Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Usia Lanjut
Menurut Constantinides yang dikutip oleh Maryam dkk (2012) penuaan
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri atau mempertahankan struktur serta fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Menurut UU No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun(Dewi & Sofia, 2014).
Lanjut usia merupakan suatu bagian dari proses tumbuh kembang.
Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi melalui proses tahapan atau
perkembangan dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan akhirnya menjadi tua.
Lansia merupakan proses alami yang diikuti dengan perubahan fisik dan perilaku.
Semua individu akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup tahap akhir dari manusia, dimana mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Artinawati, 2014)

2. Teori-Teori Proses Menua


Menurut Maryam dkk (2012) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori
spiritual.
a. Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
1) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan

1
2

biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi.
2) Immunology slow theory
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
3) Teori stres
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan
stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
4) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan
sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
5) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel
yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya
fungsi sel.
b. Teori psikologi
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan
dan intelektualitas  yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan
belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan
berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.
Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula
penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus
sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang
ada.
3

c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan
(continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori
stratifikasi usia (age stratification theory).
d. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada lansia,
kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial
mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan
mereka untuk mengikuti perintah.
e. Teori penarikan diri
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan
menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-
lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
f. Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas
dan aktivitas yang dilakukan.
g. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa
gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun
ia telah menjadi lansia.
h. Teori perkembangan
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai
tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi,
4

teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau
yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.
i. Teori stratifikasi usia
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang
dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari
sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat
ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok
usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk
menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat
kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok
etnik.
j. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan. 

3. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2003) dalam Dewi & Sofia (2014)
mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut :
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia yaitu seseorang yang berusaia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan da atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO dalam Dewi & Sofia (2014)
yaitu :
a. Elderly : 60-74 tahun
b. Old : 75-89 tahun
5

c. Very old : > 90 tahun

4. Pembagian Lansia Berdasarkan Perawatan Fisik


Menurut Maryam dkk (2012), lanjut usia dibagi atas dua bagian:
a. Lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.
b. Lansia yang pasif, dimana keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau
sakit, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sehari-hari.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan


Menurut Maryam dkk (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan
antara lain :
a. Faktor endogen : perubahan sel-sel tubuh
b. Faktor Eksogen :
1) Lingkungan
2) Sosial Budaya
3) Gaya hidup

6. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Perubahan yang terjadi pada lansia menurut Maryam dkk (2012) yaitu :
a. Perubahan fisik
1) Sel Pada lansia
Jumlah selnya akan berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh dan
cairan intraseluler menurun.
2) Sistem persarafan.
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik.
Hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dalam mersepon baik dari
gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf
panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
6

3) Sistem pendengaran.
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
4) Sistem penglihatan.
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram
(keruh) dapat menyebabkan katarak, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan
antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
5) Kardiovaskular.
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
6) Sistem pernapasan.
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan manjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga
kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas
pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman napas menurun. Alveoli
melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus.
7) Sistem muskuloskeletal.
Tulang kehilangan kepedatannya (density) dan semakin rapuh,
kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi
lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
8) Gastrointestinal.
Esophagus melebar, asam lambung menurun, peristaltik menurun
sehingga daya absorpsi juga menurun. Ukuran lambung mengecil serta
fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya
produksi hormon dan enzim pencernaan.
7

9) Sistem genitourinaria.
Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
ginjal untuk mengonsentrasikan urin juga menurun. Otot-otot kandung
kemih melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan
frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan
sehingga meningkatkan retensi urin.
10) Sistem endokrin.
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid,
BMR, daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormon
kelamin seperti progesterone, esterogen, dan testosterone.
11) Sistem integumen.
Kulit menjadi keriput, kulit kepala dan rambut menipis, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, elastisitas menurun, vaskularisasi
menurun, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan
rapuh.
b. Perubahan mental
Kemampuan belajar pada lansia masih ada tetapi relatif menurun.
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik,
kesehatan umum, tingkat pendidikan, hereditas, lingkungan, tingkat
kecerdasan, dan kenangan (memori).
c. Perubahan psikososial
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,
frustrasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan. Pada masa pensiun lansia akan
kehilangan sumber finansial, kehilangan status, relasi, dan pekerjaan, dan
merasakan atau kesadaran akan kematian.

7. Penyakit yang terjadi pada lansia


Menurut S. Tamher (2012) penggolongan penyakit yang menyertai lansia
yaitu :
8

a. Penyakit infeksi : epidemiologi infeksi, imunitas


b. Trauma pada lansia meliputi : fraktur kaput, trauma, luka decubitus
c. Penyakit endokrin dan metabolik meliputi : kelenjar tiroid, post menopause,
diabetes
d. Gastroenterologi meliputi : kesehatan rongga mulut, disfagia, penyakit pada
kolon
e. Penyakit kardiovaskuler meliputi : hipertensi, angina pectoris, PJK
f. Keganasan
g. Stroke
h. Gangguan saluran pernafasan meliputi : asma, TB paru
i. Penyakit sendi meliputi : rematik, gout artritis, osteoarthritis, lumbago
j. Penyakit ginjal dan perkemihan meliputi : gangguan cairan dan elektrolit,
gangguan kandung kemih, inkontinensia, gangguan prostat
k. Penyakit kulit
l. Kelainan neurologis dan psikiatri meliputi : demensia, Parkinson, depresi,
gangguan memori dan kognitif, gangguan panca indera.

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan danhampir konstan pada
arteri. Hipertensi juga disebut dengantekanan darah tinggi, dimana tekanan
tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga
hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik.
Standar hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90mmHg
(Muhammadun, 2010).
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).
9

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya


140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan
darah, makin besar resikonya (Sylvia A. Price, 2015).

2. Etiologi Hipertensi
Menurut Mansjoer (2001), berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat
dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu:
a. Hipertensi primer
Hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai
faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti
bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 %
pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi
primer sering dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang
kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat antihipertensi
mungkin pula digunakan tetapi kadang-kadang menimbulkan efek samping seperti
meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar natrium (Na) dan kalium (K)
didalam tubuh dan dehidrasi.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
Penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan
oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti :
hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan
ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak
spesifik. Penyebab spesifik dari hipertensi renal yaitu penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom
chusing, feokromositoma, koarktasioaorta, hipertnsi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain-lain.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dalam Pudiastui (2011) dapat
dilihat sebagai berikut :
10

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Berikut ini merupakan klasifikasi hipertensi menurut The Joint National

Commite on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-

2013), sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi menurut The Joint National Commite on


Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi 140-159 90-99
ringan)
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Sumber : Kemenkes RI, 2014

3. Tanda dan gejala Penderita Hipertensi


Corwin (2011) menyatakan sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-
tahun berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
11

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.


e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang dan pusing.

