Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan penelitian kesehatan World Health Organization

(WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan

mendapatkan hasil dari angka persentase kejadian gastritis di

dunia , diantaranya Inggris 22% , China 31%, Jepang 14,5%,

Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Insiden gastritis di Asia Tenggara

sekitar 583.635 dari Ajumlah penduduk setiap tahunnya. Angka

kejadian gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada

populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansial lebih

tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat

asimptomatik.

Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia

menurut WHO adalah 40,8% dan angka kejadian gastritis di

beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan angka kejadian

274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (World Health

Organization cit. Ida Rahmah Burhan, 2018).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Bina

Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Makassar diperoleh

gambaran 10 penyakit terbanyak untuk semua golongan umur di

Kota Makassar tahun 2015 yang pertama ada Infeksi saluran nafas

1
2

bagian atas dengan jumlah 120.153 kasus, Hipertensi esensial ada

73.420 kasus, Dermatitis eksim ada 49.548 kasus, Infeksi saluran

nafas bagian atas akut lainnya ada 48.253 kasus dan penyakit

gastritis ada diurutan ke 5 dengan jumlah kasus 35.159 (Profil

Kesehatan Kota Makassar, 2015).

Pola hidup dan pola makan yang tidak teratur atau tidak

sehat seperti mengkonsumsi makanan yang siap saji atau

makanan yang dapat merangsang produksi asam lambung dapat

meningkatkan resiko terjadinya gastritis. Selain itu gastritis juga

dapat diindukasikan oleh stress karena stress juga menyebabkan

perubahan hormonal dalam tubuh merangsang produksi asam

lambung dalam jumlah yang berlebihan. Untuk pencegahan dan

penatalaksanaan peran petugas kesehatan sangat penting yaitu

dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan

masyarakat tentang gastritis. Peran keluarga dan lingkungan juga

mendorong penurunan terjadinya gastritis yaitu dengan pola hidup

yang sehat (dalam Miftahul,2018).

Menurut data yang didapat dari Puskesmas Jongaya

Makassar pada tahun 2019, pasien lansia yang datang dengan

gastritis sebanyak 18 (Laki-laki 10 orang dan Perempuan 8 orang).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gastritis di Puskesmas

Jongaya kota Makassar.


3

B. Rumusan Masalah

“Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan

Gastritis di Wilayah Puskesmas Jongaya Makassar Tahun 2019?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh Asuhan Keperawatan pada Lansia

dengan Gastritis di Wilayah Puskesmas Jongaya Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada lansia

dengan Gastritis di Puskesmas Jongaya Makassar.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan

Gastritis di Puskesmas Jongaya Makassar.

c. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan pada lansia

dengan Gastritis di Puskesmas Jongaya Makassar.

d. Melakukan implementasi keperawatan pada lansia dengan

Gastritis di Puskesmas Jongaya Makassar.

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada lansia dengan

Gastritis di Puskesmas Jongaya Makassar.


4

D. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa

Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang

akan datang dan sebagai syarat untukmendapatkan gelar Ahli

Madya Keperawatan.

2. Institusi

Sebagai tolak ukur keberhasilan program pendidikan

keperawatan dan bahan bacaan/sumber informasi bagi institusi

untuk peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kualitas

pendidikan yang akan datang.

3. Profesi

Sebagai acuan perawat untuk memberikan asuhan

keperawatan pada pasien, secara baik dan benar dan sesuai

dengan prosedur yang ada.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Keperawatan

1. Definisi Gastritis

a. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang

bersifat akut, kronik difus, atau lokal. Karakteristik dari

peradangan ini antara lain anoreksia, rasa penuh atau tidak

nyaman pada epigastrium, mual dan muntah (Ida

Mardalena, 2018 cit Suratun,2010).

b. Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau

perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,

kronis, difus atau lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi

adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis

(Amin Huda, Hardhi Kusuma 2015 cit. Price,Wilson).

c. Gastritis akut adalah suatu peradangan mukosa lambung

yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial.

