Anda di halaman 1dari 19

CLINICAL SCIENCE SESSION

DISABILITAS INTELEKTUAL

Disusun oleh:

Ade Firman Kurniawan 130112190505


Aliva Tamara Adelaine M 130112190532
Iman Surendroputro T 130112190639
Nurrahman Agung P 130112190723
Ronna Krispandit P 130112190607

Preseptor:
Lynna Lidyana, dr., Sp.KJ(K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
2020
DISABILITAS INTELEKTUAL

A. Definisi
Menurut American Association on Intellectual and Developmental Disability
(AAIDD), disabilitas intelektual (DI), atau yang dahulu dikenal dengan retardasi mental,
adalah disabilitas yang dikarakterisasi dengan keterbatasan signifikan pada fungsi
intelektual (meliputi reasoning, proses pembelajaran, dan pemecahan masalah) serta
perilaku adaptif (konseptual, sosial, dan keterampilan praktikal) yang berkembang
sebelum usia 18 tahun. Dari definisi tersebut, konsensus internasional menentukan bahwa
asesmen adaptasi sosial dan intelligence quotient (IQ) dapat digunakan untuk menilai
tingkat disabilitas intelektual.
AAIDD memperkenalkan sebuah pandangan bahwa disabilitas intelektual adalah
interaksi fungsional antara individu dengan lingkungan sekitarnya, bukan sebuah
kekurangan pasti dari individu. Dengan konsep tersebut, seorang anak atau remaja
dengan disabilitas intelektual membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya,
termasuk komunikasi, perawatan diri, home living, keterampilan sosial atau interpersonal,
penggunaan sarana prasarana umum, keterampilan akademik, pekerjaan, kesehatan, dan
keamanan.

B. Kriteria Diagnosis (DSM-5)


Disabilitas intelektual adalah gangguan dengan onset selama periode perkembangan yang
mencakup defisit fungsi intelektual dan adaptif dalam ranah konseptual, sosial, dan
praktis. Tiga kriteria berikut harus dipenuhi:
A. Kekurangan dalam fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,
perencanaan, pemikiran abstrak, penilaian, pembelajaran akademik, dan
pembelajaran dari pengalaman, dikonfirmasi oleh baik penilaian klinis dan uji
kecerdasan individual yang terstandardisasi.
B. Defisit pada persimpangan adaptif antara standar sosial budaya pembangunan
infrastruktur multinasional untuk kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial.
Tanpa dukungan yang berkelanjutan, defisit adaptif membatasi fungsi dalam satu
atau lebih kegiatan kehidupan sehari-hari, seperti komunikasi, partisipasi sosial,
dan kehidupan mandiri, di berbagai lingkungan, seperti rumah, sekolah,
pekerjaan, dan komunitas.
C. Onset defisit intelektual dan adaptif terjadi selama periode perkembangan.

C. Derajat Keparahan
Pada penggunaan tes terstandardisasi untuk intelegensi, yaitu IQ, seorang individu
dikatakan secara signifikan di bawah rata-rata jika skor IQ-nya dibawah 70. Untuk
penilaian fungsi adaptif, dapat digunakan Vineland Adaptive Behavior Scale. Skala ini
menilai komunikasi, keterampilan kehidupan sehari-hari, sosialisasi, dan keterampilan
motorik yang sesuai dengan anak seusianya.
Pada DSM-5, derajat keparahan disabilitas intelektual meliputi mild, moderate,
severe, dan profound. Pada DI mild (85% kasus), biasanya anak-anak tidak teridentifikasi
hingga kelas 1-2 sekolah dasar, ketika beban akademik bertambah. Individu dengan DI
mild dapat hidup secara mandiri dengan dukungan yang baik dan dapat berkeluarga. IQ
pada derajat ini biasanya berkisar antara 50-70.
DI moderate menyumbang sekitar 10% kasus. Kebanyakan anak dapat
berkomunikasi dengan baik pada masa kanak-kanak awal. Kesulitan terdapat pada
akademik, biasanya sulit untuk mencapai kelas 2-3 sekolah dasar. Sebagai orang dewasa,
individu dengan DI moderate dapat melakukan pekerjaan dengan sedikit keterampilan
dibawah supervisi. IQ pada derajat ini berkisar antara 35-50.
DI severe menyumbang sekitar 4% kasus. Biasanya pada masa kanak-kanak,
individu dengan DI severe dapat berkomunikasi dan belajar berhitung serta mengetahui
kata-kata penting. Pada masa dewasa, individu dengan DI severe dapat beradaptasi pada
situasi hidup yang disupervisi, seperti pada group home, serta dapat mengerjakan sesuatu
yang tidak membutuhkan keterampilan dengan supervisi. IQ pada derajat ini berkisar
antara 20-35.
DI profound menyumbang sekitar 1-2% kasus. Anak-anak dengan DI profound
dapat mempelajari keterampilan perawatan diri dan komunikasi dengan pelatihan yang
baik. IQ pada derajat ini biasanya dibawah 20.
Berikut ini adalah karakteristik perkembangan pada individu dengan DI sesuai
dengan derajat keparahannya:
D. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya DI di negara berkembang yaitu 10-15 per 1000 anak.
Insidensi mild DI sulit untuk dideteksi sampai masa kanak-kanak menengah. Insidensi
tertinggi disabilitas intelektual dilaporkan pada masa anak sekolah yaitu usia 10 sampai
14 tahun. DI ini lebih sering pada laki laki sebesar 1,5 kali lipat dari perempuan.

