sesuai dengan yang diharapkan, misalnya menunjukkan fase sekresi pertengahan,
maka dikatakan bahwa penderita mempunyai kadar progesteron yang kurang.
Makin jauh kenyataan gambaran histologiknya dibandingkan gambaran yang
diharapkan, maka makin sulit kemungkinan hamilnya.
Secara umum struktur histologik endometrium dibagi atas fase proliferatif
(permulaan, pertengahan, dan akhir), ovulasi yang kemudian langsung masuk ke
fase sekresi (permulaan, pertengahan, dan akhir), dan diakhiri dengan fase
menstruasi. Jarak waktu yang dipakai sebagai pegangan untuk penilaian ini ialah
28 hari antara dua menstruasi. Begitu pelepasan endometrium berhenti pada akhir
menstruasi dan sebelum proliferasi terjadi maka terjadi proses regenerasi.
Penilaian fase endometrium didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu:
1. Banyaknya mitosis sel epitel kelenjar
2. Banyaknya susunan semu berlapis sel epitel kelenjar
3. Banyaknya vakuolisasi basalis epitel kelenjar
4. Banyaknya sekresi kelenjar
5. Kesembaban stroma endometrium
6. Terjadinya reaksi pseudo atau pre-desidua stroma endometrium
7. Banyaknya mitosis sel stroma endometrium
8. Banyak sebukan lekosit dalam stroma endometrium.

6
Perubahan-perubahan endometrium setiap kriteria tersebut, berkaitan dengan
fase-fase endometrium dapat dilihat pada grafik.

Gambar 2.1 Struktur Lapisan Endometrium

 Fase Haid atau Deskuamasi Endometrium


Pada fase ini endometrium dilepaskan dari uterus yang disertai dengan
perdarahan. Lapisan basalis tetap utuh. Fase ini berlangsung 3-4 hari.

 Fase Pascahaid atau Fase Regenerasi Endometrium


Pada fase ini endometrium yang terlepas tadi berangsur-angsur sembuh dan
dilapisi kempali oleh selaput lendir yang baru. Fase ini telah dimulai sejak fase
haid dan berlangsung sekitar 4 hari.

 Fase Proliferatif atau Fase Antarhaid


Fase ini dimulai dari hari ke-5 hingga hari ke-14 siklus haid. Dalam fase ini
endometrium tumbuh menjadi setebal kurang lebih 3,5 mm. Pada fase yang awal
(hari ke-4 sampai hari ke-7), endometrium tipis, terutama terdiri atas bagian
basalis yang masih baru. Kelenjar sedikit, kecil, tubulus, terletak dalam stroma

7
yang padat. Pengaruh estrogen mulai tampak pada fase pertengahan (sampai hari
ke-10). Endometrium tampak menebal karena stroma yang edema. Kelenjar mulai
tumbuh berkelok-kelok, berepitel torak selapis dengan bagian yang mulai berlapis.
Pada fase akhir proliferatif stroma mulai berkurang edemanya, sedang kelenjar
terus tumbuh, sehingga bentuknya lebih berkelok-kelok. Karena tebal
endometrium terbatas dan kelenjar tumbuh terus, maka sel epitel menjadi seperti
bertumpuk-tumpuk di mana setiap sel masih melekat pada membran basal
(pseudostratified).

 Fase Sekresi atau Fase Prahaid


Adanya ovulasi baru bisa dilihat pada endometrium setelah 36 jam dari saat
ovulasi terjadi, kira-kira hari kedua setelah ovulasi. Terlihat vakuolisasi basalis
pada epitel kelenjar. Di samping itu bentuk kelenjar lebih berkelok-kelok. Mitosis
mulai bisa ditemukan pada beberapa sel. Pada hari kelima setelah ovulasi, inti sel
epitel kelenjar akan turun, sampai ke bagian bawah sel. Pada waktu ini sekresi
dimulai, sehingga lumen menjadi membesar.
Pada fase pertengahan, stroma mulai edema lagi, mencapai kondisi
maksimum pada hari kedelapan. Sehari kemudian arteriol menjadi lebih nyata.
Dari fase proliferatif sampai sekresi akhir, pembuluh darah tumbuh menjadi 3 kali
besarnya dan 5 kali panjangnya. Dengan lebih nyatanya arteriol, maka sel stroma
disekelilingnya berubah menjadi lebih besar. Pada hari kesepuluh sel tersebut
menjadi sel pseudodesidua, di antaranya mulai terlihat sebukan sel radang.
Pseudodesidua bertambah banyak ditemukan pada hari berikutnya. Sedang
kelenjar mulai kolaps. Kondisi ini berlanjut sampai menstruasi terjadi pada hari
ke-14 setelah menstruasi3.
Struktur histologik fase-fase di atas kadang-kadang tidak seluruhnya
ditemukan dalam seluruh endometrium. Pada keadaan ini maka penentuan hari
dari fase endometrium diambil berdasarkan struktur kelenjar yang paling lanjut
atau matang.
Hampir semua kelainan hormon estrogen atau progesteron, serta penyakit
pada endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan. Secara klinik, perdarahan
tersebut sering tidak jelas sebabnya. Untuk menegakkan diagnosis, klinikus perlu

8
melakukan kerokan endometrium yang kemudian penentuan diagnosis dilakukan
secara pemeriksaan histopatologik. Dengan materi kerokan yang cukup, maka
diagnosis perdarahan dapat ditegakkan. Untuk mengevaluasi perubahan
endometrium perlu dilakukan kerokan. Berbagai penyebab perdarahan dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu perdarahan karena penyakit sistemik,
kelainan fungsional, kelainan lokal. Dua kelainan terakhir, biasanya dapat
ditegakkan diagnosisnya dengan pemeriksaan histopatologik kerokan
endometrium. Kelainan fungsional yang berkaitan dengan perubahan hormonal,
banyak ditemukan.
Kelainan fungsional misalnya: disfungsi ovarium, tumor ovarium yang
memproduksi hormon, dan pemberian hormon dari luar (pil KB). Kelainan lokal
misalnya pada endometrium: radang, abortus, polip, tumor, dan benda dalam
cavum uteri (IUD). Pada miometrium: myoma, radang, dan adenomiosis.