4. Faktor Penyebab Hipertensi


Faktor penyebab hipertensi menurut Sugiharto (2007) dibedakan menjadi:
a. Faktor yang tidak dapat diubah atau dikontrol.
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan
tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya
meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan. Dari penelitian
epidemiologi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan 1,8 – 28,6% penduduk
berusia di atas 20 tahun menderita hipertensi. Angka morbiditas dan mortalitas
penderita hipertensi meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia serta
tekanan darah sistolik dan diastolik. Resiko penyakit Kardiovaskuler meningkat
pada populasi berumur 35 tahun atau lebih dengan tekanan darah diatas optimal
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor
lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
2) Jenis kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah (2010) didapatkan
angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di
Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di
Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain
mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan
12

rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Pria dan wanita
menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Wanita
lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena
terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
3) Riwayat keluarga
Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih
sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi
(faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada
hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps dalam (Dalimartha, 2008),
hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua
kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai
hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.
b. Faktor yang dapat diubah atau dikontrol.
1) Kebiasaan merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.6 Selain dari lamanya,
risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi
dari pada mereka yang tidak merokok.
13

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah
segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin
diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin (adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah
merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30
menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada
perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari.
2) Konsumsi garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan
diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial
mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.
Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang
sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi
natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau
bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan
kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
14

garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan
prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram
perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan
terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan
diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari
6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.
Adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa
individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan
yang meningkatkan volume darah.
3) Konsumsi lemak jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
4) Penggunaan jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,
sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal
yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung
15

sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang
didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa
mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji
bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.
Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak
karena minyak goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi
kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama
saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan makanan kaya omega-3
yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila
dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian dipakai untuk
menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya telah rusak.
5) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti Orangorangyang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu
banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individuyang tidak minum
atau minum sedikit. Menurut Khomsan (2003) konsumsi alkohol harus
diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan
dengan konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol
masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan
volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan
tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab
sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih
minuman berakohol perhari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar
duakali. Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum
diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka
panjang, minum minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan
organ-organ lain.
16

5. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin,
2009).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi (Corwin, 2011).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
17

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.


Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Corwin, 2011).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai tropi
bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap,
kimia darah, (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total,
kolesterol HDL, dan EKG (Mansjoer.dkk, 2003).
7. Diagnosis
Diagnosis tidak dapat tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala
klinis.Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk
bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan
yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih dianggap
alat pengukuran yang terbaik.
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau
lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral
dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien, kemudian dilakukan
pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retio hipertensif, pemeriksaan
leher untuk mencari bising carotid, pembesaran vena, atau kelenjara tiroid
(Mansjoer, 2003).
8. Penatalaksanaan
Penanganan hipertensi pada umunya dimaksudkan untuk mencapai tekanan
darah dalam batas normal atau 130/80 mmHg. Pada pengidap diabetes ataui
penyakit ginjal menahun, besar tekanan darah yang dianjurkan sebaiknya dibawah
130/80 mmHg. Cara penatalaksanaan dibedakan atas cara nonmediokamentosa
dan terapi dengan obat-obatan.
18

a. Nonmediokamentosa
Olahraga teratur, restrikasi natrium, pembatasan natrium (garam dapur)
terbukti efektif menurunkan tekanan darah pada 60% pasien, Pendekatan diet,
yaitu mengonsumsi makanan yang kaya akan buah, rendah lemak atau bebas
lemak hewani. Pola diet ini cukup efektif menangani hipertensi berdasarkan riset
National Institute of Health (NIH) di Amerika Selatan, penghentian konsumsi
alkohol dan rokok, menghindari stress (Agoes, 2008).
b. Terapi dengan obat-obatan
1) Hipertensi tanpa komplikasi diuretic, beta bloker
2) Indikasi tertentu enhibitor ACE, penghambat reseptor angiotensin II, Alfa
bloker, alfa-beta bloker, antagonisca, diuretic.
3) Indikasi yang disesuaikan: diabetes mellitus tipe I dengan protein nuria
inhibitor ACE, gagal jantung inhibitor ACE diuretic, hipertensi sistolik
terisolasi, infark miokard beta bloker (non ISA) inihibitor ACE (dengan
disfungsi sistolik) (Mansjoer, 2003).
Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat
dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain
atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan
tekanan darah adalah kurang dari 140/90 dengan efek samping minimal
penurunan dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertensi ringan yang sudah
terkontrol dengan baik selama satu tahun. Pilihan obat dalam mengatasi hipertensi
diantaranya :
1) Diuretik
Diuretik adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl) dengan turunya kadar Na+ makan tekanan darah akan
turun dan efek hipotensifnya kurang kuat. Obat yang sering digunakan adalah obat
yang daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan
diuretic yang hemat kalium seperti spironolacture, HCT, Cholotalidore, dan
indopanide.
19

2) Alfa-Bloker
Alfa blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunya tekanan darah karena efek
hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat misalnya hipotensi
ostotatik dan tachikardia maka jarang digunakan. Seperti prognosin dan terazosin.
3) Beta-Blocker
Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan pasti diduga
kerjanya berdasarkan beta blocker pada jantung sehingga mengurangi daya dan
frekuensi kontrasi jantung. Dengan demikian tekanan darah akan menurun dan
daya hipotensinya baik. Seperti : propanolol, alterolol, pindolol.
4) Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin
sehingga menurunkan aktifitas saraf adretergik perifer dan turunya tekanan darah,
penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi ostatik seperti uonidire,
euanfacire dan netelopa.
5) Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding osteriole
sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun
seperti hidralazine dan tecrazine.
6) Antagonis Kalsium
Mekanisme obat antagonis kalisum adalah menghambat pemasukan ion
kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh dengan efek vasodilatasi dari turunya
tekanan darah seperti : nipedipin dan verapamil.
7) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat angiotensin converting enzyme yang berdaya vasokontriksi kuat
seperti coptopril. (capoten) dan enalprit..
20

9. Pathways Hipertensi

Gambar 2.1 Pathway Gout Artritis (Muttaqin, 2011)