E. Comorbidity
2/3 orang yang mengalami DI biasanya terdapat gangguan psikiatri lainnya.
Terjadinya gangguan psikiatri ini tergantung derajat keparahan dari DI itu sendiri. 40,7%
DI pada anak usia 8-18 tahun biasanya terdapat minimal 1 gangguan psikiatri lainnya
seperti conduct disorder. Gangguan psikiatri lainnya meliputi gangguan mood,
skizofrenia, dan ADHD
F. Etiologi
Dapat berupa genetik, perkembangan, lingkungan atau kombinasi. Genetik
mencakup kromosomal dan kondisi yang diturunkan. Lingkungan atau acquired
mencakup trauma prenatal (contoh prematuritas) dan faktor sosial budaya.
Faktor Genetik
 Penyebab gen tunggal: Misal pada fragile X syndrome (mutasi gen FMR 1/Fragile X
Mental Retardation 1). Abnormalitas pada kromososm autosomal sering dikaitkan dengan
DI. Beberapa faktor presdisposisi dari gangguan kromosom: usia ibu yang lanjut,
bertambahnya usia ayah, dan radiasi sinar X
 Penyebab visible and submicroscopic chromosomal: Misal pada Trisomy 21 (down
syndrome); deletions, translocations, and supernumerary marker chromosomes; altered
copy number variants (CNVs) of chromosome.
Adrenoleukodystrophy
Ditandai dengan diffuse demyelination of the cerebral white matter yang menyebabkan
visual and intellectual impairment, seizures, spasticity, and progression to death. Degenerasi
serebral pada adrenolukodystrophy disertai juga dengan adrenocortical insufficiency.
Gangguan ini ditransmisikan melalui sex- linked gene yang terletak diujung distal lengan
panjang kromosom X. Onset klinis umumnya antara usia 5 dan 8 tahun, dengan early
seizures, disturbances in gait, and mild intellectual impairment. Pigmentasi abnormal
mencerminkan adrenal insufficiency terkadang mendahului gejala neurologis, dan attacks of
crying adalah hal biasa. Kontraktur spastik, ataksia, dan gangguan menelan juga sering
terjadi.
Maple syrup urine disease
Gejala klinis muncul selama minggu pertama kehidupan. Keadaan bayi memburuk
dengan cepat dan memiliki decerebrate rigidity, kejang, respirasi irregular, dan
hipoglikemia. Survivor memiliki DI yang parah. Treatment terdiri dari diet leucine,
isoleucine dan valine yang sangat rendah.
Gangguan defisiensi enzim lainnya
Beberapa gangguan defisiensi enzim berkaitan dengan DI sudah diidentifikasi. Berikut
adalah 30 gangguan penting dengan kesalahan metabolisme bawaan, pola transmisi
herediter, enzim yang rusak, tanda-tanda klinis, dan kaitannya dengan kecacatan intelektual.
Acquired and Developmental Factor
 Prenatal
Banyak hal yang harus diperhatikan pada saat masa prenatal ini, mulai dari kondisi fisik,
psikologis, nutrisi, serta penyakit penyakit kronis. Terdapat penyakit kronis dan beberapa
kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan CNF fetus ialah DM tidak terkontrol,
anemia, emphysema, hipertensi, penggunaan jangka panjang alkohol dan obat narkotika.
Infeksi pada masa kehamilan juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan pada
fetus contohnya seperti infeksi virus. Tingkat kerusakan perkembangan pada fetus
ditentukan oleh tipe virus, usia kehamilan, dan seberapa parah penyakit yang diderita.
 Rubella (German measles) dan Syphilis
Rubella ini merupakan penyebab utama malformasi kongenital dan disabilitas intelektual
pada anak dalam masa kehamilan. Biasanya gejala pada aka tidak hanya disabilitas
intelektual saja melainkan congenital heart disease, katarak, tuli, microcephaly,
