anak pun harus menjadi kewaspadaan orang tua. Penyakit ini bisa timbul oleh
anak yang mengisap udara yang mengadung kuman TBC. Tuberkulosis (TB atau
TBC) pada anak memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. Tuberkulosis pada
anak menginfeksi primer di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk,
sehingga jarang ditemukan gejala khas TB seperti batuk berdahak . Beberapa gejala
awalnya adalah si kecil gampang jatuh sakit, atau berat badan turun tanpa
sebab.Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, penyakit TBC pada anak tidak
menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi,
kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman
berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah,
pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap
oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru.
Pada parenkim paru ini juga kuman cenderung lebih sedikit, maka TB tidak menular
antara sesama anak. Tuberkulosis sangat mudah menular dari orangtua ke anak, tapi
TB tidak menular dari anak ke anak.Tuberkulosis adalah penyakit serius yang gampang
menular secara langsung melalui udara. Anak-anak dengan kekebalan tubuh buruk
paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi TB tidak menular antara
sesama anak. Gejala TB pada anak lebih susah didiagnosis karena bukan merupakan
gejala khas TB. Pada anak jarang ditemukan gejala batuk berdahak seperti yang diderita
pada orang dewasa. Dan seringkali terjadi salah diagnosa, karena gejala yang dialami
bisa juga merupakan gejala penyakit lain.
Tuberculosis pada anak bisa ditandai dengan gejala-gejala ;Demam lama atau berulang,
tapi tidak terlalu tinggi, Tidak ada nafsu makan (anoreksia), Berat badan tidak naik-naik,
Malnutrisi atau gangguan gizi, Multi L (lemah, letih, lesu, lelah, lemas letoy, loyo, lambat),
Batuk lama atau berulang, tetapi tidak berdahak (tapi seringkali ini merupakan gejala
asma), Diare berulang. Diagnosis TB pada anak tidak bisa dilakukan dengan uji dahak
(sputum test), karena memang jarang pasien TB anak mengalami batuk berdahak. Selain
itu, foto roentgen pada anak juga tidak bisa memberikan diagnosa yang tepat. Maka
diperlukan uji Tuberkulin atau uji Mantoux. Uji Tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan
tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan bawah. Reaksi obat dapat dilihat 48 sampai 72
jam setelah penyuntikan. Uji Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB.
Untuk pengobatan TB pada anak menggunakan tiga macam obat, yaitu INH, Rifampicin
dan Pirazinamide. Pemberian obat INH dan Rifampicin selama dua bulan, dan
Pirazinamide selama empat bulan, sehingga minimal pemberian obat sama dengan
orang dewasa, yaitu enam bulan. Ketika seorang anak sudah menderita TB aktif, maka
seluruh anggota keluarga dan orang dewasa lain yang kontak dekat dengan si anak
harus diperiksa untuk mencari sumber penularan dan segera diobati, agar rantai
penularan dapat dihentikan.
Gejala TBC sendiri tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu
setelah infeksi, bisa jadi anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian,
gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya
(3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat
badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di
paru-paru muncul gambaran vlek.
Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang
benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau
anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan
berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi,
melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh
waktu lama untuk penyembuhannya.
Yang harus dicermati pada saat diagnosis penyakit TBC pada anak adalah riwayat
penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau
ini ada, dapat dipastikan anak positif TBC. Gejala-gejala lain untuk diagnosa
penyakit TBC pada anak antara lain:
◦Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG
sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini
juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
◦Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan setiap
bulan berkurang.
◦Demam lama atau berulang tanpa sebab. Gejala ini sebenarnya jarang terjadi.
Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
◦Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau
tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga
kemungkinan anak terkena TBC.
◦Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai
sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah adanya
pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan
sebagainya.
◦Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang
khas.