Sedangkan gastritis kronis adalah suatu peradangan

permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun

(Miftahul, 2018 cit. Mutaqqin, Sari, 2018).

5
6

2. Etiologi

Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi

terutama aspirin, bahan kimia, misalnya lisol, merokok, alkohol,

stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma,

pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf

pusat, refluk usus lambung (Hidayatus Sya’diyah, 2018 cit.

Inayah 2004). Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan

terutama aspirin dan obat anti inflamasi anti steroid (AINS), juga

dapat disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi mukosa

lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsi

Penyebab lain adalah konsumsi alkohol. Alkohol dapat

menyebabkan kerusakan gaster. Terapi radiasi, refluk empedu,

zat-zat korosif (cuka.lada) dapat menyebabkan kerusakan

mukosa gaster dan menimbulkan edema dan perdarahan.

Kondisi yang stersful sepeti trauma, luka bakar, kemoterapi dan

kerusakan susunan saraf pusat akan merangsang peningkatan

produksi HCI lambung. Selain itu, infeksi oleh bakteri seperti

Helicobacter pylori, Eschericia coli, Salmonella dan lain-lain juga

dianggap sebagai pemicu (Hidayatus Sya’diyah, 2018 cit.

Mansjoer,Arif, 1999).
7

3. Patofisiologi

Obat-obatan, alkohol, garam empedu dan zat iritan lain

dapat merusak mukosa lambung (gastritis erosive). Mukosa

lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari

autodigesti oleh asam hidrogen klorida (HCI) dan pepsin. Bila

mukosa lambung rusak maka akan terjadi difusi HCI ke mukosa

HCI akan merusak mukosa.

Kehadian HCI dimukosa lambung menstimulasi

perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merangsang

pelepasan histamine dari sel mast. Histamine akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

perpindahan cairan dari intra sel ke ekstra sel dan menyebabkan

edema dan kerusakan kapiler sehingga timbul perdarahan pada

lambung. Biasanya lambung dapat melakukan regenerasi

mukosa oleh karena itu gangguan tersebut menghilang dengan

sendirinya

Disisi lain, bila lambung sering terpapar dengan zat iritan

maka inflamasi akan terjadi terus menerus. Jaringan yang

meradang akan diisi oleh jaringan fibrin sehingga lapisan

mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa

lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa

lambung akan menurun atau menghilang sehingga cobalamin

(vitamin B12) tidak dapat diserap di usus halus padahal vitamin


8

tersebut berperan penting dalam pertumbuhan dan maturasi sel

darah merah. Pada akhirnya, penderita gastritis akan mengalami

penipisan dinding lambung sehingga rentan terhadap perfotasi

lambung dan perdarahan (Ida Mardalena, 2018 cit.

Suratun,2010).

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan gastritis adalah

sebagai berikut:

a. Gastritis Akut. Gambaran klinis gastritis akut berkisar dari

keadaan asimtomatik, nyeri abdomen yang ringan hingga

nyeri abdomen akut dengan hematemesis.

b. Gastritis Kronis. Gastritis kronis biasanya asimtomatik,

kendati gejala nausea, vomitus atau keluhan tidak nyaman

pada abdomen atas dapat terjadi. Kadang-kadang terjadi

anemia pernisiosa. Hasil laboratorium meliputi hipoklorhidria

lambung dan hipergastrinemia serum. Resiko terjadinya

kanker untuk jangka panjang adakah 2-4%. : (Ida

Mardalena, 2018 cit. Robbins,2009).

5. Komplikasi

Menurut Hidayatus Sya’diyah (2018)

a. Gastritis Akut

Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)

berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai


9

shok hemoragik, khusus perdarahan SCBA perlu dibedakan

dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperhatikan

hampir sama, namun pada tukak peptik penyebab

utamamnya adalah infeksi. Helicobakteri pulori sebesar

100% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat

ditegakkan dengan endoskopi

b. Gastritis Kronik

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkulus,

periforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin

B12.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pasien dengan

gastritis (Amin Huda,Hardhi Kusuma (2015) yaitu:

a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa

adanya antibody H.pylori dalam darah. Hasil tes yang positif

menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri

pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak

menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes

darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang

terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

b. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah

pasien terinfeksi oleh bakteri H.pylori atau tidak.


