(KATARAK)
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
1. BENEDICTA TELAUMBANUA (180204002)
2. ANGELYCA MAWANTI MANULANG (180204042)
3. BORISMAN HULU (180204031)
4. IWAN ALIANSY MAYBANG (180204033)
5. SURYA TAMBUNAN (180204027)
6. REYHANISYA FITRA (180204020)
7. YOHANA PASARIBU (180204030)
8. LYBERNIATI HULU (180204012)
Kelas : 4.1
Dosen pembimbing : Ns. Rumondang Gultom, M.KM
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat, serta peyertaan-Nya sehingga makalah konsep terapi keluarga dapat terselesaikan.
Yang telah menjadi inpirasi dan pedoman kami dalam menjalani studi kami
ini.Dalam penulisan makalah kami ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang
sederhana, singkat dan mudah dipahami.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan serta masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah kami ini. Maka kami harap
kerjasamanya, supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon dimaklumi dan kami
berharap adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Disusun
oleh
Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui gambaran umum asuhan keperawatan pasien
dengan penyakit Katarak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan katarak.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan katarak.
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan katarak.
d. Mahasiswa mampu menerapkan implementasi keperawatan pada klien dengan
katarak.
A. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang katarak
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien katarak.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa
yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya ( Anas
Tamsuri, 2011 ).
Sedangkan katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga
dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi
setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan
radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain
seperti uveitis anterior. (Brunner & Suddart, 2002)
B. Penyebab
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Fisik : Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan
mempengaruhi keadaan lensa.
2. Kimia : Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat
paparan ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarak.
3. Usia : Dengan bertambahnya usia seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun
dan mengakibatkan katarak.
4. Infeksi virus masa pertumbuhan janin : Jika ibu pada saat mengandung terkena atau
terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus tersebut akan mempengaruhi
tahap pertumbuhan janin. Misal ibu yang sedang mengandung menderita rubella.
5. Penyakit : Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis.
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Biasanya terjadi karena adanya infeksi virus pada saat kehamilan/pertumbuhan janin,
infeksi maternal selama masa kehamilan seperti infeksi toksoplasmosis, ibu hamil
dengan diabetes melitus, kelainan genetik ; Trisomi 21, galaktosemia, sindrom lowe..
Lensa terbentuk pada usia kehamilan minggu ke 5 sampai ke 8, pada masa ini belum
terbentuk kapsul pelindung sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa, seluruh
lensa buram tampak abu – abu putih. Katarak congenital digolongkan dalam :
1) Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
2) Katarak lentikuler
Merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln sampai
9 tahun .
b. Katarak juvenile, Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan dibawah 40 tahun.
Katarak ini pertumbuhannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
c. Katarak senile ( 95 % )
Katarak ini disebabkan oleh ketuaan ( lebih 60 tahun ).
2. Berdasarkan penyebabnya :
a. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma
tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan radio
aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam sampai
tahun.
b. Katarak toksik: Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu ( korticostirot,
Klorpromasin / torasin, miotik, agen untuk pengobatan glaucoma).
c. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid, Down sindrom dan
dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan
katarak. Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat
mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap
gula,alcohol dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada
tingkat osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air.
d. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain (kelainan
okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa, glaucoma dan
retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.
A. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus,diperifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nekleus
mengalami perubahan warna menjadi cokelat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa menyebabkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus múltiple (zunula) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah
diluar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai influís air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain menyebutkan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
Katarak biasanya terjadi di lateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemas, seperti diabetes, Namun sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat
kongenitaldan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Factor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katrak meliputi radiasi sinar ultra violet B, obat-obatan, alcohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin anti oxidan yang kurang dalam jangka waktu lama
Lensa berisi 65% air, 35% protein, dan mineral penting. Katarak merupakan kondisi
penurunan ambulan oksigen, penurunan air, peningkatan kandungan kalsium dan
berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Pada proses penuaan ,lensa
secara bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam ukuran dan
densitasnya.Peningkatan densitas diakibatkan oleh kompresi central serat lensa yang lebih
tua. Saat serat lensa yang baru diproduksi dikortek, serat lensa ditekan menjadi central.
Serat-serat lensa yang padat lama-lama menyebabkan hilangnya tranparansi lensa yang
tidak terasa nyeri dan sering bilateral. Selain itu, berbagai penyebab katarak diatas
menyebabkan ganguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan metabolisme ini,
menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada didalam lensa yang pada
akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan dapat berkembang diberbagai bagian
lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar yang masuk melalui kornea dihalangi oleh
lensa yang keruh atau buram. Kondisi ini mengaburkan bayangan semu yang sampai pada
retina. Akibatnya otak menginterprestasikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarak
yang tidak diterapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan
menjadi coklat atau hitam dan klien mengalami kesulitan dalam membedakan warna.