Akan tetapi, seandainya kondisi anak masih buruk setelah 3 bulan diberi obat anti-
TBC, kemungkinannya ada dua, yaitu anak negatif TBC atau adanya multi-drugs
resistance TBC (MDR TBC/kebal terhadap obat-obatan). MDR ini yang sekarang
menjadi masalah. Penyebabnya biasanya karena penderita TBC dewasa tidak
teratur minum obat. Begitu agak enakan, lalu menghentikan minum obat, dan
sebagainya. Akibatnya, kuman jadi kebal terhadap obat. Nah, jika ini menular ke
anak-anak, juga akan membuat anak-anak tersebut mengidap MDR TBC.
Jika ini yang terjadi, si kecil sebaiknya dirujuk ke RS atau dokter spesialis untuk
melakukan pengamatan yang lebih intensif. Dalam beberapa tahun terakhir, sudah
mulai tampak tendensi peningkatan MDR berbarengan dengan banyaknya kasus
TBC dewasa. Ditambah lagi maraknya kasus HIV-AIDS, yang membuat daya
tahan tubuh turun, sehingga TBC mudah menyerang. Belum lagi faktor sosial dan
gizi yang menambah kendala penanganan penyakit TBC pada anak.
Tahap berikutnya adalah masa dimana kuman sudah masuk ke dalam kelenjar,
sehingga obat pembunuh kuman tidak mempan lagi, bahkan kalau diberikan
malah berbahaya karena bisa mengganggu fungsi liver. Pada masa ini, diberikan
obat-obatan yang fungsinya mengepung kuman yang ada di dalam kelenjar. Kalau
kuman keluar, bisa langsung mati kumannya.
Yang juga harus dihindari adalah pemberian obat anti-TBC tanpa diagnosis yang
benar. Anak gampang sakit, batuk, tidak napsu makan, langsung diberi obat TBC.
Ini sangat berbahaya, karena bisa berakibat resistensi kuman terhadap obat. Nah,
sekarang para orangtua mempunyai kecenderungan seperti itu, mungkin karena
mereka tidak sabar menangani penyakit TBC pada anak mereka. Padahal jika
terlalu terburu-buru bukan sembuh, malah bisa mengakibatkan komplikasi
lainnya.
Tuberkulosis atau TB
(TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering
menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus
menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Ini
juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang
manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang
disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang
peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi
tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun
pertama pada lebih dari setengah kasus. Namun dibalik bahaya
TB tersebut, seringkali banyak kasus pada anak dan dewasa
sering terjadi underdiagnosis dan paling sering adalah
overdiagnosis karena dalam menegakkan diagnosis tidak
mudah. Overdiagnosis artinya tidak mengalami infeksi TB
tetapi didiagniosis dan diobati sebagai TB. Bila diagnosis
meragukan sebaiknya lakukan second opinion ke dokter anak
lainnya atau ke dokter ahli paru anak.
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai “Hari TBC” oleh sebab pada
24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil
studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.
Klasifikasi
Patofisiologi
Penularan
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-
titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman
tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa
di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan
umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini
masyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis
maka hati hati saat berinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk
sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat
dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan
atau tissue.
Diagnosis
Manifestasi klinis
DIAGNOSIS
Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak
naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.
Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat
badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya
multiple, paling sering di daerah leher, axilla dan inguinal.
Gejala-gejala respiratorik :
Gejala gastrointestinal
Gejala Spesifik
1. Tb kulit/skrofuloderma
2. Tb tulang dan sendi
OVERDIAGNOSIS TBC
Penyakit TBC sering dianggap biang keladi penyebab utama batuk
berkepanjangan, kesulitan makan dan gangguan kenaikkan Berat Badan
pada anak. Padahal justru penyebab utama batuk berkepanjangan,
kesulitan makan dan gangguan kenaikkan Berat Badan pada anak yang
utama bukan karena infeksi Tuberkulosis. .Diagnosis pasti TBC anak sulit
oleh karena penemuan kuman Micobacterium TBC (M.TBC) pada anak
tidak mudah. Cara-cara lain untuk pemeriksaan laboratorium darah secara
bakteriologis atau serologis masih memerlukan penelitian lebih lanjut
untuk dapat dipakai secara praktis – klinis.
