Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTEK KERJA

PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


PUSKESMAS

DI

UPT.PUSKESMAS KAMPUNG BARU

STUDI KASUS

GASTRITIS
(MAAG)

Disusun Oleh:

WAHYU SINAGA, S. Farm


NIM 222130099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Menkes RI, 2019).

Puskesmas merupakan sebuah unit kesehatan pelaksana Teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah

kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih

dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas

dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan atau

dusun/rukun warga (Depkes RI, 2016).

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di Puskesmas,

mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk Praktik Kerja

Pendidikan Profesi Apoteker (PKPPA) di Puskesmas. PKPPA di Puskesmas

menerapkan salah satu praktik Pelayanan Kefarmasian yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat dan yang

berhubungan dengan kesehatan pasien. Salah satu peran lain apoteker di

Puskesmas yaitu melakukan kegiatan promosi kesehatan di Puskesmas Glugur

Kota Medan dengan melakukan penyuluhan kepada pasien. Studi kasus pada

dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keahlian diri dalam pembelajaran,

1
berfikir kritis, mengidentifikasi permasalahan dan mengambil keputusan. Dari

kegiatan studi kasus yang dilakukan dalam Praktek Kerja Pendidikan Profesi

Apoteker di Puskesmas Kampung Baru, akan dipelajari salah satu keadaan pasien

yang rutin berobat ke puskesmas.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dilakukan studi kasus ini asalah:

1. Untuk mengetahui dan memantau penggunaan obat yang rasional pada pasien

dengan diagnosa Gastritis

2. Untuk mengetahui peran dan tugas apoteker di bidang farmasi klinis dan

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gastrisis

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut dan kronik (Aspitasari & Taharuddin, 2020).

Masyarakat pada umumnya mengenal gastritis dengan sebutan penyakit maag

yaitu penyakit yang menurut mereka bukan suatu masalah yang besar, gastritis

terjadi pada semua usia mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai tua (Jannah,

2020). Gastritis disebabkan salah satunya karena sikap penderita gastritis yang

tidak memperhatikan kesehatannya, terutama makanan yang dikonsumsi setiap

harinya (Suprapto, 2020).

Gastritis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, karena penderita akan

merasa nyeri dan rasa sakit tidak nyaman pada perut (Nur, 2021). Banyak

penderita gastritis itu berawal dari kesibukan yang berlebihan sehingga

mengakibatkan seseorang lupa makan (Danu, Putra, Diana, & Sulistyowati,

2019). Terkadang gejala gastritis pada awalnya diabaikan saja, padahal jika

penyakit gastritis itu dibiarkan maka bias terjadi kondisi komplikasi yang cukup

parah (Danu et al., 2019). Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas

faktor internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung

yang berlebihan, dan zat ekstrenal yang menyebabkan iritasi dan infeksi

(Handayani & Thomy, 2018).

2.2 Etiologi Gastritis

Faktor penyebab gastritis:

1) Pola Makan

3
Gastritis dapat disebabkan pola makan yang tidak teratur yaitu

frekuensi makan, jenis makanan, dan jumlah makanan, sehingga asam

lambung akan mengalami peningkatan. Pola makan merupakan masalah

yang dapat mempengaruhi kekambuhangastritis (Misnadiarly,2009).

2) Stres

Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin

terhadap saluran pencernaan sehingga berisiko untuk mengalami gastritis

(Saroinsong, 2014).

3) Alkohol dan Merokok

Gaya hidup mengkonsumsi alkohol dan rokok akan merangsang

produksi asam lambung yang berlebih. Alkohol dan rokok dan

menyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga memperlambat

mekanisme kerja sel pelindung dalam melindungi dinding dari asam

lambung (Rahma, 2013).

4) OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)

Obat anti inflamasi non steroid merupakan jenis obat yang memiliki

efek yang menyebabkan gastritis. OAINS bersifat analgetik, antipiretik,

dan anti inflamasi. Obat analgetik hanya efektif terhadap nyeri. Sedangkan

obat antipiretik akan menurunkan suhu dalam keadaan demam dan

meringankan gejala nyeri (Hidayah, 2012).

2.3 Klasifikasi Gastrisis

1) Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan mukosa lambung yang

menyebabkan perdarahan lambung akibat terpapar pada zat iritan. Gastritis

4
akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat jinak dan

dapat disembuhkan (Suratum, 2010).

2) Gastritis Kronis

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa

lambung yang bersifat menahun, yang disebabkan oleh ulkus atau bakteri

helicobacter pylory. Gastritis kronis cenderung terjadi pada usia muda

yang menyebabkan penipisan dan degenerasi dinding lambung

(McCance & Huether, 2006).

Gastritis kronik dikelompokkan lagi menjadi 2 tipe yaitu tipe A dan

tipe B (Suzane et al, 2007):

a. Gastritis tipe A (kronik fundal) sering disebut gastritis autoimun.

Tipe ini sering dihubungkan dengan penurunan mukosa yang

mengakibatkan penurunan produksi antibodi. Anemia pernisiosa

terjadi pada fundus dari lambung.

b. Gastritis tipe B (antrum) terjadi karena bakteri helicobacter pylory

yang mengakibatkan ulkus pada lambung.

2.4 Diagnosis Gastrisis

Menurut (Ardiansyah, 2012), pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada

pasien gastritis adalah :

a) Cek darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemis.

b) Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya

defisiensi B12.

c) Analisa fess bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.

d) Analisa gaster bertujuan untuk mengetahui kandungan HCI lambung

5
Achlorhria menunjukkan adanya gastritis atropi.

e) Tes antibody serum bertujuan untuk mengetahui adanya anti body sel

parietal dan factor intrinsic lambung terhadap helicobactery pylori

2.5 Klasifikasi Gastritis

1. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan mukosa lambung yang

menyebabkan perdarahan lambung akibat terpapar pada zat iritan.

Gastritis akut suatu penyakit yang sering ditemukan dan biasanya bersifat

jinak dan dapat disembuhkan (Suratum, 2010).

2. Gastritis Kronis

Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa

lambung yang bersifat menahun, yang disebabkan oleh ulkus atau bakteri

helicobacter pylory. Gastritis kronis cenderung terjadi pada usia muda

yang menyebabkan penipisan dan degenerasi dinding lambung

(McCance & Huether, 2006).

Gastritis kronik dikelompokkan lagi menjadi 2 tipe yaitu tipe A dan

tipe B (Suzane et al, 2007):

a. Gastritis tipe A (kronik fundal) sering disebut gastritis autoimun.

Tipe ini sering dihubungkan dengan penurunan mukosa yang

mengakibatkan penurunan produksi antibodi. Anemia pernisiosa

terjadi pada fundus dari lambung.

b. Gastritis tipe B (antrum) terjadi karena bakteri helicobacter pylory

yang mengakibatkan ulkus pada lambung.

6
2.6 Penatalaksanaan Gastrisis

Obat antasida digunakan untuk mengurangi gejala-gejala yang sering

muncul pada penyakit gastritis. Antasida merupakan kombinasi alumunium

hidroksida dan magnesium hidroksida, bekerja menetralkan asam lambung

sehingga rasa nyeri di ulu hati akibat iritasi asam lambung menurun. Obat

antasida dapat digolongkan menjadi:

1) H2 Bloker atau antihistamin, bekerja dengan menempati reseptor

histamin sehingga sekresi asam lambung dan pepsin dikurangi.

Contoh ratinidine, cimetidine, famotidine, nizatidine

2) Proton Pump Inhibitor (PPI), bekerja menghambat sel penghasil asam

lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Contoh omeprazole,

lansoprazole, pantoprazol, rabeprazol, dan esomeprazol.

3) Antasida, bekerja dengan cara menetralkan asam lambung sehingga keluhan

akibat naiknya asam lambung akan mereda.

Pengobatan gastritis dapat berbeda - beda tergantung jenis gastritis yang

menyebabkan penyakit. Penyakit gastritis memerlukan terapi dengan golongan

obat keras yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.

7
BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM

3.1 Data Pasien

Nama Liran Nurwina


No. RM 2611
Jenis Kelamin Perempuan
Tanggal Lahir 24-02-1976
Usia 47 Tahun
Agama Islam
Alamat Gg. Sentosa Kamp.Baru. Medan
Berat Badan 70 kg
Tinggi Badan 160 cm
Pekerjaan IRT
DPJP dr. Masrita Magdalena Rambe
Cara Pembayaran BPJS
Diagnosis Gastrisis

3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan

3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu

- Gastrisis

3.2.2 Riwayat Penyakit di Keluarga

- Tidak ada

3.2.3 Riwayat Alergi

- Tidak ada

3.3 Ringkasan Pasien Berobat di Puskesmas Kampung Baru Medan

Seorang ibu datang berobat ke puskesmas pada tanggal 25 November 2023

dengan keluhan mual-mual,pusing,demam,lemas. Kemudian dokter meresepkan

obat yang berisi:

 Ranitidine tablet dengan aturan pakai 2 (dua) kali sehari 1 (satu) tablet

(per 12 jam )

 Antasida tablet dengan aturan pakai 3 (tiga) kali sehari 1 (satu) tablet (per 8

8
jam), sebelum makan (tablet kunyah terlebih dahulu).

 Paracetamol 500 mg dengan aturan pakai 3 (tiga) kali sehari 1 (satu )

tablet, sesudah makan.

Pada Gambar sebagai berikut :

Gambar 3.1 Resep tanggal 25/11/2023

9
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gastrisis

Terapi yang dapat digunakan untuk gastrisis adalah antasida

penatalaksanaan secara farmakologi ini untuk mengurangi adanya perasaan begah

atau penuh serta tidak enak di abdomen dan untuk menetralisir lambung

Antagonis H2 (seperti ranitidine, simetidin) mampu menurunkan sekresi asam

lambung. (Sweetman, 2009).

Antasida sebaiknya tidak digunakan bersamaan dengan obat lain karena

dapat mengganggu absorbsi obat lain. Penggunaan bersamaan dengan antasida

dapat mengurangi bioavailabilitas ranitidine sehingga berikan ranitidine berselang

2 jam setelah penggunaan antasida, dan pemberian bersama warfarin dapat

meningkatkan atau menurunkan waktu protrombin. (Basic Pharmacology and

Drug Notes hal.47)

Kombinasi dengan paracetamol obat ini membantu meredakan rasa sakit,

demam,pusing dan nyeri ringan hingga sedang. Pada keadaan normal, asam

lambung berfungsi untuk mencerna makanan. Namun saat jumlah asam lambung

menjadi berlebih, berbagai keluhan bisa terjadi seperti munculnya rasa mual,

muntah, kembung, begah, cepat kenyang, nyeri ulu hati, dan rasa panas pada

perut.

Farmakologi paracetamol secara luas digunakan sebagai analgesik untuk

nyeri ringan – sedang dan antipiretik. Efeknya sebagai antipiretik disebabkan oleh

penghambatan prostaglandin pada pusat pengatur panas hipotalamus. Efek anti

inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu tidak digunakan sebagai anti reumatik.

10
4.2 Terapi Pengobatan yang Diberikan

Tabel 4.1 Tabel Terapi Pengobatan

Obat Dosis Dosis Keterangan


Literatur Pemerian
Ranitidine Ulkus peptikum & Ulkus 2 Kali Sehari 1 Sesuai
150 mg duodenum: 150 mg 2 kali Tablet,
sehari (pagi dan malam)
atau 300 mg 1x sehari
sesudah makan malam atau
sebelum tidur. selama 4-8
minggu.
Terapipemeliharaan: 150
mg, malam hari sebelum
tidur

Refluks gastroesofagitis:
150 mg, 2 kali sehari,
sebelum makan

Antasida Dosis: 1-2 tablet sebelum 3 Kali Sehari 1 Sesuai


makan (kunyah dahulu) tablet (kunyah
maksimal 4x sehari, dahulu),
sebelum makan

Paracetamol Dewasa : 500-1000 3 kali sehari 1 Sesuai


500 mg mg/dosis diberikan tiap 4-6 tablet,
jam. Maksimum 4g per hari.

Anak < 12 tahun :


10mg/kgBB diberikan tiap
4-6 jam. Maksimum 4 dosis
sehari.

4.3 Pemberian Informasi Obat

Pemberian Informasi Obat :

 Ranitidine 150 mg dikonsumsi 2 (dua) kali sehari 1(satu) tablet (per 12

jam ), sesudah makan.

 Antasida dikonsumsi 3 (tiga) kali sehari 1(satu) tablet (per 8 jam),

11
sebelum makan (tablet kunyah terlebih dahulu).

 Paracetamol dikonsumsi 3 (tiga) kali sehari 1 (satu) tablet, sesudah

makan.

Adapun beberapa alasan agar tidak minum obat dengan susu, teh, jus buah,

yaitu:

a) Membuat kerja obat meningkat atau justru menjadi tidak maksimal

b) Mengakibatkan efek samping obat lebih ringan atau justru menjadi

lebih buruk, bahkan kadang dapat juga menimbulkan efek samping

baru

c) Mengganggu penyerapan obat, metabolisme obat di dalam tubuh, atau

pengeluaran obat dari dalam tubuh

Antasida sebaiknya tidak digunakan bersamaan dengan obat lain karena

dapat mengganggu absorbsi obat lain. Penggunaan bersamaan dengan antasida

dapat mengurangi bioavailabilitas ranitidine sehingga berikan ranitidine berselang

2 jam setelah penggunaan antasida, dan pemberian bersama warfarin dapat

meningkatkan atau menurunkan waktu protrombin. (Basic Pharmacology and

Drug Notes hal.47)

4.4 Edukasi

Salah satu edukasi sederhana yang perlu diberikan pada pasien gastritis

adalah :

 Minum air putih hangat

 Konsumsi makanan dalam porsi sedikit demi sedikit tapi sering.

Hindari makan dalam porsi besar dalam satu waktu. Batasi makanan

yang terlalu pedas ataupun terlalu manis. Demikian juga waktu

12
minum, teguklah sedikit-sedikit dan lakukan secara perlahan.

 Kenakan pakaian yang nyaman yang tidak ketat di pinggang.

 Hindari makanan berlemak yang membutuhkan waktu lama untuk

dicerna.

 Istirahat cukup. Tidur dengan posisi lebih tinggi, yakni meninggikan

posisi tubuh atas lebih tinggi dari tubuh bagian bawah. Bagian tubuh

atas yang butuh ditinggikan adalah pinggang ke atas. Hanya

menambahkan bantal di kepala biasanya tidak efektif.

13
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut dan kronik (Aspitasari & Taharuddin,

2020). Masyarakat pada umumnya mengenal gastritis dengan sebutan

penyakit maag yaitu penyakit yang menurut mereka bukan suatu masalah

yang besar, gastritis terjadi pada semua usia mulai dari anak-anak, remaja,

dewasa sampai tua (Jannah, 2020). Gastritis disebabkan salah satunya karena

sikap penderita gastritis yang tidak memperhatikan kesehatannya, terutama

makanan yang dikonsumsi setiap harinya

Tatalaksana pengobatan gastrisis adalah antasida untuk mengurangi adanya

perasaan begah atau penuh serta tidak enak di abdomen dan untuk

menetralisir lambung Antagonis H2 (seperti ranitidine, simetidin) mampu

menurunkan sekresi asam lambung. Kombinasi dengan paracetamol obat ini

membantu meredakan rasa sakit, demam,pusing dan nyeri ringan hingga

sedang.

5.2 Saran

Pada pasien Gastrisis penulis menyarankan:

1. Bagi Klien / Masyarakat

Untuk klien agar selalu memperhatikan kesehatan dengan makan tepat waktu,

memilah makanan yang sehat dan bersih serta menjaga pola hidup sehat, dan

mengotrol stress.

14
2. Bagi Puskesmas Kampung Baru Medan

Petugas kesehatan khususnya di bagian kefarmasian agar selalu

meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam pencegahan penyakit

gastritis.

3. Bagi Penulis

Semoga Laporan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kreativitas serta

dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran khususnya tenaga kesehatan

dalam melakukan asuhan kefarmasian pada pasien Gastrisis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. 2018. SEMINAR


NASIONAL XTema : “Kapita Selekta Dalam Praktik Disiplin Ilmu
Kedokteran”

Ganong, W.F., 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC,
472-478.

Hamzah Pratama. 2016. Eradikasi Helicobacter pylori, RSU Siloam Tangerang,


Indonesia

Intisari Sains Medis 2020, Volume 11, Number 2: 928-932 P-ISSN: 2503-3638,
E-ISSN: 2089-9084

Katzung, B.G., and Trevor, A.J., 2002, Drug Interactions in Master, S., B.,
Pharmacology, Sixth Edition, 531, Lange Medical Book/McGraw-Hill,
New York.

Kemenkes RI. (2014). Permenkes Nomor 75 tentang Puskesmas. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Kolesterol Tinggi. 2019. Modul Penguatan Kompetensi Dokter. Jakarta

Nora Susanti, M.Sc., Apt., 2017. Sumber Belajar Penunjang Plpg 2017
Farmasi/Smk Bab V Farmakologi Berbagai Kelompok Obat. Jakarta

Permenkes Nomor 43. 2019. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Sweetman., Sean, C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference 36th


Ed, Pharmaceutical Press, USA, Hal. 532.

16

Anda mungkin juga menyukai