Anda di halaman 1dari 42

OSTEOMILITIS

DISUSUN OLEH
LA ODE AGUSTINO SAPUTRA
IKRIMAH SYAM
RETNO IRIANA
MUH. AKSA
WA ODE YULIANTI TOGALA
YULIADI YUSUF
SRI MAHARDIKA
JUMASING
NURSAHRATUL HUMAERAH

DOSEN
DR. MUH. ANWAR HAFID, S.KEP.,NS., M. KES

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya serta sholawat kepada Rosulullah Saw, sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Osteomilitis”.
Makalah yang kami susun ini berisi mengenai konsep medis dan
keperawatan penyakit osteomilitis yang berasal dari berbagai literatur yang telah
kami kumpulkan. Kami menyadarai bahwa kami membutuhkan saran dari
pembaca mengenai isi makalah kami ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Samata, 04 September 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Penatalaksanaan
G. Komplikasi

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada
infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis
dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fukos infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi, infeksi saluran nafas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen
biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat
resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (takjelas).Infeksi
dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya :
ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi
langsung tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka
tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomyelitis adalah mereka
yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus.
Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di
rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani
pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis
rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami
infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau
dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Osteomielitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian
seluruh usia ias saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya
kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengertian dari Osteomelitis ?
2. Bagaimanakah konsep medis dari Osteomilitis?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
Osteomelitis?
C. Tujuan Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian Osteomilitis.
2. Menjelaskan konsep medis Osteomilitis.
3. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan Osteomilitis.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menambah wawasan pengetahuan dan keilmuan mengenai penyakit
Osteomilitis.
2. Sebagai bahana referensi pembaca.
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medulla baik karena infeksi

piogenik atau non piogenik misalnya mikrobakterium tuberkulosa. Infeksi ini

dapat bersifat akut maupun kronis. Pada anak anak-anak infeksi tulang sering

kali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti

infeksi faring (faringitis), telinga (otitis), dan kulit (impertigo). (Nurarif &

Kusuma, 2015).

Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan

dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons

jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan

involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).

Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas

hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001).

Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :

1. Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang

disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus

influensae (Depkes RI, 2010).

2. Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 2008).

3. Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang

disebabkan oleh staphylococcus.

4. Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang

yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang

haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh

staphylococcus aureus. (Dorland, 2007)


B. Anatomi dan Fisiologi

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebh 25% Berat Badan,

dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan baiknya sistem

muskuloskeletal tergantung pada sistem tuuh yang lain. Struktur memeberi

perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru-paru.

Kerangka tulang merupakana kerangka yang kuat yang menyangga struktur tubuh.

Otot yang melekat pada ulang memungkinkan ubuh bergerak. Matriks tulang

menyimpan kalsium, fosfor, magnesium dan flour. Lebih dari 99% kalsium tibuh

total terdapat pada tulang. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik

untuk gerakan maupun produksi panas untuk memepertahankan suhu temperatur

tubuh. (Anjarwati, 2010)

Anatomi sistem skelet, ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi

dalam 4 kategori: tulang panjang (misalnya femur), tulang pendek (misalnya

tarsalia), tulang pipih (misalnya sternum), dan tulang tak teratur (misalnya

vertebrata). Bentuk dan kostruksi tulang tertentu ditentukan ole fungsi dan gaya

yang bekerja padanya. (Anjarwati, 2010)

Tulang tersusun oleh jaringan kanselus (trabekular atau spongius) atau

kortikal (kompak). Tulang panjang (misalnya femur berbentuk seperti tangkai

atau batang panjang dengan ujung membulat). Batang, atau diafisis, terutama atas

tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama oleh tulang
kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafisis dan merupakan pusat

pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa, mengalami

klasifikasi, ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-

sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyanggah berat badan dan gerakan.

Tulang pendek (misalnya metakarpal) terdidi dari tulang kanselus ditutupi selapis

tulang kompak. Tulang pipih (misalnya sternum) merupakan tempat penting untuk

hematopoiesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang

pipih tersusun dari tulang kanselus diantara dua tulang kompak. Tulang tak teratur

(vetrebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya. Secara umum

struktur tulang tak teratur sama dengan tulang pipih. (Anjarwati, 2010)

Tulang tersususn atasa sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya

terdiri atas 3 jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi

dalam pembentukan tulang dan mesekresikan matriks tulang. Matriks tersusun

dari 98% kolagen dan 2 % subtansi dasar (unit matriks tulang). Osteoklas adalah

sel multinuklir (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan

remodeling tulang. (Anjarwati, 2010)

Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Sitengah

osteon terdapat kapiler. Di sekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang

yang disebut lamela. Didalam lamela terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi

melalui proses yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

memnghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari

0,1mm). (Anjarwati, 2010)

Tulang diselimuti dibagian luar oleh membran fibrus padat dinamakan

periosteum. Periosteum memberikan nutrisi ke dalam tulang dan

memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen.

Periosteum mengandum saraf, pembuluh darah dan limfatik. Lapisan yang paling
dekat dengan tulang yang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk

tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum

tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang

melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dengan endosteum

dan dalam lakuna howship (jekukan dalam permukaan tulang). (Anjarwati, 2010)

Sumsum tulang merupakan jaringan vaskular dalam rongga sumsum (batang)

tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di

sternum, ilium, vertebra, dan rusuk ada orang dewasa, bertanggung jawab pada

produksi sel darah merah dan sel darah putih. Pada orang dewasa tulang panjang

berisi sumsum lemak kuning. (Anjarwati, 2010)

Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselus

menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan

epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ketulang kompak melalui kanal

volkman yang sangat kecil selain itu ada arteri nutrien yang menembus

periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang

kecil). Arteri nutrium memasok darah ke sumsum dan tulang sistem vena ada

yang mengikuti arteri ada yang keluar sendiri. (Anjarwati, 2010)

Pada umumnya penyusun tulang diseluruh tubuh kita semuanya berasal dari

material yang sama. Dari luar ke dalam kita akan dapat menemukan lapisan-

lapisan berikut ini:

a. Periosteum

Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya

periosteum. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis.

Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang),

jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat


melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam

memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak. (Brunner,

Suddarth. 2001)

b. Tulang Kompak (Compact Bone)

Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak.

Tulang ini teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki

sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan

Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan

tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan

dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang

lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak

paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan. (Brunner,

Suddarth. 2001)

c. Tulang Spongiosa (Spongy Bone)

Pada lapisan ketiga ada yang disebut dengan tulang spongiosa. Sesuai

dengan namanya tulang spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga

tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah.

Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.

Tulang ini terdiri atas batang yang halus atau selubung yang halus yaitu

trabekula (L. singkatan dari trabs = sebuah balok) yang bercabang dan

saling memotong ke berbagai arah untuk membentuk jala-jala seperti spons

dari spikula tulang, yang rongga-rongganya diisi oleh sumsum tulang. Pars

spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa).

Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel

darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut

trabekula. (Brunner, Suddarth. 2001).


d. Sumsum Tulang (Bone Marrow)

Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah

sumsum tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental.

Sumsum tulang ini dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah

dijelaskan dibagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting

dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada

dalam tubuh. (Brunner, Suddarth. 2001).

C. Klasifikasi
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal tersebut tergantung
dari intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.
1. Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan
sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar  melalui
sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak- anak dan sangat
jarang pada orang dewasa.
2. Osteomielitis Hematogen Subakut
Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena
organism penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten.
Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan oleh
Stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan
proksimal tibia.
3. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari
osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik.
Osteomielitis kronis juga dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau
setelah tindakan operasi padatulang. Bakteri penyebab osteomielitis kronis
terutama oleh stafilokokus aureus (75%), atau E.colli, Proteus atau
Pseudomonas.
4. Osteomielitis akibat fraktur terbuka
Merupakan osteomielitis yang paling sering ditemukan pada orang
dewasa. Terjadi kerusakan pembuluh darah, edema, dan hubungan antara
fraktur dengan dunia luar sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi
infeksi. Osteomielitis akibat fraktur terutaman disebabkan oleh
staphylococus aureus, B. Coli, Pseudomonas dan kadang-kadanag oleh
bakteri anaerob seperti Clostridium Streptococus anaerobic, atau
Bacteroides.
Gambaran klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka sama dengan
osteomielitis lainnya. Pada fraktur terbuka, sebaiknya dilakukan
pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridemen luka. Luka
dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotik yang adekuat. Pada fraktur
tebuka perlu dilakukan pemerikasaan biakan kuman guna menentukan
organisme penyebabnya. Osteomielitis jenis ini terjadi setelah operasi
tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implan), invasi bakteri
disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera
setelah operasi atau beberapa bulan kemudian.
5. Osteomielitis pasca operasi
Yang paling ditakuti adalah osteomielitis setelah operasi
antroplasti. Pada keadaan ini, pencegahan osteomielitis lebih penting
daripada pengobatan. Scrub nurse/ perawat instrumen operasi sangat
berperan dalam menjaga kesterilan dan sirkulasi instrumen operasi.
6. Osteomielitis sclerosing atau osteomielitis Garre
Adalah suatu osteomielitis subakut dan terdapat kavitas yang
dikelilingi oleh jaringan sklerotik pada daerah metafisis dan disfisis tulang
panjang. Klien biasanya remaja dan orang-orang dewasa, terdapat nyeri
dan mungkin sedikit pembengkakan pada tulang. Pada foto rontgen terlihat
adanya kavitas yang dikelilingi oleh jaringan sklerotik dan tidak
ditemukan adanya kavitas yang sentral, hanya berupa kavitas yang difus.
D. Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit Osteomilitis adalah sebagai berikut.
1. Osteomielitis dapat terjadi  karena penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fokus infeksi tempat lain (Osteomielitis Primer).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti bisul dan
luka (stafilokokus aureus (75%), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas).
3. Staphylolococcus hemolyticus (koagulasi positif) sebanyak 90 % dan
jarang Sterptococcus hemolyticus.
4. Haemophilus influenza (5- 50 %) pada anak usia dibawah 4 tahun.
5. Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa apsulate, pneumokokus,
Salmonella typhosa, pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Brucella,
dan bakteri anaerob yaitu Bacteroides fragilis.
E. Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi
tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis
meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan
insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan
dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan
lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan.
Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada
pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan
nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula.
Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum
dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang
lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak
mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan
menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak lainnya. Terjadi
pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius
kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
F. Manifestasi Klinik
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (misalnya, menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya
dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari
rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan
lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri
tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang
terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada
jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada osteomielitis untuk
membantu menegakkan diagnosis dalam Putra (2015) adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung leukosit dapat meningkat
b. Shift of the left dari hitung jenis meningkatnya jumlah PMN
c. C-reactive protein (CRP) meningkat
d. Peningkatan LED, terjadi pada 90% kasus, namun tidak spesifik
e. Kultur, dapat menegakkan diagnosis dan menentukan jenis bakteri penyebab
dan akhirnya menentukan jenis pengobatan. Termasuk kultur darah dan
tulang. Kultur darah akan sangat bermakna pada osteomielitis hematogen.
Kultur tulang menegakkan diagnosis lebih baik daripada kultur darah (
2. Pemeriksaan Pencitraan
a. Foto rontgen
1) Hasil rontgen pada osteomielitis aku akan dilakukan jika ditemukannya
udem jaringan lunak dalam 3-5 hari setelah infeksi. akan terlihat jelas
pada 14-21 hari karena menunjukkan destruksi tulang dan reaksi
periosteal pembentukan tulang baru, dengan melihat lusen korteks dan
medulla.
2) Pada osteomielitis kronik, didapatkan gambaran sekuester dan
pembentukan tulang baru.
b. MRI
MRI akan menghasilkan hasil yang terbaik. Dapat sebagai pendeteksian dini
dan menentukan lokasi osteomielitis karena dapat memperlihatkan edem dan
destruksi medulla, disamping reaksi periosteal, destruksi kortikal, kerusakan
sendi, dan jaringan lunak yang terlibat, bahkan ketika
radiografikonvensionalbelum menunjukkan adanya kelainan.
c. Scan tulang radionuklir
Scan tulang radionuklir ini dilakukan bila pasien tidak dapat dilakukan MRI.
Scan ini lebih sensitive dan spesifik daripada pemeriksaan rontgen. Bahan
yang digunakan biasanya gallium 67 dan atau indium 111
d. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat menentukan klasifikasi abnormal, osifikasi dan
gangguan pada intra kortikal. Peeriksaan ini tidak dianjurkan, namun dapat
dilakukan bila pemeriksaan MRI tidak ada (Putra, 2015).
H. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada osteomielitis hematogen
yang perlu diketahui oleh perawat agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang baik sehingga resiko komplikasi dapat dihindari adalah
sebagai berikut.
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang
memadai, kematian akibat septikemia pada saat ini jarang terjadi
atau ditemukan.
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastase ke
tulang/ sendi lainnya, otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal
dan biasanya terjadi pada klien dengan status gizi buruk.
3. Artritis supratif. Artritis supratif dapat terjadi pada bayi karena
lempeng epifis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum
berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama terjadi pada
osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat
intra-kapsuler (mis ; pada sendi panggul) atau melalui infeksi
metastastatuk
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomielitis hematogen akut pada bayi
dapat menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih
pendek. Pada anak yang lebih besar, akan terjadi hiperemia pada
daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagitulang untuk
bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan
menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
5. Osteomielitis kronik. Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak
dilakukan, osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis
kronis.
I. Penatalaksanaan
a. Medikasi
Pengobatan dan penanganan pada osteomielitis bertujuan untuk
menghentikan infeksi dan mempertahankan fungsi normal dari tulang.
Salah satu penanganannya adalah dengan pemberian antibiotik yang
membantu mengendalikan infeksi. Pada awalnya, antibiotik akan diberikan
melalui infus, yang dilanjutkan dengan bentuk tablet untuk dikonsumsi.
Pengobatan dengan antibiotik ini dilakukan hingga 6 minggu. Sedangkan
untuk kasus infeksi yang lebih serius, antibiotik dapat diberikan lebih lama
lagi. Pada kasus osteomielitis yang parah atau kronis, dibutuhkan tindakan
operasi. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi. Di
antaranya adalah dengan mengangkat tulang dan jaringan yang terkena
infeksi atau debridement. Dalam prosedur ini, semua tulang atau jaringan
yang terkena infeksi diangkat, termasuk sedikit tulang atau jaringan sehat
di sekitarnya untuk memastikan seluruh area bersih dari infeksi. (Risnanto,
2014).
Mengeluarkan cairan dari area yang terinfeksi. Tindakan operasi ini
diakukan untuk mengeluarkan nanah atau cairan yang menumpuk karena
infeksi. Mengembalikan aliran darah pada tulang. Untuk kondisi ini,
dokter akan mengisi tempat yang kosong setelah debridement dengan
tulang atau jaringan dari bagian tubuh yang lain. Pencangkokan ini, selain
membantu pembentukan tulang yang baru, juga dapat memperbaiki aliran
darah yang rusak. Mengangkat benda asing. Prosedur operasi ini ditujukan
untuk mengangkat benda asing, alat, atau sekrup yang terpasang di tulang
pada operasi sebelumnya.
Amputasi prosedur ini dilakukan sebagai upaya terakhir untuk
mencegah penyebaran infeksi. Dalam prosedur ini, tungkai yang terinfeksi
akan diamputasi. Semakin cepat osteomielitis diobati, maka peluang untuk
sembuh akan semakin baik. Pengobatan lebih dini juga akan mencegah
kondisi berkembang menjadi kronis, yang memerlukan penyembuhan
lebih lama. Kendati demikian, sebagian besar kasus osteomielitis dapat
diatasi.
Sasaran awal adalah untuk mengontrol dan memusnahkan proses
infeksi (Risnanto, 2014).
1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan rendam salin noral hangat selama
20 menit beberapa kali sehari.
2. Kultur darah : lakukan smear cairan abses untuk mengindentifikasi
organisme dan memilih antibiotik.
3. Terapi antibiotik intravena sepanjang waktu.
4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol :
teruskan selama 3 bulan.
5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotik
pertahankan terapi antibiotik tambahan.
b. Penatalaksanaan Diet
Diit pada penyakit radang tulang adalah pola makan yang dipakai
untuk penyembuhan luka dan perbaikan tulang. Dietnya adalah makanan
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) bermanfaat memberikan makanan
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang berguna
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh, penyembuhan luka,
dan menambah berat badan. Pada penyakit osteomielitis dianjurkan
mengkonsumsi makanan TKTP dan vitamin. Contoh makanan TKTP :
1. Tinggi Kalori
Bahan makanan yang dapat menghasilkan energi / tenaga. Contoh :
nasi, bubur beras, jagung, kentang, singkong, ubi, roti, tepung, mie
2. Tinggi Protein
Bahan makanan yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang,
pertumbuhan jaringan, sumber panas dan energi baik protein hewani
maupun nabati. Contoh : daging, hati, babat, telur, ikan , udang, kacang-
kacangan, oncom, tahu tempe.
3. Vitamin C.
Bahan makanan yang dapat digunakan untuk membantu
kesembuhan luka, mencegah infeksi, dan perbaikan tulang. Contoh :
bayam, cabe rawit, daun singkong, daun pepaya, jeruk, pepaya,
rambutan, jambu mete, jambu biji.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan
sistem musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan
adanya komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis
meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
a. Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnosa medis. Pada umumnya, keluhan utama pada kasus
osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode
PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma
pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya osteomielitis hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh
darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar
sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi
tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi
bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut
yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan
terjadinya proses supurasi di tulang.
c. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-
lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
d. Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul
ketakutan akan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
konsumsi alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan, dan apakah
klien melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga
dan masyarakat karena klien menjalani rawat inap. Dampak yang
timbul pada klien osteomielitis yaitu timbul ketakutan akan kecacatan
akibat prognosis penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra diri).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local).
a. Keadaan umum meliputi :
1) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis
yang bergantung pada keadaan klien).
2) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan
pada kasus osteomielitis biasanya akut).
3) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis dengan
komplikasi septicemia.
4) B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien
osteomielitis tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi
toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada
auskultasi, tidak didapatkan suara napas tambahan.
5) B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
6) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a) Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada sakit kepala)
b) Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada
penonjolan, refleks menelan ada).
c) Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
atau bentuk.
d) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak
anemis (pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya malnutrisi
lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
e) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal,
tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
g) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
h) Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku
klien biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
i) Pemeriksaan saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli presepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
j. Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat refleks patologis
7) B4 (Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna, jumlah,
karakteristik,dan berat jenis. Biasanya osteomielitis tidak
mengalami kelainan pada system ini.
8) B5 (Bowel) : inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi, suara
timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi, peristaltik
usus normal (20x/menit). Inguinal-genitalia-anus : tidak ada hernia,
tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola
nutrisi dan
metabolisme: klien osteomelitis harus mengonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-hari, sperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
infeksi tulang. Evaluasi terhadap nutrisi klien dapat membantu
menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama
kalsium dan protein. Masalah nyeri pada osteomelitis
menyebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan
nutrisi berkurang. Pola eliminasi: tidak ada gangguan eliminasi,
tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau
fases. Pada pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau,
dan jumalah urine.
9) B6 (Bone). Adanya osteomelitis hematogen akut akan ditemukan
gangguan pergerakan sendi karena pembekakan sendi akan
menggangu fungsi motorik klien. Kerusakan integritas jaringan
pada kulit karena adanya luka disertai dengan pengeluaran pus atau
cairan bening berbau khas.
b. Look
Pada osteomelitis hematogen akut akan ditemukan gangguan
pergerakan sendi karena pembekan sendi dan gangguan bertambah
berat bila terjadi spasme local. Gangguan pergerakan sendi juga dapat
disebab kan oleh efusi sendi atu infeksi sendi (arthritis septic). Secara
umum, klien osteolelitis kronis menunjukan adanya luka khas yang
disertai dengan pengeluaran pus atau cairan bening yang berasal dari
tulang yang mengalami infeksi dan dan proses supurasi. Manifestasi
klinis osteomelitis akibat fraktur terbuka biasanya berupa demam,
nyeri, pembekakan pada daerah fraktur, dan sekresi pus pada luka.
c. Feel.
Kaji adanya nyeri tekan.
d. Move
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif. Pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan atau
keterbatasan gerak sendi pada osteomelitis akut.

Pola tidur dan istirahat. Semua klien osteomelitis merasak nyeri


sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur., suasana,
kebiasaan, dan kesulitan serta penggunaan obat tidur.

B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat
imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan
pembentukan abses tulang
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses
supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat
infeksi inflamasi tulang.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn
dalam bergerak
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan
rasa nyaman
8. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kondisi penyakit dan pengobatan.
C. Intevensi
1. Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan pembekan
sendi
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di atasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.
Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi rasional

Mandiri:
1. Kaji nyeri dengan skala 0-4 1. Nyeri merupakan respons subjektif
yang dapat di kaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya
diatas tingkat cedera.

2. Imobilisasi yang adekuat dapat


mengurangi nyeri pada daerah
2. Atur posisi imobilisasi pada daerah nyeri sendi atau nyeri di tulang
nyeri sendi atau nyeri di tulang yang yang mengalami infeksi.
mengalami infeksi

3. Nyeri dipengaruhi oleh


kecemasan, pergerakan sendi.

3. Bantu klien dalam mengidentifikasi 4. Pendekatan dengan menggunakan


faktor pencetus relaksasi dan tindakan
nonfarmakologi lain menunjukan
4. Jelaskan dan bantu klien terkait keefektifan dalam mengurangi
dengan tindakan pereda nyeri nyeri.
nonfarmakologi dan noninvasive. 5. Teknik ini melancarkan
peredaran darah sehingga
kebutuhan O2 pada jaringan
5. Ajarkan relaksasi: teknik mengurangi dapat terpenuhi dan nyeri
ketegangan otot rangka yang dapat berkurang.
mengurangi intensitas nyeri dan
meningkatkan relaksasi masase. 6. Mengalihkan perhatian klien
6. Ajarkan metode distraksi selama nyeri terhadap nyeri ke hal-hal yang
akut. menyeangakan.

7. Istirahat merelaksasi semua


jaringan sehingga meningkatkan
7. Beri kesempatan waktu istirahat bila kenyamanan.
terasa nyeri dan beri posisi yang
nyaman. 8. Pengetahuan tersebut membantu
mengurangi nyeri dan dapat
membantu meningkatkan
8. Tingkatkan pengetahuan tentang kepatuhan klien terhadap rencana
penyebab nyeri dan hubungan dengan terapeutik.
berapa lama nyeri akan berlangsung.
1. Analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang.

Kolaborasi
1. Pemberian analgetik

b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan


keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2. Mempertahankan posisi fungsional
3. Meningkatkan / fungsi yang sakit
4. Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas

Intervensi dan Rasionalisasi :


Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :
1. Pertahankan tirah baring dalam 1. Agar gangguan mobilitas
posisi yang di programkan fisik dapat berkurang

2. Tinggikan ekstremitas yang


2. Dapat meringankan
sakit, instruksikan klien / bantu
masalah gangguan
dalam latihan rentang gerak
mobilitas fisik yang
pada ekstremitas yang sakit
dialami klien
dan tak sakit

3. Beri penyanggah pada 3. Dapat meringankan


ekstremitas yang sakit pada masalah gangguan
saat bergerak mobilitas yang dialami
4. Jelaskan pandangan dan klien
keterbatasan dalam aktivitas 4. Agar klien tidak banyak
5. Berikan dorongan pada klien melakukan gerakan yang
untuk melakukan AKS dalam dapat membahayakan
lingkup keterbatasan dan beri
bantuan sesuai kebutuhan 5. Mengurangi terjadinya
6. Ubah posisi secara periodik penyimpangan –
penyimpangan yang dapat

Kolaborasi : terjadi
6. Mengurangi gangguan
7. Fisioterapi / aoakulasi terapi
mobilitas fisik
7. Mengurangi gangguan
mobilitas fisik

c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan


abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang
dialami
Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri:

1. Pertahankan system kateter steril; 1. Mencegah


berikan perawatan kateter regular pemasukan bakteri
dengan sabun dan air, berikan salep dari infeksi/ sepsis
antibiotic disekitar sisi kateter. lanjut.

2. Ambulasi dengan kantung drainase 2. Menghindari refleks


dependen. balik urine, yang
dapat memasukkan
bakteri kedalam
kandung kemih.

3. Awasi tanda vital, perhatikan demam 3. Pasien yang


ringan, menggigil, nadi dan mengalami
pernapasan cepat, gelisah, peka, sistoskopi/ TUR
disorientasi. prostate beresiko
untuk syok bedah/
septic sehubungan
dengan manipulasi/
instrumentasi
4. Observasi drainase dari luka, sekitar 4. Adanya drain, insisi
kateter suprapubik. suprapubik
meningkatkan resiko untuk
infeksi, yang diindikasikan
dengan eritema, drainase
purulen.

5. Ganti balutan dengan sering (insisi 5. Balutan basah


supra/ retropublik dan perineal), menyebabkan kulit
pembersihan dan pengeringan kulit iritasi dan
sepanjang waktu memberikan media
untuk pertumbuhan
bakteri, peningkatan
resiko infeksi luka.
6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi 6. Memberikan
perlindungan untuk
kulit sekitar,
mencegah
ekskoriasi dan
menurunkan resiko
infeksi.

Kolaborasi: 1. Mungkin diberikan


secara profilaktik

1. Berikan antibiotic sesuai indikasi sehubungan dengan


peningkatan resiko
infeksi pada
prostatektom

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses


supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi
inflamasi tulang.
Tujuan: dalam 7x24 jam integritas jaringan membaik secara optimal.
Intervensi rasional
Mandiri: 1. Menjadi data dasar untuk
1. Kaji kerusakan jaringan lunak memberi informasi tentang
intervensi perawatan luka, alat
dan jenis larutan apa yang akan
digunakan.
a. Perawatan luka dengan tehnik
steril dapat mengurang
2. Lakukan perawatan luka: kontaminasi kuman langsung
ke area luka.
a. Lakukan perawatan luka dengan b. Tehnik membuang jaringan dan
tehnik steril kuman di area luka sehingga
keluar dari area luka
c. NaCl merupakan larutan
b. Kaji keadaan luka dengan tehnik fisiologis yang lebih mudah di
membuka balutan dan mengurangi absirbsi oleh jaringa daripada
stimulus nyeri. Bila perban melekat larutan anti septic. NaCl yang
kuat, perban diguyur dengan NaCl di csmpur dengsn stibiotik dspst
mempercepat penyembuhan
c. Tutup luka dengan kasa steril atau luka akibat infeksi osteomelitis.
kompres dengan NaCl yang dicampur
dengan antibiotic. d. Jaringan nekrotik dapat
menghambat penyembuhan
luka