10

c. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat

H.pylori dalam fases atau tidak. Hasil yang positif dapat

mengindikasikan terjadinya infeksi.

d. Pemeriksaan endoskopi cerna bagian atas. Dengan tes ini

dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna

bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari dinar-x.

e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat

adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan

lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium

terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan

melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di

ronsen.

7. Penatalaksanaan

Menurut Amin Huda, Hardhi Kusuma (2015)

penatalaksanaan pada gastritis adalah:

a. Gastritis akut

Faktor utama adalah dengan menghilanhkan etiologinya,

diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan

ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa

antagonis reseptor H2, Inhibitor pompa proton, antikolinergik

dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa

sukralfat dan prostagladin.


11

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan

terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan

terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat

yang dapat menjadi penyebab, serta dengan pengobatan

suportif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian

antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung

4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada

umumnya tetap dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi

pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang

berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid

pencegahan yang terbaik adalah dengan Misaprostol atau

prostagladin.

Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut

dilakukan dengan cara menghindari alkohol dan makanan

sampai gejala berkurang. Bila gejala menetap, diperlukan

cairan intavena. Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaan

serupa dengan pada hemoragi saluran gastrointestinal atas.

Bila gastritis terjadi karena alkali kuat, gunakan jus karena

adanya bahaya perforasi.

b. Gastritis kronis

Faktor utama ditandai oleh kondisi progesif epitel

kelenjar disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung


12

menjadi tipis dan mukosa mempunya permukaan yang rata,

gastritis kronis ini di golongkan menjadi dua kategori tipe A

(Altrofik stsu Fundal) dan tipe B (Antral).

Gastritis kronis tipe A disebut juga gastritis altrofik

atau fundal, karena gastritis terjadi pada bagian fundus

lambung. Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit

autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi

terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik.

Tidak adanya sel perietal dan chief cell dapat menurunkan

sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis

antral karena umumnya mengenai bagian atrium lambung

dan lebih sering terjadi dibandingkan gastritis kronis tipe A.

Penyebab utama gastritis tipe B adalah infeksi kronis oleh

Helicobacter Pylory. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya

adalah asupan alkohol secara berlebihan, merokok dan

refluks yang dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum

dan karsinoma.

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung

pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum,

dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter

Pylory. Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan

gastritis kronis. Alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi


13

lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi

(yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini

harus diobati. Pada anemia pernisiosa harus diberi

pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai. Gastritis

kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan

istirahat serta memulai fakmakoterapi. Helicobacter Pylory

dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau

Amoxicilin) dan garam bismuth (Pepto bismol). Pasien

dengan gastritis tipe A biasanya mengalami melabsorbsi

vitamin B12.

8. Dishcarge Planning

Menurut Amin Huda, Hardhi Kusuma (2015), pencegahan

penyakit gastritis adalah sebagai berikut:

a. Hindari minum alkohol karena dapat mengiritasi lambung

sehingga terjadi inflamasi dan perdarahan.

b. Hindari merokok karena dapat mengganggu lapisan dinding

lambung sehingga lambung lebih mudah mengalami gastritis

dan tukak/ulkus. Dan rokok dapat meningkatkan asam

lambung dan memperlambat penyembuhan tukak.

c. Atasi stress sebaik mungkin.

d. Makan makanan yang kaya akan buah dan sayur, namun

hindari buah dan sayur yang bersifat asam (misal; jerul,

lemon, grapefruit, nanas dan tomat).


