Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

OLEH:

RAHMAWATI

70300116007

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulusfiltration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap ( Doenges, 1999 )
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke
status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa
tahun. ( Barbara C Long, 1996 )
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 2006)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalammempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadiuremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999)
Penyebab GGK menurut Price, 1992, dibagi menjadi delapan kelas, antara
lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renali
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara
C Long, 1996 )
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 ).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi
kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate
10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap
ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992 )
D. Manefestasi Klinis
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 ) :
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 ) antara lain : hipertensi,(akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).

E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal tidak mampu
mengatur cairan, elektrolit, dan sekresi hormone.
a. Natrium. Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi tak
mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan natrium; ini sering
menyebabkan retensi natrium dengan akibat edema, hipertensi, dan gagal
jantung kongestif.
b. Air. Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan kadar urin
menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang masih utuh biasanya
dapat mempertahankan keseimbangan air sampai perjalanan penyakit telah
lanjut.
c. Kalium. Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan sekresi di
tubulus distal dan peningkatan ekskresi gastrointestinal lewat peningkatan
kadar aldosteron.
d. Keseimbangan asam-basa.
a. Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik tanpa celah
anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal gagal ginjal, terutama pada
pasien dengan penyakit tubulointerstisial yang kronis. Ini terjadi karena
ginjal tidak mampu meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion
hidrogen.
b. Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik celah anion
terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat yang tak terukur.8
e. Kalsium, fosfor, dan magnesium. Hipokalsemia terjadi akibat menurunnya
produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D) oleh ginjal, yang
menyebabkan berkurangnya absorbsi kalsium oleh sistem gastrointestinal.
Sementara GFR menurun, ekskresi fosfat juga berkurang, mengakibatkan
peningkatan fosfor serum. Hiperfosfatemia juga menyebabkan berkurangnya
kadar ion kalsium dalam serum. Hipokalsemia merangsang sekresi hormon
paratiroid (PTH), yang mengakibatkan reabsorbsi tulang dan pembebasan
kalsium dari tulang, mengakibatkan penyakit tulang hiperparatiroid (osteitis
fibrosa). Hipermagnesemia biasanya ringan dan asimtomatis.8
f. Anemia. Anemia umumnya terjadi akibat menurunnya eritropoetin pada
ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapkan anemia normokromik,
normositik dengan sedikit sel burr dan sel helmet.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Foto polos abdomen, biasa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak melewati
filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan2
c. Pielografi antegrad atau retograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
3. Pemeriksaan Biopsi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, di mana diagnosis secara
noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil
terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasikontra dilakukan pada
keadaan di mana ukuran ginjal yang sudah mengecil ( contracted kidney ),
ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan
pembekuan darah, gagal napas dan obesitas