B. Neoplasma Endometrium
 Neoplasma Jinak
Neoplasma jinak endometrium yang sering ditemukan ialah polip
endometrium. Sedangkan yang berasal dari pembuluh darahnya jarang ditemukan.
Bentuk polip sendiri dapat pula ditemukan pada hyperplasia glandularis
endometrii ataupun adenocarsinoma endometrium.
Keluhan biasanya adalah perdarahan melalui vagina, sehingga kadang-
kadang klinikus mendiagnosis sebagai perdarahan disfungsi. Tumor dapat tunggal
atau multiple bertonjol-tonjol mengisi cavum uteri. Lokasi biasanya dekat fundus
dan kornu uterus.

Mikroskopik
Memberi gambaran sebagai pertumbuhan polipoid mukosa endometrium
dengan stroma oedema, pembuluh darah bertambah dan melebar. Kelenjar
endometrium sebagian tampak melebar dengan epitel yang hiperplastik.

9
Hiperplasia endometrium
 Tanpa atipia – 1% menjadi Ca, 80% regresi spontan
 Dengan atipia
 Simpleks – 8% menjadi Ca
 Kompleks – 29% menjadi Ca
 Ca in situ – “borderline diagnosis”, kontroversial
Saran: histerektomi
Pemberian progestin: 50-94% relaps

 Neoplasma Ganas
Tumor ganas endometrium, pada dekade terakhir ini menunjukkan kenaikan
insidensinya, terutama di negara-negara yang telah mencapai kemajuan.
Peningkatan program penanggulangan kanker serviks uteri (misalnya program pap
smear), disertai makin tingginya umur harapan hidup, maka kanker serviks akan
mengurang jumlahnya dan kanker endometrium akan naik. Perbandingan age
standardized cancer incidence rate (kanker serviks uteri dibanding endometrium)
ialah 8,2:1. Umur yang ditemukan sebagian besar setelah umur 45 tahun.
Adenokarsinoma merupakan tumor ganas yang paling banyak ditemukan diantara
berbagai jenis tumor ganas endometrium3.

C. Carcinoma Endometrium
Ditemukan paling banyak pada wanita berusia di atas 45 tahun. Keluhan
biasanya berupa perdarahan yang tidak teratur baik meno maupun metroragi, atau
kadang-kadang perdarahan pada waktu menopause.
Salah satu faktor yang memegang peran terjadinya proses ganas ini ialah
stimuli estrogen yang berlebihan untuk jangka waktu yang lama4,5.

 Nama Lain
Carcinoma corpus uteri, Adenocarcinoma endometrium, Adenocarcinoma corpus
uteri.

10
 Definisi
Keganasan sel-sel epithelial pada korpus uteri (terutama bagian
endometrium), satu di antara kanker ginekologi yang paling sering, terutama
menyerang wanita pascamenopause; gejala yang sering terjadi adalah perdarahan
per vaginam abnormal. Karsinoma ini terdiri dari berbagai tipe keganasan dari
yang menginvasi lokal sampai yang bermetastasis.

D. Klasifikasi Morfologi
 Endometrioid adenocarcinoma
o Usual type
o Variant
 Villoglandular or papillary
 Secretory
 With squamous differentiation
 Mucinous carcinoma
 Papillary serous carcinoma
 Clear cell carcinoma
 Squamous carcinoma
 Undifferentiated carcinoma
 Mixed carcinoma

E. Mucinous Carcinoma
Sekitar 5% carcinoma endometrium memiliki gambaran mucinous yang
predominan di mana lebih dari setengah tumor terdiri dari sel dengan mucin
intrasitoplasmik. Kebanyakan tumor memiliki arsitektur glandular yang
berdiferensiasi baik; karakteristiknya mirip dengan dengan common endometrioid
carcinoma dan prognosisnya baik. Hal ini penting untuk membedakan mucinous
carcinoma dari endometrium dengan endocervical adenocarcinoma.
Gambaran carcinoma endometrium primer terdiri dari jaringan endometrium
normal, adanya foamy endometrial stromal cell, adanya metaplasia squamosa,
atau adanya typical endometrioid carcinoma area. Hasil positif pewarnaan

11
perinuclear immunohistochemical dengan vimentin menandakan tumor berasal
dari endometrium.

F. Papillary Serous Carcinoma


Sekitar 3%-4% carcinoma endometrium merupakan carcinoma ovarium
serosa dan carcinoma tuba fallopii serosa. Kebanyakan tumor ini terdiri dari
fibrovascular stalks lined yang tersusun dari sel atipikal tingkat tinggi dengan
susunan bertingkat. Psammoma bodies sering ditemukan. Uterine papillary serous
carcinoma (UPSC) secara keseluruhan disadari sebagai high-grade lesion.
Biasanya gambaran histologiknya campuran, tetapi tumor campur memiliki
tingkat agresivitas setara dengan carcinoma serosa murni.
Carcinoma serosa sering berhubungan dengan invasi lymph-vascular space
dan invasi myometrium profunda. Bahkan saat tampak tumor pada endometrium
atau polyp endometrium tanpa invasi myometrium atau invasi vaskular, tumor
dapat menjadi lebih agresif daripada endometrioid carcinoma dan memiliki
kecenderungan untuk menyebar ke intraabdominal, seperti pada carcinoma
ovarium. Pasien dengan tumor stadium I, lebih dari setengahnya didapatkan
terkena invasi myometrium profunda, tiga perempatnya menunjukkan manifestasi
lymph-vascular space invasion (LVSI), dan sekitar setengahnya memiliki
penyakit ekstrauterina yang terdeteksi pada saat pembedahan.
Deskripsi awal dari UPSC pada tahun 1982, dituliskan bahwa hal ini
biasanya terjadi pada orang yang sudah lanjut usia, wanita hipoestrogenik yang
disertai dengan penyakit tingkat lanjut/kronis dan terhitung setengah dari
kematian dari carcinoma endometrium. Sejak itu, beberapa laporan telah
mendokumentasikan adanya keadaan yang agresif dengan prognosis yang buruk
dari UPSC. Bahkan saat penyakit masih berupa endometrioid polyp tanpa adanya
bukti penyebaran, rekurensi terjadi pada lebih dari setengah penderita. Adanya
metastasis ke nodus limfatikus, hasil positif sitologi peritoneal, dan tumor
intraperitoneal tidak berhubungan dengan peningkatan invasi myometrium.