21

C. Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Hipertensi


1. Pengkajian Keperawatan Pada Lansia
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat
ini dan riwayat sebelumnya (Potter & Perry, 2013). Pengkajian keperawatan
terdiri dari 2 tahap yaitu mengumpulkan dan verivikasi data dari sumber
primer dan sekunder dan yang kedua adalah menganalisis seluruh data
sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis keperawatan.
Pengkajian asuhan keperawatan pada lansia adalah sebagai berikut :
a. Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada Lansia dengan Hipertensi adalah sakit
kepala, lemah, tengkuk terasa tegang, episode berkeringat, kecemasan,
palpitasi (feokromositoma), episode lemah otot (aldosteronisme).
Pengkajian nyeri dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
P : Nyeri yang dirasakan apakah seperti ditusuk atau linu-linu
Q : Kualitas nyeri yang dirasakan sangat menganggu atau tidak
R : Organ yang mengalami nyeri biasanya persendian kaki dan tangan
S : Skala nyeri pasien gout artritis umumnya skala 5-7
T : Nyeri gout artritis hilang timbul atau terus menerus
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
hipertensi, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa keluhan sakit kepala, pusing, tengkuk terasa
tegang, lemas, berkeringat dan kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bias ditentukan kekuatan yang terjadi dan dapat
menegakan diagnose serta tindakan keperawatan.
22

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit
hipertensi sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan
sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada peran genetik pada penyakit Hipertensi, dimana keluarga
memiliki Hipertensi maka kemungkinan untuk mengalami
Hipertensi juga semakin besar genetik
f. Status Fisiologis
1) Mengkaji skeletal tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
g. Pemeriksaan Head To Toe
1) Pemeriksaan Kepala atau Leher
a) Kepala : Bentuk normal simetris
b) Muka : Bentuk kadang tidak simetris karena adanya
kelumpuhan otot daerah muka tampak
gangguan pada mata, keadaan rongga mulut
kotor karena kurang perawatan diri .
c) Leher : Bentuk normal pembesaran kelenjar thyroid
23

tidak ada .
2) Dada
Adanya pernafasan dispnoe, apnoe atau normal serta obstruksi jalan
nafas, kelumpuhan otot pernafasan penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, terdapat suara nafas ronchi dan whezzing.
3) Jantung
Bila penderita tidak sadar dapat terjadi hipertensi atau hipotensi,
tekanan intrakranial meningkat serta tromboflebitis, nadi bradikardi,
takikardi atau normal .
4) Abdomen
Adanya distensi perut, pengerasan feses, penurunan peristaltik usus,
gangguan BAB baik konstipasi atau diare .
5) Ekstrimitas
Adanya kelemahan pada ekstremitas tertentu penyebab gangguan
mobilisasi. Adanya kelemahan otot, kontraktur sendi dengan nilai
ROM : 2, serta kelumpuhan.
6) Pemeriksaan urologis
Pada penderita dapat terjadi retensi urine, incontinensia infeksi
kandung kencing, serta didapatkannya nyeri tekan kandung kencing.
7) Pemeriksaan fungsi sensorik
Ada atau tidak gangguan penglihatan, pendengaran atau pembicaraan.
h. Pengkajian Keseimbangan Lansia
1) Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Bangun dari kursi ( dimasukan dalam analisis )*
Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong
tubuhnya ke atas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan
kursiterlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali.
Duduk ke kursi ( dimasukan dalam analisis )*
Menjatuhkan diri di kursi, tidak duduk di tengah kursi
Keterangan ( )* : kursi yang keras dan tanpa lengan
24

Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum


perlahan-lahan sebanyak 3 kali)
Menggerakan kaki, memegang obyek untuk dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya

Mata Tertutup
Sama seperti di atas (periksa kepercayaan pasien tentang input
penglihatan untuk keseimbangannya)

Perputaran leher
Menggerakan kaki, menggenggam obyek untuk dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya, keluhan vertigo, pusing, atau keadaan tidak
stabil.

Gerakan menggapai sesuatu


Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi
sepenuhnya sementara berdiri pada ujung-ujung jari kaki, tidak stabil,
memegang sesuatu untuk dukungan

Membungkuk
Tidak mampu untuk membungkuk, untuk mengambil obyek-obyek
kecil (misal : pulpen) dari lantai, memegang suatu obyek untuk bisa
berdiri lagi, memerlukan usaha-usaha multiple untuk bangun.

2. Komponen gaya berjalan atau gerakan


Minta klien untuk berjalan pada tempat yang ditentukan  ragu-ragu,
tersandung, memegang obyek untuk dukungan.

Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki pada saat melangkah)


Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret
kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi ( > 2 inchi ).

Koninuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari samping pasien)


25

Setelah langkah-langkah awal, tidak konsisten memulai mengangkat


satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai.
Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping klien)
Panjangnya langkah yang tidak sama (sisi yang patologis biasanya
memiliki langkah yang lebih panjang : masalah dapat terdapat pada
pinggul, lutut, pergelangan kaki atau otot sekitarnya).

Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih baik diobservasi dari


belakang klien)
Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dri sisi ke sisi.

Berbalik
Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan memegang
obyek untuk dukungan.

i. Pengkajian Psikosoial
Hubungan dengan orang lain dalam wisma :
(1) Tidak dikenal
(2) Sebatas kenal
(3) Mampu berinteraksi
(4) Mampu kejasama
Hubungan dengan orang lain diluar wisma didalam panti
(1) Tidak dikenal
(2) Sebatas kenal
(3) Mampu berinteraksi
(4) Mampu kejasama
Kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma lainnya dalam panti
(1) Selalu
(2) Sering
(3) Jarang
(4) Tidak pernah
26

Stabilitas emosi
(1) Labil
(2) Stabil
(3) Iritabel
(4) Datar
Jelaskan : ……………………………………………………..
Motivasi penghuni panti
(1) Kemampuan sendiri
(2) Terpaksa
Frekwensi kunjungan keluarga
(1) 1 kali/bulan
(2) 2 kali/bulan
(3) Tidak pernah

j. Masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
(1) Apakah klien mengalami susah tidur
(2) Ada masalah atau banyak pikiran
(3) Apakah klien murung atau menangis sendiri
(4) Apakah klien sering was-was atau kuatir

Lanjutkan pertanyaan tahap 2


jika jawaban ya 1 atau lebih

Pertanyaan tahap 2
(1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam satu
bulan
(2) Ada masalah atau banyak pikiran
(3) Ada gangguan atau masalah dengan orang lain
(4) Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter
27

(5) Cenderung mengurung diri


Lebih dari 1 atau sama dengan 1
jawaban ya, maka masalah
emosional ada atau ada gangguan
emosional
Gangguan emosional

k. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)