14

e. Jangan berbaring setelah makan untuk menghindari refluks

(aliran balik) asam lambung.

f. Berolahraga secara teratur untuk membantu mempercepat

aliran makanan melalui usus.

g. Bila perut mudah mengalami kembung (banyak gas) untuk

sementara waktu kurangi konsumsi makanan yang tinggi

serat.

h. Makan dalam porsi sedang (tidak banyak) tetapi sering,

berupa makanan lunak dan rendah lemak. Makanlah secara

perlahan dan rileks.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Definisi Lansia

a. Seorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65

tahun ke atas (Abdul, Sandu 2016 cit. Setianto,2004).

b. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkatitan dengan

penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual (Abdul, Sandu 2016 cit Hawari)

c. Lansia menurut (Abdul, Sandu,2016 cit. BKKBN) adalah

individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya


15

memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi

biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

2. Siklus Hidup Manusia

Menurut (Abdul, Sandu 2016 cit. Wahyudi, Nugroho,

2000) siklus hidup manusia merupakan proses perjalanan hidup

manusia sejak lahir sampai meninggal dunia. Menurut

Organisasi Kesehatan Dunia siklus hidup lansia yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45

sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (ederly), antara 60 sampai 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old), antara 60-75 dan 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun.

Selain itu, dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat

lain mengenai siklus hidup manusia (Abdul, Sandu, 2016 cit.

Stanley,M, 2006).

a. 1 tahun = masa bayi.

b. 1-6 tahun = masa prasekolah.

c. 6-10 tahun = masa sekolah.

d. 10-20 tahun = masa pubertas.

e. 40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium).

f. 65 tahun keatas = masa lanjut usia (senium).


16

3. Permasalahan Lansia Dengan Berbagai Kemampuannya

Proses menua dia dalam perjalanan hidup manusia

merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang

dikrunia umur yang panjang. Hanya cepat lambatnya proses

tersebut bergantung pada masing-masing individu yang

bersangkutan. Adapun permasalahan yang berhunungan dengan

lanjut usia antara lain (Abdul, Sandu 2016 cit. Juniati, Sahar

2001).

a. Secara indivudu, pengaruh proses menua dapat

menimbulkan berbagai masalah, baik secara fisik, biologi,

mental maupun sosial ekonomi. Semakin lanjut usia

seseorang, ia akan mengalami kemunduran terutama di

bidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan

penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini juga

mengakibatkan timbulnya gangguan didalam hal mencakupi

kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan

ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.

b. Lanjut usia tidak hanya ditandai dengan kemunduran fisik.

Kondisi lanjut usia dapat pula berpengaruh dalam kondisi

mental. Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan

semakin berkurang. Hal itu akan dapat mengakibatkan

berkurangnya integrassi dengan lingkungannya. Hal ini

dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang.


17

c. Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian dari para

lanjut usia tersebut masih mempunyai kemampuan untuk

bekerja. Permsalahan yang mungkin timbul adalah

bagaimana memfungsikan tenaga dan kemampuan mereka

tersebut didalam situasi keterbatasan kesempatan kerja.

d. Masih ada sebagian dari lanjut usia yang mengalami

keadaan terlantar. Selain tidak mempunyai bekal hidup dan

pekerjaan/penghasilan, mereka juga tidak mempunyai

keluarga/sebatangkara.

e. Dalam masyarakat tradisional, biasanya lanjut usia dihargai

dan dihormati sehingga mereka masih dapat berperan yang

berguna bagi masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat

industri ada kecenderungan mereka kurang dihargai

sehingga mereka terisolasi dari kehidupan masyarakat.

f. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal

atau fasilitas perumahan yang khusus.

4. Isu dan Tren Keperawatan Gerontik

a. Perubahan pada Lansia

Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang

dari masa bayi, anak-anak, dewasa dan pada akhirnya

menjadi tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi

merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan dengan

berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi


18

rangsangan dari dalam maupun luar tubuh (Abdul, Sandu

2016 cit. Eka A. 2009) sebagai berikut:

1) Keinginan terhadap hubungan intim dapat dilakukan

dalam bentuk sentuhan fisik dan ikatan emosional

secara mendalam.

2) Perubahan sensitivitas emosional pada lansia dapat

menimbulkan perubahan perilaku.

3) Pembatasan fisik, kemunduran fisik, dan perubahan

peran sosial menimbulkan ketergantungan.

4) Pemberian obat pada lansia bersifat paliatif care,

Perubahan sensitivitas emosional pada lansia dapat

menimbulkan perubahan perilaku.

5) Penggunaan obat harus memerhatikan efek samping.

6) Kesehatan mental memengaruhi integritas dengan

lingkungan.

7) JPKM Lansia.

5. Lingkup, Peran dan Fungsi Keperawatan Gerontik

a. Lingkup keperawatan gerontik (Abdul, Sandu 2016 cit. Siti

Maryam.R 2008) adalah pencegahan ketidakmampuan

sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk

pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk

mengatasi keterbatasan lansia.


19

b. Peran keperawatan gerontik (Abdul, Sandu 2016 cit. Siti

Maryam.R, 2008) sebagai berikut:

1) Sebagai care giver.

2) Sebagai pendidik klien lansia.

3) Sebagai motivator klien lansia.

4) Sebagai advokasi klien lansia.

5) Sebagai konselor klien lansia.

c. Fungsi perawat gerontologi (Abdul, Sandu 2016 cit.

Eliopoulous, 2005) adalah:

1) Guide persons of all ages toward a healthy aging process

(membimbing orang pada segala usia untuk mencapai

masa tua yang sehat).

2) Eliminate ageism ( menghilangkan perasaan takut tua).

3) Respect the tight of older adults and ensure other do the

same (menghormati hak orang dewasa yang lebih tua

dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama).

4) Overse and promote the quality of service delivery

(memantau dan mendorong kualitas pelayanan).

5) Notice and reduce risks to health and well being

(memerhatikan serta mengurangi resiko terhadap

kesehatan dan kesejahteraan).

6) Teach and support caregives (mendidik dan mendorong

pemberi penyalanan kesehatan)


20

7) Open channels for continued growth (membuka

kesempatan untuk pertumbuhan selanjutnya).

8) Listern and support ( mendengarkan dan memberi

dukungan).

9) Offer optimism, encourgement and hope (memberikan

semangat, dukungan dan harapan).

10) Generate, support, use and participate research

(menghasilkan, mendukung, menggunakan dan

berpartisipasi dalam penelitian).

11) Implement restorative and rehabilitative measures

(melakukan perawatan restoratif dan rehabilitatif).

12) Coordinate and managed care (mengoordinisasi dan

mengatur perawatan).

13) Asses, plan, implement and evaluate care in a

individualized, holistic maner (mengkaji, merencanakan,

merencanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan

perawatan secara menyeluruh).

14) Link services with needs (memberikan pelayanan sesuai

dengan kebutuhan).

15) Nurture future gerontological nurses for advancement of

the speciality (membangun masa depan perawat gerontik

untuk menjadi ahli di bidangnya).


21

16) Understand the unique physical, emotical, social, spiritual

aspect of each other ( saling memahami keunikan pada

aspek fisik,emosi, sosial dan spiritual).

17) Recognize and encourge the appropriate management of

ethical concern (mengenal dan mendukung manajemen

etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja).

18) Support and comfort through the dying procces

(memberikan dukungan dan kenyamanan

dalammenghadapi proses kematian).

19) Educate to promote self care and optimal indepndence

(mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri

dan kebebasan yang optimal).

C. Tinjauan Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang dapat dilakukan pada Gastritis menurut

Brunner, Suddart (2013) :

Selama mengumpulkan riwayat, perawat menanyakan

tanda dan gejala pada pasien. Apakah pasien mengalami nyeri

ulu hati hati, tidak dapat makan, mual atau muntah? Apakah

gejala terjadi pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah

makan, setelah mencerna makanan pedas atau pengiritasi atau

setelah mencerna obat tertentu atau alkohol? Apakah gejala


22

berhubungan dengan ansietas, stres, alergi, makan atau minum

terlalu banyak. Atau makan terlalu cepat? Bagaimana gejala

hilang? Adakah riwayat panyakit lambung sebelumnya atau

pembedahan lambung? Riwayat diet ditambah jenis diet yang

baru dimakan selama 72 jam, akan membantu. Riwayat

penyakit lengkap sangat penting dalam membantu perawat

apakah kelebihan diet atau diet sembrono yang diketahui,

berhubungan dengan gejala ini, apakah orang lain pada

lingkungan pasien mempunyai gejala serupa, apakah pasien

memuntahkan darah dan apakah elemen penyebab yang

diketahui telah tertelan.

Tanda yang diketahui selama pemeriksaan fisik

mencakup nyeri tekan abdomen, dehidrasi, (perubahan turgor

kulit, membran mukosa kering) dan bukti adanya gangguan

sistemik dapat menyebabkan gejala gastritis. Lamanya waktu

dimana gejala saat ini hilang dan metode yang digunakan oleh

pasien mengatasi gejala, serta efek-efeknya juga diidentifikasi.


23

2. Pathway

Asam dalam lambung


dan empedu, alcohol,
bakteri dll

Penghancuran epitel
sawer

Asam kembali berdifusi


ke mukosa

Penghancuran sel

Pepsin
Asam Histamin

Fungsi swar
menurun
Peradangan Kolinergik  Vasodilatasi
permeabilitas
terhadap
protein
Nyeri
 Plasma bocor
ke intestinum
 Edema
Cemas
 Plasma bocor
ke lambung

Kurang
Pengetahun Perdadarahan

Mual muntah Nyeri akut

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

Menurut Hidayatus Sya’diyah (2018)


24

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut Hidayatus Sya’diyah (2018). Diagnosa yang

lazim muncul pada pasien gastritis yaitu :

a. Nyeri berhubungan dengan peradangan mukosa lambung

akibat peningkatan atau penurunan HCL ditandai dengan

pucat, lemah, keluar keringat dingin dan menyeringai

kesakitan menahan nyeri

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan asupan yang kurang ditandai dengan

mual, muntah, mata cowong, turgor kulit menurun dan

lemas.

c. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan

dengan kurangnya kurangnya informasi yang diterima.

Ditandai dengan pasien tampak gelisah, ketakutan dan

cemas.

4. Intervensi

Menurut Hidayatus Sya’diyah (2018)

a. Nyeri berhubungan dengan peradangan mukosa lambung

akibat peningkatan atau penurunan HCL ditandai dengan

pucat, lemah, keluar keringat dingin dan menyeringai

kesakitan menahan nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

3x24 jam diharapkan nyeri berkurang (1-2).


25

Kriteri hasil : Pasien mampu mengontrol nyeri dan pasien

melaporkan nyeri berkurang.

Intervensi Rasional
1. Observasi skala nyeri (1-5) dan 1. Mengkaji skala nyeri secara
PQRST. berkelanjutan, membantu atau
mengevaluasi

2. Observasi ekspresi pasien 2. Untun mengevaluasi


perkembangan nyeri pasien

3. Bantu pasien untuk 3. Untuk menurunkan spasme


mendapatkan posisi yang oto, untuk mendistribusikan
nyaman dan gunakan bantal kembali tekanan pada bagian
untuk menyongkong bagian yang sakit
yang sakit jika diperlukan
4. Anjurkan pasien untuk sering 4. Untuk meningkatkan
istirahat tanpa di ganggu kesehatan, kesejahteraan dan
meningkatkan energi
5. Ajarkan pasien manejemen 5. Untuk mengurangi nyeri
nyeri non farma dengan menurunkan
ketergantungan obat
6. Kolaborasi dengan tim 6. Untuk pengurangan nyeri yang
kesehatan lain dalam adekuat
pemberian obat analgetik

7. Health education tentang 7. Untuk meminimalisir nyeri yang


managemen nyeri dirasakan secara mandiri

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan asupan yang kurang ditandai dengan

mual, muntah, mata cowong, turgor kulit menurun dan

lemas.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

3x24jam dihapakan pasien mendapatkan nutrisi yang

adekuat ( 1 porsi makanan )


26

Kriteria hasil : Pasien mengalami peningkatan BB, pasien

mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang dianjurkan

oleh ahli gizi, mukosa bibir lembab.

Intervensi Rasional
1. Observasi dan cacat asupan 1. Untuk mengkaji
pasien penyebabgangguan dalam
pemenuhan nutrisis secara
awal
2. Anjurkan pasien untuk makan 2. Untuk mengurangi perasaan
sedikit tapi sering tegang pada lambung

3. Anjurkan pasien dan keluarga 3. Untuk meningkatkan nafsu


untuk makan bersama makan pasien

4. Ajarkan pada pasien dana 4. Untuk menjaga kebersihan


keluarga cara perawatan gigi mulut pasien sehingga nafsu
dan mulut makan pasien meningkat

5. Untuk meningkatkan nutrisi


5. Kolaborasi dengan tim yang adekuat
kesehatan (ahli gizi) dalam
pemenuhan gizi pasien
6. Untuk mengurangi sensasi
6. Kolaborasi dengan tim mual muntah
kesehatan lain dalam
mengatasi sensasi mual
muntal

7. Beri health education tentang 7. Mengatur pola makan


mengatur pola makan

c. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan

dengan kurangnya kurangnya informasi yang diterima.

Ditandai dengan pasien tampak gelisah, ketakutan dan

cemas.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

1x15menit diharapkan pasien paham tentang penyakit yang

dialami

Kriteria :
27

1) Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis

dan pengobatan pada tingkatan siap

2) Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan

tentang alasan mengikuti prosedur tersebut

3) Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan

berpartisipasi dalam pengobatan

4) Bekerjasama dengan pemberi informasi

Intervensi Rasional
1. Review pengertian klien dan 1. Menghindari adanya duplikasi
keluarga tentang diagnosa, dan pengulangan terhadap
pengobatan dan akibatnya pengetahuan musik

2. Tentukan persepsi klien penyakit 2. Memungkinkan dilakukan


dan pengobatannya dan pembenaran terhadap
ceritakan tentang pengalaman kesalahan persepsi dan
klien lain konsepsi serta kesalahan
pengertian
3. Beri informasi yang akurat dan 3. Membantu klien dalam
faktual. Jawab pertanyaan memahami proses penyakit
secara spesifik, hindarkan
informasi yang tidak diperlukan

4. Berikan bimbingan kepada 4. Membantu klien dan keluarga


klien/keluarga sebelum dalam membuat keputusan
mengikuti prosedur pengobatan, pengobatan. Mengetahui
therapy yang lama, komplikasi. sejauh mana pemahaman
Jujurlah pada pasien. Anjurkan klien dan keluarga mengenai
klien untuk memberikan umpan penyakit klien
balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang
penyakitnya

5. Beri health education tetang 5. Agar klien mengetahui tentang


penyakit yang diderita penyakitnya.
28

6. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan perawat terdiri dari:

a. Do (melakukan) yang dibagi menjadi dependent interventionis

dilaksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan

kesehatan lain dan independent (outonomous) interventions

yang dilakukan dengan nursing orders.

b. Delegate (mendelegasikan yaitu pelaksanaan oder bisa

didelegasikan dengan mencermati tugas dan tanggung jawab

komunikasi yang tepat, adanya supervisi atau pengecekan

aktivitas yang didelegasikan.

c. Record (mencatat) yaitu pencatatan bisa dilakukan dengan

berbagai format tergantung dari setiap peminatan antara lain

Keperawatan Anak, Keperawatan Maternitas, Keperawatan

Medikal Bedah, Keperawatan Komunitas dan Keperawatan

Jiwa (NANDA, 2015).

7. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktivitas yang

direncanakan, terus menerus, aktivitas yang disengaja yaitu

klien, keluarga, perawat dan petugas kesehatan lain menentukan

kemajuan klie terhadap outcome yang dicapai dan keefektifan

dari rencana asuhan keperawatan.

S: Subjektif. Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut

pandang pasien.
29

O: Objektif. Data ini bukti gejala klinis pasien dan fakta yang

berhubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil

observasi yang jujur, informasi kajian tekhnologi (hasil

laboratorium, sinar X, rekaman GTC dan lain-lain).

A: Assesment/Analisa. Masalah atau diagnosa yang ditegakkan

berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif

yang dikumpulkan atau disimpulkan.

P: Planning/Perencanaan. Pelaksanaan perencanaan tindakan

untuk menghilangkan atau mengurangi masalah klien.

I: Implementasi. Pelaksanaan perencanaan tindakan untuk

menghilangkan dan mengurangi masalah klien.

E: Evaluasi. Tefsiran dari efek rindakan yang telah diambil

merupakan hal penting untuk menilai keefektifan asuhan

yang diberikan.

R: Reassesment. Melakukan pengumpulan data kembali, jika

hasil pelaksanaan tindakan tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Apakah rencana asuhan keperawatan akan

dirubah (Brunner,Suddart, 2002).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pada Karya Tulis Ilmiah studi kasus ini penelitian dengan

metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian pada Karya Tulis Ilmiah studi ini adalah

seorang lansia dengan diagnosa medik Gastritis.

C. Fokus Studi

Fokus studi penelitian adalah pemberian Asuhan

Keperawatan pada Lansia dengan Gastritis.

D. Definisi Operasional Fokus Studi

Definisi operasional studi adalah merupakan pernyataan

yang menjelaskan istilah-istilah kunci yang menjadi fokus studi

kasus Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan Gastritis

di Puskesmas Jongaya Makassar.

1. Asuhan Keperawatan adalah proses keperawatan yang

diberikan secara langsung kepada pasien untuk

memenuhi kebutuhan sehingga dapat mengatasi

masalah yang dihadapinya.

2. Lansia adalah laki-laki dan perempuan yang berumur <60

tahun.

30
31

3. Pasien dengan kasus Gastritis adalah pasien yang

mengalami peradangan pada mukosa lambung yang

bersifat akut, kronik atau local yang mengakibatkat nyeri

pada abdomen, mual, muntah hingga hematemesis.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk proses

pengumpulan data atau pengambilan data dalam suatu penelitian

adalah alat tulis, format Asuhan Keperawatan.

F. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dengan pengambilan

data langsung melalui responden yaitu pada lansia dengan

Gastritis di Puskesmas Jongaya Kota Makassar sesuai dengan

proses keperawatan yang terdiri dari:

a. Pengkajian keperawatan

b. Diagnosa keperawatan

c. Intervensi keperawatan

d. Implementasi keperawatan

e. Evaluasi keperawatan

Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang

klien antara lain: wawancara (interview), pengamatan

(observasi), pemeriksaan fisik (pshysical assesment) dan studi

dokumentasi.
32

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain,

seperti keluarga, cacatan perawatan klien di Puskesmas

Jongaya Kota Makassar.

G. Lokasi Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas Jongaya Kota

Makassar.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2019.

H. Etika Penelitian

1. Informend Consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan

partisipant dengan memberikan lembar persetujuan yang

diberikan sebelum penelitian dilaksanakan. Tujuan informend

consent adalah agar partisipant mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya, jika pertisipant bersedia

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan

jika partisipant tidak bersedia maka peneliti harus menghormati

hak pasien.

2. Anonymity (tanpa nama)

Anonymity adalah menyembunyikan identitas pasien.


33

3. Confidientialy (kerahasiaan)

Untuk menjaga kerahasiaan respondent, peneliti tidak

akan mencantumkan nama lengkap namun hanya

mencantumkan inisial nama respondent atau kode pada masing-

masing lembar kuesioner.

Anda mungkin juga menyukai