12
G. Clear Cell Carcinoma
Jenis clear cell carcinoma terhitung <5% dari seluruh carcinoma
endometrium. Clear cell carcinoma biasanya memiliki gambaran histologik
campuran, meliputi gambaran papiler, tubulokistik, glandular, dan tipe solid. Sel
memiliki inti atipikal dan sitoplasma yang jernih atau eosinofilik.
Clear cell carcinoma terjadi pada wanita dengan usia lanjut dan merupakan
jenis carcinoma endometrium yang sangat agresif; prognosisnya sama atau lebih
buruk daripada papillary serous carcinoma. Invasi myometrium dan LVSI penting
sebagai indicator untuk menentukan prognosis.

H. Squamous Carcinoma
Squamous carcinoma pada endometrium jarang terjadi. Beberapa tumor
merupakan tumor sejati, tetapi kebanyakan memiliki beberapa kelenjar. Squamous
carcinoma sering disertai dengan cervical stenosis, inflamasi kronik, dan pyometra
saat didiagnosis. Tumor ini memiliki diagnosis yang buruk dengan perkiraan 36%
survival rate pada pasien dengan stadium I.

I. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Klinik

Tabel 2.1 Stadium klinik karsinoma endometrium (FIGO 1971)7


Stadium Keterangan
Stadium 0 Karsinoma insitu
Stadium I Karsinoma terbatas pada korpus
Stadium IA Panjang kavum uteri <8 cm
Stadium IB Panjang kavum uteri > 8 cm
Stadium II Karsinoma mengenai korpus dan servik
Stadium III Karsinoma meluas keluar uterus tetapi
belum keluar dari panggul kecil
Stadium IV Karsinoma meluas keluar dari panggul
kecil atau sudah mengenai mukosa
kandung kemih atau rektum

Stadium IVA Proses sudah mengenai


mucosa rectum atau mucosa vesica urinaria
Stadium IVB Proses sudah metastase jauh.

13
J. Klasifikasi Berdasarkan Stadium Pembedahan

Tabel 2.2 Stadium pembedahan karsinoma endometrium (FIGO 1988)

Stadium Keterangan
Stadium IA Tumor terbatas pada endometrium
Stadium IB Invasi kurang dari ½ bagian miometrium
Stadium IC Invasi lebih dari ½ bagian miometrium
Stadium IIA Tumor hanya menginvasi kelenjar
endoserviks
Sadium IIB Tumor menginvasi stroma serviks
Stadium IIIA Tumor menginvasi lapisan serosa dan atau
ke adneksa dan atau ditemukannya sel
ganas pada bilasan peritoneum
Stadium IIIB Tumor menginvasi ke vagina
Stadium IIIC Tumor bermetastasis pada kelenjar getah
bening pelvik dan atau paraaorta
Stadium IVA Tumor menginvasi mukosa vesika urinaria
dan atau rektum
Stadium IVB Tumor dengan metastasis jauh
G1 Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau
nonmorular padat 5% atau kurang,
diferensiasi baik
G2 Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau
nonmorular padat 6%-50%, diferensiasi
sedang
G3 Gambaran pertumbuhan nonskuamosa atau
nonmorular padat lebih dari 50%,
diferensiasi buruk

Penemuan atipia inti, terlepas dari pola pertumbuhan sarang-sarang sel,


menaikkan grade 1 poin.

14
K. Klasifikasi UICC

Tabel 2.3 Klasifikasi UICC (Union Internationale Contra le Cancer)


UICC Kriteria FIGO
T-1 Karsinoma masih terbatas di korpus. I
T-2 Karsinoma telah meluas sampai di serviks, tapi II
belum sampai keluar uterus.
T-3 Karsinoma telah keluar dari uterus, termasuk III
penyebarannya ke vagina, namun masih tetap
berada dalam panggul kecil.
T-4 Karsinoma telah melibatkan mukosa rectum atau IV
kandung kemih, dan atau telah meluas sampai di
luar panggul kecil.

L. Makroskopik
Dikenal dua bentuk yaitu:
a. Difus/ merata: pada bentuk ini seluruh atau hampir seluruh permukaan
endometrium terkena. Endometrium menebal, bentuk menyerupai polyp,
berbenjol-benjol, dengan bagian nekrosis dan ulseratif. Cavum uteri terisi
oleh massa tumor, sehingga uterus membesar, tidak simetris. Pada
pertumbuhan lanjut, terjadi penembusan ke dalam miometrium sampai ke
peritoneum dan akan memberikan tonjolan-tonjolan sampai di permukaan
uterus;
b. Polipoid/terbatas: tumor mengenai sebagian kecil dari endometrium dan
terbatas, yang sering berbentuk polip. Tumor kadang-kadang sangat kecil
tetapi sudah diikuti penembusan ke dalam miometrium. Karena lokasi
yang terbatas, maka pada waktu dilakukan kuretase, semua massa tumor
terambil. Akibatnya apabila dilakukan pemeriksaan hasil histerektomi,
maka tidak ditemukan lagi struktur tumor ganasnya. Dibanding dengan
bentuk difus, maka jenis terbatas mempunyai prognosis yang lebih baik.

15
Gambar 2.2 Uterus dengan Tumor Endometrium

 Mikroskopik
 Arsitektur
o Jumlah kelenjar bertambah
o Bentuk atypis
o Disertai hyperplasia adenomatous
o Pembentukan papil-papil.
 Perubahan tiap sel
o Tidak matang
o Dediferensiasi
o Hyperchromasi
o Aktivitas mitosis
Pada adenokarsinoma berdiferensiasi baik, struktur kelenjar terlihat masih
dalam kondisi yang baik, berisi sedikit mucus. Sel epitel tersusun berlapis semu
atau berlapis-lapis disertai pertumbuhan papiliferum ke dalam lumen kelenjar. Inti
besar, pleiomorfik, dengan beberapa nucleoli, hiperkromatik, sitoplasma
berkurang. Pada beberapa tempat kelenjar tersusun sangat berdekatan tanpa
stroma di antaranya, yang sering diikuti membran basalis yang tidak utuh lagi.
Pada yang berdiferensiasi jelek, terlihat sel tumor bentuk bulat lonjong tersusun
padat. Di beberapa tempat membentuk struktur kelenjar yang imatur sebagai
bentuk rosette.

16
Pada yang berdiferensiasi moderat kedua macam bentuk kelenjar tersebut di
atas dapat ditemukan dalam satu sediaan. Bila metaplasia ditemukan pada
sebagian epitel kelenjar, maka disebut sebagai adenoakantoma. Adenokarsinoma
berdiferensiasi baik mempunyai prognosis lebih baik dibanding berdiferensiasi
jelek (imatur).
Adenokarsinoma in situ masih merupakan perdebatan. Sangat sulit untuk
membedakannya dengan hyperplasia endometrium atipik10,11,12.