Pada pemeriksaan digunakan untuk melakukan penilaian untuk
mengetahui fungsi intelektual lansia dengan kategori penilaian sebagai
berikut :
1. Kesalahan 0 – 2 = Fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3 – 4 = Kerusakan intelektual Ringan
3. Kesalahan 5 – 7 = Kerusakan intelektual Sedang
4. Kesalahan 8 – 10 = Kerusakan intelektual Berat
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden Indonesia ?
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, secara menurun
JUMLAH

l. Mini Mental State Exam (MMSE) (Menguji Aspek-Aspek Kognitif Dari Fungsi
Mental )
Penilaian pada pemeriksaan ini berfungsi untuk emngakji status kognitif
lansia dengan kateori
28

a. > 23                 : aspek kognitif dari fungsi mental baik


b. 18-22               : kerusakan aspek fungsi mental ringan.
c. ≤ 17                 : terdapat kerusakan aspek mental berat.
Skor Skor
Maksimum Manula ORIENTASI
5 ( )
Sekarang (hari), (tanggal), (bulan), (tahun),
berapa dan ( musim ) apa ?
5 ( ) Sekarang kita berada dimana ? (jalan), (no
rumah), (Kota), (kabupaten), (Propinsi)
REGISTRASI
3 ( )
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,
1 detik untuk tiap benda . Kemudian mintalah
manula mengulang ke 3 nama tersebut. Berikan
satu angka untuk setiap jawaban yang benar. Bila
masih salah , ulanglah penyebutan ke 3 nama
benda tersebut, sampai ia dapat mengulangnya
dengan benar. Hitunglah jumlah percobaan dan
catatlah ( bola, kursi, sepatu )
( Jumlah percobaan .............................. )
ATENSI DAN KALKULASI
5 ( ) Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100
ke bawah 1 angka untuk tiap jawaban yang
benar. Berhenti setelah 5 hitungan. (93, 86, 79,
72, 65). Kemungkinan lain : ejalah kata “dunia”
dari akhir ke awal ( a-i-n-u-d )

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)


3 ( ) Tanyalah kembali nama ke 3 benda yang telah
disebutkan diatas. Berikan 1 angka untuk setiap
jawaban yang benar.

BAHASA
29

9 ( ) a. Apakah nama benda-benda ini ?


( Perlihatkan pensil dan arloji )
( 2 angka )
b. Ulanglah kalimat berikut : ” Jika
Tidak Dan Atau Tapi ” ( 1 angka )
c. Laksanakan 3 buah perintah ini : ”
Peganglah selembar kertas dengan
tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada
pertengahan dan letakanlah di lantai ( 3
angka )
d. Bacalah dan laksanakan perintah
berikut : ” PEJAMKAN MATA ANDA
” ( 1 ANGKA )
e. Tulislah sebuah kalimat ( 1 angka )
f. Tirulah gambar ini ( 1 angka )

Skor Total ( )

m. Skala Depresi Geriatrik


1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda ?
□ Ya □ Tidak
2 Apakah anda sudah menghentikan banyak kegiatan dan
hal-hal yang
menarik minat anda ?
□ Ya □ Tidak
3 Apakah anda merasa hidup anda hampa ?

□ Ya □ Tidak
4 Apakah anda sering merasa bosan ?

□ Ya □ Tidak
5 Apakah anda biasanya bersemangat / gembira ?

□ Ya □ Tidak
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada
anda ?
30

□ Ya □ Tidak
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup
anda ?
□ Ya □ Tidak
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya ?

□ Ya □ Tidak
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah dari pada
keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru ?
□ Ya □ Tidak
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan
daya
ingat anda dibanding kebanyakan orang ?
□ Ya □ Tidak
11 Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini
menyenangkan ?
□ Ya □ Tidak
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda
saat ini ?
□ Ya □ Tidak
13 Apakah anda merasa anda penuh semangat ?
□ Ya □ Tidak
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
harapan ?
□ Ya □ Tidak
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik
keadaannya dari
pada anda ?
□ Ya □ Tidak
Skor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal
- Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1.
- Skor antara 5 – 9 menunjukkan kemungkinan besar depresi.
- Skor 10 atau lebih merupakan depresi.

n. Pengkajian Perilaku Kesehatan


Kebiasaan merokok
31

(1) > 3 batang sehari


(2) < 3 batang sehari
(3) Tidak merokok

o. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
Frekwensi makan
(1) 1 kali sehari
(2) 2 kali sehari
(3) 3 kali sehari
(4) Tidak teratur
Jumlah makanan yang dihabiskan
(1) 1 porsi dihabis
(2) ½ porsi yang dihabiskan
(3) < ½ porsi yang dihabiskan
(4) Lain-lain
Makanan tambahan
(1) Dihabiskan
(2) Tidak dihabiskan
(3) Kadang-kadang dihabiskan

Pola pemenuhan cairan


Frekwensi minum
(1) < 3 gelas sehari
(2) > 3 gelang sehari
Jika jawaban < 3 gelas sehari, alasan :
(1) Takut kencing malang hari
(2) Tidak haus
(3) Persediaan air minum terbatas
(4) Kebiasaan minum sedikit
Jenis Minuman
(1) Air putih (2) Teh (3) Kopi (4) susu (5) lainnya, ……………..

Pola kebiasaan tidur


Jumlah waktu tidur
(1) < 4 jam(2) 4 – 6 jam (3) > 6 jam
Gangguan tidur berupa
32

(1) Insomnia (2) sering terbangun (3) Sulit mengawali (4)


tidak ada gangguan
Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur
(1) santai (2) diam saja (3) ketrampilan (4) Kegiatan keagamaan
Pola eliminasi BAB
Frekwensi BAB
(1) 1 kali sehari
(2) 2 kali sehari
(3) Lainnya, ………………….
Konsisitensi
(1) Encer (2) Keras (3) Lembek
Gangguan BAB
(1) Inkontinensia alvi
(2) Konstipasi
(3) Diare
(4) Tidak ada

Pola BAK
Frekwensi BAK
(1) 1 – 3 kali sehari
(2) 4 – 6 kali sehari
(3) > 6 kali sehari
Warna urine
(1) Kuning jernih
(2) Putih jernih
(3) Kuning keruh
Gangguan BAK
(1) Inkontinensia urine
(2) Retensi urine
(3) Lainnya, …………………………………

Pola aktifitas
Kegiatan produktif lansia yang sering dilakukan
(1) Membantu kegiatan dapur
(2) Berkebun
(3) Pekerjaan rumah tangga
(4) Ketrampilan tangan
33

Pola Pemenuhan Kebersihan Diri


Mandi
(1) 1 kali sehari
(2) 2 kali sehari
(3) 3 kali sehari
(4) < 1 kali sehari
Memakai sabun
(1) ya (3) tidak
Sikat gigi
(1) 1 kali sehari
(2) 2 kali sehari
(3) Tidak pernah, alasan …………………………
Menggunakan pasta gigi
(1) ya (2) tidak
Kebiasaan berganti pakaian bersih
(1) 1 kali sehari
(2) > 1 kali sehari
(3) Tidak ganti
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari

p. Indeks Barthel
Indeks barthel mempunyai fungsi penilaian yang sama dengan indeks
KATZ yaitu menilai kemandirian lansia dengan kategori sebagai
berikut :
NO AKTIVITAS NILAI
BANTUAN MANDIRI
1. Makan 5 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat 5 -10 15
tidur dan sebaliknya, termasuk duduk
di tempat tidur
3. Kebersian diri, mencuci muka, 0 5
menyisir, mencukur dan mengosok
gigi
4. Aktivitas toilet 5 10
34