E. Manifestasi Klinik
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : untuk pemeriksaan visus, mungkin
terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : untuk mengetahui tekanan intra okuler, TIO normal 12 – 25
mmHg.
4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit untuk mengetahui segmen anterior dan derajat kekeruhan
lensa
12. Biometri untuk mengukur power IOL
13. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
14. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
15. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak dan menyingkirkan adanya
kelainan selain katarak.
G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a. Sebelum Pembedahan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata
yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Pencegahan terjadinya injury atau cidera karena adanya penurunan fungsi
penglihatan dan kaji fungsi mobilitas dan aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan
sehari – hari. Modifikasikan lingkungan sekitar klien dan lingkungan tempat tinggal
klien untuk menghindarkan klien dari cidera agar klien mampu beradaptasi dengan
kondisinya dan memudahkan klien dalam aktifitas dan mobilitas untuk memenuhi
kebutuhannya sehari – hari. Berikan edukasi tentang kondisi, resiko yang mungkin
terjadi serta perlunya klien untuk periksa ke fasilitas kesehatan.
Periksa kesehatan secara umum untuk menentukan kondisi klien, dilakukan
pemeriksaan mata untuk mencegah terjadinya penyulit pembedahan seperti; adanya
infeksi, glaukoma serta penyakit lain.
b. Setelah Pembedahan
Cegah terjadinya infeksi, cegah terjadinya komplikasi setelah pembedahan;
edema kornea, inflamasi, uveitis, atonik pupil, kekeruhan kapsul posterior, ablasio
retina, endoftalmus, sisa massa lensa. Anjurkan klien untuk memakai penutup mata
( kaca mata hitam ), berikan tetes mata sesuai anjuran, dan anjurkan klien untuk
menghindari menggosok mata yang sakit, tidak membungkuk terlalu lama,
membaca yang berlebih, tidak menonton TV, mengejan keras sewaktu BAB, bersin,
batuk, tidur pada sisi yang sakit, mencuci muka.
2. Medis
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa
mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit
mata lainnya, seperti uveitis yakni peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran
uvea) terdiri dari 3 struktur:
a. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
b. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa
fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada
objek jauh
c. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf
optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas
pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau
atas indikasi medis lainnya.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek.
Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah
sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih
cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi
maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan.
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai
95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk
membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
H. Komplikasi
1. Sebelum Pembedahan
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka
akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa
Glaukoma dan Uveitis.
2. Setelah Pembedahan
a. Edema kornea
b. Inflamasi dan uveitis
c. Atonik pupil
d. Papillary captured
e. Kekeruhan kapsul posterior
f. TASS ( Toxic Anterior Segment Syndrom )
g. Ablasio retina
h. Endoftalmus
i. Sisa massa lensa
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Status
Perkawinan, Suku Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Tgl. Masuk RS, No. Register
Serta Penanggung Jawab.
b. Keluhan utama ; fugsi penglihatan yang menurun
c. Riwayat Kesehatan ; adanya trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes, hipothyroid, uveitis, glaukoma, stadium katarak.
d. Pengkajian khusus mata ; adanya gambaran kekeruhan lensa, diplopia, pandangan
berkabut, penurunan tajam penglihatan, bilik mata depan menyempit, tanda
glaukoma.