Gambar 2.3 Endometrial Adenocarcinoma

Gambar 2.4 Endometrial Adenocarcinoma

Gambar 2.5 Endometrial Adenocarcinoma

17
Gambar 2.6 Histopatologi SCC

18
Gambar 2.7 Metastase ke Pancreas

19
M. Etiologi
Penyebab carcinoma endometrium belum diketahui secara pasti namun
umumnya disebabkan oleh perangsangan estrogen pada endometrium tanpa
halangan periodik dari progesteron.
 Hiperestrogenisme: DM, HT, SOPK, obesitas, estrogen eksogen
 Tamoxifen: anti estrogen, tapi memiliki efek estrogenik
 Risiko meningkat bila didapatkan keganasan ovarium/kolon/mammae
pada RPK

N. Patogenesis
Estrogen yang berlebihan diasosiasikan dengan faktor risiko yang
berhubungan dengan carcinoma endometrium. Estrogen yang berlebihan
menyebabkan stimulasi yang terus-menerus pada endometrium, yang dapat
menyebabkan hyperplasia endometrium. Wanita dengan hyperplasia tetapi tanpa
penemuan sitologik atipikal digolongkan menjadi hyperplasia simple atau
kompleks pada basis arsitektur selular yang memiliki risiko yang rendah terkena
carcinoma uterus.
Obesitas merupakan salah satu dari risiko terkena carcinoma endometrium.
Perkembangan kanker pada wanita obese dipercaya dimediasi oleh estrogen
endogen, melalui konversi androstenedione menjadi estrogen oleh enzim
aromatase pada jaringan lemak. Menarche awal dan menopause terlambat,
keduanya merupakan faktor risiko carcinoma endometrium, terutama sejak
memanjangnya paparan estrogen pada endometrium.
Dua puluh persen wanita dengan kanker endometrium adalah premenopause,
lima persennya kurang dari 40 tahun. Kebanyakan wanita muda dengan carcinoma
endometrial adalah obese atau memiliki kadar estrogen endogen yang tinggi
karena mereka mengalami anovulasi kronik, seperti polycystic ovarian syndrome.
Adapun kadar serum estrogen dan progesteron meningkat menjelang kehamilan,
progesteron adalah hormon pada kehamilan yang predominan. Kehamilan
melindungi dari carcinoma endometrium dengan menginterupsi stimulasi
endometrium berlanjut oleh estrogen. Nulliparitas merupakan faktor risiko
carcinoma endometrium.

20
Tamoxifen adalah antiestrogen sintetik (estrogen antagonis) yang digunakan
pada terapi carcinoma mammae. Di samping itu, tamoxifen juga memiliki efek
estrogenik (agonis) pada endometrium dan meningkatkan risiko carcinoma
endometrium.

Gambar 2.8 Patogenesis Ca Endometrium I

21
Gambar 2.9 Patogenesis Ca Endometrium II

22
Hubungan Estrogen dengan Kejadian Adenocarsinoma Endometrium

Sebelum menopause Setelah menopause


Persisten adenokarsinoma feminizing tumor ovarium
Anovulasi hiperplasi stroma ovarium
Produksi kel. Adrenal
Sindroma Stein karsinoma penyimpanan dalam jaringan lemak
Leventhal in situ kerusakan hati
Perubahan ova terapi estrogen
rium lainnya hyperplasia
Terapi estrogen adenomat

Hyperplasia gld. Hyperplasia adenomat adenokar


Kistik sinoma
Regresi tetap ca insitu

Folikel kembali regresif


Persisten normal hyperplasia

Gambar 2.10 Hubungan Estrogen dengan Kejadian Adenocarcinoma Endometrium

Hubungan hyperplasia endometrii dan adenocarcinoma


Hubungan yang jelas antara myoma, adenomyosis dan terjadinya carcinoma
corpus tidak ada walaupun masing-masing terjadinya dipengaruhi oleh estrogen.
Demikian pula hyperplasia endometrium pada masa reproduksi, tidak ada
hubungan dengan terjadinya adenocarcinoma corpus uteri. Tetapi hyperplasia
yang terjadi pada waktu menopause atau post menopause, terutama bila terulang-
ulang dan mempunyai gambaran adenomatous dapat mengkhawatirkan, sebab:
 Bagian-bagian gambar histologisnya sukar dibedakan antara yang jinak
dan ganas.
 Adenocacinoma seringa didahului oleh hyperplasia yang terjadi pada masa
reproduksi atau menopause. Karena estrogen dianggap sebagai penyebab
hyperplasia endometrium dank arena terapi estrogen ternyata dapat
menimbulkan gambaran hyperplastik yang sukar dibedakan dari
adenocarcinoma, maka estrogen juga dianggap sebagai penyebab
terjadinya carcinoma corpus uteri. Tetapi sampai sekarang belum
didapatkan bukti yang nyata bahwa estrogen adalah carcinogenic.

23
Hubungan antara Tumor Endometrium dan Tumor Ovarium
Pada umumnya, baik tumor ovarium maupun tumor endometrium
merupakan endometrioid adenocarcinoma yang berdiferensiasi baik pada stadium
awal. Pasien seringnya merupakan pasien premenopause atau menopause dengan
perdarahan uterus abnormal (abnormal uterine bleeding). Kanker ovarium
biasanya ditemukan secara tidak sengaja dan terdiagnosis pada stadium awal.
Sebanyak 29% pasien dengan endometrioid ovarian adenocarcinoma juga
berhubungan dengan kanker endometrium. Studi imunohistokimia, flow
cytometry, dan pemeriksaan gambaran DNA molecular untuk mendeteksi
hilangnya heterozigositas mungkin dapat membantu membedakan mana yang
merupakan tumor independen dan mana yang merupakan hasil metastasis, tetapi
diagnosis banding juga dapat ditentukan dari kriteria klinis konvensional dan
kriteria patologik.