5. Mandi 0 5
6. Berjalan di jalan yang datar ( jika 10 15
tidak mampu berjalan lakukan dengan
kursi roda )
7. Naik turun tangga 5 10
8. Berpakaian termasuk mengenakan 5 10
sepatu
9. Mengontrol defekasi 5 10
10. Mengontrol berkemih 5 10
JUMLAH 100
Keterangan Jumlah :
0-20 = ketergantungan penuh
21-61 = ketergantungan berat (sangat tergantung)
62-90 = ketergantungan moderat
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri

q. Indeks KATZ
Indeks KATZ digunakan untuk melihat tingkat kemandiria atau
ketergantung pada lansia dengan kategori sebagai berikut :
Skore Criteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
kamar kecil, berpakaiandan mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan
satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
35

Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


lain diklasifikasikan sebagai C, D, E, atau F
(1) Pengkajian Status Nutrisi
Penilaian status gizi juga dapat dilakukan dengan
mempergunakan Mini Nutritional Assessment Short Form (MNA-SF).
Dalam penilaiannya hal yang harus juga dicatat adalah nama pasien,
usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tinggi lutut dan tanggal
pengisian. Dengan Interpretasi skor sebagai berikut :
Skor > 24 : Gizi baik
Skor 17-23,5 : Berisiko malnutrisi
Skor < 17 : Malnutrisi
(2) Pengkajian Apgar keluarga
Skrining untuk melengkapi pengkajian fungsi sosial
Suatu Alat Skrining Singkat Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji
Fungsi Sosial Lansia
No Uraian Fungsi Skor
1 Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga (teman-teman) saya untuk membantuAdaptation 1
pada waktu sesuatu menyusahkan saya
2 Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya membicarakan sesuatu dengan saya danPartnership 1
mengungkapkan masalah dengan saya
3 Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya
menerima dan mendukung keinginan saya untukGrowth 1
melakukan aktivitas atau arah baru
4 Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya mengekspresikan afek dan beresponAffection 1
terhadap emosi-emosi saya seperti marah, sedih
atau mencintai
5 Saya puas dengan cara teman-teman saya danResolve 1
saya menyediakan waktu bersama-sama

Keterangan:  Total 5
36

Selalu = 2,  
Kadang-kadang = 1, 
Hampir tidak pernah = 0

r. Asessmen Geriatri
Tanggal pemeriksaan :
Nama Pasien :  L/ P
Nama Pemeriksa :
Nomor RM :
Ruang :
Umur : tahun

N Pemeriksaan Alat / Cara Hasil Ket


O

1 Gangguan Schnellen / Modified Schnellen / tes


Penglihatan baca koran pada kedua mata
2 Gangguan Tes Bisikan kata pada kedua telinga
Pendengaran
3 Fungsi Anggota - Tes Jabat Tangan (kiri – kanan)
Atas - Meminta pasien mengangkat
tangan dibelakang kepala secara
bergantian
4 Fungsi Anggota Meminta pasien duduk / berjalan
Bawah
5 Fungsi Aktivitas Menanyakan, apakah pasien bisa
Hidup Sehari-hari bangun dari tempat tidur , makan
Dasar (AHS dan minum sendiri
Dasar)

AHS Instrumental Menanyakan, apakah pasien bisa


berbelanja atau menyiapkan makan
sendiri
37

6 Kontinensia Apakah pasien ngompol / ngebrok


7 Status Gizi Berat Badan dan Tinggi Badan
8 Depresi Menanyakan, apakah pasien sering
sedih / merasa tertekan
9 Status Kognitif Menyebutkan 3 objek, lalu meminta
pasien mengulanginya setelah 5
menit
10 Dukungan Sosial Menanyakan, ada tidaknya orang
Ekonomi yang membantu bila pasien sakit
atau dalam keadaan darurat. Bila ada
siapa ?
11 Lingkungan Menanyakan, ada tidaknya bahaya
di sekitar rumah (penerangan di
kamar mandi , anak tangga yang
tinggi, dll)

Apakah pasien ini termasuk kelompok ” Usila Beresiko Tinggi ” ? .............


Kelompok Usila Beresiko tinggi :
 Laki-laki • Baru Keluar dari Perawatan RS
 Sangat tua ( > 80 th ) • Baru saja mengalami duka cita yang
mendalam
 Hidup sendiri
s. Pengkajian Lingkungan
PEMUKIMAN
Luas bangunan :
Bentuk bangunan :
(1) Rumah (2) Petak (3) asrama (4) paviliun
Jenis bangunan :
(1) Permanen (2) Semi permanen (3) non permanen
Atap rumah
(1) Genting (2) seng (3) ijuk (4) kayu (5) asbes
Dinding
(1) Tembok (2) Kayu (3) bambu (4) lainya, ………………
38

Lantai
(1) semen (2) tegel (3) keramik (4) tanah (5) lainnya, …
Kebersihan lantai
(1) baik (2) kurang
Ventilasi
(1) < 15 % luas lantai (2) 15 % luas lantai
Pencahayaan
(1) Baik (2) kurang Jelaskan, ………………………
Pengaturan penataan perabot
(1) baik (2) kurang
Kelengkapan alat rumah tangga
(1) lengkap (2) tidak lengkap Jelaskan, ………………………

SANITASI
Penyediaan air bersih (MCK) :
(1) PDAM (2) Sumur (3) Mata air (4) sungai (5) lainnya, …
Penyediaan air minum
(1) air rebus sendiri (2) Beli (aqua) (3) air biasa tanpa rebus

Pengelolaan jamban
(1) bersama (2) kelompok (3) pribadi (4) lainnya, ……………
Jenis jamban :
(1) Leher angsa (2) cemplung terbuka (3) Cemplung tertutup (4) Lainnya
Jarak dengan sumber air
(1) < 10 meter (2) > 10 meter
Sarana pembuangan air limbah (SPAL) :
(1) Lancar (2) Tidak lancar
Petugas sampah
(1) ditimbun (2) dibakar (3) daur ulang
(4) dibuang sembarang tempat (5) dikelola dinas
Polusi udara
39

(1) Pabrik (2) Rumah tangga (3) industri (4) Lainnya, ………
Pengelolaan binatang pengerat
(1) tidak (2) ya, (*) dengan racun (*) dengan alat (*) lainnya, …

FASILITAS
Peternakan
(1) ada (2) tidak Jenis, ……………………………
Perikanan
(1) ada (2) tidak Jenis, …………………………..
Sarana olah raga
(1) ada (2) Jenis, ……………………………
Taman
( 1) ada (2) tidak Luasnya, …………………………….
Ruang pertemuan
(1) ada (2) tidak Luasnya, ………………………………
Sarana hiburan
(1) ada (2) tidak Jenis, …………………………………….