e. Psikososial ; kemampuan aktifitas, gangguan membaca, resiko jatuh
f. Pemeriksaan penunjang yang mendukung
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori (visual) b.d perubahan resepsi, transmisi, dan atau
integrasi sensori ditandai dengan :
DS :
a. Klien mengatakan penglihatan tidak jelas
b. Klien mengatakan penglihatan ganda ( diplopia )
c. Klien mengatakan silau bila melihat cahaya
DO :
a. Lensa keruh
b. Perubahan visus pada pemeriksaan kartu snellen
c. Klien tampak kesulitan dalam membaca
NOC :
b. Perawatan mata
c. Manajemen Lingkungan
DS :
a. Klien mengatakan penglihatan kurang jelas
b. Klien mengatakan penglihatan ganda ( diplopia )
c. Klien mengatakan silau bila melihat cahaya
DO :
a. Lensa keruh
b. Perubahan visus pada pemeriksaan kartu snellen
c. Penataan ruangan, peralatan di sekitar klien yang kurang sesuai / rapi,
pencahayaan yang kurang terang
NOC :
a. Pengendalian resiko
1. Klien terbebas dari cidera
2. Memantau faktor resiko perilaku individu dan lingkungan
3. Mengembangkan strategi pengendalian resiko yang efektif
4. Menerapkan strategi pengendalian resiko pilihan
5. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
6. Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan
7. Menggunakan penerangan yang cukup selama beraktifitas
NIC :
a. Identifikasi resiko
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan
2. Kaji kemampuan penglihatan dan ingatkan klien untuk menggunakan
kacamata ketika ambulasi
3. Orientasikan kembali klien terhadap realitas dan lingkungan saat ini
4. Tempatkan bel atau lampu panggil pada tempat yang mudah dijangkau
DS :
a. Kien mengungkapkan kekhawatiran karena perubahan dalam hidup
b. Klien mengungkapkan ketakutan karena kondisinya
c. Klien mengungkapkan bingung dengan prosedur therapi dan perawatan
d. Klien mengungkapkan ketakutan tentang prosedur therapi
e. Klien sering bertanya tentang kondisinya dan prosedur therapi yang akan
dilakukan
DO :
NOC :
a. Tingkat anxietas
1. Ansietas berkurang
2. Klien tampak tenang, rileks
3. Tanda – tanda vitas dalam rentang normal
4. Tidak ada tremor, berkeringat banyak
c. Koping
1. Klien mampu mengidentifikasi pola koping yang efektif
2. Klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
3. Klien melaporkan penurunan dari perasaan negatif / tidak nyaman
NIC :
b. Peningkatan koping
1. Kaji kemampuan koping klien
2. Nilai dan diskusikan respon alternatif untuk situasi yang dihadapi
3. Bantu klien mengidentifikasi respon positif
4. Anjurkan klien menggunakan sumber spiritual
DO :
NOC :
a. Level nyeri
1. Klien melaporkan nyeri berkurang dari level 1-5
2. Ekspresi wajah rileks
3. Klien tidak gelisah
4. Tanda – tanda vital dalam rentang normal
b. Kontrol nyeri
1. Klien mengenal penyebab nyeri
2. Klien mengenal gejala nyeri
3. Klien melakukan tindakan pencegahan nyeri
4. Klien melakukan tindakan non analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Klien melaporkan gejala – gejala kepada tenaga kesehatan
c. Tingkat kenyamanan
1. Klien melaporkan kesejahteraan fisik
2. Klien melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala
3. Klien mengekspresikan kepuasan hati dengan lingkungan fisik
NIC :
a. Manajemen nyeri
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan komunikasi terapiutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
4. Tentukan dampak dari nyeri
5. Berikan informasi tentang nyeri; penyebab, berapa lama terjadi dan tindakan
pencegahan
6. Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan ( penyinaran )
7. Ajarkan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyaeri
8. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri
9. Beritahu dokter bila nyeri tidak berkurang dengan tindakan pengontrol nyeri
c. Pemberian analgetik
1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan beratnya nyeri sebelum
diberikan pengobatan
2. Kaji adanya alergi obat
3. Berikan analgetik sesuai jam pemberian
4. Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul
a. Klien mengungkapkan nyeri yang berlebihan pada area yang dioperasi ( mata )
b. Klien mengungkapkan suhu tubuh meningkat
DO :
a. Tampak adanya tanda – tanda infeksi ( tumor, kalor, dolor, rubor, fungsiolaesa )
b. Tampak ada exudat / sekret yang banyak
c. Oedem palpebra
d. Konjungtiva kemerahan
NOC :
a. Deteksi resiko
1. Klien mampu mengenal tanda – tanda dan gejala yang menunjukkan adanya
infeksi
2. Klien menggunakan sumber untuk mendapatkan informasi tentang adanya
potensi resiko
3. Klien mampu melakukan perawatan sesuai dengan kebutuhan
b. Kontrol resiko
1. Klien mengetahui resiko
2. Klien memperhatikan faktor resiko perilaku individu
4. Klien mampu mengikuti strategi yang dipilih
5. Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan
6. Klien mampu menggunakan sistem pendukung pribadi untuk mengontrol resiko
d. Penyembuhan luka
1. Klien mampu menuruti tindakan pencegahan yang direkomendasikan
2. Tidak ada pengeluaran nanah/ exudat, perubahan suhu, perubahan warna, dan
nyeri yang berlebih
3. Klien mampu menggunakan alat yang benar
NIC :
b. Manajemen lingkungan
1. Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien
2. Hindari objek yang berbahaya dari lingkungan
3. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1.4.Suku : Timor
1.6.Pendidikan : SMP
1.8.Alamat : amarasi
2.1.2. Umur :
............................................................................
...................
..............................................................................
.................... III. RIWAYAT PEKERJAAN
V. RIWAYAT REKREASI
6.1. Dokter :
.....................................................................................................
....................................................................................................
6.3. Klinik :
....................................................................................................
.......................................................................................
Tidakada
Tidakada
Pxmengatakansusahmelihat
7.6.1.Nama obat :
7.6.2.Dosis obat :
..............................................................................
....................................................................................
7.7.1.Obat-obatan : Tidakada
7.7.2.Makanan :Tidakada
adekuat,
kurang transportasi, masalah menelan/mengunyah, stres
emosional,dll) Tidakada
Tidak ada
Tidak ada
7.3. Trauma
Tidak ada
7.5. Pembedahan
Tidakada
Tidakada
8.1.Silsilah keluarga (identifikasi kakek atau nenek, orang tua, paman, bibi,
saudara k
x x
x
x x
x
Keterangan :
Perampuan meninggal x
Tinggal serumah
Tidak tau
9.2.2.Nadi : 84x/mnt
9.2.3.Suhu : 36,5 c
9.2.4.RR : 24x/mnt
9.3.1.Kelelahan : (√ ) ya ( ) tidak
9.3.4.Demam : ( ) ya ( √ ) tidak
tidak
9.4. Integumen
9.4.1.Lesi/luka : ( ) ya ( √ ) tidak
( √ ) tidak
9.4.2.Pruritus : ( ) ya (√ ) tidak
9.4.3.Perubahan pigmentasi : ( ) ya ( ) tidak
9.4.4.Perubahan tekstur : ( √ ) ya ( ) tidak
( ) tidak
9.4.5.Perubahan rambut : ( √ ) ya
9.4.6.Perubahan kuku : ( √ ) ya
9.7. Telinga
9.7.2.Tinitus : ( ) ya ( √ ) tidak
9.8. Hidung:
9.8.1.Rinorea : ( ) ya ( √ ) tidak
9.8.2.Epistaksis : ( ) ya ( √ ) tidak
( √ ) tidak
9.8.3.Obstruksi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.8.4.Mendengkur : ( ) ya ( √ ) tidak
( √ ) tidak
9.8.5.Nyeri pada sinus : ( ) ya
9.9.1.Sakit tenggorokan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.2.Lesi/ulkus : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.3.Serak : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.4.Perubahan suara : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.5.Kesulitan menelan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.6.Perdarahan gusi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.7.Karies : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.8.Alat-alat protesa : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.9.Riwayat infeksi : ( ) ya ( √ ) tidak
9.9.10.Tanggal pemeriksaan gigi paling akhir : tidakada
9.9.11.Pola menggosok gigi :3 kali sehari
9.10. Leher
9.11. Payudara
9.12. Pernafasan
9.12.1. Batuk :( ) ya ( √ ) tidak
9.12.2. Sesak nafas :( ) ya ( √ ) tidak
9.12.3. Hemoptisis :( ) ya ( √ ) tidak
9.12.4. Sputum :( ) ya ( √ ) tidak
9.12.5. Asma/alergi pernafasan : ( ) ya ( √ ) tidak
9.13. Kardiovaskular
9.14. Gastrointestinal
9.15. Perkemihan
Tidakada
9.18 Muskuloskeletal
Kriteria penilaian
Keterangan
X. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Jelaskan pasienbiasanyatenang
Lanjutkan pertanyaan tahap 2 jika lebih dari satu atau sama dengan jawaban 1 ya
Pertanyaan tahap 2
10.3.5. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam satu bulan.
Lebih dari 1 atau sama dengan 1 jawabannya ya, maka masalah emosional
ada atau
ada gangguan
emosional
10.3.10. Insomnia : ( ) ya ( √ ) tidak
Tidakada.
21 – 61 : Ketergantungan berat
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
10 Jumlah
Keterangan :
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap benda 1 detik,
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan 3
benar dan catat jumlah pengulangan
ATENSI DAN KALKULASI
2 4
Keterangan
Nilai < 3 : disfungsi keluarga tinggi
70
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kaji kebutuhan
mengenai bantuan
Setelah dilakukan
pelayanan kesehatan
asuhan
mobilitas sendi dan
ketahanan.
IMPLEMENTASI
2021 keluarga
,
08.00
jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal
tersebut berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
identifikasi kemungkinan
penyebab, dengan cara yang
10.00 tepat,
29 07.30 2. Kaji kebutuhan mengenai bantuan
2021 pelayanan kesehatan dirumah,
CATATAN PERKEMBANGAN
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang
keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senile, kongenital, traumatic,
toksik, asosiasi, dan komplikata.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak
mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti
kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga
tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, Tamsuri. 2011. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC.
Sidarta, llyas. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi
NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta : EGC
Suddart, Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol.3. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.