Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN TUTORIAL BLOK 3.

1
MODUL 2
Skenario 2 : SAKIT PINGGANG BU TINA

Disusun oleh :
Kelompok 8.B

Halimatun Syadiah. AR 1710311006


Ivany Maksum 1710311035
Egi Defiska Mulya 1710311062
Yank Olivia Diana 1710311069
Nafa Quita 1710312023
Vasya Maharani Salsabila 1710313021
Aldo Winanda Aidil Putera 1710313036
Salsabiila Sekar Tasya 1710313037
Desti Angraini 1710313042
Ghina Salsabil Aurelly Rivaliza 1710313047

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2017/2018
SAKIT PINGGANG BU TINA

Bu Tina, 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan buang air kecil yang
terasa sakit hingga menjalar ke pinggang yang sudah dirasakan sejak dua hari ini. Bu
Tina juga mengeluhkan demam tinggi yang disertai menggigil sejak dua hari terakhir.
Pada saat pemeriksaan fisik oleh dokter, didapatkan suhu 38oC dan adanya nyeri
ketok costovertebral angle dan nyeri tekan supra pubik. Dokter menyarankan untuk
pemeriksaan urinalisa untuk mencari penyebab keluhan Bu Tina. Dokter memberikan
medikamentosa untuk mengurangi keluhan dan mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut dan memberi edukasi.
Pada waktu yang bersamaan juga datang seorang laki-laki 35 tahun dengan
keluhan buang air kecil yang nyeri disertai dengan keluarnya nanah. Pasien diketahui
merupakan seorang supir truk antar kota antar propinsi dan dari anamnesis sering
menggunakan jasa wanita penghibur. Dokter kemudian menjelaskan kemungkinan
diagnosis dan memberikan pengobatan dengan injeksi kepada pasien, serta
memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak mengulangi kejadian ini lagi.
Pasien lain laki-laki 40 tahun datang dengan keluhan nyeri kolik dan BAK
berkurang. Pasien mengatakan sebelumnya baru saja memakan jengkol dalam
jumlah yang cukup banyak. Kemudian dokter memberikan analgetik dan bicnat
dilanjutkan dengan observasi produksi urin. Bagaimana saudara menjelaskan ketiga
kasus diatas?

Terminolo
1. Nyeri kostovertebral angle Sensasi nyeri dirasakan ketika dilakukan ketokan pada area costa ke 12 yang
mengndikasikan adanya inflamasi pada ginjal atau di organ retroperitoneal.
2. Nyeri tekan suprapubic Nyeri dirasakan saat menekan area suprapubic.
3. Urinalisa Suatu analisa terhadap penampilan, konstentrasi, dan kandungan urin untuk
mendeteksi kelainan medis pada organ tertentu.
4. Nanah Suatu cairan yang berwarna putih merupakan hasil akhir dari sel darah putih
yang mati terjadi setelah adanya infeksi dan dapat ditimbulkan oleh luka
kecil, jerawat dan bisul.
5. Nyeri kolik Rasa nyeri yang timbul disebabkan oleh adanya obstruksi/distensi organ
pembuluh berdinding otot polos yang mengalami kontraksi yang cepat di
sarafi oleh persarafan otonom parasimpatis.
6. Bicnat Natrium bicarbonat obat yang digunakan untuk menetralkan asam darah dan
urine yang terlalu asam.
7 Analgetik Obat yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri.

Identifikasi masala
1. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan bu tina saat ini?
2. Mengapa bu tina mengeluhkan bang air kecil yang sakit dan menjalar ke
pinggang?
3. Mengapa bu tina mengeluhkan demam tinggi dan menggigil?
4. Apa yang bisa menyebabkan nyeri costovertebral angle dan tekan suprapubic?
5. Bagaimanakah kemungkinan hasil urinalisa pada bu tina?
6. Apa indikasi dilakukannya urinalisa ini?
7. Terapi medika mentosa apa yang digunakan dokter terhadap bu tina?
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi?
9. Edukasi seperti apa yang diberikan pada bu tina?
10. Mengapa bak bapak tersebut nyeri dan bernanah
11. Bgaimana hubungan usia dan jenis kelamin
12. Hubungan pekerjaan serta penggunaan jasa wanita penghibur dengan keluhan
dialami
13. Apa saja pengobatan yang dapat diberikan kepada pasien
14. Apa saaj edukasi yang dapat diberikan pada pasien
15. Mengapa dokter langsung memberikan pengobatan sebelum mendiagnosis
pasien?
16. Pemeriksaan apasaja yang dilakukan terhadap pasien tersebut?
17. Kenapa pasien laki laki tersebut datang dengan nyeri kolik
18. Hubungan usia dan jenis kelamin
19. Bagaimana hubungan memakan jengkol jumlah banyak dan keluhan pasien
20. Mengapa dokter memberikan analgetik dan bicnat pada pasien
21. Apa kira kira interpretasi hasil produksi urin yang ditemukan
1. Muara uretra perempuan itu lebih pendek dari laki laki, maka jaraknya ke anus itu
dekat. Kecenderungan terkena infeksi itu lebih besar.
2. Kemungkinan : ISK(UTI), STI, obstruksi batu saluran kemih, insterstitial cystitis,
neoplasia.
3. Demam tinggi dan menggigil terkai mekanisme demam yaitu terkait dengan
infeksi dalam tubuh pasien secara fisiologis dengan meningkatkan suhu tubuh.
demam tinggi mengindikasikan kalau kejadiannya akut. Jadi,dikarenakan
berhubunganya dengan inflamasi, merelease prostaglandin akibat adanya benda
asing dan spasme dan menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi
karena aktifnya cytokine sel radang banyak aktif ketika suhu tubuh tinggi. Jikalau
kronik meka ada kompensasi tubuh untuk mengatasi inflamasi tersebut. Pada saat
infeksi, suhu yang tinggi dapat mencegah replikasi virus dan bakteri.
4. Nyeri kostovertebral angle disebabkan oleh kerusakan dari parenkim ginjal seperti
pyelonephritis, ataujuga penumpukan imunologis sehingga membesar dan dekat
kepunggung, di vesika urinaria bisa saja disebabkan oleh cystitis interstitial.
5. Pemeriksaan urinalisa, dengan adanya infeksi dari hasil pemeriksaan bakteriologi
kemungkinan didapatkan bakteri. Jikalau kumang lebih dari 100000 artinya telah
terjadi infeksi. Dan juga kita melakukan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis,
berupa bau, warna, apakah terdapat kristal kristal dan mikro organisme, PH, leukosit.
Leukosit esterasi akan positif jikalau ada isk.
6. Urinalisa bisa dilakukan pada pasien yang mengalami DM dan lain lain.
7. Ciprofloxasin
8. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu gagal ginjal, sepsis.
9. Edukasi yang dapat diberikan seperti cara berkemih dan BAB, pada wanita dari
depan ke belakang tak dibolehkan bolak balik, perbanyak minum 2-4L/day dan
urinnya tak terlalu asam, memakai celana dalam yang tidak ketat dikarenakan dapat
menyebabkan infeksi, dan dihindari pemakaian sabun kewanitaan.
10. Ciri khas penderita gonorhae dan mudah menyebar ke area lain ketika tersentuh,
uretritis gonorhae dan non gonorhae seperti klamidia. Gonorhae itu ditandai dengan
nanah yang mukopurulent.
11.
12.
13. Gold standar gonorhae ini dengan injeksi antibiotik danobat oral seperti
azitromisin untuk klamidia yang dapat menyertai. Gonorrhae ini adalah bakteri gram
negatif, dan sensitif terhadap peningkatan suhu, dan genitalia adalah tempat yang
cocok karena suhunya yang rendah dan cenderung lembab
14. Pekerjaan pasien dapat memicu jikalau pasien bak dan tak dibersihkan. PMS
dikarenakan penggunaan PSK dijelaskan lebih lanjut.
15. Pemberian obat injeksi diberikan untuk menghilangkan nyeri.
16. Pemeriksaan pewarnaan gram dapat dilakukan. Untuk anamnesa bisa ditanyakan
sakit seperti apa dan kegiatan sexual si penderita dan apakah bapaknya
menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom, jikalau ada pembesaran kgb dapat
dilakukan di area axila.
17. Mengkonsumsi jengkol menyebabkan overdistensi pada saluran ureter, dan
menyebabkan nyeri kolik.adanya djengkolik acid yang bersifat asam dan dapat
membentuk kristal kristal yang dimotori oleh PH urine. Jika PH seseorang rendah
bisa mengkristalkan djengkolic acid yang menyebabkan distensi. Nyeri kolik bisa
hilang jikalau tak bersentuhan dengan lumen dan tak menimbulkan rasa nyeri.
18. Untuk usia dan jenis kelamin tergantung dari frekuensi makan jengkol tersebut
dan bagaimana kompensasi tubuh terhadap djengkolic acid.
19. Adanya kristal banyak berbentuk lidi dan PH yang asam.