O. Faktor Risiko
 Menopause terlambat
Wanita yang menopause sesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan
risiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya carcinoma endometrium. Di
samping itu carcinoma endometrium dapat terjadi pada wanita
premenopause dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada beberapa
observasi ternyata bahwa adenocarcinoma sering terjadi pada wanita yang
mengalami menopause yang terlambat. Seperti diketahui siklus pada masa
menopause biasanya anovulatoar di mana lebih banyak pengaruh estrogen.
 Obesitas
Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan risiko carcinoma
endometrium sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat
badan 11-25 kg mempunyai peningkatan risiko 3 kali dan 10 kali pada
wanita yang mempunyai kelebihan berat badan >25 kg.
 Diabetes mellitus
Didapati peningkatan risiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita
diabetes mellitus untuk terjadinya carcinoma endometrium.

24
 Hipertensi
Sebesar 25-75% penderita carcinoma endometrium mengidap hipertensi.
 Nulliparitas
Pada wanita nulliparitas dijumpai peningkatan risiko sebesar 2-3 kali.
 Polycystic ovarian syndrome
 Dalam anamnesis pernah dikuret.
 Sterilitas atau subfertilitas.
 Ras
Ras Kaukasia lebih sering terkena daripada orang Negro.
 Carcinoma colorectal
Wanita dengan riwayat penyakit pernah menderita carcinoma colorectal
memiliki risiko lebih besar untuk terkena carcinoma endometrium.
 Riwayat keluarga
Wanita yang memiliki riwayat keluarga terkena carcinoma endometrium.
 Usia
Wanita berumur di atas 50 tahun atau wanita yang sudah menopause lebih
berisiko terkena carcinoma endometrium.
 Tidak memiliki anak atau tidak pernah menikah
 Kastrasi
Kadang-kadang ditemukan kasus adenocarcinoma pada wanita-wanita
yang telah mengalami oophorectomy bilateral.
 Feminizing Ovarian Tumors
Sering kali tumor sel granulosa dapat memproduksi estrogen disertai
dengan adenocarcinoma (15-20%).
 Bloody menopause
Adenocarcinoma sering juga didahului oleh menstruasi pada masa
premenopause yang berlebihan sehingga memerlukan kuretase.
 Penyakit kandung empedu
Didapati peningkatan risiko sebesar 3,7 kali terjadinya carcinoma
endometrium.

25
 Merokok
Terjadinya peningkatan risiko carcinoma endometrium sebesar 30% pada
wanita perokok. 1 pak sehari, +30% risiko
 Tamoxifen
Pada wanita pengguna tamoxifen akan terjadi peningkatan risiko
carcinoma endometrium sebesar 2-3 kali.
 Pemakaian estrogen eksogen
Pada wanita menopause yang mengkonsumsi estrogen akan terjadi
peningkatan risiko carcinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Telah banyak
ditemukan kasus-kasus adenocarcinoma yang terjadi pada wanita-wanita
yang diberi terapi estrogen untuk jangka waktu yang lama. Walaupun
belum ada bukti yang nyata, banyak ahli yang tidak menyukai pemberian
yang terlalu lama.

Percobaan Binatang
Kelinci diberi suntikan estrogen, timbul adenocarcinoma. Setelah
dihentikan, adenocarcinomanya tetap ada dan mengadakan metastase.

Adenocarcinoma berhubungan pula dengan:


 Hyperplasia
 Postmenopause hyperplasia
 Ovarium Stein-Leventhal.

 Carcinoma corporis et endocervicis


Bila tumor terdapat pada corpus dan cervix tanpa diketahui tempat asalnya.

 Carcinoma uteri et ovarii


Kombinasi tumor endometrium dan ovarium.

 Adenoacanthoma dari uterus


Merupakan variasi dari adenocarcinoma endometrium, di mana ditemukan
sel gepeng. Sel ini umumnya berdiferensiasi baik, bentuknya seragam dan

26
tampaknya benigna. Tetapi acanthosis yang terjadi bersama-sama dengan
carcinoma corpus adalah maligna. Dari mana asalnya sel gepeng ini belum jelas12.
Ada beberapa teori:
 Berasal dari sel reserve yang terletak pada batas epitel
 Metaplasia langsung dari sel-sel endometrium
 Rangsangan kronis misalnya IUD
 Irradiasi
 Avitaminosis vitamin A dan D
 Stimuli hormonal
Frekuensi adenoacanthoma lebih kecil 10% dari adenocarcinoma. Secara
relatif adenoacanthoma lebih jinak.

 Mesonephroma dari endometrium


Kadang-kadang ditemukan gambaran mesonephroma yang klasik di
endometrium tanpa ada sumber primernya di ovarium, vagina atau di mana saja.
Sebab-sebab kemungkinan terjadinya adalah:
 Letak yang aberan dari sisa embrionik.
 Degenerasi lemak dan perubahan metaplastik.
 Mesonephroma ovarium asalnya dari endometriosis, jadi tidak aneh kalau
terjadi mesonephroma endometrial. Teori ini tidak bisa menerangkan
terjadinya mesonephroma vaginal12.

 Gambaran Klinis
 Penyakit ini dapat terjadi pada:
Post menopause : 75%
Menopause : 15%
Masa reproduksi : 10%
 Perdarahan yang abnormal umumnya bersifat menorrhagi.
 Metrorrhagia dapat terjadi pada 80-90% wanita post menopause yang
mengalami perdarahan menunjukkan suatu carcinoma endometrium.
 Keluar cairan pervaginam yang abnormal. Mula-mula seperti air akhirnya
bercampur darah.

27
 Pembesaran abdomen dan gejala penekanan kandung kemih dan rectum.
 Rasa nyeri bersifat his (kolik).
 Penurunan berat badan pada stadium yang lebih lanjut.
 Debilitas umum.
 Anemia.
 Pyometra (karena sumbatan canalis cervicalis). Pada pyometra selalu
harus diingat kemungkinan carcinoma corpus.