Sarana ibadah
(1) ada (2) tidak Jenis, …………………………………….

KEAMANAN DAN TRANSPORTASI


Keamanan
Sistem keamanan lingkungan
Penanggulangan kebakaran (1) ada (2) tidak
Penanggulangan bencana (1) ada (2) tidak
Transportasi
Kondisi jalan masuk panti
(1) rata (2) tidak rata (3) licin (4) tidak licin
Jenis transportasi yang dimiliki
40

(1) Mobil (2) sepeda motor (3) lainnya, … Jumlah : ……


Komunikasi
Sarana komunikasi
(1) ada (2) tidak ada
Jenis komunikasi yang digunakan dalam panti :
(1) telphon (2) kotak surat (3) fax (4) lainnya, …………
Cara penyebaran informasi :
(1) Langsung (2) tidak langsung (3) Lainnya, ………………………

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon
individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan ataupun kerentanan respon terkait masalah kesehatan (Herdman &
Kamitsuru, 2014). Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai kriteria hasil yang diharapkan
selama proses perawatan. Pada lansia terdapat beberapa diagnosis
keperawatan terkait masalah peradangan sendi yaitu Nyeri, (Miller, 2012).
Diagnose keperawatan yang kemungkinan muncul pada pasien dengan Gout
artritis yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan
3. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan pada lansia dengan gout artritis menurut SDKI
(2018) yaitu :
Diagnosa Tujaun dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1) Pemberian Analgesik
keperawatan selama 2 x 24 jam Observasi
diharapkan nyeri menurun a. Identifikasi
dengan kriteria hasil : riwayat alergi
 Keluhan nyeri menurun obat
 Tampak meringis menurun b. Monitor tanda-
 Sikap protektif menurun tanda vital
 Gelisah menurun sebelum dan
 Kesulitan tidur menurun sesudah
 Frekuensi nadi membaik pemberian
 Tekanan darah membaik analgetik
41

 Pola napas membaik Terapeutik


Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgetik dan efek
yang tidak diinginkan

Edukasi
Jelaskan efek terapi
dan efek samping
obat

Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian dosis dan
jenis analgetik sesuai
terapi

2) Manajemen Nyeri
Observasi
a. Identifikasi
lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas nyeri
b. Identifikasi skala
nyeri Identifikasi
respons nyeri non
verbal
c. Identifikasi faktor
yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
Terapeutik
• Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
• Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (misalnya,
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
• Fasilitasi istirahat
dan tidur
Gangguan Pola Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur
42

tidur keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi:


dharapkan pola tidur membaik  Identifikasi pola
aktivitas dan tidur
Kriteria Hasil :  Identifikasi faktor
1. Keluhan sulit tidur menurun pengganggu tidur
2. Keluhan sering terjaga (fisik dan/atau
menurun psikologis)
3. Keluhan tidur tidak puas  Identifikasi
menurun makanan dan
4. Keluhan pola tidur berubah minuman yang
menurun mengganggu tidur
5. Keluhan istirahat tidak cukup (mis. kopi, teh,
menurun alkohol, makanan
mendekati waktu
tidur, minum banyak
air sebelum tidur)
Terapeutik:
 Modifikasi
lingkungan (mis.
pencahayaan,
kebisingan, suhu,
matras, dan tempat
tidur)
 Batasi waktu tidur
siang, jika perlu
 Fasilitasi
menghilangkan
stres sebelum tidur
 Tetapkan jadwal
tidur rutin
 Lakukan prosedur
untuk
meningkatkan
kenyamanan (mis.
pijat, pengaturan
posisi, terapi
akupresur)
 Sesuaikan jadwal
pemberian obat
dan/atau tindakan
untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
 Jelaskan
pentingnya tidur
cukup selama sakit
 Anjurkan menepati
kebiasaan waktu
tidur
 Anjurkan
43

menghindari
makanan/minuman
yang mengganggu
tidur
 Anjurkan
penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung
supresor terhadap
tidur REM
Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
Ansietas Tujuan : a. Identivikasi saat
Setelah dilakukan tindakan tingkat ansietas
keperawatan tingkat ansietas berubah.
menurun b. Monitor tanda tanda
Kriteria Hasil : ansietas verbal non
a. Verbalisasi kebingungan verbal.
menurun. c. Temani klien untuk
b. Verbalisasi khawatir mengurangi
akibat menurun. kecemasan jika perlu.
c. Prilaku gelisah menurun. d. Dengarkan dengan
d. Prilaku tegang menurun penuh perhatian.
e. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan.
f. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami.
g. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
klien, jika perlu.
h. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
i. Latih teknik relaksasi.
j. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu
Defisit Tujuan: 1. Identivikasi kesiapan
Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan dan kemampuan
perawatan diharapkan menerima informasi.
tingkat pengetahuan klien 2. Sediakan materi dan
meningkat. media pendidikan
kriteria hasil : kesehatan.
1. Perilaku sesuai anjuran, 3. Berikan kesempatan
verbalisasi minat dan belajar untuk bertanya.
44

meningkat. 4. Ajarkan perilaku


2. Kemampuan hidup bersih dan sehat.
menggambarkan 5. Ajarkan strategi yang
pengalaman sebelumnya dapat digunakan untuk
yang sesuai dengan topik meningkatkan perilaku
meningkat hidup bersih dan sehat

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, yaitu
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter
& Perry, 2011). Memberikan posisi yang nyaman untuk klien. Posisi yang
nyaman diberikan kepada klien untuk meningkatkan rasa nyaman, mengurangi
nyeri, mengurangi stress spikis dan . Posisi nyaman untuk klien yaitu posisi
terlentang atau supine (Istianah, 2011). Pelaksanaan implementasi keperawatan
disesuaikan dengan perencanaan yang telah di susun pada intevensi keperawatan
pada lansia dengan gout artritis.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan pada klien hambatan mobilitas fisik
berdasarkan riteria hasil setiap tujuan keperawatan menurut Nurarif (2015) yaitu :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
6) Mobilitas sudah cukup baik
45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

A. Pola Kesehatan Fungsional


1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Ngijingan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Status : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Tgl. Pengkajian : 22-05-2021
Jam : 10.00 WIB
Diagnosa Medis : Hipertensi

2. Pola Persepsi Kesehatan Fungsional


a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri Nyeri pada kepala kanan bagian belakang, pasien
sudah sering mengalami hal tersebut
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan cenat-cenut di daerah kepala bagian belakang dan
nyeri hilang timbul. Sebelumnya klien sudah sering mengalami sakit
seperti ini sejak + 4 tahun yang lalu tapi sembuh dalam 3 hari tetapi
rasa cenat-cenut seperti ditusuk –tusuk ini sudah lama hilang timbul.
P : Nyeri kepala
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada daerah kepala belakang
S: Skala nyeri 7
46

