Anda di halaman 1dari 24

BAB I

KONSEP DASAR
A. Pengertian
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthopodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes
albopictus dan Aedes aegypti) (Ngastiyah, 2014).
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang dapat
meneyebabakan kematian dan disebebkan oleh empat serotype virus dari
genus flavivirus, virus Ribucleic acid dari keluarga Flaviviridae. Infeksi oleh
satu serotype virus dengue menyebabkan terjadinya kekebalan yang lama
terhadap serotype virus tersebut, dan kekebalan sementara dalam waktu
pendek terhadap serotype virus dengue lainnya. Pada waktu terjadi epidermis
di dalam darah seorang penderita dapat beredar lebih dari satu serotype virus
dengue (Soedarto,2012)
DBD adalah penyakit virus yang tersebar luas di seluruh dunia
terutama di daerah tropis. Penderitanya terutama adalah anak-anak berusia di
bawah 15 tahun, tetapi sekarang banyak juga orang dewasa terserang penyakit
virus ini. Sumber penularan utama adalah manusia, sedangkan penularannya
adalah nyamuk Aedes (Soedarto, 2009).

B. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini
terutama ditularkan melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini
terdapat hampir diseluruh Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 m
diatas permukaan laut. Di Indonesia, virus tersebut sampai sampai saat ini
telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B
dari arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. DEN-3 merupakan penyebab terbanyak di Indonesia. Infeksi
salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Nursalam
dkk, 2008).

1
C. Klasifikasi
Tabel 2.1
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksius Dengue

DD/ DBD Derajat Gejala


DD Demam disertai 2 atau lebih tanda :
sakit kepala, nyeriretro-orbital, sakit
pada otot, sakit pada persendian.
DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung
positif
DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan
spontan
DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan
darah dan nadi tidak terukur
Sumber : Soadjas, 2011
DBD dibedakan menjadi 4 derajat, sebagai berikut :
1) Derajat I : demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat
manifestasi perdarahan (uji turniket positif) .
2) Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain
3) Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit
yang dingin dan lembab, gelisah
4) Derajat IV : ranjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur. (WHO, 2017).

2
D. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala
DF. Pasien akan mengalami gejala viremia seperti demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia ditenggorok, timbulnya
ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti pembesaran
kelenjer getah bening, hati, dan limfa. Reaksi yang berbeda nampak bila
seseorang mendaparkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan.
Hal ini disebut the secondary heterologous infection atau the sequential
infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu rekasi anamnetik
antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody
(kompleks virus antibody) yang tinggi (Wijaya & Putri, 2013).
Akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, 2 peptida
yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler
sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya
perembesaran plasma akibat pembesaran plasma terjadi pengurangan volume
plasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan (Ngastiyah, 2014)
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya
saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian
(Ngastiyah, 2014).
Trombositopenia terjadi akibat meningkatnya destruksi trombosit.
Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa
faktor dapat menjadi penyebab seperti yaitu virus dengue, komponen aktif
system 10 Poltekkes Kemenkes Padang komplemen, dan kerusakan sel

3
endotel. Trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan system
koagulasi dianggap sebagai penyebab utama perdarahan pada DBD
(Soedarmo dkk, 2008).

E. Tanda dan Gejala


Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas
disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri
pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala
tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam
muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling
ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan
gusi, epistaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat
perdarahan lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014).
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak
menjadi makin lemah, ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin,
dan lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun
dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014).
Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa
sebab jelas.
2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan
adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena atau hematemesis.
3) Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4) Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang
menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai
kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

4
F.Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi
perdarahan yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun 14
Poltekkes Kemenkes Padang Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL.
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38%.
c) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml.
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal:
9.000-12.000/mm3
2) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a) pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45 (b) Dalam
keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik mengakibatkan
pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan HCO3
rendah.
b) Pemeriksaan rontgen thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak
ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang meyebabkan
terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih, 2013)

G. Penatalaksanaan
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
a. Penatalaksanaan Medis
1) DBD tanpa renjatan

5
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada
anak sedikit demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres hangat. Jika
anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis : anak yang
berumur 1 tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan
pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah,
tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi
atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan
yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan
berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien
dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu dipasang CVP
(central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui
safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza
biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi
terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi
tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4
jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus
diberikan tepat waktunya disamping kompres hangat jika pasien
demam.
2) Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat
sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah

6
dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan
renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang infus.
Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua
tempat. Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan
hemoglobin serta trombosit.
3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS).
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga
memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah kebocoran
plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan
ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena
menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan
menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran
plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura
dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien
dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital
dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara periodik dan
semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus.

