Oleh :
18E10008
TAHUN 2021
A. Tinjauan Teori Kasus
1. Definisi
Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau temporer dari disfungsi
neurologik yang dimanifestasikan oleh kehilangan fungsi motorik, sesorik atau
visual secara tiba-tiba. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik terjadi akibat
obstruksi atau bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh organ distal (Price & Wilson, 2006). Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013).
2. Klasifikasi
a. Stroke non hemoragik berdasarkan perjalanan klinis, yaitu :
1) TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun
trombosis.
2) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang
dari 21 hari.
3) Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
4) Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi. Stroke
non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan
bentuk sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel
yang selanjutnya terjadi kematian neuron.
b. Stroke non hemoragik berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:
1) Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut 9 atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan
embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini
menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat
penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.
2) Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi
menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)
merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh
darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis
pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini
terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
3. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebab stroke non hemoragik disebabkan oleh faktor yaitu hipertensi,
merokok, peningkatan kolesterol, dan obesitas (Muttaqin, 2014).
1) Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat untuk
menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan perfusi otak
menurun.
2) Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan seseorang yang memiliki berat
badan berlebih dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m².
3) Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke.
b. Proses Terjadi
Stroke non hemoragik terjadi karena sumbatan yang diakibatkan oleh bekuan
di dalam arteri besar pada sirkulasi sereberum, sumbatan atau obstruksi ini
dapat disebabkan oleh emboli maupun thrombus (Robbins, 2007). Thrombus
terbentuk akibat plak dari arteosklerosis sehingga sering kali terjadi
penyumbatan pasokan darah ke organ di tempat terjadinya thrombosis.
Aterosklerosis merupakan insiator utama thrombosis yang berikatan dengan
kehilangan endotel dan aliran vascular abnormal, selain itu akan menimbulkan
obstruksi (Robbins, 2007). Potonganpotongan thrombus terutama thrombus
kecil yang biasanya disebut dengan emboli akan lepas dan berjalan mengikuti
aliran darah (Ganong, 2012). Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah
akan terlepas dan terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal,
sehingga hal itu menyebabkan aliran darah menuju ke otak menjadi berkurang.
Sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa dapat menyebabkan asidosis,
akibat asidosis natrium, klorida dan air masuk ke dalam sel otak dan kalium
meninggalkan sel otak. Hal tersebut dapat mengakibatkan edema setempat.
Kalsium akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas, kemudian terjadi
kerusakan membrane sel dan tubuh mengalami gangguan neuromuscular
(Esther, 2010).
c. Manifestasi Klinis
Menurut Indrawati, Sari, & Dewi (2016), gejala dan tanda stroke sering
muncul secara tiba-tiba dan cepat. Oleh karena itu penting mengenali tanda-
tanda atau gejala stroke. Beberapa gejala stroke antara lain sebagai berikut.
1) Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba
2) Pusing, yakni merasa benda-benda disekitarnya berputar atau merasa
goyang bila bergerak atau biasanya disertai mual dan muntah
3) Bingung, terjadi gangguan orientasi ruang, waktu atau personal
4) Pengelihatan kabur atau ketajamanpengelihatan menurun, bisa pada salah
satu mata ataupun kedua mata
5) Kesulitan bicara secara tiba-tiba, mulut terlihat tertarik ke satu sisi atau
“perot”
6) Kehilangan keseimbangan, limbung, atau jatuh g. Rasa kebas, yakni mati
rasa, atau kesemutan pada satu sisi tubuh
7) Kelemahan otot-otot pada satu sisi tubuh.
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuhh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuhh, adalah tanda yang
lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia, tidak
ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Prioritas diagnosa keperawatan
1) Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
2) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf
pusat
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/ hemiplegia,
tidak ada mobilisasi fisik, gangguan sirkulasi, gangguan sensasi.
b. Rencana asuhan keperawatan
1) Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis.
a) Rencana tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8
jam, pasien menunjukkan penurunan kerusakan memori.
b) Kriteria hasil :
(1) Mampu untuk melakukan proses mental yang kompleks
(2) Orientasi kognitif
(3) Kondisi neurologis : kesadaran
(4) Kondisi neurologis : kemampuan sistem saraf perifer dan sistem
saraf pusat untuk menerima, memproses, dan memberi respon
terhadap stimuli internal dan eksterna.
c) Rencana Tindakan
(1) Memantau ukuran pupil, bentuk, simetri, dan reaktivitas.
Rasional : Masalah pada pupil menandakan adanya gangguan pada
nervus III.
(2) Memantau tingkat kesadaran.
Rasional : Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan GCS
(3) Memantau tingkat orientasi.
Rasional : Orientasi yang baik menandakan bahwa pasien tidak ada
masalah kognitif.
(4) Memonitor status pernapasan
Rasional : Status pernapasan menginditifikasi terjadi hipoksia otak.
2) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf
pusat
a) Rencana tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8
jam, hambatan komunikasi verbal pasien mengalami penurunan.
b) Kriteria hasil :
(1) Komunikasi : penerimaan, interpretasi dan ekspresi pesan lisan,
tulisan, dan non verbal meningkat.
(2) Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara) : ekspresi pesan verbal
dan atau non verbal yang bermakna.
(3) Pengolahan informasi : pasien mampu untuk memperoleh,
mengatur, dan menggunakan informasi.
c) Rencana Tindakan
(1) Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara.
Rasional : Terapi wicara terbukti mampu mengembalikan cara
bicara pasien menjadi normal.
(2) Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan.
Rasional : Untuk melatih komunikasi sehingga komunikasi menjadi
lancar.
(3)Ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan.
Rasional : Memodifikasi komunikasi sehingga memudahkan pasien
untuk berkomunikasi.
(4)Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur
Rasional : Kunjungan bertujuan agar memberikan stimulus
komunikasi.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
c) Rencana Tindakan
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan