Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM I


BLOK DIGESTIF II

DISUSUN OLEH :

Nama : Pande Kadek Deva Widya Iswara Oka

Kelas :A

Kelompok : SGD 1

NIM : 019.06.0075

Tutor : dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020/2021

1|LBM1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya dan dengan kemampuan yang saya miliki, penyusunan makalah SGD (Small
Group Discussion) LBM I yang berjudul “Nyeri Menelan” dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD yaitu seven jumps step yang dibagi
menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan
terimakasih kepada:
1. dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked emberikan saran serta bimbingan dalam
pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi dalam
berdiskusi.
3. Keluarga yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas untuk menyusun
makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Saya berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 28 Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..........................................................................................................................6
2.1 Pembahasan Brain Stroming....................................................................................6
2.2 Mind Map.................................................................................................................7
2.3 Pembahasan Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja...............................................8
2.3.1 Anatomi Rongga Mulut....................................................................................8
2.3.2 MUMPS, Tumor Kelenjar Parotis, Angina Ludwig.............................................9
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Sesi
I
"NYERI MENELAN"

Pasien laki-laki, Tn. A berusia 18 tahun datang dengan keluhan nyeri


menelan sejak 4 hari yang lalu. Keluhan ini disertai dengan demam terus
menerus, lemas, nyeri pada otot dan persendian serta pusing. Keluhan ini disertai
bengkak pada leher kanan bawah rahang sejak 3 hari yang lalu, bengkak terasa
nyeri dan pasien juga mengeluhkan sakit pada telinga kanan ketika mengunyah
makanan.
Pasien mengatakan sebelumnya temannya juga mengalami keluhan yang
sama. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan Compos mentis, TD: 110/70
mmHg, nadi: 100x/menit, RR: 20x/menit, suhu: 38 °C. Jika Anda menjadi dokter
yg memeriksa, apa saja pemeriksaan yang Anda akukan dan apa hasil yang
diharapkan ?

Sesi II
Pada pemeriksaan ekstra oral tampak pembengkakan pada kelenjar
parotis kanan dari depan telinga sampai kelenjar submandibula dan belakang
angulus mandibular kanan dengan warna tampak normal. Pada palpasi terasa
nyeri dan teraba keras. Pada pemeriksaan intra oral tidak menunjukkan kelainan.
1.2 Deskripsi Masalah

1. Apa yang menyebabkan pasien pada skenario mengalami nyeri menelan


disertai demam ?

2. Hubungan keluhan pasien dengan temannya yang mengalami keluhan yang


sama sebelumnya ?

3. Apakah ada hubungan usia dengan keluhan pasien ?

4. Pemeriksaan penunjang apa yang perlu dilakukan untuk mendiagnosis


keluhan yang dialami pasien?

5. Bagaimana hasil interpretasi pemeriksaan fisik dana pa diagnoisi banding dari


skenario ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Brain Stroming


Keluhan yang dialami pasien pada skenario seperti nyeri menelan dan
demam merupakan salah satu mekanisme tubuh dalam melawan patogen yang
masuk. Dimana pada saat tubuh mendeteksi suatu patogen yang masuk sistem
imun akan mengeluarkan mediator imflamasi seperti histamine, prostaglandin,
makrofag, demam pada pasein disebabkan karena sistem imun memanipulasi
termoregulator di pusat pengaturan suhu di hipotalamus untuk meningkatan suhu
bertujuan untuk membunuh patogen yang masuk. Rasa nyeri tersebut disebabkan
karena kerusakan dari jaringan oleh patogen, selain itu juga rasa nyeri juga dapat
disebabkan karena patogen memfagosit dari jaringan yang sudah nekrotik yang
akan membuat luka pada jaringan yang sehat. Sedangkan edema disebabkan
karena merembesanya cairan plasma ke dalam jaringan iterstisial pada jaringan
akibat kinin mendilatasikan asteriol yang meningkatkan permeabilitas kapiler.
Hubungan keluhan pasein dengan teman pasein yang memiliki keluhan
yang sama, Dari pemeriksaan fisik pasein diduga pasein mengalami penyakit
infeksi menular seperti parotitis, dimana kemungkinan penularan dari virus
tersebut melalui percikan ludah pada saat beriteraksi langsung atau secara droplet
yang secara tidak langsung menginfeksi dari pasien.
Hubungan usia dengan keluhan pasien dimana pada penyakit infeksi
ini lebih cenderung menginfeksi usia balita dikarenakan sistem imun pada balita
belum terbentuk dengan sempurna. Selain itu juga terdapat faktor resiko lain
seperti hygiene yang kurang dan belum mendapatkan vaksin MMR.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
keluhan yang dialami pasien meliputi tes serologi yang akan didapatkan
peningkatan antibodi spesifik terhadap parotitis, seperti complement fixation test,
hemagglutination-inhibition, enzime linked immunosorbent assay dan virus
neutralization. Selain itu, amilase serum akan meningkat pada minggu pertama
parotitis dan akan menurun pada minggu kedua dan ketiga
Dari pemaparan skenario diatas di paparkan bahwa pasein
mengeluhkan demam, pada pemeriksaan fisik ekstra oral tampak pembengkakan
pada kelenjar parotis kanan dari depan telinga sampai kelenjar submandibula dan
belakang angulus mandibular kanan dengan warna tampak normal. Pada palpasi
terasa nyeri dan teraba keras. Maka dari itu kemungkinan pasien mengalami
infeksi pada kelenjar parotis (MUMPS), bisa tumor pada kelenjar parotis,
selain itu bisa juga mengalami angina ludwig

2.2 Mind Map

Imflamasi
Kelenjar Ludah

DD

Definisi, Etiologi,
Manifestasi
klinis

DX

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Komplikasi, Prognosis


Epidemiologi Patofisiologi Tatalaksana

Farmako, non
farmako
2.3 Pembahasan Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja
2.3.1 Anatomi Rongga Mulut

Rongga mulut (cavum oris), adalah bagian tubuh yang merupakan


awal dari saluran pencernaan. Bagian depan rongga mulut dibatasi oleh bibir,
bagian atas dibatasi palatum durum hingga palatum mole, bagian bawah
terdapat otot- otot yang membentuk bagian mulut dan lidah serta pipi. Rongga
mulut dibagi menjadi dua bagian oleh proscessus alveolaris dan gigi yaitu
vestibulum oris dan celah antara pipi dan gusi dari gigi. Posteromedial,
terletak medial dari proscessus alveolaris disebut cavum oris proprium.
Rongga mulut dilapisi dengan mukosa oral (tunika mukosa oris), tertutup oleh
epitel skuamus berlapis. Rongga mulut terdiri dari lidah bagian oral (dua
pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar
dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan
gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi
rongga mulut. Pipi membentuk dinding bagian lateral masingmasing sisi dari
rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit.
Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa,
yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot
businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran
mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir.

2.3.2 MUMPS, Tumor Kelenjar Parotis, Angina Ludwig


1. Definisi
Parotitis epidemika adalah penyakit virus akut dan menular yang
biasanya ditandai oleh pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis.
Virus tersebut termasuk dalam genus Paramyxo virus. Parotitis epidemika
sering juga disebut penyakit gondongan atau mumps, yang timbul secara
endemik atau epidemik.
Tumor kelenjar parotid adalah tumor yang muncul di kelenjar ludah
parotis. Tumor jinak parotis dapat menimbulkan gejala berupa benjolan di pipi
atau rahang bawah, namun tidak terasa nyeri.
Angina ludwig merupakan selulitis akut yang bersifat progresif yang
melibatkan kelenjar- kelenjar, fascia submandibularis dan sublingualis
bilateral, fascia submentalis derta jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus.

2. Etiologi
Parotitis disebabkan oleh paramyxo virus yang dapat menular melalui
air liur. Partikel virus parotitis terdiri untaian RNA tunggal yang terbungkus
dalam selubung protein dan lemak. Virus dapat ditemukan dalam urin sejak
hari 1-14 setelah terjadi pembesaran kelenjar
Etiologi dari Tumor parotis disebabkan oleh mutasi gen pada sel-sel
kelenjar parotis. Mutasi gen ini menyebabkan sel-sel kelenjar parotis
mengalami pembelahan dengan cepat dan terus-menerus.
Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik, berasal
dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Infeksi biasanya disebabkan oleh
bakter
streptokokus, stafilokokus. Atau bakteroides. Namun. 50% kasus disebabkan
disebabkan oleh polimikroba. baik oleh gram positif ataupun gram negatif.
aerob ataupun anaerob

3. Manifestasi klinis
Masa inkubasi parotitis epidemika berkisar mulai dari 14-24 hari.
Masa prodromal ditandai dengan perasaan lesu, rasa nyeri pada otot terutama
otot daerah leher, sakit kepala, nafsu makan menurun, dan diikuti oleh
pembesaran cepat satu atau kedua kelenjar parotis serta kelenjar ludah yang
lain. Pembesaran kelenjar disertai perasaan sakit dan akan membengkak
secara khas yaitu dimulai dengan pengisian ruangan di antara batas belakang
tulang rahang bawah dan tulang mastoid, kemudian meluas dalam bentuk
bulan sabit ke bawah dan depan, karena perluasan ke arah atas dibatasi oleh
tulang zigomatikus. Pembengkakan akan mereda perlahan-lahan dalam waktu
3-7 hari, tetapi kadang-kadang dapat berlangsung lebih lama.
Manifestasi klinis dari tumor parotis yaitu pasein biasanya
mengeluhkan munculnya benjolan tunggal di pipi atau rahang bawah, dengan
bentuk yang tegas serta tidak terasa nyeri. Benjolan ini biasanya disadari oleh
penderitanya ketika sedang mencuci muka atau mencukur. Selain benjolan,
gejala lain yang dapat muncul adalah mati rasa di sekitar benjolan, salah satu
sisi otot wajah menjadi lemah sulit menelan, dan sulit membuka mulut dengan
lebar.
Sedangkan gejala kinis pada angina ludwig konsisten dengan sepsis
yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan konfusi.
Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada dasar mulut dan
bagian anterior leher. demam, disfagia, odinofagia, drooling. trismus, nyeri
pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress pernafasan.
penurunan air movement, sianosis, dan "snifing" position. Pasien dapat
mengalami
disfonia yang disebabkan oleh edema pada struktur alis.bau mulut, air liur
berlebihan.disfagia. odynophagia dan susah bernafas.

4. Penentuan DX
Dari pemaparan diskenario dapat dilihat dari manifestasi klinisnya
dimana kemungkinan pasien mengalami infeksi pada kelenjar parotis yang
jelas dipaparkan pada skenario kedua dimana, pada pemeriksaan fisik ekstra
oral tampak pembengkakan pada kelenjar parotis kanan dari depan telinga
sampai kelenjar submandibula dan belakang angulus mandibular kanan
dengan warna tampak normal. Pada palpasi terasa nyeri dan teraba keras.
Maka dari itu kami sepakat medapatkan diagnosis Parotitis (MUMPS)

5. Epidemiologi
Secara epidemiologinya, pada era pra-vaksinasi, parotitis (gondongan)
merupakan penyakit menular yang parah dengan morbiditas tinggi sekitar 40-
726 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Infeksi parotitis sering terjadi di
pusat-pusat populasi yang padat, misalnya penjara, taman kanak-kanak,
sekolah asrama, barak militer, dan pengaturan keramaian serupa lainnya.
Menurut survei yang telah dilakukan di beberapa negara sebelum pengenalan
vaksin menunjukkan hasil bahwa hampir semua individu yang tidak
mendapatkan vaksinasi parotitis pada akhirnya akan terinfeksi. Di era vaksin,
meluasnya penggunaan vaksin ini telah secara substansial mengurangi risiko
terjadinya serta jumlah komplikasi serius akibat parotitis. Meskipun penyakit
ini awalnya berhasil dikendalikan dengan vaksinasi di negara maju, wabah
gondok sporadis mulai terjadi secara global. Selama beberapa tahun terakhir,
wabah infeksi ini telah terjadi pada populasi remaja, banyak diantaranya telah
divaksinasi dengan vaksin sebelumnya, yaitu di Amerika Serikat, Kanada,
Australia, Inggris, dan Prancis. Kejadian ini diduga terjadi karena kekebalan
yang berkurang, dan
kemanjuran vaksin yang bervariasi sesuai dengan dosis vaksinasi dan strain
virus yang berbeda yang digunakan untuk produksi vaksin (Shih-Bin Su, 2020).

6. Patofisiologi
Jika dilihat dari patofisiologinya virus mumps ditularkan ke orang
melalui pernapasan atau rute oral dengan tetesan atau sekresi pernapasan yang
terinfeksi. Setelah terpapar, virus akan menginfeksi saluran pernapasan bagian
atas melalui pengikatan asam sialat untuk memasuki sel epitel terpolarisasi di
saluran pernapasan dan meningkatkan invasi virus mumps ke sel tetangga.
Virus mumps dapat menyebar secara sistemik dalam tubuh manusia yang
mengakibatkan viremia selama fase awal infeksi. Sebagian besar kasus tidak
menunjukkan gejala atau hanya menderita gejala pernapasan ringan atau
demam setelah infeksi virus mumps. Infeksi virus mumps klasik ditandai
dengan parotitis, tetapi peradangan kelenjar ludah bukanlah manifestasi klinis
utama. Organ lain, termasuk sistem saraf pusat (SSP), jantung, ginjal, dan
organ genital juga dapat terpengaruh melalui penyebaran viremia.
Diasumsikan bahwa virus mumps menyerang sel T dan tumbuh secara efisien
dalam sel ini. Migrasi sel T yang terinfeksi virus mumps dapat meningkatkan
penyebaran virus gondongan ke berbagai organ (Shih-Bin Su, 2020).

7. Pemeriksaan
Pada pemeriksaan dengan mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil
membengkak, hiperemis, terdapat detritus, berupa bercak (folikel, lakuna,
bahkan membran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan,
terutama pada anak. Pada pemeriksaan fisik rongga mulut akan didapatkan
faring hiperemis, palatum petechiae, atau lesi vesikular. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan tonsil untuk menilai ada tidaknya eksudat dan pembesaran tonsil.
Pada kasus faringitis akibat infeksi virus seringkali juga ditemukan
rhinorrhea, konjungtivitis, stomatitis, dan suara serak. Oleh karena itu,
pemeriksaan
telinga, hidung, dan mata juga perlu dilakukan. Limfadenopati juga dapat
ditemukan.
Sedangkan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan tes serologi yang
akan terjadi peningkatan antibodi spesifik terhadap parotitis, seperti
complement fixation test, hemagglutination-inhibition, enzime linked
immunosorbent assay dan virus neutralization. Selain itu, amilase serum akan
meningkat pada minggu pertama parotitis dan akan menurun pada minggu
kedua dan ketiga

8. Penatalaksanaan
Tatalaksana pada parotitis tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus
“Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan
suportif merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu.

Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat,


sialagog (perangsang keluarnya ludah/saliva) seperti tetesan lemon, dan
pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk
mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal
atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin
lebih sesuai.