Skema :

5. Learning objective

1. M3 klasifikasi infeksi sistem urogenital


2. M3 epidemiologi dari infeksi sistem urogenital
3. M3 etiologi dan faktor resiko dari infeksi sistem urogenital
4. M3 Manisfestasi klinisdari infeksi sistem urogenital
5 .M3 patogenesis dan patofisiologidari infeksi sistem urogenital
6.M3 prinsip penegakkan diagnosis dan Diagnosis banding
7.M3 pemeriksaan penunjang
8.M3 tatalaksana
9.M3 komplikasi dan prognosis
Vulvovaginitis

Epidemiologi
Merupakan keluahan sering yang membuat wanita datang berobat ke petugas kesehatan.Tercatat 6
juta kunjungan pertahun akibat vulvovaginitis.Dapat mengenai wanita pada semua kelompok usia.
Definisi
Vulvovaginitis adalah peradangan pada daerah vulva dan vagina yang terutama disebabkan oleh
infeksi bakteri,jhamur atau parasit.Infeksi ini terutama terbagi menjadi 3 kelompok besar yaitu
vaginosis Bakterial,Vulvovaginitis Candidiasis dan Trikomoniasis.
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan adanya pruritus, keputihan,
dispareunia, dan disuria. Penyebab vaginitis:
1. Vaginosis bakterialis (bakteri Gardnerella Vaginalis adalah bakteri anaerob yang bertanggungjawab
atas terjadinya infeksi vagina yang non-spesifik, insidennya terjadi sekitar 23,6%).
2. Trikomonas (kasusnya berkisar antara 5,1-20%).
3. Kandida(vaginal kandidiasis, merupakan penyebab tersering peradangan pada vagina yang terjadi
pada wanita hamil, insidennya berkisar antara 15-42%).

Etiologi
Penyebabnya kerap tidak diketahui karena hanya didiagnosis sendiri kemudian diterapi sendiri oleh
pasien.Penyebabnya lebih dari satu dan berhubungan dengan faktor seksual

Faktor Risiko
Pasangan seksual lebih dari 1
Berganti pasangan dalam 30 hari terakhir
Mempunyai pasangan seksual wanita
Menggunakan pancuran air paling tidak 1 bulan atau dala 7 hari terakhir
Kekurangan laktobacillus pada wanita kulit hitam
Faktor sosial
Kebersihan diri yang buruk
Stress tinggi
Wanita dengan HIV

Patogenesis
Daerah vulvovagina memiliki flora normal yang akan menjaga agar pH vagina normal tetap
terjaga antara 3,8 - 4 , 5 . Flora normal yang predominan adalah laktobasilus yang menjaga kestabilan
pH dengan memproduksi asam laktat dan menghambat penempelan bakteri pada sel epitel
vagina. Sekitar 60% golongan laktobasilus pada vagina memproduksi hidrogen peroksida
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteria dan menghancurkan virus HIV secara in
vitro. Estrogen memperbaiki kolonisasi laktobasilus dengan meningkatkan glikogen yang
diproduksi sel epithelial vaginal, yang memecah menjadi glukosa dan bertindak sebagai
substrat untuk bakteri. Bakteri lain yang juga flora normal di daerah vulvovaginal adalah
golongan Streptokokus, bakteri Gram negatif, Gardnerella vaginalis, dan bakteri Anaerobs.
Candida albicans juga ditemukan sebagai flora normal komensal dengan jumlah 10 - 25%
pada wanita yang asimptomatik
(Eckert,2006).
Variabel yang dapat mengganggu kestabilan flora normal pada daerah vulvovaginal
adalah menstruasi, aktivitas seksual, penggunaan spermisida, hubungan seksual melalui
vagina dan tidak menggunakan kondom
(Nyirjesy, 2008).
Hasil Anamnesis(Subjective)
Keluhan
Bau adalah keluhan yang paling sering dijumpai.
Gejala klinis
1. Bau
2. Gatal (pruritus)
3. Keputihan
4. Dispareunia
5. Disuria

Faktor Risiko
1. Pemakai AKDR
2. Penggunaan handuk bersamaan
3. Imunosupresi
4. Diabetes melitus
5. Perubahan hormonal (misal : kehamilan)
6. Penggunaan terapi antibiotik spektrum luas
7. Obesitas.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya iritasi,eritema atau edema pada vulva dan
vagina. Mungkin serviks juga dapat tampak eritematous.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan mikroskopik cairan atau sekret vagina.
2. Pemeriksaan pH cairan vagina.

3. Pemeriksaan uji whiff: Jika positif berarti mengeluarkan mengeluarkan bau seperti anyir
(amis) pada waktu ditambahkan larutan KOH.

Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Vaginitis harus dicari penyebabnya, dengan menilai perbedaan tanda dan gejala dari
masing-masing penyebab, dapat pula dengan menilai secara mikroskopik cairan vagina.
Tabel 15.1 Kriteria diagnostik vagintis Kriteria diagnostik
Kriteria Sindroma
Diagnostik Normal Vaginitis Vaginitis Vulvovaginitis
bakterialis Trikomoniasis Kandida
pH Vagina 3,8-4,2 > 4,5 > 4,5 >4,5 (usually)
cairan Vagina Putih, jernih, halus Tipis, homogen, Kuning-hijau, Putih seperti
putih, abu-abu, berbuih, lengket, keju,kadang-kad
lengket, sering tambah banyak ang tambah
kali bertambah banyak.
banyak
Uji whiff - + ± -
Bau amis Tidak ada Ada Mungkin ada Tidak ada
(KOH)
KU Tidak ada Keputihan, bau Keputihan Gatal/panas,
busuk (mungkin berbuih, bau keputihan
tambah tidak busuk, pruritus
enak setelah vulva, disuria
senggama),
kemungkinan
gatal
Pemeriksaan Laktobasili, sel-sel Clue cell dengan Trikomonas, Kuncup jamur,
mikroskopik epitel bakteri kokoid leukosit > 10 hifa, pseudohifa
yang melekat, lapangan (preparat basah
tidak ada pandangan luas dengan KOH)
leukosit

pH cairan vagina normal tidak terganggu pada vulvovaginal kandidiasis. Peningkatan


pH 4,5 atau lebih muncul pada 97% wanita dengan bakterial vaginosis dan juga tipikal pada
trikomoniasis. Walaupun koinsidesi bakterial vaginosis atau trikomoniasis dapat
meningkatkan pH pada pasien dengan vulvovaginitis kandidiasis, pH yang normal dapat
menyingkirkan adanya bakterial vaginosis atau trikomoniasis. Darah atau semen pada vagina
juga dapat meningkatkan pH cairan vagina. Evaluasi mikroskopik cairan vagina menjadi alat
diagnosis utama pada vulvovaginitis akut (Eckert,2006).