 Diagnosis
 Gejala klinis
o Metroragi
o Perdarahan pasca menopause
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan ginekologi
o Pembesaran uterus dan atau massa tumor di rongga panggul
o Dilakukan pemeriksaan rektovaginal.
 Pemeriksaan sitologi (pap smear)
Pemeriksaan ini kurang berarti oleh karena sel-sel adenocarcinoma yang
eksfoliatif. Biasanya telah mengalami sitolisis dalam rongga uterus.
Derajat ketepatan 80-85%.
 Pemeriksaan histology
o Office endometrial aspration biopsy
Aspirasi atau lavage cavum uteri.
o Dilatasi dan kuretase
 Kuretase
Perdarahan dalam climacterium dan menopause harus
diperiksa dengan kuretase. Terutama sudut tuba harus
dikerok dengan teliti.
Kuretase dilakukan dalam dua tahap:
 Dari canalis cervicalis
 Dari cavum uteri
o Histeroskopi-endometrial biopsy

28
Ke suction vakum

Aspirator Vabra,
akurasi 95-98% (80-
98%)
Gambar 2.12 Aspirator
Vabra

Kuret Novak,
akurasi 80-90% (67-97%)
Gambar 2.11 Kuret Novak

 Histerorafi
 Pemeriksaan tambahan
o Darah
o Urine
o USG dan MRI
o Foto thorax
o Fungsi hati dan kadar gula darah
o Fungsi ginjal dan kadar gula darah
o Sigmoidoscopy dan barium enema
o Ca 125

29
 Pemeriksaan Penunjang
 Kuretase bertahap
 USG
 Histeroskopi

P. Terapi
1. ABCDE (airway, breathing, circulation, disability of the central nervous
system, examination)
2. Dilatasi & kuretase bila infeksi (–)  PA
3. Radioterapi pra bedah
Hanya bila pasien tidak bisa dilaparotomi saat itu, atau bila ada
keterlibatan serviks/vagina.
4. Terapi bedah (histerektomi total simpleks dan salpingo-ooforektomi
bilateral)
5. Radioterapi ajuvan tergantung surgical staging
6. Metastase: terapi hormon dan/atau kemoterapi

 Stadium I
Pembedahan
1. Histerektomi totalis dan salpingo-ooforektomi bilateral yang diperluas:
a. Dengan penjahitan serviks atau eksisi sedikit puncak vagina.
b. Secara ekstrafasial atau teknik Te Linde yang diperluas.
c. Dilakukan pencucian peritoneum.
Histerektomi radikal hasilnya sama dengan histerektomi simpleks +
radiasi.
(catatan: bukan lesi rekuren dan pasien belum pernah diterapi radiasi
sebelumnya)
2. Limfadenektomi pelvis. Dilakukan pada kelompok dengan risiko tinggi
(stad IB, G3, tumor adenoskuamosa dan clear cell)
Limfadenektomi: peranan dalam terapi belum jelas, tetapi kelenjar yang
besar sebaiknya dibuang saja15.

30
3. Histerektomi vaginalis. Lebih cocok dikerjakan pada pasien dengan:
a. Obesitas
b. Prolapsus uteri
c. Komplikasi medis yang serius.

Gambar 2.13 Jenis-jenis Histerektomi

 Terapi tambahan pasca bedah


Tergantung dari hasil pembedahan/pemeriksaan patologi, terbagi dalam
kelompok:
Kelompok 1 : prognosis baik sekali
Tidak ada sisa tumor dan tidak ada penetrasi myometrium (Stad Ia)
Tidak diberikan terapi ajuvan
Kelompok 2 : Prognosis baik
Tumor berdiferensiasi baik atau sedang (G1, G2) dengan penetrasi
myometrium kurang dari ½ (stad Ib).
Diberikan radiasi intravagina
Kelompok 3 : Prognosis buruk

31
 Tumor tidak berdiferensiasi (G3)
 Penetrasi myometrium lebih dari ½ (Stad Ic)
 Metastasis serviks dan atau adneksa yang tersembunyi
 Hasil sitologi pencucian peritoneum yang positif
 Jenis: adenoskuamosa dan sel jernih (clear cell) atau serosa
berpapil (papillary serous)14

Kelompok ke-3 ini terbagi dalam 2 sub kelompok:


a. Kelenjar getah bening pelvis negatif: diberikan radiasi intrakaviter vagina
ditambah Provera.
b. Kelenjar getah bening masih positif: diberikan radiasi eksterna + radiasi
intrakaviter vagina + Provera.
Pada stadium I dan corpus yang kecil dilakukan hysterectomy totalis secara
abdominal atau vaginal. Cervix sebaiknya dijahit dulu agar jaringan carcinoma
tdak menyebabkan metastase ke vagina. Penyembuhan 64%.

 Radiasi
a. Intravagina
Diberikan setelah pemberian radiasi eksterna;
b. Eksterna
Terapi radiasi sebagai terapi primer pada stadium I jarang dilakukan , kecuali
kalau tidak dapat dilakukan pembedahan diberikan radiasi eksterna dan radiasi
interna.
Dipakai pada:
 Wanita yang jelek keadaan umumnya.
 Life expectancy yang terbatas.
Hasil : 33% salvage.
Radiasi menggunakan:
– Radium intrakaviter (brachyterapy)
– Cobalt -60
Terapi radiasi pada:
 Stage IA  tidak perlu

32
 Stage IB atau IIA  whole pelvis / intravaginal brachytherapy
 Stage IC, IIB, IIIA, IIIB  whole pelvis
 Stage IIIC  extended field
 Stage III atau IV  paliatif

 Radiasi + Operasi
 Mula-mula dipasang radium intracavitair. Operasinya dilakukan 6 minggu
kemudian setelah edema dan vaskularisasi sebagai akibat radium jadi
berkurang. Ada beberapa sarjana yang mengusulkan agar waktu
intervalnya diperpendek.
 Mula-mula operasi kemudian disusul dengan X-ray radiasi. Penyembuhan
±76%15.

 Terapi progesteron
 Untuk stadium yang lanjut dan berulang.
Menurut Baker dkk. dapat memperpanjang remisi sampai ±2 tahun. Hasil
yang terbaik ialah pada tumor yang timbulnya perlahan-lahan.
Caranya: progesteron 750 mg disuntikkan tiap minggu secara IM.
Lebih banyak berhasil untuk metastase daripada tumor primer.
 Untuk hyperplasia adenomatous yang berlebihan.
 Mulai diberikan sebelum radiasi, dengan dosis 400 mg sehari (2 x 200 mg)
per oral
 Terapi diberikan selama 3 tahun atau sampai timbul residif
 Dosis harus diturunkan bila terjadi:
o Tromboflebitis superficial
o Adanya efek samping: berat badan bertambah, hot flushes, kejang
otot dan tremor halus.
 Obat dihentikan bila terjadi tromboflebitis dan tromboemboli.

33
 Stadium II
Terapi: (sama seperti stadium Ic)
 Pembedahan: modifikasi Wartheim
 Radiasi: radiasi eksterna + radiasi intra vagina

 Stadium III dan IV


Terapi
1. Pembedahan:
2. Radiasi eksterna dan radiasi interna
3. Progesteron
4. Sitostatika bisa diberikan a.l Sisplatin, Adriamisin, Fluorourasil

 Kemoterapi
a. Doxorubicin – response rate 38%, 26% komplit
b. Cisplatin
Minor: carboplatin, siklofosfamid, 5-FU

Kanker endometrium stadium I dan II yang membutuhkan surgical staging:2,3


1. Lesi derajat 3
2. Ukuran tumor > 2 cm dengan lesi derajat 2
3. Clear cell cancer atau serosa papiliferum
4. Invasi ke miometrium > 50%
5. Terdapat cervical extension

Terapi utama kanker endometrium adalah histerektomi total dan salpingo-


ooforektomi bilateral. Pada beberapa kasus diperlukan pemberian radiasi adjuvan
untuk mencegah rekurensi pada tunggul vagina dan penyebaran ke KGB.2

Pilihan manajemen pasca bedah kanker endometrium stadium awal : 7,8


1. Observasi
Pasien stadium IA atau IB, grade 1 atau 2 memiliki prognosis yang baik
dan tidak diperlukan terapi adjuvan pada kasus ini. Dan bila pasien tidak

34
diberikan terapi adjuvan diperlukan pemantauan ketat sehingga kejadian
rekurensi pada tunggul vagina dapat didiagnosis secara awal.
2. Radiasi vagina
Radiasi intrakaviter secara signifikasn menurunkan risiko rekurensi pada
tunggul vagina. Lotocki dkk melaporkan bahwa penggunaan radium
preoperatif atau postoperatif menurunkan risiko rekurensi pada tunggul
vagina 14 % menjadi 1,7 %.
3. Radiasi pelvis eksternal
Pasien dengan KGB pelvis postif anak sebar, merupakan kandidat untuk
pemberian radiasi pelvis eksternal, dan jika dibutuhkan dapat dikombinasi
dengan radiasi paraaorta.Dan juga sangat rasional dilakukan pada pasien
dengan risisko tinggi, yang tidak menjalani surgical staging tetapi
memiliki foto rontgen thoraks, yang negatif, CT scan pelvis dan abdominal
negatif, dan kadar Ca 125 yang normal.
Radiasi ekternal memiliki efektifitas yang sama denga radiasi vaginal
dalam menghilangkan mikrometastasis pada tunggul vagina, sehingga
sangatlah tidak beralasan untuk memberikan radiasi vaginal dan radiasi
eksternal secara bersamaan oleh karena morbiditasnya meningkat secara
bermakna.
4. Extended-field radiation
Indikasi pemberian radiasi ini adalah pasien dengan biopsi KGB paraaorta
yang postif atau KGB pelvis positif secara makroskopis/beberapa KBG
pelvis positif.
5. Whole abdominal radiation
Pasien dengan metastasis peritoneum atau omentum yang telah direseksi
dapat diberikan radiasi ini. Sedangkan pada kasus dengan residu tumor
yang besar, sebaiknya dipertimbangkan pemberian terapi sistemik.
6. Progestin adjuvan
Terapi profilaksis dengan progesteron pada pasien kanker endometrium
mungkin tidak cost effektif kecuali pada pasien dengan risiko tinggi dan
merupakan reseptor-positive tumor. Namun masih diperlukan banyak
penelitian.

35
Penatalaksanan kanker endometrium stadium III bersifat individual tetapi
sebaiknya dilakukan histerektomi total dan salpingooverektomi bilateral. Dengan
adanya massa pada adneksa, pembedahan sebaiknya dilakukan untuk menilai asal
massa dan mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya. Terangkatnya
seluruh tumor yang terdeteksi secara makroskopis merupakan faktor prognosis
penting pada seluruh pasien dengan kanker endometrium stadium III.
Pembedahan sebaiknya meliputi pengangkatan KGB pelvis atau paraaorta
yang membesar, pemeriksaan sitologi, biopsi omentum dan sampling KGB
paraaorta.8 Pada kasus dengan stadium IV, terapi yang diberikan juga bersifat
individual, namun biasanya termasuk kombinasi antara operasi, terapi radiasi dan
atau terapi kemoterapi.
Metastasis sistemik merupakan masalah utama, namun efektivitas pemberian
terapi adjuvan sistemik masih belum dapat dibuktikan. Pasien-pasien dengan
metastasis sistemik ini biasanya memiliki tumor dengan differensiasi yang kurang
baik, dan umumnya memiliki sedikit reseptor hormon, sehingga respon terhadap
progestin menjadi terhambat.8,9

Pengawasan lanjut kanker endometrium


Selama terapi kanker endometrium, pengawasan lanjut harus dilakukan:
 Tiap 3 bulan selama 3 tahun pertama
 Tiap 6 bulan sampai tahun ke-5
 Selanjutnya tiap tahun

Pemeriksaan yang dilakukan:


 Pemeriksaan klinis/ginekologis
 Apus vagina
 Foto toraks (tiap 6 bulan)
 USG, scanning, biopsy; bila diperlukan.

36
 Kanker endometrium residif
Terapi
Individual, tergantung lokasi residif dan terapi sebelumnya

KANKER ENDOMETRIUM

Stad I Stad II Stad III Stad IV

Prognosis prognosis prognosis buruk


Sangat baik baik (G2, G3, Ic,
(Ia, G1) (Ib, G1)Cuci peritoneum,
(+) clear cell,
Adenoskuamosa,
Sel serosa berpapil
HTSOB HTSOB +
Radiasi
Intravagina HTSOB +
Limfadenektomi
HTSOB +/-
Debulking (?)
Kelenjar getah bening
Eksenterasi (?)
(+) atau (-)
Limfadenektomi
Tidak komplit

Radiasi intravagina radiasi intravagina


&eksterna + MPA + MPA

Pengawasan lanjut
Jadwal Pemeriksaan Pemeriksaan yang dilakukan
3 tahun I : tiap 3 bl Pemeriksaan klinis/ginekologis
Pemeriksaan laboratorium
Th ke-4 s/d 5 : tiap 6 bulan Apus vagina
Foto toraks (tiap 6 bulan)
Selanjutnya tiap tahun USG/Scanning/Biopsi; bila diperlukan

Gambar 2.14 Algoritma Penatalaksanaan Ca Endometrium

37
Indikasi diseksi selektif pelvis dan nodus limfatikus paraaorta:
 Histology tumor clear cell, serous, squamous, atau endometrioid grade 2-3
 Invasi myometrium > ½
 Ekstensi isthmus-cervix
 Ukuran tumor >2 cm
 Penyakit ekstra uterine

Gambar 2.15 Algoritma Penanganan Perdarahan Vagina Abnormal

 Follow Up
 Pemeriksaan fisik
o Abdomen, hati, kelenjar limfe perifer, rectum, dan vagina.
 Pemeriksaan laboratorium
o Darah, LFT, RFT, CA125

38
 Foto thorax
o Pemeriksaan dilakukan 2-4 bulan sekali selama 2-3 tahun pertama
dan 6 bulan sekali pada tahun selanjutnya.

