PROSES MENUA
D. Batasan-Batasan Lansia
Menurut Nugroho (2008 dalam Kholifah. N. S. 2016) ada beberapa
pendapat para ahli mengenai batasan lanjut usia diantaranya :
1. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat
tahapan lanjut usia yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
2. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia
25-60/65 tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70
tahun, terbagi:
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua
tahap yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)
Faktor risiko terjadinya low back pain antara lain: usia, obesitas, indeks
massa tubuh, kehamilan, dan faktor psikologi. Seorang yang berusia
lanjut akan mengalami low back pain karena penurunan fungsi-fungsi
tubuhnya terutama tulang, sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu
muda. Sedangkan postur merupakan faktor pendukung low back pain.
Kesalahan postur seperti: kepala menunduk ke depan, bahu melengkung
ke depan, perut menonjol ke depan dan lordosis lumbal berlebihan dapat
menyebabkan spasme otot (ketegangan otot).
Hal ini merupakan penyebab terbanyak dari low back pain. Aktivitas
yang dilakukan dengan tidak benar, seperti; salah posisi saat
mengangkat beban yang berat juga menjadi penyebab low back pain
(Himawan, dkk, 2009 dalam Riningrum. H, 2016).
C. Tanda gejala
Menurut Dachlan (2009)Raningrum. H. 2016) pada umumnya keluhan
low back pain sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan
biokimia atau biomekanik dalam discus intervertebralis. Pola
patofidiologi yang serupa dapat menyebabkan sindrom yang berbeda dari
masing-masing orang. Sindrom nyeri muskuloskeletal yang dapat
menyebabkan low back pain termasuk sindrom miofasial dan
fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai oleh nyeri yang menekan ke
seluruh daerah yang bersangkutahn (trigger points), kehilangan ruang
gerak kelompok otot yang tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri
radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri sering hilang bila
kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia mengakibatkan nyeri
yang menekan ke daerah punggung bawah, kekakuan, rasa lelah, dan
nyeri otot.
Gejala nyeri punggung dapat sangat berbeda dari satu orang ke orang lain.
Gejala-gejala tersebut meliputi rasa kaku pada daerah punggung, nyeri,
rasa baal (mati rasa), kelemahan, kesemutan di sertai perasaan tertusuk
(Eleanor Bull, 2007:13 dalam Raningrum. H. 2016).
D. Patofisiologi
Columna Vertebralis terdiri dari sejumlah tulang (yang disebut vertebra)
yang berhubungan kokoh satu sama lain, tetapi tetap dapat menghasilkan
gerakan terbatas satu sama lain. Columna Vertebralis merupakan sumbu
sentral dan melindungi korda spinalis yang terdapat di dalamnya. Setiap
vertebra terdiri dari badan berbentuk silinder di bagian depan dan sebuah
lengkung vertebra yang menjulur ke belakang dan melingkari suatu ruang
(foramen vertebralis), tempat lewat medula spinalis. Lengkung vertebra
mempunyai sebuah prosesus spinosus yang mengarah kebelakang dan ke
bawah dan dua prosesus transversus yang mengarah kelateral. Prosesus-
prosesus ini merupakan tempat perlekatan otot dan
18 ligamen. Pada permukaan bawah lengkung vertebra terdapat suatu
ceruk (notch) untuk tempat lewat saraf dan pembuluh darah spinalis.
Setiap lengkung memiliki empat prosesus artikular (dua diatas dan dua
dibawah), yang berartikulasi dengan prosesus yang sesuai dari
vertebra yang melekat. Badan- badan vertebra yang melekat
dihubungkan satu sama lain dengan kokoh oleh lempengan fibrokartilago
yang disebut diskus intervertebralis. Setiap diskus terdiri dari cincin
fibrokartilago di bagian luar, sedangkan bagian dalamnya disebut nukleus
pulposus. Bila cincin luar menjadi lemah, maka nukleus pulposus dapat
mengiritasi akar saraf di dekatnya sehingga menimbulkan nyeri karena
akar syaraf tulang belakang tertekan ketika tulang belakang terluka
(Ruslan A Latif, 2007:1 dalam Raningrum. H. 2016).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X vertebra ; mungkin memperlihatkan adanya
fraktur,dislokasi,infeksi,osteoartritis atau scoliosis.
2. Computed tomografhy ( CT ) : berguna untuk mengetahui penyakit
yangmendasari seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi
disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis.
3. Ultrasonography : dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis
spinalis.
4. Magneting resonance imaging ( MRI ) : memungkinkan visualisasi
sifat dan lokasi patologi tulang belakang.
5. Meilogram dan discogram : untuk mengetahui diskus yang mengalami
degenerasi atau protrusi diskus.
6. Venogram efidural : Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus
lumbalis dengan memperlihatkan adanya pergeseran vena efidural.
7. Elektromiogram (EMG) : digunakan untuk mengevaluasi penyakit
serabut syaraf tulang belakang ( Radikulopati ).
F. Komplikasi
Komplikasi umum yang biasanya terjadi setelah pembedahan
(Jokelainen M, 2009 dalam Tiea tamtam, 2017) :
1. Infeksi dan peradangan
2. Cedera pada akar-akar saraf
3. Robekan pada lapisan durameter
4. Sindroma kauda ekuina
5. Hematoma
6. Tidak ada penyatuan pada area bedah.
G. Penatalaksanaan
American College of Physicians (ACP) dalam Adityawarman. A. (2017)
telah merilis pembaharuan tatalaksana untuk terapi non invasif pada nyeri
punggung bawah nonradikular subakut, akut, dan kronis. Kesimpulannya
adalah 3 rekomendasi sebagai berikut:
1. Rekomendasi 1:
Karena sebagian besar pasien dengan nyeri punggung bawah akut atau
subakut dapat membaik seiring waktu tanpa pengobatan, klinisi dan
pasien sebaiknya memilih tatalaksana nonfarmakologis dengan
modalitas panas superfisial, pemijatan, akupuntur, atau manipulasi
spinal. Jika tatalaksana farmakologis dikehendaki, klinisi dan pasien
sebaiknya memilih obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS)
atau relaksan otot rangka (contoh eperisone HCl 3x50mg).
2. Rekomendasi 2:
Untuk pasien dengan nyeri punggung bawah kronis, klinisi dan pasien
sebaiknya memulai pilihan tatalaksana nonfarmakologis dengan
olahraga, rehabilitasi multidisiplin, akupuntur, pengurangan stres
pikiran, tai chi, yoga, latihan kontrol motorik, relaksasi
progresif, biofeedback elektromiografi, terapi laser derajat
rendah, operant therapy, terapi perilaku kognitif, atau manipulasi
spinal.
3. Rekomendasi 3:
Pada pasien dengan nyeri punggung bawah kronis yang responnya
tidak adekuat terhadap terapi nonfarmakologis, klinisi dan pasien
sebaiknya mempertimbangkan terapi farmakologis menggunakan
OAINS sebagai terapi lini pertama, atau tramadol atau duloxetine
sebagai terapi lini kedua. Klinisi sebaiknya hanya mempertimbangkan
opioid sebagai pilihan pada pasien yang gagal pada terapi yang telah
disebutkan dan hanya apabila keuntungan potensial melebihi risiko
masing-masing individu dan setelah mendiskusikan risiko-risikonya
(seperti kecanduan atau overdosis aksidental) dan keuntungan nyata
dengan pasien.
H. Pathway
Kontraksi punggung
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.
2) Keluhan utama
Biasanya pasien mengatakan nyeri punggung akut maupun
kronis lebih dari 2 bulan, nyeri saat berjalan dengan
menggunakan tumit, nyeri menyebar kebagian bawah belakang
kaki.
3) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan, kapan
timbulnya keluhan(apakah menetap atau hilang timbul), hal apa
yang mengakibatkan terjadinya keluhan, apa saja yang
dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan, tanyakan
pada klien apakah klien sering mengkonsumsi obat tertentu atau
tidak.
4) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita
penyakit yang sama sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami kecelakaan atau trauma, apakah klien pernah
menderita penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya
5) Riwayat pekerjaan
Faktor resiko ditempat kerja yang banyak menyebabkan
gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat,
penanganan dan cara pengangkatan barang, posisi atau sikap
tubuh selama bekerja, dan kerja statis.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Pemeriksaan persistem
c. Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera:
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
d. Sistem persarafan (Pemeiksaan neurologik)
1) Pemeriksaan motorik
2) Pemeriksaan sensorik
3) Straight Leg Raising (SLR), test laseque (iritasi radisks L5 atau
S 1) cross laseque(HNP median) Reverse Laseque (iritasi radik
lumbal atas)
4) Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus)
5) Pemeriksaan system otonom
6) Tanda Patrick (lasi coxae) dan kontra Patrick (lesi sakroiliaka)
7) Tes Naffziger
8) Tes valsava.
e. Sistem pernafasan
(Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas.)
f. Sistem kardiovaskuler
(Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi)
g. Sistem Gastrointestinal
(Nilai kemampuan menelan,nafsu makan, minum, peristaltic dan
eliminasi)
h. Sistem Integumen
(Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien)
i. Sistem Reproduksi
(Untuk pasien wanita)
j. Sistem Perkemihan
(Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume)
Rencana asuhan
1. Dx : nyeri akut b/d agen cedera fisik (trauma) dan reflek spasme otot
Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya keluhan
keperawatan selama 3x24 jam, nyeri nyeri catat lokasi, lamanya serangan,
klien berkurang. faktor pencetus yang memperberat
Kriteria hasil : 2. Dorong klien untuk
1. Klien merasakan berkurang atau tirah baring dan perubahan posisi
hilangnya nyeri untuk memperbaiki posisi lumbal.
2. Klien dapat beristirahat dengan Pasien pada posisi semi fowler
nyaman 3. Gunakan papan
3. Mengubah posisi dengan nyaman selama melakukan perubahan posisi
4. Ajarkan klien teknik
relaksasi untuk mengontrol dan
menyesuaikan nyeri
5. Ajarkan dan
anjurkan klien untuk melakukan
pernapasan diafragma
untukmengurangi tegangan otot
6. Alihkan perhatian
klien : membaca, menonton tv,
mendengarkan lagu
7. Batasi aktivitas
klien sesuai dengan kebutuhan
8. Berikan obat sesuai
order
J. Daftar pustaka
Adityawarman. A. (2017). Tatalaksana LBP terbaru menurut American
College of Physicians. Diakses melaluui web
https://today.mims.com/tatalaksana-lbp-terbaru-menurut-american-
college-of-physicians
Jokelainen M. Amyotrophic lateral sclerosis in Finland. II: Clinical
characteristics. Acta Neurol Scand. 1977;56:194–204. Diakses dari
web
https://www.academia.edu/27325901/ASKEP_Low_Back_Pain
Kholifah. N. S. (2016). Modul Bahan Cetak Keperawatan
KSPERAWATAN GERONTIK.Tim P2M2
Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta. Diakses melalui web http://eprints.umpo.ac.id/5035/4/BAB
%202.pdf
Raningrum. H. (2016). Pengaruh Sikap Kerja, Usia, Dan Masa Kerja
Terhadap Keluhan Subyektif Low Back Pain Pada Pekerja Bagian
Sewing Garmen PT. Apac Inti Corpora Kabupaten Semarang.
Skripsi di akses dari web https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwjZ69nPsKTtAhWR7XMBHcTWAK0QFjACegQIARA
C&url=http%3A%2F%2Flib.unnes.ac.id
%2F28171%2F1%2F6411412220.pdf&usg=AOvVaw1VJepuGUp
viWtTfrjxLpg2