Non Farmakologi
a. Isolasi untuk mencegah penularan
b. Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
c. Bila demam tinggi kompres dengan air hangat
d. Peralatan makanan dan minuman harus dipisah untuk mencegah
penularan
e. Memberikan informasi selengkapnya kepada pasien/orangtua dan
keluarga mengenai penyakit parotitis
f. Menjaga kebersihan gigi dan mulut sangat efektif untuk mencegah
parotitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus

Farmakologi
a. Tatalaksana simptomatis sesuai gejala yang dirasakan. Biasanya
antipiretik (parasetamol atau ibuprofen)
b. Antibiotic: antibiotic spectrum luas dapat diberikan pada kasus
parotitis bakteri akut yang disebabkan oleh bakteri
c. Analgetik-antipiretik bila perlu
 metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2
g/hari
 parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
 hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin
berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit
langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di
apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali
disebut juga sebagai “salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.
d. IVFD D5 ½ NS
Pada pasien dengan kesulitan makan, terapi cairan yang digunakan
adalah cairan yang mengandung glukosa 5%, sehingga pada pasien
ini diberikan D5 ½ NS.

e. Diazepam 5 mg (pulv) 3 x 1 pada saat demam > 38° C. Indikasi


Diazepam digunakan untuk memperpendek gejala yang timbul
seperti gelisah berlebihan. Kontraindikasi pada Hipersensitifitas,
Sensitivitas silang dengan benzodiazepine lain, Pasien koma, Depresi
SSP yang sudah ada sebelumnya, Nyeri berat tak terkendali,
Glaucoma sudut sempit, Kehamilan atau laktasi, Diketahui intoleran
terhadap alcohol atau golongan propilena (hanya injeksi). Efek
samping yang sering
terjadi: pusing, mengantuk. Dosis 0,3 - 0,5 mg/kgBB/kali 0,3 x 14 :
4,2 mg 0,5 x 14 : 7 Sediaan tab 5 mg 0 diberikan 1 tab (pulv).

9. Komplikasi dan prognosis


Secara prognosisnya, parotitis ini memiliki prognosis dubia ad bonam
dimana hal ini bergantung pada penatalaksanaan yang diberikan serta
kecepatan diagnosisnya. Namun, meskipun memiliki prognosis yang
cenderung baik, parotitis ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi, seperti
epididimitis dan orkitis pada laki-laki, oovaritis pada perempuan, ketulian,
miokarditis, tiroiditis, pankreatitis, ensefalitis, neuritis, dan kerusakan
permanen pada kelenjar parotis yang menyebabkan produksi air liur juga
terganggu dan meningkatkan resiko terjadinya karies gigi (IDI, 2014).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas berdasarkan keluhan dan gejala yang dialami
pasien dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami infeksi pada kelenjar
parotis. Tatalaksana yang dapat dilakukan antipiretik seperti parasetamol dan ibu
profen untuk menurukan panas dan meredakan nyeri, selain itu juga dapat
diberikan antibiotic untuk membunuh bakteri dan mengedukasi pasien untuk
menjaga kebersihan mulut. Untuk Prognosis dubia ad bonam dimana hal ini
bergantung pada penatalaksanaan yang diberikan serta kecepatan diagnosisnya.
Namun, meskipun memiliki prognosis yang cenderung baik, parotitis ini dapat
menimbulkan beberapa komplikasi, seperti epididimitis dan orkitis pada laki-laki,
oovaritis pada perempuan, ketulian, miokarditis, tiroiditis, pankreatitis,
ensefalitis, neuritis, dan kerusakan permanen pada kelenjar parotis yang
menyebabkan produksi air liur juga terganggu dan meningkatkan resiko
terjadinya karies gigi.
DAFTAR PUSTAKA

Mahaputri AR.2013. Angina Ludwig pada Pasien Laki-laki Dewasa Muda Karena
Infeksi Ondotogen. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Medula,
Volume 1, Nomor 5, Oktober 2013
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Parotitis 144-147. 2014. Ikatan Dokter Indonesia.
Shih-Bin Su, Hsiao-Liang Chang, Kow-Tong Chen. 2020. International Journal of
Environmental Research and Public Health : Current Status of Mumps Virus
Infection: Epidemiology, Pathogenesis, and Vaccine 17(5). MDPI.
Soedarmo, S.S.P. dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai