Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

TUBERKULOSIS PADA ANAK

Disusun oleh :
Nita Herny Christina
1061050057

Dibimbing Oleh :
dr. Nurbani SpA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
PERIODE 1 OKTOBER 2018 – 8 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA TIMUR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi paru tuberkulosis pada anak adalah penyakit sistemik, yang
manifestasinya bisa terjadi pada berbagai organ dalam tubuh, terutama paru. Sifat
sistemik ini terjadi karena penyebaran hematogen dan limfogen setelah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.
Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan
penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis
anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu
juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas
tuberkulosis.
TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa.
Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian pada penyakit TB
harus lebih ditingkatkan Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut mendapat
infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi
positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB.
Diagnosis TB pada anak sulit dilakukan sehingga seringkali terjadi salah
diagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama. Diagnosis pasti TB
ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau
bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan.
Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu
sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen
sputum.
Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan
diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai
BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada di
dunia sejak 5000 tahun sebelum Masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan
pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir.

II. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular penyebab kematian utama
di dunia. Lembaga kesehatan dunia WHO memperkirakan pada tahun 2015 terdapat
10,4 juta kasus baru TB di dunia. Asia Tenggara menempati posisi pertama dengan
angka kejadian TB tertinggi pada anak, yaitu 40% dari kasus di tahun 2015. Indonesia
termasuk dalam tiga negara dengan angka kejadian TB tertinggi di dunia, bersama
India dan Cina. TB terutama menyerang paru, tapi 20-30% TB pada anak meyerang
organ lain. Bayi dan balita paling berisiko terkena TB berat seperti meningitis TB
yang mampu menyebabkan buta, tuli serta kelumpuhan
Sumber: KEMENKES RI 2018
Dari grafik dapat dilihat bahwa terdapat variasi kasus TB Anak diantara
semua kasus TB yang diobati pada tingkat Provinsi. Grafik ini juga menunjukkan
beberapa provinsi memiliki proporsi kasus TB Anak <5% dan beberapa provinsi lain
menunjukka >15%. Kemungkinan terdapat kecenderungan adanya overdiagnosis,
underdiagnosis, maupun underreported kasus TB Anak.

III ETIOLOGI
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, merupakan suatu
batang lengkung, gram positif lemah, pleomorfik, tidak bergerak, dan tidak
membentuk spora. Basil tuberkel ini mempunyai panjang sekitar 2-4µm. Bakteri ini
merupakan aerob wajib (obligat) yang tumbuh pada media biakan yang tumbuh pada
media sintetis yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam
ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu
37-41º. Dinding selnya kaya akan lipid sehingga menimbulkan resistensi terhadap
daya bakterisid antibodi dan komplemen. Tanda dari mikobakteria adalah ketahanan
asamnya, dimana bakteri ini mempunyai kapasitas untuk membentuk kompleks
mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan. Bila diwarnai maka bakteri ini akan
melawan perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain.
Mikobakteria tumbuh lambat dengan waktu pembentukannya 12-24 jam. Isolasi dari
specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu,
dan uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat
dideteksi dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan
nutrient radiolabel (system radiometric BACTEC).

IV PATOLOGI
V. DIAGNOSIS
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala
utama.
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan
oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan
spesimen sputum.
Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:
Anamnesis:
 Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
 Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
 Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
 Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Pemeriksaan fisis
 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.
 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
 Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif
pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk
atau baru menderita campak.
 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.
Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan
diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Sumber: KEMENKES RI, 2018
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor ≥ 6
(sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi
secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi
lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya.

Uji Tuberkulin
Pemeriksaan tuberkulin dilakukan pada anak dengan gejala TB untuk melihat
danya infeksi TB pada anak dengan menggunakan larutan Tuberkulin PPD RT 23
2TU. Hasil pemeriksaan tuberkulin dapat diketahui setelah 48-72 ja, sejak
penyuntikan. Anak dengan hasil uji tuberkulin yang positif berarti anak tersebut
terbukti terinfeksi TB. Dalam pembuktian apakah anak sakit TB, maka dilakukan
pendekatan sistem skoring.
VI. TATALAKSANA
Alur tatalaksana pasien TB Anak

Sumber: KEMENKES RI, 2018

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup


adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik
untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata
walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT
tetap dihentikan.
Panduan obat TB pada anak
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB
adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan
dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB
berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap
lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan
dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan.
Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid
(H).
Dosis
 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang
relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk
Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC).
Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:
 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H
(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan
H (Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak
dan komposisi dari tablet KDT tersebut.
Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ
adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75
mg dan H = 50 mg,
Tabel 6.1 Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

BERAT BADAN (KG) 2 BULAN TIAP HARI 4 BULAN TIAP HARI


RHZ (75/50/150) RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:
 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit
 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak.
Dosisnya seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 6.2 Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak

JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG


(KOMBIPAK)

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg


Tabel 6.3 Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak

JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG


(KOMBIPAK)

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB


milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain:
 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin,
Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).
 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama
pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tappering off dalam jangka waktu 2–6 minggu. Tujuan pemberian steroid ini
untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan,
karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf
pendengaran, dan terdapat risiko penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar
terhadap alat suntikan.
BAB III
KESIMPULAN

TB masih merupakan masalah mortalitas dan morbiditas di negara-negara


berkembang. TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita Tb dewasa.
Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV, maka perhatian pada penyakit
TB harus lebih ditingkatkan. Diagnosis TB pada anak sering sulit karena gambaran
rontgen paru dan gambaran klinis tidak selalu khas dan sedangkan penemuan basil
TB sulit. Gambaran rontgen paru dan gambaran klinis tidak bisa menjadi satu-satunya
penegakan diagnosis TB pada anak, perlu dilakukan skorring TB. Dengan tatalaksana
yang tepat penyakit TB dapat disembuhkan.
/

DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti N Rahajoe, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2005.


Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI : 33-50
2. Noenoeng Rahajoe, dkk. Perkambangan dan Masalah Pulmonologi
Anak Saat Ini. 1994. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI : 161-179
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Penanggulangan
Tuberkulosis Terpadu. [online]. diupdate 2018.
http://www.tbindonesia.or.id/tb-anak/. Diakses tanggal 14 Oktober
2018.
4. Hospital Care for Children Global resource for addressing quality of
care. 2016. Tuberkulosis. [online]. diupdate 2016.
http://www.ichrc.org/48-tuberkulosis. Diakses tanggal 14 Oktober
2018.
5. American Academy of Pediatrics Committee on Infectious Disease:
Chemotherapy for Tuberculosis in Infants and Children, Pediatrics,
89-161, 1992.
6. Behrman, Kliegman, Arvin: “Ilmu Kesehatan Anak”, Nelson,
Vol.2,1028-1042, 1996.
7. Cantwell MF, Snider DE,Jr., Cauthen GM, et al: Epidemiology of
Tuberculosis, 272-300,1994.
8. Starke JR:Current Chemotherapy for tuberculosis in Children, 200-
215, 1992.
9. Vallejo JG., Starke JR: Tuberculosis and Pregnancy,693-695, 1992.

Anda mungkin juga menyukai