d. Lakukan nekrotomi pada jaringa yang e. Member rasa nyaman pada


sudah mati klien dan dapat membantu
peningkatan pertumbuhan
jaringan luka.
e. Rawat luka setiap hari atau setiap kali
bila pembalut basah atau kotor
f. Pengendalian infeksi
f. Hindarai pemakaian perawatan luka nosokominal dengan
yang sudah kontak dengan klien menghindari kontaminasi
osteomelitis, jangan digunakan lagi langsung dari perawatan luka
untuk melakukan perawtan luka pada yang tidak steril.
klien lain

g. Gunakan perban elastic dan gips pada g. Pada klien osteomelitis dengan
luka yang disertai kerusakan tulang kerusakan tulang, stabilitas
atau pembekkan sendi. formasi tulang sangat labil.
Gips dan perban elastic dapat
membantu memfiksasi dan
mengimobilisasi sehingga dapat
mengurangi nyeri.
h. Evaluasi perban elastic terhadap
resolusi edema h. Pemasangan perban elastic
yang terlalu kuat dapat
menyebabkan edema pada
daerah distal dan juga
i. Evaluasi kerusakan jaringan dan menambah nyeri padaa klien.
perkembangan pertumbuhan jaringan
dan lakukan perubahan intervensi bila i. Adanya batasan waktu selama
pada waktu yang ditetapkan tidak ada 7x24 jam dalam melakukan
perkembangan jaringan yang optimal. perawatan luka klien
ostemelitis menjadi tolak ukurr
keberhasilan intervensi yang
diberikan . apabila masih belum
mencapai kreteria hasil,
sebaiknya kaji ulang faktor-
Kolaborasi faktor yang menghambat
1. Kolaborasi dengan tim bedah untuk pertumbuhan jaringan luka.
bedah perbaikan pada kerusakan
jaringan agar tingkat kesembuhan
dapat dipercepat.
1. Bedah perbaikan terutama pada
2. Pemeriksaan kultur jaringan (pus) klien fraktur terbuka luas
yang keluar dari luka. sehingga menjadi pintu masuk
kuman yang ideal. Bedah
perbaikan biasanya dilakukan
setelah masalah infeksi
osteomelitis teratasi.
3. Pemberian antibiotic/antimikroba
2. Manajemen untuk mentukan
anti mikroba yang sesuai
dengan kuman yang sensitive
atau resisten terhadap beberapa
jenis antibiotic.

3. Antimikroba yang sesuai


dengan hasil kultur ( reaksi
sensitive) dapat membunuh
atau mematikan kuman yang
menginvasi jaringan tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :Pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan
dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Jelaskan aktivitas dan faktor 1. Merokok, suhu ekstrim


yang dapat meningkatkan dan stre menyebabkan
kebutuhan oksigen vasokonstruksi pembuluh
garah dan peningkatan
beban jantung

2. Anjurkan program hemat energi


2. Mencegah penggunaan

3. Buat jadwal aktifitas harian, energi berlebihsn

tingkatkan secara bertahap


3. Mempertahankan
pernapasan lambat dengan
tetap mempertahankan
latihan fiisk yang
4. Kaji respon abdomen setelah
memungkinkan
beraktivitas
peningkatan kemampuan

5. Berikan kompres air hangat otot bantu pernapasan

4. Respon abdomen melipuit


nadi, tekanan darah, dan
6. Beri waktu istirahat yang cukup
pernapasan yang
meningkat

5. Kompres air hangat dapat


mengurangi rasa nyeri

6. Meningkatkan daya tahan


pasien, mencegah keletihan

f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu
tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Pantau : 1. Memberikan dasar untuk


Suhu tubuh setiap 2 jam deteksi hati

Warna kulit TD, nadi dan pernapasan


-     Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit

2. Lepaskan pakaian yang


berlebihan

2. Pakaian yang tidak


berlebihan dapat

3. Lakukan kompres dingin atau mengurahi peningkatan

kantong es untuk menurunkan suhu tubuh dan dapat

kenaikan suhu tubuh. memberikan rasa nyaman


pada pasien

3. Menurunkan panas
4. Motivasi asupan cairan
melalui proses konduksi
serta evaporasi, dan
meningkatkan kenyaman
pasien.

4. Memperbaiki kehilangan
Kolaborasi : cairan akibat perspirasi
serta febris dan
1. Beriakn obat antipiretik sesuai meningkatkan tingkat
dengan anjuran kenyamanan pasien.

1. Antipiretik membantu
mengontrol peningkatan suhu
tubuh

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa


nyaman
Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang,
adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan
psikologi.

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Tentukan kebiasaan tidur yang 1. Mengkaji perlunya dan


biasanya dan perubahan yang mengidentifikasi
terjadi intervensi yang tepat

2. Berikan tempat tidur yang 2. Meningkatkan


nyaman dan beberapa milik kenyamanan tidur serta
pribadi, misalnya ; bantal dan dukungan fisiologis/
guling psikologis

3. Buat rutinitas tidur baru yang


dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru
3. Bila rutinitas baru
mengandung aspek
4. Cocokkan dengan teman
sebanyak kebiasaan
sekamar yang mempunyai pola
lama, stres dan
tidur serupa dan kebutuhan
ansietas dapat
malam hari
berkurang

4. Menurunkan
5. Dorong beberapa aktifitas fisik kemungkinan bahwa
pada siang hari, jamin pasien teman sekamar yang
berhenti beraktifitas beberapa “burung hantu” dapat
jam sebelum tidur menunda pasien untuk
terlelap atau
6. Instruksikan tindakan relaksasi menyebabkan
terbangun

7. Kurangi kebisingan dan lampu


5. Aktivitas siang hari
dapat membantu
pasien menggunakan
8. Gunakan pagar tempat tidur
energi dan siap untuk
sesuai indikasi, rendhkan tempat
tidur malam hari
tidur bila mungkin

6. Membantu
Kolaborasi :
menginduksi tidur

1. Berikan sedatif, hipnotik sesuai


7. Memberikan situasi
indikasi kondusif untuk tidur

8. Pagar tempat tidur


memberikan
keamanan dan dapat
digunakan untuk
membantu merubah
posisi

1. Mungkin diberikan
untuk membantu
pasien tidur atau
istirahat selama
periode transisi dari
rumah ke lingkungan
baru

h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi


penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan
memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Jelaskan tujuan pengobatan 1. Mengorientasi program


pada pasien pengobatan. Membantu
menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol
2. Kaji patologi masalah
individu. 2. Informasi menurunkan
takut karena
ketidaktahuan.

3. Kaji ulang tanda / gejala yang


3. Memberika pengetahuan
memerlukan evaluasi medik
dasar untuk pemahaman
cepat,contoh nyeri dada tiba-
kondisi dinamik
tiba, dispnea, distres
pernapasan lanjut.

4. Kaji ulang praktik kesehatan 4. Berulangnya


yang baik, istirahat. pneumotorak /hemotorak
memerlukan intervensi
medik untuk mencegah /
menurunkan potensial

Kolaborasi : komplikasi.

1. Mempertahanan
1. Gunakan obat sedatif sesuai
kesehatan umum
dengan anjuran
meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah
kekambuhan.rapeutik.Ba
nyak pasien yang
membutuhkan obat
penenang untuk
mengontrol ansietasnya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medulla baik karena infeksi
piogenik atau non piogenik misalnya mikrobakterium tuberkulosa. Infeksi
ini dapat bersifat akut maupun kronis. Pada anak anak-anak infeksi tulang
sering kali timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain
seperti infeksi faring (faringitis), teliga (otitis), dan kulit (impertigo).
2. Konsep medis dari penyakit Osteomilitis tergambar secara jelas dalam
materi.
3. Konsep asuhan keperawatan terangkum dalam materi.

B. Saran
Adapun saran dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya dosen memperkaya materi yang diajarkan kepada mahasiswa,
sehingga mahasiswa juga dapat menerima ilmu dari pengajar.
2. Cara penyampaian materi lebih interaktif melalui video yang membahas
mengenai penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Anjarwati, Wangi. 2010. Tulang dan Tubuh Kita. Yogyakarta: Getar Hati.

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8

Volume 3. Jakarta: EGC

Carpenito, 2008. Diagnosis Keperawatan Pada Praktek Klinik.

Depkes RI, 2010. Pusat Data Kesehatan.

Dorland, 2007. Kamus Kedokteran Dorland.Terbitan EGC :Jakarta.

Mansoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta:

Media Aesculapius. Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien

gangguan system muskuloskletal. Jakarta: EGC Nurarif, Amin Huda. & Kusuma,

Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &

NANDA NIC NOC, Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing.


Putra, 2015. Refrat Osteomilitis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Risnanto & insani uswatun, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah ( Sistem Muskoloskeletal). Yogyakarta. KDT.
.

Anda mungkin juga menyukai