Diagnosis Banding

Vaginosis bakterialis, Vaginosis trikomonas, Vulvovaginitis kandida

Komplikasi: -
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Menjaga kebersihan diri terutama daerah vagina
2. Hindari pemakaian handuk secara bersamaan
3. Hindari pemakaian sabun untuk membersihkan daerah vagina yang dapat menggeser
jumlah flora normal dan dapat merubah kondisi pH daerah kewanitaan tersebut.
4. Jaga berat badan ideal
5. Farmakologis:
a. Tatalaksana vaginosis bakterialis
· Metronidazol 500 mg peroral 2 x sehari selama 7 hari
· Metronidazol pervagina 2 x sehari selama 5 hari
· Krim klindamisin 2% pervagina 1 x sehari selama 7 hari
b. Tatalaksana vaginosis trikomonas
· Metronidazol 2 g peroral (dosis tunggal)
· Pasangan seks pasien sebaiknya juga diobati
c. Tatalaksana vulvovaginitis kandida
· Flukonazol 150 mg peroral (dosis tunggal)

Konseling dan Edukasi


Memberikan informasi kepada pasien, dan (pasangan seks) suami, mengenai faktor risiko
dan penyebab dari penyakit vaginitis ini sehingga pasien dan suami dapat menghindari
faktor risikonya. Dan jika seorang wanita terkena penyakit ini maka diinformasikan pula
pentingnya pasangan seks (suami) untuk dilakukan juga pemeriksaan dan terapi guna
pengobatan secara keseluruhan antara suami-istri dan mencegah terjadinya kondisi yang
berulang.
Peralatan
1. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan cairan vagina
2. Kertas lakmus

Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam
PIELONEFRITIS
DEFINISI
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial
dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik
ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal
melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang paling
sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal.
Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograd aliran ureterik
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling umum
adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat
refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup obstruksi urine atau infeksi,
trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan
metabolic.

Secara umum terdapat dua jenis Pyelonefritis yakni:


Pyelonefritis Akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi
berulang karena terapi yang tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari
infeksi yang berulang terjadi dua minggu setelah terapi selasai. Infeksi
bakteri dari saluran kemih bagian bawah kearah ginjal akan mempengaruhi
fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius bagian atas dikaitkan dengan selimut
antibody bakteri dalam urine. Ginjal biasaya membesar disertai infiltrasi
interstisiil sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan
pada taut kortikomedularis dan pada akhirnya akan menyebabkan atrofi dan
kerusakan tubulus serta glomerulus.

Pyelonefritis Kronis
Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen
akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun
membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi.
Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis lebih sering terjadi pada anak perempuan
dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang lebih pendek dan
letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi menunjukkan adanya bakteriuria yang
bermakna pada 1% sampai 4% gadis pelajar. 5%-10% pada perempuan usia subur, dan
sekitar 10% perempuan yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus,
pasien adalah perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki
adalah 2 : 1.

ETIOLOGI
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)

merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari
50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang juga turut serta dapat
mengakibatkan pielonefritis seperti klebsiella, golongan streptokokus. Infeksi
biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran
kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang
akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke
kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke
dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga
bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:


kehamilan
kencing manis
keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan
infeksi.

PATOFISIOLOGI
Pielonefritis merupakan penyakit saluran kemih bawah yang pada mulanya berawal
dari infeksi saluran kemih bawah. Pielonefritis disebabkan oleh infasi bakteri pada saluran
kemih seperti bakteri : E.coli yang secara normal terdapat pada saluran pencernaan, dan
secara tidak sengaja dapat menginfeksi atau terbawa ke saluran kemih karena pola
kebersihan yang salah. Disamping E.coli bakteri lain yang dapat menyebabkan pielonefritis
adalah klabsiella, streptococcus. Factor lain sebagai predisposisi Pielonefritis seperti :
kehamilan, kondisi imun yang menurun, obstruksi saluran kemih, VUR, diabetes.

Pielonefritis terjadi berawal dari invasi bakteri ke dalam saluran kemih bagian bawah,
kondisi tubuh dengan imun yang rendah, obstruksi saluran kemih, VUR dapat menghambat
eleminasi bakteri kedalam urine sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menginfeksi
mukosa saluran kemih, di samping itu pada penderita diabetes dengan kadar gula yang
tinggi mengakibatkan glukosa yang lolos dalam filtrasi hanya dapat direabsorbsi sebesar nilai
maksimal reabsorbsi glukosa yaitu 220, sisa glukosa yang tidak dapat direabsorbsi lagi akan
terbawa dan terkandung dalam urine, hal tersebut mengakibatkan bakteri dapat
berkembang biak secara cepat dalam saluran kemih dan menginfeksi saluran kemih.
Kehamilan, pada saat kehamilan hormone estrogen meningkat sehingga akan
mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, vasodilatasi mengakibatkan peningkatan
permeabilitas kapiler yang akhirnya akan mengakibatkan kebocoran protein plasma ke
dalam interstitial dan menarik cairan plasma ikut bersamanya, hal tersebut akan
mengakibatkan tingginya tekanan onkotik plasma pada filtrasi glomelurus yang akan
mengakibatkan cairan berpindah dari kapsula bowment ke kapiler glomelurus melawan gaya
filtrasi, disamping itu pada kehamilan terjadi penekanan pada vesika dan saluran kemih yang
akan menghambat aliran urine dan mengakibatkan penurunan eleminasi bakteri bersama
urine.

Dari mekanisme diatas, akan terjadi infeksi pada saluran kemih bawah dan apabila
tubuh tidak mampu mengatasi fluktuasi bakteri dalam saluran kemih, maka bakteri tersebut
akan naik ke saluran kemih bagian atas yang mengakibatkan peradangan-infeksi diparemkin
ginjal ( Pielonefritis ).Pielonefritis merupakan kondisi yang sudah terjadi infeksi dalam
paremkim ginjal sehingga dapat diangkat diagnose PK: infeksi. Pada pielonefritis terjadi
reaksi radang dan pengikatan antara antigen dan antibody, pengikatan tersebut
mengakibatkan tubuh akan melepaskan mediator-mediator kimia yang dapat menimbulkan
gejala inflamasi. Mediator EP ( endogen pirogen ) dapat mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh karena EP merangsang prostaglandin untuk meningkatkan thermostat tubuh di
hipotalamus dengan gejala ini dapat diangkat diagnose keperawatan hipertermi. Kalekrein
juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada pinggang akibat peradangan atau kerusakan
jaringan parenkim ginjal karena saat radang mediataor ini dilepas untuk merangsang pusat
sensori nyeri, dengan demikian dapat diangkat diagnose keperawatan nyeri akut. Disamping
itu akibat kelainan pada medulla ginjal yang mengakibatkan gangguan dalam pemekatan
urine ditambah lagi peningkatan GFR akibat mekanisme radang pada ginjal mengakibatkan
timbulnya poliuri sehingga dapat diangkat diagnose keperawatan Gangguan eleminasi urine.
Kehilangan cairan yang berlebih baik ekstrasel maupun intrasel akibat gangguan dalam
proses reabsorbsi mengakibatkan sel-sel tubuh mengalami dehidrasi sehingga dapat
diangkat diagnose keperawatan kekurangan cairan tubuh.