F. Komplikasi
1. Penyakit tulang. Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH) 2D3,
hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut
menyebabkan penyakit tulang renal.
2. Penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas
tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis.
3. Anemia. Kadar eritropoetin dalam sirkulasi rendah. Eritropoetin rekombinan
parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap
aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.
4. Disfungsi seksual. Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi.
Hiperprolaktinemia ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah pasien,
menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin
G. Penatalaksanaan
1. Manfaat obat dalam terapi penyakit ginjal kronik
a. Diuretik
Diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran urine) membantu
pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat
membantu menurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi
Sebagian besar penderita penyakit ginjal kronik mengalami tekanan darah
tinggi. Oleh karena itu, diperlukan obat antihipertensi untuk
mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal dan dengan
demikian, akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan
oleh tingginya tekanan darah.
c. Eritropoietin (Epo)
Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormone eritropoietin (Epo).
Hormone ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel
darah merah. Penyakit ginjal kronik menyebabkan produksi hormon Epo
mengalami penurunan sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, Epo
perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh penyakit
ginjal kronik. Epo biasanya diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali/minggu.
d. Zat besi
Zat besi (ferrous sulphate) sering kali bermanfaat untuk membantu
mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam bentuk tablet atau
injeksi.
e. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penyakit ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah,
sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi
ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu
kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.
2. Modifikasi gaya hidup
1) Diet
Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbeda-beda, tergantung
stadium penyakit ginjal kronik yang dialami. Secara umum, penderita
penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet rendah garam (sodium) yang
bermanfaat membantu mengendalikan tekanan darah dan mencegah
tertimbunnya kelebihan cairan tubuh, dan diet rendah fosfat (800-1000
mg/hari).
2) Olahraga
Olahraga bermanfaat membantu mengendalikan kadar gula darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan tekanan darah, dan
mengurangi kelebihan berat badan. Selain dari segi fisik, olahraga juga
berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional.
3) Menjaga berat badan dalam batas normal
Mengurangi kelebihan berat badan dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan kadar kolesterol/lemak darah. Sebagai pedoman, indeks massa
tubuh (body mass index) normal yang dianjurkan : 18,5 sampai dengan 24,9
kg/m2.
4) Berhenti merokok
Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga kolesterol mudah tersangkut dan membentuk timbunan plak pada
dinding pembuluh darah. Endapan kolesterol menyebabkan dinding
pembuluh darah menebal dan mengeras sehingga rongga pembuluh darah
mengalami penyempitan. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya aliran
darah yang menuju ginjal dan meningkatnya tekanan darah. Oleh karena itu,
individu dengan penyakit ginjal kronik yang memiliki kebiasaan merokok,
sangat di anjurkan untuk sedapat mungkin berhenti merokok.
3. Non farmakologis
a. Pengaturan asupan protein :
1) Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
2) Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari
3) Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB ideal/hari
b. Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
f. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
h. Kalsium : 1400-1600 mg/hari
i. Besi : 10-18 mg/hari
j. Magnesium : 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD : 5 mg
l. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada CAPD air
disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di
antara waktu HD<5% BB kering.

H. Prognosis
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu:
1. Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat
pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan
mengadakan tes GFR yang teliti.
2. Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein
dalam makanan. Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala
nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala-gejala
ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba.
3. Stadium ketiga adalah stadium akhir gagal ginjal progresif yang disebut
penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron
yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan
kreatinin mungkin sebesar 5-10ml per mennit atau kurang. Pada keadaan ini,
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal
ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al,
2001).
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pemeriksaan fisik
Menurut Doenges (1999), hal-hal yang dikaji pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yaitu:
1. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise gangguan tidur (insomnia /
gelisah atau samnolen)
Tanda :  Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; Distensi Vena Jugularis, nadi kuat, edema jaringan umum
dan pitting pada kaki, telapak tangan. Distrimia jantung. Nadi lemah halus,
hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir. Friction rub pericardial ( Respon terhadap akumulasi sisa). Pucat :
kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Peresaan
tak berdaya, tidak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak , ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan.
Oliguria dapat menjadi anuria.
5. Makanan Cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
perdarahan gusi lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom “kaki
gelisah”, kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan
dan kelemahan. Khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadarn, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda Chovostek
dan Trousseau positif  kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejanng.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / Kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk saat
malam hari).
Tanda   : Perilaku berhati – hati / distraksi, gelisah.
8. Pernafasan.
Gejala :  Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal : batuk dengan tanda
sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernafasan
kusmaul).Batuk produktif dengan sputum merah muda – encer
(edema paru).
9. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal. Ada / berulang infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuhlebih
rendah dari normal (efek GGK/ depresi respon imun). Petekie, area
ekomosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium
(klasifikasi metastik) pada kulit.Jaringan lunak, sendi : Keterbatasan
gerak sendi.
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amionorea, infertilitas.
11. Interaksi Sosial.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tk mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat
terpanjar pada toksin , contoh obat, racun lingkungan penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
B. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Defisit nutrisi
3. Gangguan mobilitas fisik
4. Ganggguan intergritas kulit
5. Resiko ketidakseimbangan cairan
C. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola napas
kembali efektif
Kriteria hasil : Menunjukan pola napas efekitf dengan frekuensi dan kedalam
dalam rentang yang normal
Intervensi :
Observasi
a. Monitor pola napas (Frekuensi, kedalaman dan irama napas)
R/ : Untuk mengetahui perkembangan status kesehatan pasien
b. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing dan
ronkhi)
R/: mengetahui adanya bunyi napas yang abnormal
Terapeutik
c. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
R: untuk menjaga jalan napas pasien
d. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan fowler
R/: Posisi semi fowlerdan fowler untuk mengurangi sesak
Edukasi
e. Ajarkan teknik batuk efektif
R/: Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas
Kolaborasi
f. Kolaborasi pemberian tambahan oksigen
R/: Memaksimalkan bernapas dengan meningkatkan masukan oksigen
2. Gangguan mobilitas fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan mobilitas atau fungsi optimal
Kriteri hasil : Menunjukkan peningkatan kekuatan dan bebas dari
komplikasi(kontraktor) dekubitus
Intervensi :
Obeservasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
R/: untuk membantu menentukan intervensi selanjutnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
R/: Mengidentifikasi kelemahan dan kemampuan fisik pasien
Terapeutik
c. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (misalnya : tongkat, kruk)
R/: Mempermudah pasien melakukan aktifitas dan mengurangi resiko cedera
d. Libatkan kelurga dalam melakukam ambulasi
R/: Untuk membantu klien dalam meningkatkan ambulasi
e. Bantu pasien dalam rentang gerak aktif atau pasif
R/: Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu
dalam menentukan tegangan otot
Edukasi
f. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan ( misalnya : berjalan
ditempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi.
R/: untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan mempertahankan toleransi
terhadap aktivitas
Kolaborasi
g. Berikan obat sesuai indikasi
R/: untuk mengurangi kelelahan dan meningktakan energi
3. Defisit nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nutrisi kurang dapat teratasi
Kriteria hasil : Mempertahankan nutrisi yang adekuat, mengkomsusmsi
protein yang mengadung nilai biologis yang tinggi, mengkomsumsi makanan
tinggi kalori dalam batasan diet, peningkatan nafsu makan
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
R/: menyediakan data untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
R/: pola diet dahulu dengan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu
c. Identifikasi makanan yang disukai
R/: untuk membantu proses dalam pemenuhan nutrisi
d. Monitor berat badan
R/: untuk memantau status cairan dan nutrisi
Terapeutik
e. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
R/: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Edukasi
f. Ajarakan diet yang diprogramkan
R/: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, kadar
kreatinin dengan penyakit renal
Kolaborasi
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
R/: membantu dalam proses penyembuhan
4. Gangguan intergritas kulit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
intergritas kulit tidak terjadi
Kriteri hasil : intergritas kulit yang baik bisa dipertahanakan, menunjukan
adanya perbaikan kulit, mampu melindungi kulit dan mempertahankam
kelembapaan kulit dan perawatan alami, sensasi dan warna kulit normal
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi penyebab gangguan intergritas kulit
R/: untuk mengetahu intervensi apa yang dilakukan selanjutnya
Terapeutik
b. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
R/ : menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi bururk untuk
menurunkan iskemia
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap kering
R/: agar tidak terjadi iritasi dan resiko kerusakan kulit
Edukasi
d. Anjurkan menggunkan pelembab (misalnya : lotion, serum)
R/: penggunaan lotion dapat menjaga kelembapan kulit
Kolaborasi
e. Kolaborasi pemberian salep atau krim untuk mengatasi rasa gatal (Lanolin,
aquaphor)
R/: Menurunkan rasa gatal

5. Ketidakseimbangann cairan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kelebihan volume cairan
teratasi
Kriteria hasil : mempertahankan pembatasan diet dan cairan, mempertahanakan
turgor kulit normal tanpa edema, menunjukan tanda-tanda vital normal,
Intervensi:
Observasi
a. Monitor status hidrasi
R/: Perubahan status hidrasi, membrane mukosa, turgor kulit
menggambarkan berat ringannya kekurangan caiaran
b. Monitor berat badan
R/: Mengetahui kondisi umum fisik pasien
c. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
R/: untuk mengidentifikasi akumualasi elektrolit
Terapeutik
d. Cacat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
R/: memberikan informasi status keseimbangan cairan dan menetapkan
kebutuhan cairan pengganti
e. Batasi pemasukan caiaran
R/: Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluran urin dan
respon
f. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
R/: Memberikan pedoman untuk menggantikan caiaran
Kolaborasi
g. Kolaborasi pemberian diuretic jika perlu
R: Untuk menentukan efek dari pengobatan dan observasi terhadap efek
samping yang mungkin timbul

DAFTAR PUSTAKA
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Penyakit Ginjal Kronis : Panduan Praktis

Untuk Pengertian dan Menejemen. AS: Oxford University Press

Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. (Edisi 3), (Ahli Bahasa 1 Made Kriase)),

Jakarta : EGC

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Volume 2). Bandung : Yayasan

Alumni Pendidikan Keperawatan

Brunnner dan Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price S.A and Wilson L.M,. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. (Edisi 6) Buku II. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G bare (2009) Buku Ajar Keperawatan Medical

Bedah edisi 8. Jakarta : EGC

Suyono dan Slamet. 2001., Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis NANDA,

intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A

DENGAN DIAGNOSA GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

DI RUANG MAMMINASA BAJI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH:

RAHMAWATI
70300116007

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A

DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

DI RUANGAN MAMMINASA BAJI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

B. Identitas klien

a. Inisial klien : Tn.A

b. Umur : 64 tahun

c. Pekerjaan : SMA

d. Pendidikan : Wiraswasta

e. Suku : Makassar

f. Agama : Islam

g. Status perkawinan : Kawin

h. Alamat : Alauddin 2

i. Ruamg rawat : Mamminasa Baji

j. No. rekam medic : 29 65 95

k. Tanggal/jam masuk : 19 Maret 2019

l. Tanggal/jam pengambilan data : 21 Maret 2019

m. Diagnose : CKD

Identitas penanggung jawab

a. Nama : Ny.S

b. Pekerjaan : 62 Tahun

c. Alamat : IRT
d. Hubungan dengan klien : Istri Klien

C. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama : Keluarga klien mengatakan ingin dilakukan

pemasanagan double lumen

b. Keluhan saat ini : Klien mengatakan

c. Riwayat opname : Klien mengatakan pernah di opname di RS Pelamonia

dengan diagnose CKD

d. Riwayat pengobatan : Klien mengatakan pernaj mendapat pengobatan

D. Keadaan umum

a. Kesadaran : Compos mentis

b. Pengetahuan tentang penyakit : Klien mengerti tentang penyakitnya

E. Kebutuhan dasar

1. Rasa nyaman nyeri

a. Suhu : 36.5˚C

b. Nyeri : Klien mengatakan nyeri pada bagian double lumen, skala nyeri yang

dirasakan : skala 2 dengan frekuens hilang timbul

2. Nutrisi

a. TB : 170 cm

b. BB : 63 kg

c. Kebiasaan makan : 3x/hari

d. Porsi makan dihabiskan : porsi makan dihabiskan

e. Nafsu makan : baik

f. Makanan yang disukai : Daging dagingan

g. Diet : tidak
3. Kebersihan perorangan

a. Kebiasaan mandi : 1 x/hari

b. Cuci rambut : 2 x/minggu

c. Kebiasaan gosok gigi : 2x/hari

d. Kebersihan badan : badan nampak bersih

e. Keadaan rambut : rambut nampak bersih

f. Keadaan kuku : bersih

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

4. Cairan

a. Kebiasaan minum : klien hanya minum 1 gelas/hari (ciaran dibatasi)

b. Jenis : air putih

c. Turgor kulit : pucat

d. Kongjugtiva : tidak anemis

e. Terpasang infuse : NHCL 10 tetes/ menit

Masalah keperawata : Resiko kelebihan volume cairan

5. Aktivitas dan latihan

a. Aktivitas waktu luang : Klien selama sakit hanya tinggal d rumah

b. Aktivitas/hobby : Menonton

c. Kesulitas bergerak : Klien mengatakan sulit betgerak karena mengalami

stroke ringan

d. Kekuatan otot : 4, tonus otot : +2

Masalah keperawatan : Hambatan mobilitas fisik

6. Eliminasi
a. Kebiasaan BAB : 1 x/ hari

b. Kebiasaan BAK : 3-5 kali/hari

Keluhan BAK : tidak ada keluhan

c. Abdomen : tidak ada nyeri tekan

d. Tidak terpasan kateter urine

7. Oksigenasi

a. Nadi 80/menit

b. Pernapasan 20/menit

c. Tekanan darah : 180/100 mmHg

d. Tidak ada bunyi napas tambahan

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

8. Tidur dan istirahat

a. Kebiasaan tidur : malam dan siang hari

b. Lama tidur :