 Prognosis
Kemampuan tumor ganas endometrium untuk tumbuh agresif dan menyebar,
adalah relatif rendah, dengan prognosis pada umumnya baik, angka ketahanan
hidup tergantung dari luasnya keganasan.

Tabel 2.6 Angka ketahanan hidup karsinoma endometrii


Tingkat klinik AKH 5 tahun
0 = T-1s 100%
I = T-1 90%
II = T-2 50-70%
III = T-3 25-45%
IV = T-4 0-5%

Variabilitas prognosis yang digunakan untuk menilai kekambuhan dan


keberhasilan pengobatan penyakitnya dipengaruhi oleh:
 Usia
Secara umum penderita carcinoma endometrium yang berusia muda lebih
baik prognosisnya dari penderita berusia tua.
 Jenis histology
Kira-kira 10% carcinoma endometrium adalah bukan jenis endometrium,
tetapi jenis endometrioid. Penderita dengan carcinoma jenis histology
endometrioid memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun 92%.
 Diferensiasi histology
Didapat kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7% pada tumor grade 1, tumor
grade 2 sebesar 10,5% dan 36,1% pada tumor grade 3. Dan angka
keberhasilan 5 tahun pada grade 1 sebesar 92%, grade 2 sebesar 86%, dan
pada grade 3 adalah 64%.

39
 Invasi ke myometrium
Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita mengidap tumor yang
hanya invasi ke permukaan saja sebesar 92%, grade 2 sebesar 86%, dan
pada grade 3 adalah 64%.
 Lymph-Vascular Space Invasion (LVSI)
 Subtype patologis
o Adenoacanthoma : sama seperti yang adenocarcinoma sejati.
o Adenosquamous : prognosis lebih buruk.
 Ekstensi isthmus dan cervix
 Perluasan ke adnexa
 Sitologi peritoneum
Dari beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada
sitologi peritoneumnya positif.
 Metastasis ke nodus limfatikus
 Tumor intraperitoneal
 Ukuran tumor
 Status reseptor hormon
 DNA ploidy dan index proliferasi
 Marker genetic dan marker molecular13

40
BAB III
KESIMPULAN

1. Endometrium merupakan bagian dari korpus uteri yang membatasi cavum


uteri dengan miometrium. Endometrium ini mempunyai tiga fungsi penting,
yaitu sebagai:
a. Tempat nidasi
b. Tempat terjadinya proses haid
c. Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks.
2. Keganasan sel-sel epithelial pada korpus uteri (terutama bagian
endometrium), satu di antara kanker ginekologi yang paling sering, terutama
menyerang wanita pascamenopause; gejala yang sering terjadi adalah
perdarahan per vaginam abnormal.
3. Penyebab carcinoma endometrium belum diketahui secara pasti namun
umumnya disebabkan oleh perangsangan estrogen pada endometrium tanpa
halangan periodik dari progesteron.
4. Faktor risiko dari carcinoma endometrium meliputi: Menopause, diabetes
mellitus, hipertensi, nulliparitas, polycystic ovarian syndrome, ras, carcinoma
colorectal, riwayat keluarga, usia, tidak memiliki anak atau tidak pernah
menikah, penyakit kandung empedu, Tamoxifen, pemakaian estrogen
eksogen.
5. Terapi antara lain meliputi: ABCDE (airway, breathing, circulation,
disability of the central nervous system, examination), dilatasi & kuretase bila
infeksi, radioterapi pra bedah, hanya bila pasien tidak bisa dilaparotomi saat
itu, atau bila ada keterlibatan serviks/vagina. Terapi bedah (histerektomi total
simpleks dan salpingo-ooforektomi bilateral), radioterapi adjuvan tergantung
surgical staging , metastase: terapi hormon dan/atau kemoterapi.
6. Kemampuan tumor ganas endometrium untuk tumbuh agresif dan menyebar,
adalah relatif rendah, dengan prognosis pada umumnya baik, AKH (angka
ketahanan hidup) tergantung dari luasnya keganasan.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Rice LW, Stone RL, Xu M, dkk. Biologic targets for therapeutic


intervention in endometrioid endometrial adenocarcinoma. American
Journal of Obstetrics and Gynecology, 2006, vol.194,p.1119-8
2. Creasman WT. Endometrial Carcinoma. eMedicine website. Last update:
Januari 2005. http://www.emedicine.com/med/topic674.htm
3. Brand A, dkk. Diagnosis of endometrial cancer in women with abnormal
vaginal bleeding. SOGC Clinical Practice Guideline. 2000, vol.86, p.1-3
4. American Cancer Society Guidelines for the Early Detection of Cancer:
Update of Early Detection Guidelines for Prostate, Colorectal, and
Endometrial Cancer. Cancer J Clin 2001, vol.51, p.38-75
5. Sonoda Y. Screening and the prevention of gynecologic cancer :
endometrial cancer. Best bractice and research clin obstet and gynecol
2006, vol.20(2), p.363-377
6. Levy T, Golan A, Menczer J. Endometrial endometrioid carcinoma: A
glimpse at the natural course. American Journal of Obstetrics and
Gynecology, 2006, vol.195 , p.454 –457
7. Chang A, Sandweiss L, Bose S. Cytologically benign endometrial cells in
the papanicolaou smears of postmenopausal women. Gynecol Oncol 2001;
80(1):37-43.
8. Hong Kong Cancer Registry. Cancer Stat 2005. Hong Kong: Hospital
Authority; 2005.
9. Schwartz PE. The management of serous papillary uterine cancer. Curr
Opin Oncol. 2006; 18:494-9.
10. Platz CE, Benda JA. Female genital tract cancer. Cancer 1995; 75:Suppl:
270-94.

42

Anda mungkin juga menyukai