H. Komplikasi
Menurut (Warsidi, E, 2016) Komplikasi dari penyakit demam berdarah
diantaranya:
1. Ensepalopati : demam tinggi, gangguan kesadaran disertai atau tanpa
kejang.
2. Disorientasi dan penurunan kesadaran.
3. Perdarahan luas.
4. Shok atau renjatan dan dapat terjadi anoksia jaringan.

BAB II

7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut (Doenges, Moorhouse, dan Geissler, 2012) yaitu:
1. Identitas pasien
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri oto dan persendian, nyeri ulu hati dan
pergerakkan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi
perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu.
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD biasanya
mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
4) Riwayat gizi
Status gizi yang menderita DBD dapat bervariasi. Semua anak
dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila
terdapat beberapa faktor predisposisinya. Anak yang menderita DBD
sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsumakan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka akan dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
c. Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan
baju kamar)
d. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
2) Eliminasi alvi (buang air besar)

8
Anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara pada DBD grade
IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urin (bang air kecil)
Pada anak DBD akan mengalami urine output sedikit. Pada DBD
grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang hari jam
10.00-12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak biasanya
sering tidur pada siang hari dan pada sore hari ,tidak memakai
kelambu dan tidak memakai lotion anti nyamuk.
5) Kebersihan
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m
plus yaitu menutup,
mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.
e. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki.
Pemeriksaan fisik secara umum :
1) Tingkat kesadaran
Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade III dan
grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan darah
mengental dan oksigen ke otak berkurang.
2) Keadaan umum
Lemah
3) Tanda-tanda vital (TTV)
Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak teraba (grade
IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC).
4) Kepala
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata
Konjungtiva anemis
6) Hidung
Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,
III, IV.
7) Telinga
Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)

9
8) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan
mengalami hyperemia pharing.
9) Leher
Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
10) Dada/thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade
III, dan IV
11) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus.
12) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniket. Turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan
tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volar lengan bawah (Soedarmo, 2008).
13) Genitalia
Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak.

B. Diagnosa Keperawatan
Standar diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI) DPP PPNI (2017) :
1. Nyeri Akut
a) Definisi

10
Pengalman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintraksi ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyabab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma).
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
c) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh Nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkaat.
5) Sulit tidur
d) Gejala dan tanda Minor
Subjektif
Tindakan tersedia
Objektif
1) Tekanan darah meningkat.
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaphoresis
e) Kondisi klinik terkait

11
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infksi
4) Sindrom korener akut
5) Glaucoma
2. Hipertermia
a. Defenisi
Suhu tubuh meningkatkan di atas normal tubuh
b. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Prose penyakit (mis, infeksi, kanker)
4) Ketidak sesuai pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan incubator
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
(tidak tersedia)
2) Objektif
Suhu tubuh diatas nilai normaal
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
(tidak tersedia)
2) Objektif
a. Kulit merah
b. Kejang
c. Takikardi
d. Takipnea

12
e. Kulit terasa hangat
e. Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
3) Prematuritas
3. Defisit Nutrisi
Manajemen Nutrisi
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Kriteria Hasil
Keadekuatan asuapan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism
membaik dengan kriteria hasil:
1) Frekuensi makan membaik
2) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
3) Serum albumin meningkat
b. Intervensi Keperawatan dan rasional
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
Rasional :mengetahui status nutrisi terkini pasien serta masalah
dalam pemenuhan nutrisi pasien
2) Identifikasi alergi makanan dan intoleransi makanan
Rasional :mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulakan
alergi pada pasien dan hambatan pasien dalam pemenuhan nutrisi
3) Monitor asupan makanan
Rasional : mengetahui jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi pasien

13
4) Monitor hasil pemeriksaan laboratoium
Rasional : kadar albumin yang rendah dalam pemeriksaan darah
dapat meningindikasikan pasien mengalami malnutrisi
Terapeutik
1) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Rasional :menarik minat pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
2) Berikan makanan tinggi serat
Rasional :untuk mencegah terjadinya konstipasi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Rasional :memudahkan proses pencernaan makanan ke lambung
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Rasional :untuk membantu pasien dapat menghabiskan porsi
makannanya
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan
Rasional : memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien.
3. Intoleransi Aktifitas
1) Definisi
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Penyebab
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
3) Gejala dan Tanda Mayor

14
a. Subjektif : Mengeluh lelah
b. Objektif : frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a. Dipsnea setelah beraktivitas
b. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c. Merasa lemah
Objektif
a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
c. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d. Sianosis
5) Kondisi Klinis Terkait
a. Anemia
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit katup jantung
e. Aritmia
f. PPOK
g. Gangguan metabolic
h. Gangguan musculoskeletal

C. Perencanaan Keperawatan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018; SLKI, 2019) DPP
PPNI.
1. Nyeri Akut
Manajemen Nyeri
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan

15
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan.
Kriteria Hasil
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan dapat menurun dengan
kriteria hasil:
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis dapat menurun
3) Gelisah dapat menurun
4) Sikap protektif dapat menurun
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Rasional: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri merupakan hal yang amat penting untuk
memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan.
b) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional: Untuk melihat faktor pencetus yang memicu adanya
nyeri
c) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Rasional: Untuk mencegah adanya alergi obat pada pasien
2) Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
( mis.hipnosis, akupresur, terapi musik,terapi pijat,

16
aromaterapi,terknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin).
Rasional: pemberian teknik non farmakologi yntuk
mengendalikan dan meredakan rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Rasional: Adanya lingkungan yang nyaman dapat mempengaruhi
kualitas nyeri yang dirasakan dapat berkurang
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional: Pasien dapat mengetahui penyebab, periode dan pemicu
nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional: Agar pasien mengethaui tindakan yang akan dilakukan
ketika nyeri dirasakan
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Rasional Memandirikan pasien dalam mengontrol nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Pemberian analgetik dengan teratur dapat mengurangi
rasa nyeri
2. Hipertermia
Manajemen Hipertermia
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan:
Mengidentifikasi dan mengelolah peningkatan suhu tubuh akibat
disfungsi termoregulasi
Kriteria Hasil:
Pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
dengan kriteria hasil :

17
1) Suhu tubuh cukup membaik
2) Pengisian kapiler cukup membaik
3) Tekanan darah membaik (norma)
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis, dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan kesehatan
pasien dan memudahkan pemebrian therapy
b) Monitor suhu tubuh
Rasional: Untuk pemberian intervensi lanjut
c) Monitor kadar elektrolit
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan kadar
elektrolit
d) Monitor haluaran urine
Rasional: Mengetahui adanya masukan dan haluaran urine
e) Monitor komplikasi akibat hipertemia
Rasional: penanganan komplikasi
2) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang diigin
Rasional Mencegah peningkatan suhu
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
Rasional: Menceh peningkatan suhu
c) Basahi atau kipasi permukaan tubuh
Rasional: Untuk memberikan kenyamanan
d) Berikan cairan oral
Rasional: Mencegah terjadinya dehidrasi
e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebihan)
Rasional :Menjaga kebersihan

18
f) Lakukan pendinginan eksternal (mis, selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada abdomen,
aksila)
Rasional :Untuk pengobatan non farmokologi
g) Hindari pemberian antipretik atau aspirin
Rasional :Untuk mencegah terjadinya peningkatan pola
napas
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
Rasional :Mengembalikan energi
4) Kolaborasi
a) Pemberian analgetik
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
b) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
Rasional:Mencegah terjadinya dehidrasi
3. Defisit Nutrisi
Manajemen Nutrisi
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Kriteria Hasil
Keadekuatan asuapan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolism membaik dengan kriteria hasil:
1) Frekuensi makan membaik
2) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
3) Serum albumin meningkat
b. Intervensi Keperawatan dan rasional
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi

19
Rasional:Mengetahui status nutrisi terkini pasien serta masalah
dalam pemenuhan nutrisi pasien
2) Identifikasi alergi makanan dan intoleransi makanan
Rasional: Mengetahui jenis makanan yang dapat menimbulakan
alergi pada pasien dan hambatan pasien dalam pemenuhan
nutrisi
3) Monitor asupan makanan
Rasional : Mengetahui jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi pasien
4) Monitor hasil pemeriksaan laboratoium
Rasional: Kadar albumin yang rendah dalam pemeriksaan darah
dapat meningindikasikan pasien mengalami malnutrisi
Terapeutik
1) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Rasional :Menarik minat pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
2) Berikan makanan tinggi serat
Rasional :Untuk mencegah terjadinya konstipasi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Rasional:Memudahkan proses pencernaan makanan ke lambung
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Rasional:Untuk membantu pasien dapat menghabiskan porsi
makannanya
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan
Rasional : Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien.

20
4. Intoleransi Aktivitas
Manajeman Energi
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses
pemulihan.
Kriteria Hasil
Respon fisiologis terhadap aktifitas yang membutuhkan tenaga
dapat meningkat dengan kriteria hasil
1) Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari-hari meningkat
2) Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
3) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
4) Keluhan lelah menurun
b. Intervensi keperawatan dan rasional
a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
Rasional: Mengidentifikasi pencetus terjadinya
kelelahandan rencana tindakan berikutnya yang dapat
dilakukan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
Rasional :Untuk mengetahui koping klien
3) Monitor pola dan jam tidur
Rasional : Menghindari kelelahan akibat kurang istirahat
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Rasional :Mengetahui kemampuan dan batasan pasien
terkait aktivitas yang akan dilakukan

21
b. Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjungan).
Rasional : Memberikan rasa aman dan nyaman kepada klien
b) Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif (ROM)
Rasional : Membantu meningkatkan rentang gerak klien
dalam beraktivitas
c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Rasional : Memberikan rasa nyaman pada klien
d) Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan.
Rasional :Mengurangi resiko jatuh/sakit pada klien
c. Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
Rasional :Istirahat yang lebih dan mengurangi aktivitas
dapat memulihkan energi kembali
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional :Melatih kekuatan otot dan pergerakan pasien agar
tidak terjadi kekakuan otot maupun sendi
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
Rasional : Untuk mengidentifikasi rencana tindakan
selanjutnya yang dapat dilakukan oleh perawat
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Rasional :Memiliki kemampuan mengatasi masalah (coping
skill) bermanfaat untuk mencegah komplikasi kesehatan
yang mungkin nanti akan timbul.
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

22
Rasional :Pemberian gizi yang cukup dapat meningkatkan
energi klien

D. Penyimpangan KDM
Ifveksi Virus Gangguan
imonologi

Endotoksin
masuk ke Kuman produksi
pirogen

Meningkatanya HCL
lambung. Merangsang sistem
termoregulator

Hipertermi
Hipoksia jaringan Stress uterus

Aliran darah
teretekan pada Mual-muntah
jaringan.

Iskemia
Anoreksia

Merangsang
pelepasan histarnin Defisit Nutrisi
bradikirin,
serotonin
Pembentukan
Nyeri ATP menurun
dipersepsiokan
Energi menurun

Nyeri Akut Lemah

Intolerasni
23
Aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. G., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. (2012). Rencana Asuhan
Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanan dan Pedokumentasia
Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Nursalam, Susilaningrum, R., & Utami, S. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak. Jakarta: Salemba Medika

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Indikator Diagnostik. DPPPPNI.

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.

Soedarto. 2012. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto Wijaya,


A.S., Putri, Y.Z.,. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Jakarta: Medical
Book.

Soedarto. 2009. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto Wijaya,


A.S., Putri, Y.Z.,. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Jakarta: Medical
Book.

Soedjas, Triwibowo. 2011. Bila Anak Sakit. Yogyakarta: Amara Books

Soedarmo, S.S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R.S., Satari, H.I,. 2008. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia

Warsidi E, ddk. (2016). Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam. Badan Penerbit FKUI. Jakarta
Wijayaningsih, K.S. 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Wijaya, A.S., Putri, Y.Z.,. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Jakarta: Medical
Book
Zein, D.A, Hapsari, M.D, Farhanah, N. 2015. Gambaran Karakteristik Warning
Sign WHO 2009 Pada Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Anak dan Dewasa. Jurnal Universitas Diponegoro. Volume 4 No 4.
(Diakses Pada Tanggal 5 Juni 2017).

24

Anda mungkin juga menyukai