T : Nyeri hilang timbul


c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan pernah memiliki riwayat penyakit tekanan darah
tinggi. Dulu klien pernah memeriksakan diri ke dokter dan dinyatakan
mempunyai penyakit tekanan darah tinggi..
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan mengatakan Dalam keluarga klien tidak
mempunyai penyakit Diabetes Melitus dan keluarga mempunyai
riwayat Jantung, dan Hipertensi.
e. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 160/90
Nadi : 84 z/mnt
RR : 24 x/mnt
Suhu : 36 0C

B. Pengkajian Pola Aktivitas Sehari-hari


a) Oksigenasi Nafas spontan, irama teratur, RR: 24x/m, dispneu setelah
berjalan kurang lebih 20 meter,

b) Cairan & elektrolit Partisipan minum 1500 cc/hr

c) Nutrisi Partisipan makan 3x/hari (pagi, siang dan sore). 1 porsi


habis.

d) Eliminasi BAB teratur, 1x/hari setiap pagi, dengan konsistensi


fesek lunak, dan berwarna kuning kecoklatan

BAK 4-6 x/hari, warna kuning, dan bau khas urine

e) Aktifitas Aktifitas yang dilakukan hanya berbaring dan duduk di


tempat tidur disebabkan karena nyeri pada kepalabagian
belkang sebelah kanan

f) Istirahat tidur Tidur siang : 11.00-12.00 WIB, pola tidur tidak teratur
Tidur malam : 20.00-04.00 WIB, kualitas tidur baik.
Terkadang terbangun saat tengah malam untuk berkemih
dan karena nyeri

g) Personal Hygiene Mandi 2x sehari, sikat gigi 2x sehari semua aktivitas


dibantu keluarga
47

C. Pemeriksaan Head To Toe


a. Kondisi Umum
1) Masalah Tidur Cukup
Kualitas tidur baik. Terkadang terbangun saat
tengah malam untuk berkemih

2) Kemampuan ADL C (Kemandirian dalam semua aktivitas hidup


Iindeks KATZ) sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
(ke kamar kecil)

b. Kepala Nyeri kepala bagian belakang sebelah kanan, skala


nyeri 7,

c. Mata Terdapat penurunan daya penglihatan ketika


melihat terlalu jauh tidak dapat melihat dengan
jelas, tidak memakai kacamata

d. Telinga Terdapat gangguan pada pendengaran, partisipan


dapt mengeti ketika bicara agak sedikit keras

e. Hidung Tidak ada permasalahan pada proses penciuman,


tidak alergi atau infeksi pada hidung

f. Mulut dan Tidak ada keluhan yang dirasakan partisipan, gigi


Tenggorokan banyak yang tanggal

g. Leher Kaku leher tidak terjadi, nyeri tekan tidak ada, tidak
ada pembesaran vena jugularis

h. Dada Nafas normal, tidak ada pernafasan cuping hidung,


taktil fremitus kanan kiri sama, tidak ada nyeri
tekan dada, wheezing tidak ada, suara nafas
vesikuler terdengar di semua lapang paru normal

i. Jantung Redup pada batas jantung, S1 S2 tunggal, tidak ada


murmur, simetris, tidak ada pembesaran jantung

j. Abdomen Auskultasi peristaltic (+), tidak ada pembesaran


hepar, ginjal atau pancreas, tidak ada nyeri tekan,
perkusi timpani

k. Perkemihan Normal, tidak ada gangguan

l. Reproduksi Tidak terkaji


48

m. Ekstremitas Rentang gerak kaki kiri kaku, Kaki bengkak,


pergerakan terbatas Partisipan pelan-pelan saat
berpindah atau mau duduk. Kekuatan otot :

5 4
5 4

n. Integumen Tidak ada gangguan pda integumen pasien

D. Pengkajian Emosional dan Spiritual lansia


Pasien menalami depresi sedang, klien sulit berkonsentrasi karena penurunan
daya ingat serta memori. Pasien juga menerima kenyataan yang terjadi pada
kondisi kesehatannya saat ini dan klien menyadari kalau dirinya cepat atau
lambat akan dipanggil oleh Tuhan, pasien berusaha untuk tetap menjalankan
ibadah secara rutin
E. Pengkajian Fungsional Lansia
No Pengkajian Status Kognitif/Afektif Nilai
1. Short Portable Mental Status Nilai : 2 (Kerusakan inteletual utuh)
Questionnaire (SPMSQ)
2. Mini-Mental State Exam (MMSE) Nilai : 19 (kerusakan aspek fungsi
mental ringan)

3. Inventaris Depresi Beck Nilai : 15 (Depresi sedang)

4. Tinetti Performance Oriented Mobility Nilai : 10 (Resiko terjatuh tinggi)


Assessment (POMA)
Nilai 11 ; Beresiko Malnutrisi
5. Mini Nutritional Assessment Short Form
(MNA-SF)

F. Terapi
Captopril 25 Mg 1 x 1
49

G. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds: Peningkatan tekanan Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri
vaskuler
pada kepala bagian belakang
sebelah kanan
Do :
1. Klien tampak gelisah
2. Nyeri Perubahan struktur
P : Nyeri kepala
Q : Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada daerah
kepala belakang Vasokonstriksi
S: Skala nyeri 7
T : Nyeri hilang timbul
3. Wajah tampak
menyeringai Nyeri
4. Klien tampak
memegangi kepala dan
tampak menghindar
ketika akan disentuh
5. TD : 160/90 mmHg
6. N : 84 x/mnt
7. RR : 24 x/mnt
8. S : 36 0C
Ds: Peningkatan tekanan Gangguan Pola Tidur
Pasien mengatakan tidur
vaskuler
tergannggu kadang
terbangun karena nyeri
Do :
1. Klien tampak gelisah Perubahan struktur
2. Nyeri
P : Nyeri kepala
Q : Nyeri seperti Vasokonstriksi
ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada daerah
kepala belakang Nyeri
S: Skala nyeri 7
T : Nyeri hilang timbul
3. Wajah tampak Gangnguan Pola Tidur
menyeringai
4. Klien tampak
memegangi kepala dan
tampak menghindar
50

ketika akan disentuh


5. TD : 160/90 mmHg
6. N : 84 x/mnt
7. RR : 24 x/mnt
8. S : 36 0C

H. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler dan
vasokonstriksi pembuluh darah
2. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan nyeri kepala
51

I. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

Nyeri akut Setelah diberikan 1. Pemberian Analgesik


asuhan Observasi
keperawatan c. Identifikasi riwayat alergi obat
selama 2 x 24 d. Monitor tanda-tanda vital sebelum
jam diharapkan dan sesudah pemberian analgetik
nyeri menurun Terapeutik
dengan kriteria Dokumentasikan respons terhadap efek
hasil : analgetik dan efek yang tidak
 Keluhan nyeri diinginkan
menurun
 Tampak Edukasi
meringis Jelaskan efek terapi dan efek samping
menurun obat
 Sikap
protektif Kolaborasi
menurun Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
 Gelisah analgetik sesuai terapi
menurun
 Kesulitan 2. Manajemen Nyeri
tidur Observasi
menurun d. Identifikasi lokasi, karakteristik,
 Frekuensi durasi, frekuensi, kualitas,
nadi intensitas nyeri
membaik e. Identifikasi skala nyeri Identifikasi
 Tekanan darah respons nyeri non verbal
membaik f. Identifikasi faktor yang
 Pola memperberat dan memperingan
napas nyeri
membaik Terapeutik
• Berikan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
• Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misalnya,
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
• Fasilitasi istirahat dan tidur
52

Gangguan PolaSetelah dilakukan Dukungan Tidur


tidur tindakan Observasi:
keperawatan selama  Identifikasi pola aktivitas dan tidur
3 x 24 jam  Identifikasi faktor pengganggu tidur
dharapkan pola (fisik dan/atau psikologis)
tidur membaik  Identifikasi makanan dan minuman
yang mengganggu tidur (mis. kopi,
Kriteria Hasil : teh, alkohol, makanan mendekati
6. Keluhan sulit waktu tidur, minum banyak air
tidur menurun sebelum tidur)
7. Keluhan sering Terapeutik:
terjaga menurun  Modifikasi lingkungan (mis.
8. Keluhan tidur pencahayaan, kebisingan, suhu,
tidak puas matras, dan tempat tidur)
menurun  Batasi waktu tidur siang, jika perlu
9. Keluhan pola  Fasilitasi menghilangkan stres
tidur berubah sebelum tidur
menurun  Tetapkan jadwal tidur rutin
10. Keluhan  Lakukan prosedur untuk
istirahat tidak meningkatkan kenyamanan (mis.
cukup menurun pijat, pengaturan posisi, terapi
akupresur)
 Sesuaikan jadwal pemberian obat
dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur
 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
 Anjurkan penggunaan obat tidur
53

J. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Tgl 22 Mei 2021 Tgl 23 Mei 2021 Tgl 24 Mei 2021
Keperawata
n
Nyeri akut Jam 08.00 Jam 08.00 Jam 08.00
1. Mengobservas 1. Mengobservasi 1. Mengobservasi
i Skala nyeri Skala nyeri Skala nyeri
(numeric (numeric (numeric
verbal) verbal) verbal) pasien
pasien : skala pasien : skala : skala nyeri 3
nyeri 7 nyeri 6 2. Mengobservasi
2. Mengatur 2. Mengobservasi karakteristik
posisi yang karakteristik nyeri pasien :
nyaman untuk nyeri pasien : nyeri
pasien : posisi nyeri seperti berkurang
supinasi ditusuk-tusuk 3. Melakukan
3. Melakukan 3. Melakukan kompres
kompres kompres dingin pada
dingin pada dingin pada pasien selama
pasien selama pasien selama 15 menit :
15 menit : 15 menit : pasien
pasien pasien bersedia dan
bersedia dan bersedia dan mau dilakukan
mau dilakukan mau dilakukan kompres
kompres kompres dingin
dingin dingin 4. Mencatat
4. Mencatat 4. Mencatat keluhan nyeri
keluhan nyeri keluhan nyeri pasien : : nyeri
pasien : nyeri pasien : : nyeri sudah tidak
seperti seperti terasa
ditusuk-tusuk ditusuk-tusuk 5. Memberikan
5. Memberikan 5. Memberikan terapi obat
terapi obat terapi obat Captopril 1 x
Captopril 1 x Captopril 1 x 25 Mg
25 Mg 25 Mg
54

K. Evaluasi
Diagnosa Tgl 22 Mei 2021 Tgl 23 Mei 2021 Tgl 24 Mei 2021
Keperawatan
Nyeri akut. S: pasien mengeluh S: pasien mengeluh S: pasien mengeluh
nyeri di ulu hati nyeri di ulu hati nyeri hilang
yang masih hilang timbul timbul di ulu hati
hilang timbul dan dan seperti tapi sudah jarang
seperti ditusuk- ditusuk-tusuk terasa
tusuk O:
O: O: 1. Kesadaran :
1. Kesadaran : 1. Kesadaran : composmentis
composmentis composmentis 2. /Wajah sudah
2. Wajah tampak 2. /Wajah tidak
menyeringai tampak menyeringai
3. pasien : skala menyeringai 3. Skala nyeri 3
nyeri 7 3. Skala nyeri 5 4. Pasien dapat
4. Pasien dapat 4. Pasien dapat menyebutkan
menyebutkan menyebutkan nyeri
nyeri nyeri karakteristik
karakteristik karakteristik nyeri yang
nyeri yang nyeri yang dirasakan
dirasakan dirasakan A: Masalah teratasi
A: Masalah teratasi A: Masalah teratasi P: intervensi
sebagian sebagian dihentikan
P: Intervensi P: Intervensi 1. Berikan HE
dilanjutkan nomer dilanjutkan nomer penatalaksanaa
1,2,3,5 1,2,3,5 n nyeri seperti
menggunakan
teknik relaksasi
kompres dingin,
serta anjurkan
keluarga dan
pasien untuk
pasien dapat
istirahat dan
menjaga dietnya

DAFTAR PUSTAKA
55

Corwin. E.J, (2011), Patofisiologi, Alih Bahasa Brahm U, Pandit Jakarta : EGC.

Judha, M., Sudarti, Fauziah, A. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri
Persalinan. Nuha Medika: Yogyakarta

Kozier B, Erb G. (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses


dan Praktik. Jakarta: EGC

Majid Abdul, Mohammad Judha, (2011). Keperawatan Perioperatif,


Yogyakarta : Gosyen Publising.

Muttaqin Arif, Kumala Sari, (2011), Asuhan Keperawatan Perioperatif;


Konsep, Proses dan Aplikasi, Jakarta : Salemba Medika

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

Potter. Patricia A., Perry, Anne G. (2011). Fundamental Keperawatan: Konsep


Proses dan Praktik. (Ed. 4). Jakarta: EGC

Price. A, S Dkk, (2022). Patofisiologi, Jakarta : EGC

Quin. (2013). Penilaian Dan Penatalaksanaan Nyeri. Tersedia di


http://www.medicaljorunal.ac.id diakses tanggal 28 April 2020

Smeltzer, S.C & Bare, B.G, (2012), Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, Jakarta : EGC.

Sudoyo. (2011). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : FKUI IPD

Tamsuri. A. (2012). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai