Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)

2.1.1 Pengertian Lansia

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Lanjut usia

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, namun terdapat beberapa

batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur orang yang masuk di dalam kategori

lansia diantaranya adalah 60 tahun dan 60-74 tahun baik pria maupun wanita. Lansia sendiri

bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses

kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan

stres lingkungan. Proses tua tersebut terjadi secara alami dan ditentukan oleh Tuhan Yang

Maha Esa. Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan pada masa tersebut terjadi

kemunduran pada fungsi fisik, mental, dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

2.1.2 Batasan Lansia

Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia lansia menurut Azizah
(2011

; WHO, 2013) antara lain:

1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.

3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.

4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun.

8
9

Depkes RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam kategori sebagai berikut:

1. Pralansia, seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan.

4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.3 Perubahan Fisiologi Lansia

Terdapat banyak perubahan fisiologi yang terjadi pada lansia. Perubahan tersebut tidak

bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.

Perubahan fisiologis lansia menurut Effendi & Makhfudli (2009) antara lain:

1. Sistem Integumen

Seiring dengan proses penuaan, kulit akan kehilangan elastisitas dan

kelembabannya. Lapisan epitel menipis, serat kolagen elastis juga mengecil dan

menjadi kaku. Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan

kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi

kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam

hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan

vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh,

kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang

jumlah dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya. Kesulitan

mengatur suhu tubuh karena penurunan ukuran, jumlah dan fungsi kelenjar kerigat

serta kehilangan lemak subkutan. Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis

± 35OC, hal ini


10

diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan tidak

dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

2. Sistem Muskuloskeletal

Sebagian besar lansia mengalami perubahan postur, penurunan rentang gerak dan

gerakan yang melambat. Perubahan ini merupakan contoh dari banyaknya

karakteristik normal lansia yang berhubungan dengan proses menua. Penurunan

massa tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan lemah. Columavertebralis

mengalami kompresi sehingga menyebabkan penurunan tinggi badan. Peningkatan

jaringan adiposa, penurunan pembentukan kolagen dan massa otot serta penurunan

viskositas cairan sinovial, lebih banyak di membran sinovial yang fibrotik.

3. Sistem Neurologis

Penurunan jumlah sel-sel otak sekitar 1% per tahun setelah usia 50 tahun.

Hilangnya neuron dalam korteks serebral sebanyak 20%. Akibat penurunan jumlah

neuron ini, fungsi neurotrasmiter juga berkurang. Transmisi saraf lebih lambat,

perubahan degeneratif pada saraf-saraf pusat dan sistem saraf perifer, hipotalamus

kurang efektif dalam mengatur suhu tubuh, peningkatan ambang batas nyeri, refleks

kornea lebih lambat serta perubahan kualitas dan kuantitas tidur.

4. Sistem Pernafasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktivitas dari silia, paru-paru hilangan elastisitas sehingga kapasitas residu

meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimal menurun dan

kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya

berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk

berkurang dan penurunan kekuatan otot pernapasan.


11

5. Sistem Gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap mengalami penurunan, esofagus melebar,

sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu

pengosongan lambung menurun, peristalik lemah dan biasanya timbul konstipasi,

fungsi absorbsi menurun, hati semakin mengecil dan menurunnya tempat

penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

6. Sistem Genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun hingga

50%, fungsi tubulus berkurang, otot kandung kemih melemah, kapasitasnya menurun

hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung

kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65

tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga ± 75% dari besar

normalnya.

7. Sistem Kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,

kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20

tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan

elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan

oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

8. Sistem Sensori

Penurunan daya akomodasi mata, penurunan adaptasi terang- gelap, lensa mata

menguning, perubahan persepsi warna, pupil lebih kecil, kehilangan pendengaran

untuk frekuensi nada tinggi, penebalan membran timpani, kemampuan mengecap

biasanya menurun, penurunan jumlah reseptor kulit dan penurunan fungsi sensasi

akan posisi tubuh.


12

2.2 Konsep Dasar Posyandu Lansia

2.2.1 Pengertian Posyandu Lansia

Menurut Kemenkes (2011), posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk

masyarakat lanjut usia di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, dan di gerakkan

oleh masyarakat agar lanjut usia mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dan

merupakan kebijakan pemerintah untuk pengembangan pelayanan kesehatan bagi lansia

yang penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta lansia,

keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi social.

Posyandu lansia adalah suatu wadah pelayanan kepada usia lanjut di masyarakat

dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintahan, non pemerintahan,

swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya

promotif dan preventif (KomNas, 2010).

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu

wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat di mana mereka

bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dan

kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya

melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh

masyarakat, dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Sunaryo, 2015)

2.2.2 Tujuan Posyandu Lansia

Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar adalah: Pertama,

meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Kedua, mendekatkan

pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan

kesehatan di samping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut (Sunaryo,

2015).
13

Tujuan pelayanan posyandu lansia, antara lain :

1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan lansia.

3. Membina kesehatan dirinya sendiri.

4. Meningkatkan kesadaran pada lansia.

5. Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut

dimasyarakat, untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi

keluarga (Sulistyorini, 2010)

2.2.3 Manfaat Posyandu Lansia

Menurut Depkes RI (2006), manfaat dari posyandu lansia adalah :

1. Kesehatan fisik lanjut usia dapat dipertahankan tetap bugar.

2. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara.

3. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang.

4. Pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan

sikap dan dapat mendorong minat lansia sehingga lebih percaya diri dihari

tuanya.

2.2.4 Sasaran Posyandu Lansia

Sasaran posyandu lansia meliputi sasaran langsung dan sasaran tidak Iangsung.

Sasaran langsung adalah prausia lanjut (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), dan usia

lanjut risiko tinggi, yaitu usia lebih dan 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan. Sasaran tidak langsung adalah keluarga di mana usia

lanjut berada, masyarakat tempat lansia berada, organisasi sosial, petugas kesehatan, dan

masyarakat luas (Sunaryo, 2015)

Sasaran posyandu lansia menurut Depkes RI (2006), dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu :

1. Sasaran langsung meliputi kelompok pra usia lanjut usia 45 s.d 59 tahun, kelompok
14

lansia 60 tahun keatas, dan kelompok lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun.

2. Sasaran tidak langsung adalah keluarga yang mempunyai lansia, masyarakat di

lingkungan lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan lansia,

masyarakat luas.

2.2.5 Kegiatan Posyandu Lansia

Menurut Komnas (2010), Kegiatan posyandu lansia ini mecakup upaya-upaya

perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat, seperti:

1. Promotif yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku hidup

sehat, gizi usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani.

2. Preventif yaitu upaya pencegahan penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit

dengan menggunakan KMS lansia.

3. Kuratif yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia.

4. Rehabilitatif yaitu upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri pada lansia.

5. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter/ spigmomanometer

dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

6. Pemeriksaan kadar gula darah dalam air seni sebagai deteksi awal adanya

penyakit diabetes.

7. Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun diluar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah atau konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah

kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia.

2.2.6 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Mekanisme pelayanan posyandu lansia terdiri atas 5 meja, yaitu :

1. Meja 1 : Tempat pendaftaran. Lansia mendaftar, kemudian kader mencatat lansia

tersebut. Lansia yang sudah terdaftar dibuku register kemudian menuju meja

selanjutnya.
15

2. Meja 2 : Tempat pengukuran dan penimbangan berat badan.

3. Meja 3 : Pencatatan tentang pengukuran tinggi badan dan berat badan, Indeks Masa

Tubuh (IMT), dan mengisi KMS.

4. Meja 4 : Tempat melakukan kegiatan konseling dan pelayanan pojok gizi,

Penyuluhan kesehatan individu berdasarkan KMS, serta pemberian PMT.

5. Meja 5 : Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, mengisi data-data hasil

pemeriksaan kesehatan pada KMS. Dan diharapkan setiap kunjungan para lansia

dianjurkan untuk selalu membawa KMS lansia guna memantau status kesehatan

(Sulistyorini, 2010).

2.2.7 Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia

Pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik

dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk

mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah

kesehatan yang dihadapi. Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada lanjut usia di

posyandu lansia berupa pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar

(Activity Dayli Living) (Sulistyorini, 2010).

Pertama, kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun

tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya. Kedua, pemeriksaan status mental.

Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman

metode 2 (dua) menit. Ketiga, pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Masa Tubuh (IMT). Keempat,

pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut

nadi selama satu menit. Kelima, pemeriksaan Hemoglobin menggunakan taiquist, sahli, atau

cuprisulfat. Keenam, pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya

penyakit gula (Diabetes Mellitus). Ketujuh, pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dal

am air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal. Kedelapan, pelaksanaan rujukan

ke
16

Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1
hingga

7. Kesembilan, penyuluhan kesehatan. (Sulistyorini, 2010).

Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi

lansia dan kegiatan olahraga, seperti senam lansia dan gerak jalan santai untuk

meningkatkan kebugaran (Sulistyorini, 2010).

2.2.8 Pemanfaatan Posyandu

Pemanfaatan posyandu merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan, kesadaran akan kesehatan, dan nilai-

nilai sosial budaya, pola relasi gender yang ada di masyarakat akan mempengaruhi pola

hidup dalam masyarakat itu sediri (Kemenkes, 2010).

Pelayanan kesehatan adalah sebuah sistem palayanan kesehatan yang tujuan utamanya

adalah untuk memberikan pelayanan preventif (pencegahan), dan promotif (peningkatan

kesehatan) dengan sasaran utamanya adalah masyarakat (Notoatmodjo, 2012).

2.2.9 Indikator Pemanfaatan Posyandu

Sesorang dikatakan memanfaatkan posyandu apabila ia dapat memberikan konstribusi

besar dalam upaya menurunkan masalah kesehatan yaitu dengan mengunjungi posyandu

lansia secara rutin dalam 3 bulan terakhir tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Semakin

rendah angka kesakitan, menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.

Sebaliknya, semakin tinggi angka kesakitan, menunjukkan derajat kesehatan penduduk

semakin buruk (Kemenkes, 2010).


17

2.2.10 Faktor yang harus Tersedia pada Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan

Kendalanya.

Ada beberapa faktor yang harus tersedia pada pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk

menunjang pelaksanaan yaitu faktor kemampuan baik dari keluarga misalnya (penghasilan,

simpanan asuransi atau sumber-sumber lainnya) dan dari komunitas misalnya tersedianya fasilitas

dan tenaga pelayanan kesehatan. Salah satu kendalanya dapat berupa lamanya menunggu

pelayanan serta lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai fasilitas pelayanan tersebut

(Muzaham, 2007).

2.2.11 Fungsi Pelayanan Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan

Fungsi pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan tidak dapat lagi seluruhnya

ditangani oleh para dokter saja. Apalagi kegiatan itu mencakup kelompok masyarakat luas.

Para dokter sangat memerlukan bantuan tenaga paramedik lainnya seperti perawat, ahli gizi,

ahli ilmu sosial, dan juga anggota masyarakat (tokoh masyarakat, kader) untuk

melaksanakan program kesehatan. Tugas tim kesehatan ini dapat dibedakan menurut tahap

atau jenis program kesehatan yang dijalankan, yaitu promosi kesehatan, pencegahan

penyakit, pengobatan dan rehabilitas (DepKes, 2006).

2.2.12 Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Posyandu Lansia

Menurut Kusuma Ningrum (2014) mengemukakan dalam penelitianya yang berjudul

Faktor internal yang mempengaruhi kunjungan lansia ke posyandu adalah sebagai berikut :

a. Umur

Dikatakan faktor usia mempengaruhi lansia karena semua fungsi ingatan,

penglihatan, pendengaran, daya konsentrasi dan kemampuan fisik secara umum

mulai menurun sehingga memerlukan orang lain untuk memenuhi keperluanya

dalam mempertahankan kunjungan ke posyandu lansia.


18

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap

sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi

akan memberikan respon yang lebih rasional dan juga dalam motivasi kerjanya akan

berpotensi dari pada mereka yang berpendidikan lebih rendah atau sedang. Maka visi

pendidikan adalah mencerdaskan manusia. Tingkat pendidikan turut menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami tentang posyandu lansia.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan

terhadap suatu objek. Pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang, pengetahuan tersebut bisa didapat dari

pengalaman sendiri ataupun dari pengalaman orang lain (Notoadmdjo, 2012).

d. Jarak rumah

Konsep jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Semakin jauh jarak antara

tempat tinggal dengan tempat kegiatan semakin menurunkan motivasi seseorang

dalam melakukan aktivitas. Sebaliknya semakin dekat jarak tempat tinggal dengan

tempat kegiatan dapat meningkatkan usaha. Pengaruh jarak tempat tinggal dengan

tempat kegiatan tidak terlepas dari adanya besarnya biaya yang digunakan dan waktu

yang lama. Kaitannya dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan

masih rendah, sehingga jarak antara rumah tinggal dan tempat pelayanan kesehatan

mempengaruhi perilaku mereka (Azwar, 2010).

e. Dukungan keluarga

Sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan sosial

berbeda-beda dalam berbagai tahapan siklus kehidupan. Dukungan keluarga membuat


19

keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sebagai akibatnya.

Hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

f. Peran kader posyandu

Seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat yang bertugas

membantu kelancaran pelayanan rutin di posyandu. Sehingga seorang kader

posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup

melaksanakan kegiatan posyandu, serta mau dan sanggup menggerakkan masyarakat

untuk melaksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu (Ismawati,.et al, 2010).

Anda mungkin juga menyukai