microthalmia. Ketika terinfeksi pada saat trimester pertama 10-15% infeksi tersebut akan
mengenai fetus. Insidensi ini akan meningkat sampai 50% jika terinfeksi pada bulan
pertama.
 Toxoplamosis
Dapat menyebabkan mild atau severe DI; pada kasus berat, dapat menyebabkan
hydrocephalus, kejang, microcephaly, dan chorioretinitis.
 Herpes simplex virus
Infeksi ini dapat menyebar melalui transplacental. Dapat menyebabkan DI, microcephaly,
kalsifikasi intracranial dan abnormalitas pada bola mata.
 Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Terdapat hubungan antara cognitive impairment pada bayi dan HIV. Beberapa bayi lahir
dengan congenital HIV dapat menyebabkan progressive encephalopathy, DI, dan kejang
pada 1 tahun masa kehidupanya. Untuk mengurangi risiko tersebut dapat diberikan
antiviral pada masa kehamilan, sesar, dan pemberian zidovudine pada newborn yang
terkena HIV selama 6 minggu.
 Fetal Alcohol Syndrome
Penyebab kondisi ini adalah mengonsumsi alkohol pada masa kehamilan, menyumbang
0,2 – 1,5 setiap 1000 kelahiran di US. Kasus ini dapat dicegah dengan tidak
mengonsumsi alkohol. Ketika bayi terkena FAS, dapat menyebabkan beberapa hal seperti
learning disorder, ADHD, DI (kejadian terbanyak).
 Prenatal Drug Exposure
Biasanya terpapar dengan opioid atau heroin pada saat prenatal. Obat obat ini dapat
meningkatkan risiko masalah behavioural pada anak. Gejalanya ditandai dengan
irritability, hypertonia, tremor, mual muntah, high-pitched cry. Biasanya dapat diberikan
Diazepam untuk mengatasi hal tersebut. Pada neonatal bisa dilihat dari pemeriksaan fisik
dan penunjang seperti takikardia, poor feeding, rasa mengantuk terus menerus.
 Complication of Pregnancy
Meliputi vaginal hemorrhage, placenta previa, premature separation of the placenta,
preeclamsia. Kondisi ini akan menyebabkan hipoxia atau anoxia sehingga menyebabkan
kerusakan pada otak.
 Perinatal Period
Beberapa jurnal mengatakan etiologi kerusakan pada otak di masa ini adalah prematur
dan berat badan lahir rendah atau sangat rendah. BBL sangat rendah (<1,000g)
mempunyai risiko 20% menyebabkan bebrapa disabilitas seperti cerebral palsy, DI,
autism, learning problem. Prematur dan IUGR meningkatkan risiko terjadinya masalah
sosial dan akademik pada anak.
Acquired Childhood Disorder
 Infection
Infeksi yang paling sering terjadinya yaitu meningitis dan encephalitis, yang dapat
merusak integritas dari cerebral.
 Head Trauma
Penyebab cedera kepala yang paling sering yang dapat menyebabkan handicap adalah
kecelakaan motor, household accident (terbentur meja, jatuh dari tangga).
 Asphyxia
Tenggelam salah satu contohnya, tetapi keadaan ini jarang terjadi untuk menyebabkan
DI.
Environmental and Sociocultural factor
Mild DI berhubungan dengan kekurangan nutrisi dan juga pola asuh. Keadaan ini akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya gangguan mood pada anak, ADHD, dan gangguan
cemas. Kondisi prenatal seperti kekurangan nutrisi dan perawatan medis yang buruk
menjadi faktor kontribusi dalam perkembangan mild DI. Kehamilan usia muda juga dapat
meningkatkan risiko DI karena dapat menyebabkan komplikasi pada masa kehamilan,
premature, dan BBLR. Selain itu, kondisi postnatal juga kita harus perhatikan.
Kurangnya perawatan postnatal, malnutrition, atau trauma dapat meningkatkan risiko
terkena DI.

G. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari retardasi mental dapat bervariasi,utamanya berdasarkan

tingkat retardasi mental. Pada retardasi mental ringan, gejala biasanya belum nampak

hingga anak memasuki usia sekolah dasar, dimana anak mengalami kesulitan dalam

menulis, membaca, dan berhitung sehingga hanya mampu bersekolah hingga kelas 4,5,

atau 6. Anak sulit berkonsentrasi dan kurang dewasa dalam hal adaptasi sosial dan

kemandirian.

Orang dengan retardasi mental berat hingga sangat berat biasanya didiagnosis

pada usia lebih dini, lebih sering dengan kondisi medis tertentu misalnya kelainan

dismorfik, dan memiliki gangguan mental dan perilaku. Sebaliknya, orang dengan

retardasi mental ringan didiagnosis pada usia yang lebih tua (biasanya saat tuntutan

akademik lebih menonjol), jarang dengan kondisi medis tertentu dan biasanya nampak

seperti orang normal. Orang dengan retardasi mental sedang memiliki gambaran

keduanya.

H. Diagnosis

Diagnosis retardasi mental ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dalam anamnesis terhadap orangtua atau pengasuh
ditanyakan riwayat selama kehamilan dan persalinan, adakah riwayat retardasi mental

dalam keluarga, bagaimana hubungan orangtua, dan adanya penyakit herediter.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya karakteristik fisik yang biasa

ditemukan pada penderita retardasi mental, misalnya ukuran dan bentuk kepala

(mikrosefali, hidrosefalus, sindrom Down), karakteristik wajah (epicanthal folds, lidah

menonjol, hipertelorisme, flat nasal bridge), ekspresi wajah, dll. Pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan, yaitu: pemeriksaan neurologis, analisa kromosom, analisa urin dan

darah, EEG, neuroimaging, evaluasi pendengaran dan berbicara, dan pemeriksaan

psikologis.5

Kriteria diagnosis retardasi mental (intellectual developmental disorder) menurut DSM-V

TR adalah:1

1. Ditemukannya defisit dalam fungsi intelektual, seperti memberi alasan, pemecahan

masalah, perencanaan, berpikir abstrak, menilai, pembelajaran akademik, dan

pembelajaran dari pengalaman, yang dipastikan melalui pemeriksaan klinis dan tes

intelegensia terstandar.

2. Adanya defisit dalam fungsi adaptif yang berakibat pada kegagalan dalam mencapai

perkembangan dan standar sosiokultural untuk kemandirian pribadi dan tanggung jawab

sosial. Tanpa dukungan terus-menerus, defisit adaptasi akan membatasi satu atau lebih

fungsi dalam aktivitas hidup sehari-hari, seperti komunikasi, partisipasi sosial, dan

kemandirian, di beberapa tempat, misalnya rumah, sekolah, kantor, dan masyarakat.

3. Onset dari defisit intelektual dan adaptasi timbul selama masa perkembangan.

Klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:


 317 (F70) Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu
memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang
berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi.
80% dari anak RM termasuk pada golongan ini. Mereka dapat menempuh Pendidikan SD hingga
tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban, membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya,
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai iingkat, dan masalah
kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai
dewasa.
318.0 (F71) Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Umumnya ada profil kesenjangan (discrepancy) dari kemampuan, beberapa dapat mencapai
tingkat yang lebih tinggi dalam keterampilan visuo-spasial dari pada tugas-tugas yang tergantung
pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial
dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat mengikuti
percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk
kebutuhan dasar mereka
Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya senditi, pada umumnya tidak mampu
menyelesaikan pendidikan dasarnya, dengan angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM.
Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
318.1 (F72) Retardasi mental berat (IQ 20-34)
Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal: gambaran klinis, terdapatnya
etiologi organik, dan kondisi yang menyertainya, tingkat prestasi yang rendah. Kebanyakan
penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motoric yang mencolok atau deficit lain
yang menyertai, menunjukan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang
bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.
Angka kejadiannya 8% dari seluruh RM. Mereka memiliki lebih dari 1 gangguan organic yang
menyebabkan keterlambatannya sehingga memerlukan supervisi ketat dan pelayanan khusus.
318.2 (F73) Retardasi mental sangat berat (IQ <20)
Pemahaman dan penggunaan Bahasa terbatas, paling banter mengerti perintah dasar dan
mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar tentang
memilih dan mencocokan mungkin dapat dicapainya, dan dengan pengawasan dan petunuk yang
tepat penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
Biasanya ada disabilitas neurologic dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas
seperti epilpsi dan hendaya daya lihat dan daya dengat. Sering ada gangguan perkembangan
pervasive dalam bentuk sangat khususnya autism yang tidak khas, terutama pada penderita yang
dapat bergerak. Individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan
self-care yang sangat mendasar seperti makan, BAB, dan BAK.
F78 Retardasi Mental lainnya
Kategari ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat Retardasi mental intelektual
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adaya hendaya
sensorik atau fisik, seperti buta, bisu tuli, dan penyandang perilakunya terganggu berat atau
fisiknya tidak mampu.
F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu katergori tersebut diatas.

A. Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. 2 Pada
anamnesis ini hanyalah didapatkan beberapa data dari pasien yakni:
 Identitas pasien

 Nama, Umur, Tempat/tanggal lahir, Jenis kelamin, Alamat, Pekerjaan orang tua
 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama : belum dapat bicara dengan jelas dan sulit diatur 
Keluhan tambahan : tidak ada kontak mata, belum bisa membedakan warna dan bentuk, juga
belum mengetahui bagian-bagian tubuhnya.
Selain anamnesis di atas, ada beberapa anamnesis tambahan yang bisa ditanyakan pada
pasien/orang tua pasien seperti:
 Riwayat penyakit sekarang

- Apakah ada gejala lain yang menyertai?


- Kata-kata apa saja yang dapat dikatakan oleh anak?
- Apakah ada gangguan pendengaran pada anak tersebut?
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat keluarga

- Apakah anggota keluarga yang lain ada yang mengalami hal yang sama?
 Riwayat kehamilan ibu (prenatal)

- Apakah ada kelainan selama kehamilan?


- Apakah ibu rutin dalam memeriksa selama kehamilan?
- Apakah ibu memakai obat-obatan teratogenik, perokok atau pengguna
alkohol?
- Apakah selama kehamilan ibu mengalami infeksi atau trauma?
- Apakah bayi lahir premature atau tidak?
 Riwayat persalinan ibu (perinatal)

- Apakah saat persalinan ada gangguan atau tidak?


- Dengan cara apa persalinannya, apakah dengan per vaginam atau caesar?
- Apakah saat persalinan memakai alat bantu, forcep, vacum dll?
 Riwayat perkembangan anak (postnatal)

- Perkembangan motorik halus dan kasar 


- Perkembangan berbahasa
- Perkembangan psikososial
- Perkembangan kognitif 
B. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan pada seluruh tubuh, dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berikut adalah pemeriksaan fisik yang diperlukan:
 Keadaan umum
1. Kesan keadaan sakit
2. Glasgow comma scale
3. Pemeriksaan status Mental
Gambaran umum:
a. Penampilan, perilaku, aktivitas psikomotor 
 b. Sensorium dan kognitif 
4. Antropometri
a. Tinggi badan :
 b. Berat badan :
5. Tanda vital
 Nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu
 Status generalis

Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi


C. Pemeriksaan penunjang/laboratorium
Pemeriksaan penunjang terkadang diperlukan untuk memastikan diagnosis, dan membuat
perencanaan terapi yang dibutuhkan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien,
adalah sebagai berikut:
- Pemeriksaan darah lengkap
- Kromosom kariotipe: apabila ada kemungkinan bahwa retardasi mental yang dialami pasien
berhubungan dengan kromosom, hal ini bisa dilakukan juga bila ibu terpajan zat-zat teratogen,
adanya kelainan kongenital.
- EEG: bisa dijadikan salah satu pemeriksaan penunjang apabila ada gejala kejang dan kesulitan
bahasa yang berat.
- CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging): apabila
dicurigai adanya kelainan otak yang luas, kejang lokal, tumor intrakranial.
- FFT, play audiometri : untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan pendengaran
yang ada hubungannya dengan gangguan bicara pada pasien