MANIFESTASI KLINIS
Pielonefritis akut :
demam
menggigil
nyeri panggul
nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
lekositosis
adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
disuria
biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
Pielonefritis kronis
tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
keletihan
sakit kepala
nafsu makan rendah
poliuria
haus yang berlebihan
kehilangan berat badan
infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal
ginjal pada akhirnya,

PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan
umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi
memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasien-pasien urologi
kebetulan menderita penyakit lain. Semua keadaan di atas mengharuskan kita sebagai
perawat untuk memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan
urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli-buli, genetalia
eksternal, dan pemeriksaan neurologi.
Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran atau
pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas dan mengkaji
ada atau tidaknya nyeri tekan. ginjal teraba membesar . nye
Pemeriksaan Buli-Buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis.
Pemeriksaan Genetalia Eksterna
Pada inspeksi genetalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan
pada penis/urethra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae,
epispadia, stenosis pada meatus urethra eksterna, dll.
Pemeriksaan Neurologi
Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
mengakibatkan kelainan pada sistem urogenetalia, seperti pada lesi motor
neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
Inspeksi
Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas
Ekspresi atau mimik wajah meringis
Pasien tampak menggigil
Pasien tampak memegang area pinggang atau abdomen
Pasien tampak tidak bisa menahan BAK

Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan.
tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas
sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
Dahi dan kulit tubuh teraba panas

Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra).
Terdengar suara tenderness
Auskultasi
Suara usus melemah seperti ileus paralitik

Permeriksaan Diagnostic dan Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji :
Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan gula dalam
urine
Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau
bentukan lain di dalam urine.
Pada pasien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis
ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine), dan
hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, leukosit,
laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Pada pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya
menunjukkan adanya leukositosis (menurunnya jumlah atau kadar leukosit di
dalam darah) disertai peningkatan laju endap darah.
Test Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens kreatinin.
Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal
ginjal yang paling sering dipakai di klinik. Sayangnya kedua uji ini baru
menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya.
Maka daripada itu, pasien pielonefritis baru akan menunjukkan adanya
penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi ginjal.
Kultur Urine
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada pria,
urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream urine), pada
wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan pada bayi dapat
diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat penampung urine.
Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam medium tertentu
untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitifitas kuman terhadap
antibiotika yang diujikan. Pada pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan
kultur urinenya terdapat bakteriuria.
Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto skrinning
untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Pasien dengan pielonefritis,
pada hasil pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya kekaburan
dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari
batu saluran kemih.

Pielografi Intra Vena (PIV)


Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau dikenal
dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang dapat
menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras radio-opak.
Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan
fungsi ginjal.
Hasil pemeriksaan PIV pada pasien pielonefritis terdapat bayangan ginjal
membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram.

Adapun pemeriksaan radiologi lainnya yang juga berkaitan dengan urologi,


antara lain :
Sistografi
Adalah pencitraan buli-buli dengan memakai kontras. Dari sistogram dapat
dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli. Pemeriksaan
ini juga dapat untuk menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan
untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter.
Uretrografi
Adalah pencitraan urethra dengan memakai bahan kontras. pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengetahui dan menilai panjang striktura urethra,
trauma urethra, dan tumor urethra atau batu non-opak pada urethra.
Pielografi Retrograd (RPG)
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas (dari ginjal hingga ureter)
dengan cara memasukkan kontras radio-opak langsung melalui kateter
ureter yang dimasukkan transurethra.
Pielografi Antegrad
Adalah pencitraan sistem urinaria bagian atas dengan dengan cara
memasukkan kontras melalui sistem saluran (kaliks) ginjal.
PENATALAKSANAAN
Pielonefritis Akut
Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan memerlukan
terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan selama 24-48 jam
sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien
dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan
agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka
pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik
atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala.
Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah
penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor
penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada
terapi jangka panjang.

Pielonefritis Kronik
Agens antimikrobial pilihan didasarkan pada identifikasi patogen melalui
kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan
digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat,
terutama jika medikasi potensial toksik.
Pengobatan pielonefritis :
Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif. Terapi kausal
dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari atau ampisilin 500 mg 4x sehari selama 5
hari. Setelah diberikan terapi antibiotik 4 – 6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang
untuk memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan pembedahan
dengan merujuk ke rumah sakit.
Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan
penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Di anjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme
yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk
menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan
meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan
antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline
(Pro-Banthine)
Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.

Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun


2007:
Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
Monitor Vital Sign.
Melakukan pemeriksaan fisik.
Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
Memantau input dan output cairan.
Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes).

KOMPLIKASI
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum &
Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula
akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan
pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang
mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

PROGNOSIS
Pielonefritis akut
Prognosis pielonefritis baik bila memperlihatkan penyembuhan klinis maupun bakteriologis
terhadap antibiotic.
Pielonefritis kronis
Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan kedua ginjal telah menyusut pengobatan
konserfatif semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh.
Gonore

A. Defenisi
Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto, 2014). Neisseria gonorrhoeae (N. Gonorrhoeae)
merupakan bakteri diplokokkus gram negatif dan manusia merupakan satu-satunya faktor
host alamiah untuk gonokokus, infeksi gonore hampir selalu ditularkan saat aktivitas seksual
(Sari et al., 2012). Menurut Irianto (2014) bahwa setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak
terjadi pada wanita daripada pria.

B. Epidemiologi
Ties et al. (2015) memperkirakan setiap tahun terdapat 78 juta penderita baru penyakit
menular seksual dan pada tahun 2012 tercatat data yang diperoleh untuk penderita baru
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae sebanyak 78,3 juta diseluruh
dunia. Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 dan 2011 melakukan survei yang
dikenal dengan nama surveilans terpadu biologis dan perilaku (STBP) dilakukan di 11 provinsi
dan 33 kota di Indonesia. Hasil STBP 2007 yang ditulis Mustikawati et al. (2009)
menyebutkan prevalensi penyakit gonore berjumlah 4.339 kasus terdiri dari wanita pekerja
seks langsung (WPSL) sebanyak 1.872 kasus, wanita pekerja seks tidak langsung (WPSTL)
sebanyak 1.105 kasus, waria sebanyak 512 kasus dan lelaki seks lelaki (LSL) sebanyak 850
kasus. Hasil STBP 2011 yang ditulis oleh Kementerian Kesehatan RI (2011)a menyebutkan
prevalensi penyakit gonore berjumlah 4.644 kasus terdiri dari WPSL sebanyak 2.279 kasus,
WPSTL sebanyak 1.484 kasus, waria sebanyak 468 kasus dan LSL sebanyak 413 kasus. Dalam
profil kesehatan provinsi Jawa Tengah yang ditulis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah (2014) menyebutkan bahwa jumlah kasus baru penyakit menular seksual pada tahun
2011 sebanyak 10.752 kasus, tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, tahun 2013 sebanyak
10.471 kasus.
Heryani (2011) telah melakukan penelitian terhadap penderita gonore meliputi insidensi,
karakteristik dan penatalaksanaan pengobatan pada periode 2008-2010 di RS Al-Islam
Bandung. Hasil penelitian tersebut dari 83 data rekam medis penderita gonore, insidensi
tertinggi yaitu pada tahun 2010 (48,2%), mayoritas penderita gonore adalah laki-laki dengan
usia kategori dewasa 25-40 tahun (54,22%), bekerja sebagai wiraswasta (38,55%) dan
berstatus telah menikah (53,01%), mayoritas penatalaksanaan adalah pemberian antibiotik
siprofloksasin (33,74%). Penelitian tersebut belum mencakup aspek evaluasi pengobatan
dengan menggunakan antibiotik.
Evaluasi penggunaan obat khususnya antibiotik merupakan tanggung jawab penting bagi
tenaga farmasi apoteker yang berada di lingkungan rumah sakit untuk mencapai tujuan
pengobatan yang rasional. Penggunaan antibiotik secara bebas tanpa adanya pemantauan
dari tenaga kesehatan seperti dokter dan farmasis akan menimbulkan beberapa masalah
seperti meningkatnya angka resistensi, munculnya penyakit lain akibat ketidaktepatan dan
ketidakpatuhan, meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas, meningkatkan biaya dan
waktu pengobatan untuk mencapai kesembuhan. Menurut Kemenkes RI (2011)b penyakit
gonore yang tidak ditangani dan diobati dengan tepat akan beresiko terjadi infeksi ulang,
terjadi komplikasi seperti orkitis (peradangan pada testis) pada pria dan salpingitis
(peradangan pada tuba falopi) pada wanita, dan bahkan jika terjadi ulkus akan mengarah
pada HIV dengan masuknya virus HIV melalui hubungan seksual. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka perlu dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien gonore di RSUD
Dr. Moewardi karena rumah sakit tersebut merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan
tingkat provinsi Jawa Tengah untuk wilayah Surakarta dan sekitarnya berdasarkan Perda
Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi
Dan Susunan Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jawa Tengah. C. Klasifikasi Gonore
Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan gonore menjadi 4
golongan yaitu:
1) Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini adalah infeksi gonokokal urogenital
(serviks, uretra dan rektum), faring dan gonokokal konjungtivitis.
2) Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada kulit, arthritis dan
seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis dan meningitis. Contoh infeksi gonokokal
diseminasi untuk lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 2.
3) Infeksi gonokokal pada neonatus/ Gonococcal Infections Among Neonates.
Infeksi gonokokal dapat menjadi masalah serius bagi ibu hamil yang terinfeksi dikarenakan
dapat mengakibatkan ophtalmia neonatorum/ infeksi konjungtivitis pada bayi baru lahir
sehingga terjadi kebutaan pada bayi baru lahir. Infeksi gonokokal pada neonatus terdiri dari
ophtalmia neonatorum dan gonococcal scalp abscesses, untuk lebih jelas ditunjukkan pada
gambar dibawah ini.
4) Infeksi gonokokal pada bayi dan anak/ Gonococcal Infections Among Infants and
Children.
Golongan klasifikasi ini sama dengan golongan infeksi gonokokal non komplikasi dan infeksi
gonokokal diseminasi, tetapi golongan ini dibuat untuk memberikan panduan pengobatan
yang lebih efektif berdasarkan usia.

D. Etiologi dan Faktor Risiko


Infeksi gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri Neisseria
gonorrhoeae bersifat gram negatif, yang terlihat di luar atau di dalam sel polimorfonuklear
(leukosit), tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan
suhu di atas 39° C dan tidak tahan terhadap zat desinfektan (Jawas & Murtiastutik, 2008).
Kumar (2012) membagi bakteri Neisseria gonorrhoeae menjadi 4 macam morfologi koloni
yaitu T1, T2, T3, T4. Koloni T1 dan T2 kecil dan memiliki pili sedangkan koloni T3 dan T4 lebih
besar, lebih datar dan tidak memiliki pili. Pili akan memfasilitasi adhesi cocci ke permukaan
mukosa dan meningkatkan virulen sehingga strain yang memiliki pili (T1 dan T2) lebih efisien
serta memiliki virulensi yang lebih tinggi dibandingkan non pili (T3 dan T4). Pili akan melekat
pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi inflamasi. Hanya pili tipe I dan II yang
patogen terhadap manusia.

E. Faktor resiko
Manhart et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa faktor resiko penularan
infeksi gonore antara lain:
1) Usia muda (18-39 tahun)
2) Berganti-ganti pasangan seksual
3) Homoseksual
4) Status sosial ekonomi yang rendah
5) Mobilitas penduduk yang tinggi
6) Tidak menggunakan kondom
7) Seks anal
8) Memiliki riwayat penyakit menular seksual E. Gejala klinik
Irianto (2014) menjelaskan bahwa gejala infeksi gonore mungkin muncul 1 sampai 14 hari
setelah terpapar, meskipun ada kemungkinan untuk terinfeksi gonore tetapi tidak memiliki
gejala. Pada wanita, muncul cairan vagina yang banyak dengan warna kuning atau kehijauan
dengan bau yang menyengat. Pada pria, muncul cairan putih atau kuning (nanah) keluar dari
penis. Pada umumnya penderita juga akan mengalami sensasi terbakar atau nyeri saat
buang air kecil dan cairan yang keluar dari penis.

F. Diagnosis
Kementerian Kesehatan RI (2011)b memberikan pedoman tentang tata cara melakukan
diagnosis gonore yang terdiri dari:
1) Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis dengan menanyakan
beberapa
informasi terkait penyakit kepada pasien untuk membantu menentukan faktor resiko pasien,
menegakkan diagnosis sebelum melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah sekitar genital pria atau wanita dengan bantuan lampu
sorot yang dilakukan oleh tenaga kesehatan ahli. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada
wanita dan pria memiliki perbedaan seperti:
a) Pasien wanita, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik dengan posisi litotomi.
Pemeriksaan dilakukan dengan memisahkan kedua labia dan diperhatikan adanya tanda
kemerahan, pembengkakan, luka/ lecet, massa atau duh tubuh vagina (cairan yang keluar
dari dalam vagina, bukan darah dan bukan air seni).
b) Pasien pria, diperiksa dengan posisi duduk/ berdiri. Pemeriksaan dilakukan dengan
melihat pada daerah penis adanya tanda kemerahan, luka/ lecet, duh tubuh uretra (cairan
yang keluar dari uretra, bukan darah dan bukan air seni) dan lesi lain. Pada pasien pria
sebelum dilakukan pemeriksaan diharapkan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih
baik).
3) Pengambilan spesimen
Pengambilan spesimen berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011)b dengan gejala duh
tubuh uretra terdiri dari:
a) Pasien laki-laki, pengambilan bahan duh tubuh genitalia dengan sengkelit steril atau
dengan swab berujung kecil.
b) Pasien wanita sudah menikah, pengambilan spesimen dilakukan dengan menggunakan
spekulum steril yang dimasukkan kedalam vagina.
c) Pasien wanita belum menikah, pengambilan spesimen dilakukan tidak menggunakan
spekulum karena dapat merusak selaput darahnya, tetapi digunakan sengkelit steril untuk
pengambilan spesimen dari dalam vagina.
4) Pemeriksaan laboratorium Menurut Daili (2009), pemeriksaan laboratorium dapat
dilakukan dengan cara:
a) Pemeriksaan gram
Pemeriksaan gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra yang memiliki
sensitivitas dan spesifisitas tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks
memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi. Pemeriksaan ini akan menunjukkan Neisseria
gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat ditemukan di dalam maupun
luar sel leukosit.
b) Kultur bakteri
Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan
Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram
positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri gram negatif dan nistatin untuk
menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan pada pasien
wanita.
c) Tes definitif
Tes definitif dengan oksidasi akan ditemukan semua Neisseria gonorrhoeae yang
mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda sampai
merah lembayung, sedangkan pada tes fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang
hanya dapat meragikan glukosa saja.
d) Tes betalaktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna koloni dari kuning
menjadi merah.
e) Tes thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak
boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas
pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih.
5) Pemeriksaan lain
Jenis pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis gonore sesuai
Kementerian Kesehatan RI (2011)b terdiri dari pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan
anoskopi.
g. Penatalaksana gonore
Penatalaksana gonore menurut Kemenkes RI (2011)b dilakukan secara kombinasi yaitu
terhadap kuman gonokokus ( N.gonorrhoeae ) dan non gonokokus (Chlamydia trachomatis)
yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
GLOMERULONEFRITIS

DEFINISI
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus
akibat suatu proses imunologis.
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Sedangkan,
glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa,
granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan
diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan
penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering
dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra,
osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma).

ETIOLOGI

Glomerulonefritis akut biasanya merupakan respons tubuh terhadap infeksi yang sedang
terjadi pada tubuh. Sedangkan, glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari
sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa
tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi
penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes
yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang
kurang baik.
Penyebab dari Glomerulonefritis akut, yaitu :
Infeksi
Kelainan sistem imun
Vaskulitis
Penyebab dari Glomerulonefritis kronis yaitu :
1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus
group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat penyakitnya :
Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain.
Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang
disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin )
ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi
kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan
menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami
hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang
baik.

MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat
membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih
sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
Hematuria
Silinder sel darah merah didalam urin
Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
Penurunan GFR
Penurunan volume urin
Retensi cairan
Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus
akut, akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.