Siang : ± 2 jam/hari

Malam : ±8 jam/hari

c. Keluhan : tidak ada keluhan

Masalah kepawatan : tidak ada masalah

9. Pencegahan terhadap bahaya

a. Penglihatan : klien mengatakan mata kirinya bermasalah karena terkena

stroke ringan

b. Pendengaran : tidak ada masalah

c. Penciuman : tidak ada masalah

d. Perbaaan : tidak ada masalah


Masalah keperawatan : tidak ada masalah

10. Neurosensoris

a. Rasa ingin pinsan/pusing : tidak ada masalah

b. Stroke : klien mengatakan mengalami stroke ringan sebelah kiri

c. Kejang : tidak

d. Memori : baik

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

11. Kemananan

a. Alergi/sensivitas : tida ada alergi

b. Perubahan system imu : tidak

c. Riwayat cedera kecelakan : tidak ada riwayat cedera kecelakaan

d. Fraktur : tidak ada fraktur

e. Athritis/sendi tidak stabil : ya

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

12. Seksualitas

13. Keseimbangan dan peningkatan hubungan resiko serta interaksi social

a. Lama perkawinan : 44 tahun

b. Tinggal dengan : klien tinggal dengan istrinya

c. Masalah kesehatan : klien terkadang memikirkan penyakit yang dideritanya

d. Cara mengatasi : klien mengatakan selalu berdo’a agar diberi kesembuhan

dan berserah diri kepada Allah SWT

e. Peran dalam keluarga : sebagai kepala rumah tangga, suami, ayah dari 2

anakanya dan sebagai kakek


f. Komunikasi : komunikasi pasien lancar

g. Spiritual : klien mengatakan tetap mengerjakan ibadahnya sebagai seorang

muslim.

14. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin (HGB) 6.4 g/dL

Leukosit 5.10³/ μL

Haematokrit 19.1 %

Eritrosit 2.05 10³/ μL

MCH 31.2 pg

MCHC 33.5 g/dL

MCV 93.2 FL

Dift com

Eosinofil 28.4 %

Basofil 12.3%

Stab 59.3 %

Segmen 1.4 10³/ μ L

Limfosit 0.6 10³/ μL

Monosit 3.1 10³/ μL

Kimia klinik

Ureum (BUN) 110 mg/dL

Gretinin 11.46 g/Dl


15. Obat yang diresepkan

a. Pemberian terapi

b. Infuse : Nacl

c. Obat injeksi : cofleriaxone 1 gr/IV

d. Obat oral :

1) Amrodipine 10

2) mg

3) Micardis 80 mg

4) Alprazalam 0.5 mg
GENOGRAM

X X X
X

X
X X X
X X X

X X

X
X X
X

X X

Keterangan
: Laki laki
: perempuan
: klien
: meninggal

? : umur tidak diketahui


: garis keturunan
: garis perkawinan
- - - - : tingggal serumah

GI : Klien mengatakan kedua kakek dan nenek dari ibu dan bapak sudah
meninggal
GII : Klien mengatakan ibu dan bapak telah meninggal
GIII : Klien mengatakan ia anak pertama dari dua betsauadara mempunyai istri dan
dua anak
KLASIFIKASI DATA

Data subjektif Data objektif


1. Klien mengatakan selama sakit ia 1. Klien nampak lemah
hanya tinggal di rumah dan tidak 2. Klien nampak aktivitas dibantu oleh
melakukan apa apa keluraga
2. Klien mnengaktan mengalami 3. Pergerakan terbatas
storoke ringan bagian kiri 4. Kekuatan otot : 4
3. Klien mengataan sulit untuk 5. Tonus otot: 2
bergerak 6. Pembatasan caiaran
4. Klien mengaktakan aktivitanya 7. Tetesan infus 10 tetes/menit
dibantu oleh keluarga 8. Hasil laboratorium:
5. Klien mengatakan hanya minun 1 a. Hemoglobin :
gelas per hari b. Ureum : 110 mg/dl
6. Klien mengatakan BAK 3-5 c. Kreatinin : 6.4 g/dl
kali/perhari dalam jumlah sedikit d. Hasil usg : ckd
7. Klien mengatakan ia lemas 9. Pemeriksaan ttv:
a. Tekanan darah 180/100 mmhg
b. Pernapasan : 20x/menit
c. Nadi : 80x/ menit
d. Suhu : 36.5˚c
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

keperawatan

1. DS : Hipertensi Hambatan

a. Klien mengatakan mobilitas fisik

selama sakit ia hanya Gangguan aliran darah

tinggal di rumah dan

tidak melakukan apa apa Transmisi implus UMN

b. Klien mnengaktan dan LMN terganggu

mengalami storoke

ringan bagian kiri Kelemahan otot

c. Klien mengataan sulit progresif

untuk bergerak

d. Klien mengaktakan Turunnya kecepatan

aktivitanya dibantu oleh metabolism

keluarga

Mobilitas terganggu

DO :

a. klien nampak lemah Gangguan mobilitas

b. klien nampak aktivitas fisik

dibantu oleh keluraga

c. peregrakan terbatas
d. kekuatan otot : 4

e. tonus otot: 2

CKD
2. DO: Kelebihan volume

a. Klien mengatakan hanya caiaran


Retensi Na
minun 1 gelas per hari

b. Klien mengatakan BAK Payah jantung kiri


3-5 kali/perhari dalam

jumlah sedikit COP turun

c. Klien mengatakan ia
Aliran darah ginjal
lemas
menurun
DO:

a. Pembatasa cairan Gangguan RRA


b. Tetesan infus 10

tetes/menit Retensi H20 dan Na


naik
c. hasil laboratorium:

1) hemoglobin :
Kelebihan volume
2) ureum : 110 mg/dL
caiaran
3) kreatinin : 6.4 g/dL

4) hasil USG : CKD

d. Pemeriksaan TTV:

1) Tekanan darah

180/100 mmHg
2) Pernapasan :

20x/menit

3) Nadi : 80x/ menit

4) Suhu : 36.5˚C
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hambatan mobilitas fisik

2. Resiko kelebihan volume cairan

C. INTERVENSI

1. Hambatan mobilitas fisik

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat

mempertahankan mobilitas atau fungsi optimal

Kriteri hasil : Menunjukkan peningkatan kekuatan dan bebas dari

komplikasi(kontraktor) dekubitus

Intervensi :

Obeservasi

a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

R/: untuk membantu menentukan intervensi selanjutnya

b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

R/: Mengidentifikasi kelemahan dan kemampuan fisik pasien

Terapeutik

c. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (misalnya : tongkat, kruk)

R/: Mempermudah pasien melakukan aktifitas dan mengurangi resiko cedera

d. Libatkan kelurga dalam melakukam ambulasi

R/: Untuk membantu klien dalam meningkatkan ambulasi

e. Bantu pasien dalam rentang gerak aktif atau pasif

R/: Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu

dalam menentukan tegangan otot


Edukasi

f. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan ( misalnya : berjalan

ditempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,

berjalan sesuai toleransi.

R/: untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan mempertahankan toleransi

terhadap aktivitas

Kolaborasi

g. Berikan obat sesuai indikasi

R/: untuk mengurangi kelelahan dan meningktakan energi

2. Resiko kelebihan volume cairan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kelebihan volume cairan

teratasi

Kriteria hasil : mempertahankan pembatasan diet dan cairan, mempertahanakan

turgor kulit normal tanpa edema, menunjukan tanda-tanda vital normal,

Intervensi:

Observasi

a. Monitor status hidrasi

R/: Perubahan status hidrasi, membrane mukosa, turgor kulit

menggambarkan berat ringannya kekurangan caiaran

b. Monitor berat badan

R/: Mengetahui kondisi fisik umum pasien

c. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

R/: untuk mengidentifikasi akumualasi elektrolit

Terapeutik
d. Cacat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam

R/: memberikan informasi status keseimbangan cairan dan menetapkan

kebutuhan cairan pengganti

e. Batasi pemasukan caiaran

R/: Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluran urin dan

respon

f. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan

R/: Memberikan pedoman untuk menggantikan caiaran

Kolaborasi

g. Kolaborasi pemberian diuretic jika perlu

R: Untuk menentukan efek dari pengobatan dan observasi terhadap efek

samping yang mungkin timbul

Anda mungkin juga menyukai