I. Course & Prognosis


Pada kebanyakan kasus DI, kemampuan adaptasi pasien semakin meningkat
seiring bertambahnya usia dan juga akan lebih baik apabila lingkungan sangat
mendukung / positif. Komorbid pasikiatri yang dimiliki pasien dapat memperburuk
prognosis maka pengobatan standar pada komorbid akan menghasilkan luaran yang baik.
Namun perlu diperhatikan penggunaan obat psikofarmaka karena dapat meningkatkan
kerentangan pasien.
J. Differential Diagnosis
Pada beberapa kasus, pasien anak dengan gangguan yang mendapatkan
maltreatment dalam bentuk terlupakan atau terabaikan dapat berkontribusi pada tumbuh
kembang yang terlambat sehingga akan berpotensi mengakibatkan DI.
Disabilitas sensorik terkhusus seperti buta dan tuli dapat disangka sebagai DI
akibat dari ketidaktelitian dalam pemeriksaan.
Gangguan ekspresi dan bicara berulang dapat memberikan kesan bahwa anak
memiliki DI pada anak dengan intelektual menengah dan cerebral palsy yang akhirnya
bisa juga disalahartikan sebagai DI.
Kelainan kejang yang tidak terkontrol dapat berkontribusi pada munculnya DI.
Kelainan organik yang spesifik dapat mengarah pada terjadinya handicap seperti
alexia (tidak mampu membaca), agraphia (tidak mampu menulis), atau aphasia (tidak
mampu berkomunikasi), dapat muncul pada anak dengan intelektual normal atau
superior, sehingga kadang disalahartikan.
Anak dengan gangguan belajar biasanya mengalami keterlambatan atau kegagalan
dalam beberapa area perkembangan seperti membaca, matematika, namun diarea lain
normal. Untuk anak DI secara umum menunjukkan keterlambatan pada hampir seluruh
area perkembangan.
DI dan ASD (Autistik Spectrum Disorder) dapat muncu bersamaan, 70-75%
pasien dengan ASD memiliki IQ dibawah 70. Dan sebaliknya ASD muncul pada 19.8%
dari pasien DI. Anak dengan ASD memiliki gangguan sosial dan bahasa yang sangat
parah dibanding anak lain dengan tingkat DI yang sama.
Anak yang lebih muda dibawah usia 18 tahun dengan gangguan adaptasi, ber-IQ
dibawah 70 dan memenuhi kriteria demensia akan mendapatkan kedua diagnosis
tersebut. Namun pada pasien berusia diatas 18 tahun akan didiagnosis sebagai demensia
saja.
K. Treatment
Pemberian managemen kepada pasien DI harus melalui assesmen sosial, pendidikan,
psikiatri, dan kebutuhan lingkungan. DI berkaitan dengan gangguan komorbid psikiatri yang
membutuhkan pengobatan spesifik, dengan adanya dukungan psikososial juga dan
pencegahan yang baik mulai dari pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer terdiri dari upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kondisi yang
dapat memicu perkembangan DI, atau gangguan yang berkaitan. Contohnya adalah skrining
pada bayi untuk PKU (phenylketonuria) dan menganjurkan diet rendah phenylalanine pada
bayi dengan PKU (karena PKU dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen jika tidak
segera ditangani). Kemudian upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai strategi
pencegahan DI, seperti tidak mengkonsumsi alkohol saat mengandung, mendukung
perkembangan kebijakan kesehatan masyarakat dan legislatif untuk menyediakan pelayanan
kesehatan ibu dan anak yang baik. Konseling genetik dan keluarga akan membantu
mengurangi insidensi dari DI pada keluarga dengan keturunan kelainan genetik.
Pencegahan Sekunder dan Tersier
Meningkatkan perhatian pada komplikasi medis dan psikiatri akibat DI dapat mengurangi
rangkaian penyakit (sekunder) dan meminimalisasi sequele atau konsekuensi dari disabilitas
(tersier). Kelainan metabolik herediter dan gangguan endokrin seperti PKU dan Hipotiroid,
dapat ditangani secara efektif pada stage awal dengan kontrol makan atau terapi pengganti
hormon.
Intervensi Pendidikan. Setting pendidikan untuk anak dengan DI harus mencakup program
yang komprehensif dengan adanya bagian akademik dan pelatihan pada kemampuan
adaptasi, sosial dan vokasi. Perhatian khusus mungkin ditujukan pada kemampuan
komunikasi dan upaya peningkatan kualitas hidup.
Intervensi Perilaku dan Kognitif. Intervensi kombinasi lebih memberikan dampak yang
lebih baik. Terapi perilaku telah diterapkan bertahun – tahun untuk membentuk dan
meningkatkan kemampuan sosial dan mengontrol serta meminimalisasi perilaku yang
agresif dan destruktif. Terapi kognitif seperti menghilangkan pemahaman yang salah dan
pelatihan relaksasi juga menjadi rekomendasi untuk orang dengan DI yang dapat mengikuti
instruksi. Terapi psikodinamik diberikan kepada pasien dan keluarga untuk mengurangi
konflik terhadap sebuah ekspektasi yang dapat memicu cemas, marah dan depresi.
Pengobatan psikiatri membutuhkan modifikasi dengan pertimbangan tingkat intelektual
pasien.
Edukasi Keluarga. Tujuan intervensi ini adalah untuk meningkatkan kompetensi dan
kepercayaan diri pada keluarga untuk menghadapi kenyataan kondisi pasien. Keluarga
terkadang mengalami kesulitan dalam mengembangkan independensi pasien dengan
mengadakan perawatan dan lingkungan yang suportif untuk anak DI sedangkan keluarga
mengalami penolakan sosial dari luar keluarga. Konseling orang tua dan keluarga sangat
bermanfaat untuk mengurangi tekanan dengan memberikan ruang kepada keluarga untuk
mengekspresikan rasa bersalah, keputusasaan, kesedihan yang mendalam, rasa denial dan
marah terhadap gangguan yang dialami anak serta masa depannya. Keluarga perlu dibekali
dengan edukasi yang baik mengenai penyakit DI ini.
Intervensi Sosial. Salah satu masalah besar yang dialami oleh orang dengan DI adalah
isolasi sosial dan kurangnya kemampuan sosial, sehingga peningkatan kualitas dan kuantitas
kompetensi sosial merupakan intervensi yang sangat penting. Salah satu intervensi global
tentang hal ini adalah Special Olympic, yang menurut penelitian meningkatkan kompetensi
sosial pada orang DI yang berpartisipasi dalam lomba ini.
Intervensi Psikofarmaka. Pemberian obat psikofarmaka harus mengikuti literatur yang
valid dan algoritma yang sesuai evidence-based. Pengobatan psikofarmaka bersandar pada
komorbid yang umum terjadi pada anak dengan DI. Komorbid yang sering muncul adalah
seperti Aggression, Irritability, and Self-injurious Behavior, Attention-Deficit/Hyperactivity
Disorder (ADHD), Depressive Disorders, Stereotypical Motor Movements, and Explosive
Rage Behavior. Setiap anak dengan DI yang disertai komorbid, pengobatan psikofarmaka
harus memperhatikan komorbid yang dialami anak dan masing – masing memiliki kriteria
pengobatan yang berbeda – beda.

L. Pelayanan Dan Dukungan Bagi Anak Dengan DI


Intervensi awal
Program Intervensi awal memberikan pelayanan pada tiga tahun kehidupan pertama anak
dengan DI, yang disediakan oleh pemerintah dengan bentuk pelayanan seperti adanya
kunjungan rutin ke rumah untuk beberapa jam setiap minggu. Program ini harus
didapatkan untuk setiap keluarga yang memiliki anak dengan DI menggunakan
Individualized Family Service Plan (IFSP) dengan mengidentifikasi intervensi spesifik
dan penyediaan pelayanan terbaik baik keluarga dan anak.
Sekolah
Dari usia 3 tahun hingga 21 tahun, sekolah memiliki tanggung jawab hukum untuk
menyediakan pendidikan yang layak untuk anak dengan DI. Pada negara Amerika hal ini
semua telah diatur oleh hukum negara sehingga setiap sekolah diharuskan menyusun
program pendidikan individu untuk anak dengan DI melalui Individualized Education
Plan dengan lingkungan yang tidak restriktif dan memudahkan anak belajar.
Dukungan Organisasi
Bentuk dukungan dari berbagai organisasi sangat bermanfaat bagi anak DI dan
keluarganya. Seperti bentuk perawatan pengganti sementara untuk keluarga sehingga
dapat beristirahat dari merawat anak. Program Special Olympic juga membuat anak
dengan DI berpartisipasi dalam kompetisi olahraga dan tim. Banyak sekali organisasi
yang menyediakan program untuk mendukung keberadaan anak DI.
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 11th Edition. Chapter 31: Child Psychiatry.

Anda mungkin juga menyukai