PATOFISIOLOGI

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
Leukosituria serta torak selulet
Granular
Eritrosit(++)
Albumin (+)
Silinder lekosit (+).
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada
hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan
aktivasi jalur alternatif komplomen.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida
(gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).
Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
Malnutrisi
Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat.
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi
dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi
terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi
3 dosis.
Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada
hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral
dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut
pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan.
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Prostatitis

Prostatitis adalah peradangan (inflamasi) yang terjadi pada kelenjar prostat, yaitu kelenjar
yang memproduksi cairan mani yang berfungsi untuk memberi makan dan membawa
sperma. Prostatitis bisa terjadi pada semua laki-laki dari segala usia, namun umumnya
terjadi di bawah usia 50 tahun, berbeda dengan kanker prostat atau pembesaran kelenjar
prostat yang cenderung dialami oleh pria lanjut usia.
Prostatitis dibagi menjadi empat jenis, yaitu prostatitis bakteri akut, prostatitis bakteri kronis,
chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS), dan asymptomatic inflammatory
prostatitis. Penting untuk mengetahui jenis-jenis prostatitis ini karena penyebab dan
gejalanya berbeda-beda, sehingga pengobatannya pun akan berbeda.

Penyebab Prostatitis
Berikut ini adalah sejumlah penyebab prostatitis yang dikelompokkan berdasarkan
jenis-jenisnya:
Prostatitis bakteri akut. Kondisi ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebar naik.
Beberapa jenis bakteri yang dapat memicu terjadinya prostatitis akut antara lain E. coli
dan Pseudomonas. Bakteri penyebab infeksi menular seksual seperti Neisseria gonorrhoeae
yang menjadi penyebab penyakit gonore, dan Chlamydia trachomatis juga dapat menjadi
penyebab infeksi. Prostatitis bakteri akut biasanya terjadi pada usia di bawah 35 tahun.
Prostatitis bakteri kronis. Berbeda dengan prostatitis bakteri akut, prostatitis bakteri kronis
Penyebabnya juga merupakan penyebaran infeksi dari saluran kemih, sehingga jenis
bakterinya sama dengan penyebab prostatitis bakteri akut. Prostatitis bakteri kronis juga
dapat dipicu oleh penyakit lain seperti tuberkulosis ginjal, HIV, dan sarkoidosis.
Chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS). Merupakan jenis prostatitis
yang paling sering terjadi dan belum diketahui secara pasti penyebabnya. Gejala yang
muncul mirip dengan prostatitis bakteri kronis, namun yang berbeda adalah pada saat
pemeriksaan tidak ditemukan bakteri yang tumbuh.
Asymptomatic inflammatory prostatitis. Merupakan kondisi ketika prostat meradang,
namun tidak menimbulkan gejala. Asymptomatic inflammatory prostatitis dapat diketahui
ketika dokter melakukan pemeriksaan kesehatan kelenjar prostat. Penyebab dari jenis
prostatitis ini sama dengan prostatitis bakteri kronis.
Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami
prostatitis. Di antaranya adalah:

Mengalami infeksi saluran kemih.


Memiliki riwayat prostatitis sebelumnya.
Mengalami cedera daerah panggul dan lipat paha.
Menggunakan kateter urine.
Menderita HIV/AIDS.
Pernah melakukan biopsi prostat, yaitu pengambilan sampel jaringan prostat untuk diperiksa
di bawah mikroskop.

Gejala-gejala Prostatitis

Terdapat beragam gejala yang mungkin dialami oleh penderita prostatitis. Perbedaan
tersebut tergantung pada jenis prostatitis yang terjadi. Di antaranya adalah:
Prostatitis bakteri akut. Gejala prostatitis bakteri akut biasanya muncul dengan cepat,
seperti:
Demam, menggigil, nyeri sendi, dan pegal-pegal.
Aliran urine lemah dan nyeri saat berkemih.
Nyeri punggung bawah dan nyeri di pangkal penis atau di bagian belakang skrotum.
Selalu terasa ingin buang air besar.
Prostatitis bakteri kronis. Pasien dengan prostatitis bakteri kronis tidak memiliki gejala
sistemik seperti demam, menggigil, pegal-pegal, dan nyeri sendi. Gejalanya yang dialami
antara lain adalah:
Selalu ingin buang air kecil (terutama pada malam hari) atau tidak dapat buang air kecil.
Nyeri punggung bawah, daerah dubur, dan nyeri pada saat berkemih.
Rasa berat di belakang skrotum.
Nyeri setelah ejakulasi dan terdapat darah pada cairan semen.
Chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS). Gejala utama dari CP/CPPS
adalah nyeri yang dirasakan lebih dari tiga bulan pada salah satu bagian tubuh, seperti penis
(terutama di daerah kepala penis), bagian perut bawah atau punggung bawah, serta skrotum
atau di antara skrotum dan dubur. Sedangkan untuk Gejala lainnya sama dengan gejala pada
prostatitis bakteri kronis.
Asymptomatic inflammatory prostatitis. Tidak ada gejala yang dirasakan, seringkali
ditemukan saat pemeriksaan kesehatan pada prostat.

Diagnosis Prostatitis
Dokter akan menanyakan gejala, riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik sebelum
menentukan diagnosis yang tepat termasuk jenis dari prostatitis. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan termasuk pemeriksaan colok dubur karena kelenjar prostat dapat diraba melalui
pemeriksaan colok dubur.
Setelah itu, dokter akan melanjutkan pemeriksaan dengan metode-metode berikut ini:
Tes darah. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi tanda infeksi seperti hitung darah lengkap
atau kultur kuman dari darah. Terkadang karena prostat meradang, prostate-specific antigen
(PSA) yang biasa mendeteksi kanker prostat, juga dapat meningkat.
Tes urine. Dokter akan mengambil sampel urine pasien untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
Deteksi bakteri dapat dilakukan melalui kultur urine dengan meletakkan sampel urine pada
medium khusus untuk melihat adanya pertumbuhan kuman dan jenis kuman yang tumbuh.
Prostatic massage. Prostatic massage atau pijat prostat dilakukan saat pemeriksaan colok
dubur dan bertujuan untuk memperoleh cairan sekresi dari prostat sebagai sampel untuk
dianalisis. Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
prostatitis bakteri akut.
Pemindaian. Pemindaian dapat dilakukan dengan USG atau CT Scan untuk memperoleh
gambaran visual prostat, sehingga memudahkan diagnosis.

Pengobatan Prostatitis
Prostatitis dapat diobati dengan banyak cara dan bisa berbeda-beda, tergantung dari bakteri
penyebab, gejala yang ditimbulkan, dan tingkat keparahannya. Karena itu, diagnosis yang
tepat sangatlah penting sebelum menjalani pengobatan.
Prostatitis bakteri akut. Pengobatan prostatitis bakteri akut biasanya membutuhkan
perawatan di rumah sakit untuk medapatkan antibiotik yang diberikan lewat pembuluh
darah atau infus. Namun bila gejala yang dialami ringan dan tidak menimbulkan sepsis,
pasien tidak perlu dirawat dan hanya diberikan antibiotik minum. Obat lain yang digunakan
sebagi pendukung adalah obat penurun demam dan pereda rasa sakit. Penambahan cairan
melalui infus dan pencahar juga terkadang dibutuhkan. Pemasangan kateter langsung dari
dinding perut bawah yang dihubungkan dengan kandung kemih (kateter suprapubik) lebih
dipilih dibandingkan dengan kateter urine yang biasa dipasang melalui penis, bila terdapat
sumbatan pada saluran kemih, misalnya akibat pembengkakan prostat yang menekan
saluran kemih.
Prostatitis bakteri kronis dan Chronic prostatitis/chronic pelvic pain syndrome (CP/CPPS).
Pengobatan pendukung seperti anjuran untuk banyak minum, pemberian obat pencahar,
obat antiinflamasi nonsteroid, atau obat alpha blockers (seperti tamsulosin) dapat diberikan.
Pemberian alpha blockers bertujuan untuk mengurangi penyumbatan dan gangguan saat
buang air kecil akibat pembengkakan kelenjar prostat dengan. Untuk prostatitis kronis,
antibiotik diberikan selama 4 hingga 6 minggu. Bila terdapat batu pada prostat, dapat
dilakukan pemotongan dan pengangkatan prostat melalui prosedur transurethral resection
of the prostate (TURP) atau total prostatectomy.
Asymptomatic inflammatory prostatitis. Asymptomatic prostatitis tidak memerlukan
pengobatan, namun perlu hati-hati dengan kemungkinan gangguan kesuburan. Tetap ikuti
anjuran dokter untuk kasus ini.
Selain obat-obatan, pasien dapat dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut agar dapat
membantu meredakan gejala prostatitis:
Mengurangi konsumsi makanan pedas atau asam serta minuman berkafein atau beralkohol.
Banyak minum air putih untuk membantu membuang bakteri dalam prostat melalui urine.
Menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan iritasi pada prostat, seperti duduk dalam
waktu lama atau bersepeda.

Komplikasi Prostatitis
Jika tidak segera ditangani, prostatitis dapat menyebabkan komplikasi berupa:
Epididimitis, yaitu radang pada saluran yang menyalurkan sperma dari testis.
Infeksi bakteri yang menyebar ke dalam darah (bakteremia).
Abses prostat.
Gangguan pada produksi cairan mani, serta kemandulan akibat prostatitis kronis.
PID (Pelvic Inflammatory Disease)

Definisi
PID merupakan sindrom klinis pada wanita yang berhubungan dengan penyebaran
mikroorganisme dari vagina atau serviks ke endometrium, tuba fallopii, ovarium dan struktur
yang berhubungan.
PID dinyatakan sebagai kombinasi atara endometritis, salpingitis, abses tuba-ovarium
atau pelvic peritonitis.
Epidemiologi
Di Amerika diperkirakan > 1 juta orang menderita PID setiap tahunnya.
>100.000 menjadi infertile karena PID
Penyebab morbiditas yang bermakna pada wanita muda baik pada Negara berkembang
maupun Negara maju
Sekitar 10-15% wanita pada usia reproduksi pernah mengalami paling tidak 1 kali kejadiaan
PID
Faktor Risiko
Usia muda, remaja : peningkitan angka kejadiaan clamydia dan gonorrhoea
Riwayat PID sebelumnyam : terjadi kerusakan tuba fallopii sehingga lebih mudah terjadi
infeksi
Riwayat infeksi clamydia dan gonorrhoea sebelumnya : meningkatkan infeksi clamydia dan
gonorrhoea berulang
Pasangan laki-laki dengan clamydia dan gonorrhoea, atau berganti-ganti pasangan
Penggunaan cuci vagina yang sering
Pemasangan IUD pada 21 hari pertama
Vaginosis bacterial
Demografi (status sosial ekonomi)
Penggunaan kontrasepsi oral
Etiologi
Bakteri penyebab :
Sebagaian besar kasus PID disebabkan oleh bakteri.
Pathogen yang paling sering menyebabkan PID : clamydia dan gonorrhoea terjadi secara
terpisah maupun kombinasi pada 20-60% pasien
N. gonorrhoea : ditemukan pada 30-80% wanita dengan PID
C. trachomatis : ditemukan di serviks pada 20-40% wanita dengan PID
Batang grama negative (misalnya E.coli)
Anaerob (bacteroides spp., provotella spp., peptostreptococcus spp)
Mycoplasma, ureaplasma : penting terutama pada kehamilan dan infeksi yang berkaitan
dengan prosedur invasive
Peran dari cytomegalovirus masih dalam penelitian
Pathogenesis
PID terjadi karena adanya infeksi ascending dari infeksi pada serviks menjadi
endometritis, yang kemudian berkembang menjadi salpingitis atau oophoritis maupun
tuba-ovarian abses dan pada akhirnya menjadi peritonitis.
Infeksi pada PID berasal dari serviks dan bila tidak diobati dengan baik akan menyebar
ke traktus genital atas. Terjadi kerusakan epitel sehingga mikroorganisme masuk.
Penyebaran ke traktus genital atas juga dapat disebabkan oleh masuknya benda asing
kedalam serviks seperti pada proses terminasi kehamilan maupun pemasangan IUD. Infeksi
disebabkan karena rusaknya barier serviks dan juga karena masuknya bakteri secara
langsung kedalam rongga endometrium dari vagina dan serviks.
Penyebaran bakteri secara langsung pada struktur genitalia atas terjadi melalui migrasi
dan transport sperma, atau karena terjadi refluks darah menstruasi. Sedangkan migrasi
langsung terjadi karena adanya aliran darah menstruasi karena hilangnya proteksi mukosa
serviks.
Gejala dan tanda
Gejala klinis yang berhubungan dengan PID :
Nyeri perut bawah
Secret vagina
Dismenorrhoea
Perdarahan vagina yang tidak normal
Dyspareunia
Nyeri kencing
Nyeri pada adnexa atau adanya benjolan
Demam
Nyeri pada panggul

Diagnosis
PID sulit didiagnosis karena gejalanya sering kali tidak jelas dan ringan, banyak kejadiaan PID
tetap tidak terdeteksi karena wanita maupun tenaga kesehatan tidak dapat mengenali gejala
PID yang ringan dan tidak spesifik.
Pada masa lalu, digunakan kombinasi yang spesifik antara pemeriksaan dan pemeriksaan
tambahan (criteria Hagar) untuk menentukan diagnosis, akan tetapi criteria ini kurang
sensitive dengan 1 dari 5 kasus akan terlewatkan.
Rekomendasi terbaru : segera memulai terapi empiris pada wanita usia muda yang aktif
secara seksual dengan keluhan nyeri perut bawah dan nyeri tekan lokal pada pemeriksaan
vagina.
Kriteria diagnosis minimal :
Wanita dengan nyeri pada pergerakann adnexa uterus dan nyeri pada pergerakan serviks
pada pemeriksaan bimanual harus dipertimbangkan menderita PID dan diobati dengan
antibiotic kecuali terdapat dugaan yang lain seperti kehamilan ektopik dan apendisitis.
Kriteria tambahan berikut ini dapat digunakan untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis :
Suhu oral >38,3 C
Secret serviks atau vagina yang tidak normal dengan sel darah putih pada pemeriksaan
mikroskopik
Peningkatan LED
Peningkatan C-reactive protein
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan infeksi N.gonorrhoea atau C.trachomatis
Kultur endoserviks harus dilakukan dengan rutin, tatapi pengobatan tidak boleh ditunda saat
menunggu hasil.
Pada kasus-kasus tertentu saat diagnosis dengan klinis dan laboratoris masih tidak
pasti,kriteria berikut ini dapat digunakan :
Bukti histopatologis adanya endometritis pada biopsi endometrium
USG transvagina atau MRI menunjukkan adanya tuba yang menebal dan berisi cairan dengan
atau tanpa cairan bebas pada pelvis atau adanya kompleks tuba ovarium.
Tampak gangguan pada pemeriksaan laparaskopi yang sesuai dengan PID.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pasien dengan PID meliputi :
Regimen pengobatan harus dapat mencakup pengobatan untuk N.gonorrhoea,
C.trachomatis, anaerob, organism fakultatif gram negative dan streptococcus.
Pengobatan harus diberikan sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sekuele jangka
panjang
Bila pasien menggunakan Intra Uterine Device (IUD) maka pertimbangan untuk melepas
tergantung dari keparahan dan respon terhadap pengobatan. Pelepasan dari IUD dapat
berhubungan dengan perbaikan keluhan dan gejala.
Bila pasien juga menderita Bacterial Vaginosis (BV) maka pilih antibiotic yang juga mencakup
bakteri anaerob
PID jarang terjadi pada kehamilan akan tetapi hal ini berhubungan dengan peningkatan
morbiditas baik pada ibu maupun pada bayinya, sehingga disarankan pengobatan pada
orangtua meskipun belum ada bukti regimen yang aman pada situasi ini.
Terapi PID digunakan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan
infertilitas dan kehamilan ektopik. Terapi parenteral kurang lebih selama 48 jam kemudian
dilanjutkan dengan terapi oral setelah adanya perbaikan klinis
Diberikan i.m. ceftriaxone 500mg single dosediikuti dengan pemberian oral doxycycline
100mg dua kali sehari plus metronidazole 400mg dua kali sehari selama 14 hari.
Intoksikasi Jengkol

Definisi
Biji jengkol dibeberapa daerah tertentu di Indonesia biasa dimakan. Jengkol sering
menimbulkan gejala kercunan. Ternyata yang menyebabkan keracunan adalah asam jengkol,
yaitu suatu asam amino yang mengandung belerang yang dapat diisolisasi dari biji jengkol
(Pithecolobium Lobatum) oleh Van Veen dan Hyman pada tahun 1933.
Epidemiologi
Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh Sadatum dan Suharyono, perbandingan antara
penderita anak laki-laki dan perempuan adalah 9:1, sedangkan angka kejadian tertinggi
didapat antara umur 4-7 tahun. Penderita termuda berumur 1,5 tahun. Umumnya kasus
keracunan jengkol ditemukan pada saat musim jengkol berbuah. Pada penyelidikan yang
dilakukan oleh Moenadjat Wiratmaja dkk., ternyata tidak semua pemakan jengkol akan
mengalami keracunan. Timbulnya keracunan tidak tergantung dari jumlah biji jengkol yang
dimakan dan apakah jengkol itu dimakan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Demikian
juga tidak ada hubungan dengan muda atau tuanya biji jengkol yang dimakan. Van Veen dan
Hyman berkesimpulan bahwa timbulnya keracunan tergantung dari kerentanan seseorang
terhadap asam jengkol.
Etiologi
Disebabkan oleh jengkol. Jengkol dibeberapa daerah tertentu di Indonesia biasa dimakan.
Jengkol sering menimbulkan gejala kercunan. Ternyata yang menyebabkan keracunan
adalah asam jengkol, yaitu suatu asam amino yang mengandung belerang yang dapat
diisolisasi dari biji jengkol (Pithecolobium Lobatum) oleh Van Veen dan Hyman pada tahun
1933.
Patogenesis
Asam jengkol atau djenkolzuur (Belanda), djenkolic acid (Inggeris) atau Djenkolsaure (Jerman)
adalah sejenis asam amino berunsur belerang (S) yang terdapat di dalam buah jengkol dalam
bentuk bebas; tidak sebagai unsur dalam protein atau bentuk terikat lain
Bila seseorang memakan buah jengkol, maka asam jengkol akan ikut termakan. Oleh karena
di dalam buah sudah berbentuk asam amino bebas, maka untuk penyerapannya tidak perlu
mengalami hidrolisa, seperti asam-asam amino yang merupakan unsur-unsur protein. Ini
dapat dilihat dari fakta bahwa dalam waktu yang cukup singkat, kadang-kadang kurang dari
dua jam setelah memakan buah jengkol, asam amino ini sudah dapat ditemukan di dalam
urin pemakan buah Isolasi asam ini pertama kali dikerjakan oleh Van Veen and
Hyman dari urin penduduk yang mengalami keracunan jering Asam jengkol memiliki titik
leleh (Melting point) setinggi 300 — 330" C (decomp). Membentuk kristal-kristal tak
berwarna, yang berbentuk jarum atau gelondong (spindle). Asam jengkol tidak berbau. Bau
jengkol yang khas tidak disebabkan oleh asam jengkol, akan tetapi oleh hasil uraian asam
jengkol Sebagai asam amino, asam jengkol bersifat amfoter, yaitu dapat larut dalam asam
atau alkali. Akan tetapi oleh karena memiliki struktur kimia yang mirip sekali dengan cystine,
yang juga suatu asam amino berunsur belerang, maka seperti juga cystine asam jengkol
tidak atau sulit sekali larut dalam air dengan kurun pH biologik. Dari penelitian-penelitian
dengan cara ultrafiltrasi dan dialisa keseimbangan (equilibration dialysis) diperoleh
bukti-bukti bahwa asam jengkol di dalam darah terdapat dalam bentuk larut, yaitu terikat
dengan albumin serum Ikatan semacam ini bukan merupakan ikatan kimia, akan tetapi lebih
berupa ikatan fisik yang mudah terurai kembali tergantung dari suasana lingkungan.
Dalam ginjal molekul asam jengkol dapat melewati membran semipermeabel dari
glomerulus. Albumin sendiri tidak dapat melewati membran ini oleh karena memiliki
molekul yang terlampau besar. Jadi kompleks albumin serum dan asam jengkol berdisosiasi
sehingga menghasilkan albumin serum dan asam jengkol bebas dan asam jengkol yang
bebas ini melewati membran glomerulus dan terdapat dalam ultrafiltrat glomerulus Masih
terdapat kemungkinan bahwa selain filtrasi lewat glomerulus terjadi juga sekresi asam
jengkol secara aktif lewat
tubuli ginjal, akan tetapi hal ini masih perlu pembuktian lebih lanjut Asam jengkol yang
sekarang terdapat dalam ultrafiltrat mudah sekali menghablur menjadi kristal oleh karena
tidak terdapat lagi protein yang membuatnya lebih larut seperti terjadi di dalam darah.
Apalagi di dalam perjalanan selanjutnya terjadi penyerapan kembali sejumlah air oleh bagian
menurun dari lekuk Henle. Kesemuanya ini menyebabkan asam jengkol mencapai titik
kejenuhan (oversaturated) dan mengendaplah asam jengkol sebagai kristal-kristal berbentuk
jarum-jarum yang tajam. Pengobatan keracunan jengkol dilakukan dengan pemberian cairan
melalui infus dengan maksud membangkitkan kembali diuresis. Penambahan natrium
bikarbonat akan mempermudah larutnya kembali kristal- ristal asam jengkol untuk
diekskresikan dengan urin.
Gejala
Gejala yang timbul disebabkan oleh hablur (kristal) asam jengkol yang menyumbat traktus
urinarius. Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol.
Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam sesudah memakan biji jengkol.
Umumnya penderita menceritakan bahwa setelah memakan beberapa biji jengkol, ia akan
merasa nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah, adanya serangan kolik dan perasaan
nyeri pada waktu berkemih. Volume air kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria.
Kadangkadang terdapat hematuria. Nafas dan urin berbau jengkol. Pada anak gejala yang
sering didapat ialah infiltra urin pada penis, skrotum, yang dapat meluas sampai di daerah
suprapubik dan region inguinal.
Laboratorium
Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop dapat ditemukan hablur asam jengkol berupa
jarum runcing yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset. Hablur ini
tidak selalu ditemukan pada urin anak dengan keracunan jengkol sebab hablur ini cepat
menghilang apabila urin disimpan. Menurut Djaeni (1967) hablur tersebut terbentuk pada
peralihan alkali ke asam atau sebaliknya. Ureum pada keracunan jengkol dapat normal atau
sedikit meninggi kecuali pada anak dengan anuria kadar ureum meninggi. Diaknosis
keracunan jengkol tidak sukar ditegakkan. Umumnya
orang tua penderita sendiri menceritakan bahwa setelah beberapa jam makan biji jengkol
timbul gejala dan keluhan.
Terapi
Jika gejala penyakit ringan (muntah, sakit perut/pinggang saja) penderita tidak perlu dirawat,
cukup dinasehati untuk banyak minum serta memberikan natrium bikarbonat saja. Bila
gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu
dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk dewasa
dan anak 2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.
Prognosis
Pada umumnya prognosis baik,walaupun ada juga penderita yang meninggal dunia sebagai
akibat gagal ginjal akut.
Pencegahan
Jangan makan biji jengkol. Cara ini sukar dilaksanakan mengingat tidak mudahnya mengubah
kebiasaan makan seseorang.

Anda mungkin juga menyukai