Dengan penanganan kesulitan makan dan gagal tumbuh pada anak yang
optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan,
sehingga dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi
persaingan di era globalisasi mendatang khususnya. Tumbuh kembang
dalam usia anak sangat menentukan kualitas seseorang bila sudah dewasa
nantinya.
PERMASALAHAN DIAGNOSIS TB
Gejala khas TB biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh
mana yang terserang, misalnya: TB kulit atau skrofuloderma, TB
tulang dan sendi: tulang punggung (spondilitis): gibbus tulang
panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul, tulang lutut
pincang atau bengkak, tulang kaki dan tangan, TB otak dan saraf :
meningitis: dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan
kesadaran menurun. Gejala mata berupa konjungtifitis
phlyctenularis, tuberkel koroid , kelainan ini hanya terlihat dengan
alat funduskopi.
Pada pertemuan para ahli pulmonologi anak di Jakarta 26 Agustus
2000 telah dibuat suatu kesepakatan bersama yang berupa
Konsensus Nasional TB anak. Diagnosis paling tepat adalah
ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari pasien
misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal
ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB
anak didasarkan gambaran klinis, kontak, gambaran radiologis, dan
uji tuberculin.
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya
dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat.
Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur) memerlukan waktu yang
lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TB dengan PCR
(Polymery Chain Reaction) atau Bactec masih belum banyak dipakai
dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan darah serologis
seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.
Beberapa pemeriksaan tersebut spesifitas dan sensitifitasnya tidak
lebih baik dari uji tuberkulin atau tes mantoux.
KESALAHAN DIAGNOSIS
Overdiagnosis sering terjadi karena karena tidak sesuai dengan
panduan diagnosis yang ada atau kesalahan dalam
menginterpretasikan gejala klinis, kontak dan pemeriksaan
penunjang khususnya tes mantoux dan foto polos paru. Pada kasus
di atas sebagian besar overdiagnosis TB ditegakkan hanya karena
hasil foto rontgen. Tanpa pengamatan adanya kontak dan uji
tuberkulin (test mantouxt) sudah terlalu cepat diberikan
pengobatan TB. Sering terjadi hasil rontgen adalah infiltrat (flek) di
paru sudah dianggap sebagai TB. Padahal gambaran ini bukan
gambaran TB dan ternyata bisa didapatkan pada penyakit alergi,
asma dan penyakit coeliac (gangguan saluran cerna dan berat badan
kurus).
Sedangkan gambaran röntgen TB paru pada anak tidak khas.
Gambaran TB yang ditemukan adalah pembesaran kelenjar hilus
atau kelenjar paratrakeal, milier,atelektasis, kolaps, konsolidasi,
infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasi (lobus), cairan paru. kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas
dan destroyed lung (paru rusak). Sering kali terjadi interpretasi
dokter radiologi hanya karena ditemukan infiltrat (flek) tanpa
pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal sudah dicurigai
atau dianggap TB. Sedangkan dokter yang merawat penderita
langsung memberikan pengobatan TB tanpa konfirmasi data
lainnya.
Menentukan sumber penularan atau kontak TB adalah adanya
kontak erat dan lama dengan penderita TB yang dipastikan dengan
pemeriksaan dahak yang positif. Kesalahan yang sering terjadi
bahwa kontak TB itu adalah saudara yang hanya pernah bertemu
sesekali. Kesalahan lainnya kontak TB sering dianggap bahwa orang
yang sering batuk atau kurus padahal belum tentu bila belum
terbukti pemeriksaan dahak atau sputum positif. Anak yang
mengalami gagal tumbuh dengan kesulitan makan ternyata sekitar
75% salah satu orang tuanya juga mengalami gangguan kenaikkan
berat badan. Penderita alergi atau asma juga sebagian besar salah
satu orang tuanya juga mengalami batuk lama yang terlalu cepat
dianggap sebagai kontak TB.
Di dalam masyarakat batuk lama atau Batuk Kronis Berulang (BKB)
tampaknya lebih sering dikawatirkan sebagai TB. Padahal batuk
adalah bukan merupakan keluhan utama penyakit TB pada anak.
BKB adalah batuk yang berlangsung lebih dari 2 minggu atau
berulang 3 kali atau lebih dalam 3 bulan. Diagnosis banding
pertama pada BKB adalah asma atau alergi. Menurut pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak bila ditemui keluhan BKB harus
disingkirkan dulu diagnosis banding lain seperti alergi atau asma
sebelum diagnosis TBC dicari. Kesalahan membaca tes mantouxt
sering terjadi dalam overdiagnosis TB. Hasil tes Mantoux yang besar
langsung dicurigai sebagai TB. Padahal tes Mantoux dikatakan
positif bila indurasi harus lebih 10 mm bila bekas luka imunisasi
BCG negatif (imunisasi tidak jadi). Bila bekas luka imunisasi BCG
ada (imunisasi BCG jadi) harus lebih 15 mm. Kesalahan lain yang
sering terjadi adalah penilaian tes mantoux adalah lebar peninggian
kemerahan kulit bukan kemerahan pada kulit.
TB adalah penyakit yang harus diwaspadai tetapi jangan terlalu
kawatir berlebihan. Dalam menegakkan diagnosis harus dilakukan
secara cermat dan lengkap melalui anamnesa kontak TB, tanda dan
gejala TB, pemeriksaan foto polos paru dan uji tuberkulin.
Sebaiknya tidak terlalu cepat memvonis diagnosis TB bila data yang
didapat belum optimal. Bila meragukan sebaiknya dilakukan
penanganan multidisiplin ilmu kesehatan anak seperti dokter
pulmonologi anak, gastroenterologi anak, endokrinologi anak atau
alergi anak. Karena bila sudah didiagnosis TB maka konsekuensi
penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama dan resiko efek
samping yang ditimbulkan.
TATALAKSANA
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang
cukup lama. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1. TBC paru tidak berat Pada TBC paru yang tidak berat cukup
diberikan 3 jenis obat anti tuberkulosis (OAT) dengan jangka waktu
terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin
(R) dan Pyraninamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari
(2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).
2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal Pada TBC berat
(TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan
Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi
pada TBC berat biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5
obat selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan
Rifampisin selama 10 bulan lagi atau lebih, sesuai dengan
perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena resistensi
obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau
tambah dan ubah kombinasi OAT.
PENGHENTIAN PENGOBATAN
KOMPLIKASI
Paramet
0 1 2 3
er
Kavit
as
Laporan keluarga,
Tidak (+),
Kontak Tb BTA (-) atau tidak BTA (+)
jelas BTA
tahu
tidak
jelas
Positif ( ≥
10 mm
Uji atau ≥ 5
Tuberkuli Negatif mm pada
n keadaan
imunosup
resi)
Klini
s gizi
buru
k
atau
Berat
BB/TB < 90% BB/T
badan/kea
atau BB/U < 80% B<
daan gizi
70%a
tau
BB/
U<
60%
Demam ≥ 2 minggu
tanpa
sebab
jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesar
an
kelenjar ≥ 1cm, jumlah >1,
limfe kolli, tidak nyeri
aksila,
inguinal
Pembengk
akan
tulang/se
Ada
ndi
pembengkakan
panggul,
lutut,
falang
Infiltrat
Pembesa
ran kelenjar
Konsolid
asi
segmental/
lobar
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis
Berat badan dinilai saat datang (moment opname)
Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada Tb anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan
sistem skoring Tb anak
Didiagnosis Tb jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini
masih bersifat tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil
penelitian yang sedang dilaksanakan