Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY.

I DENGAN
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER: HIPERTENSI
PADA TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA LANSIA
DIDUSUN IV BARAT A TANJUNG GUSTA

DISUSUN
OLEH :
SHINTY TENIA DEWI 22.02.02.072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan proses mengalami penuaan anatomi, fisiologis dan
biokimia pada jaringan organ yang dapa tmempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Fatmah,2010). Pada lanjut usia terjadi
kemunduran fungsi tubuh dimana salah satunya adalah kemunduran fungsi
kerja pembuluh darah. Penyakit yang sering dijumpai pada golongan lansia
yang disebabkan karena kemunduran fungsi kerja pembuluh darah yaitu salah
satunya hipertensi atau tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan
salah satu penyakit degenerative yang mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan suatu penyakit akiba
tmeningkatnya tekanan darah arterial sistemik baik sistolik maupun diastolik
(Arlita, 2014).
Data World Health Organization (WHO) 2015 menunjukkan sekitar 1,13
miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum
obat. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5miliar orang yang terkena hipertensi.
Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi
dan komplikasi.

Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi di


Indonesia sebesar 34,1%. Prevalensi hipertensi di Kalimantan Timur dengan
jumlah penduduk 3.742.194 jiwa pasien yang menderita hipertensi sebesar
29,6% (Riskesdas) tahun 2013. Berdasarkan Kemenkes tahun 2017 Kota
Samarinda memiliki persentase 28,25% dengan hipertensi.

Hipertensi pada lansia bila tidak segera diobati dapat menyebabkan gagal
jantung, stroke dan gagal ginjal (Potter dan Perry, 2005). Faktor yang dapat
mempengaruhi hipertensi ada dua yaitu, faktor yang dapat dikendalikan
seperti obesitas, medikasi, gaya hidup, stress dan faktor yang tidak dapat di
kenali seperti usia, riwayat keluarga, jenis kelamin (Junaedi, E dkk, 2013).

Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada lansia pada Panti Sosial Tresna
Werdha Nirwana Puri berdasarkan SDKI masalah keperawatan yang dapat
terjadi pada pasien dengan hipertensi adalah risiko perfusi miokard tidak
efektif, risiko perfusi renal tidak efektif, risiko perfusi serebral tidak efektif.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat asuhan


keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan komunitas Pada Ny. I
Dengan Masalah Sistem Kardiovaskular : Hipertensi Di Dusun IV Barat A Tj
Gusta”. Dengan pertimbangan banyaknya jumlah penderita hipertensi di
wilayah Dusun III Tj Gusta tidak ditangani dengan tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang diatas, maka rumusan


masalah sebagai berikut : “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Ny. I
Dengan Masalah Sistem Kardiovaskular : Hipertensi Di Dusun IV Barat A Tj
Gusta”.

1.3 Tujuan
Penulis mampu memberikan dan menerapkan asuhan keperawatan lansia
dengan hipertensi secara komprehensif.

1.3.1 Tujuan umum


Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan asuhan keperawatan ini
adalah mampu memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia
dengan hipertensi secara benar.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Melakukan pengkajian pada lansia dengan hipertensi
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia dengan hipertensi
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi.
4. Melakukan tindakan keperawatan pada lansia dengan hipertensi.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada lansia dengan hipertensi
sesuai dengan rencana keperawatan.
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA


2.1.1 Konsep Keluarga
a. Pengertian

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-
istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayahnya dan anaknya, atau ibunya
dan anaknya (Menurut UU nomor 52 tahun, 2009).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang tediri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan.

2.1.2 Tipe Keluarga

Dalam ilmu sosiologi, keluarga memerlukan pelayanan kesehatan yang


berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan
perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar
dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat
kesehatan maka perlu mengetahui bebagai tipe keluarga.
1. Tradisional
a) The Nuclear Family (keluarga inti)

Keluarga terbentuk karena pernikahan, peran sebagai orang tua


atau kelahiran.keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak, baik
dari sebab biologis maupun adopsi.

b) The Dyad Family (keluarga tanpa anak)

Keluarga terdiri suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama
dalam suatu rumah.

c) The Childless Family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk


mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan mengejar
karier / pendidikan yang terjadi pada wanita.
d) Keluarga Adopsi
Keluarga adopsi adalah keluarga yang mengambil tanggung
jawab dalam secara sah dari orang tua kandung ke keluarga yang
menginginkan anak
e) The Extended Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam
satu rumah, seperti nuclear familiy disertai paman, tante, orang tua
(kakek-nenek), keponakan, dan lain-lain.
f) The Single-Parent Family (keluarga orang tua tunggal)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan
anak. Hal ini biasanya terjadi melalui proses perceraian, kematian,
atau karena ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).
g) Commuter Family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu
kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di
luar kota bisa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat
“weekends” atau pada waktu-waktu tertentu.
h) Multigeneration Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah.

i) Kin-Network Family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang
sama. Contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon, dan lain-lain.

j) Blended Family (keluarga campuran)


Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari hasil perkawinan atau dari perkawinan
sebelumnya.
k) Dewasa lajang yang tinggal sendiri
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihan atau perpisahan (separasi), seperti perceraian atau ditinggal
mati.
l) Keluarga Binuklir
Keluarga binuklir merujuk pada bentuk keluarga setelah cerai
dimana anak menjadi anggota dari suatu sistem yang terdiri dari
dua rumah tangga inti, ibu dan ayah dari berbagai macam kerja
sama antara kerduanya serta waktu yang digunakan dalam setiap
rumah tangga.
2. Non Tradisional
Bentuk keluarga non tradisional meliputi bentuk-bentuk keluarga yang
sangat berbeda satu sama lain. Bentuk keluarga non tradisional yang
paling umum saat ini adalah:
a. The Unmaried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari
hubungan tanpa nikah.
b. The Step Parent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commne Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber,
dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama; serta sosialisasi
anak melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
d. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting family (Keluarga kumpul
kebo heterosexual).
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
e. Gay and lesbian families
Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama sebagai
‘marital partners’.
f. Cohabitating Family
Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
g. Group-marrige family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga
bersama, yang saling merasa menikah satu dengan yang lainnya,
berbagi sesuatu termasuk seksual, yang membesarkan anaknya.
h. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan / nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan berang- barang
rumah tangga bersama, pelayanan dan bertangguang jawab
membesarkan anaknya.
i. Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga /
saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.
j. Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi atau problem kesehatan mental.
k. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian,
tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam
kehidupannya.

2.1.3 Tingkat Praktik Keperawatan Keluarga

Tingkat keperawatan keluarga yang dipraktikkan bergantung pada


bagaimana perawat keluarag mengonseptualisasikan keluarga dan berkerja
dengannya. Friedman (2003) menyatakan terdapat lima tingkatan praktik
keperawatan keluarga :

Tingkat I : keluarga sebagai konteks

Ciri dari keluarga sebagai konteks diantaranya :

1. Keperawatan keluarga dikonseptualisasikan sebagai bidang dimana


keluarga dipandang sebagai konteks bagi klien atau anggota keluarga.
2. Asuhan keperawatan berfokus pada individu
3. Keluarga merupakan latar belakang atau fokus sekunder dan individu
bagian terdepan atau fokus primer yang berkaitan pengkajian dan
intervensi.
4. Perawat dapat melibatkan keluarga hingga tingkatan tertentu.
5. Kebanyak area spesialis memandang keluarga sebagai lingkungan
sosial yang krusial dari klien. Dengan demikian, keluarga menjadi
sumber dukungan utama. Ini disebut asuhan berfokus pada keluarga.

Tingkat II : keluarga sebagai penjumlahan anggotanya

1. Keluarga dipandang sebagai kumpulan atau jumlah anggota keluarga


secara individu. Oleh karena itu, perawat diberikan kepada semua
anggota keluarga.
2. Model ini dipraktikkan secara implisit dalam keperawatan kesehatan
komunitas.
3. Dalam ikatan ini, garis depannya adalah masing-masing klien yang
dilihat sebagai unit yang terpisah dari unit yang berinteraksi.
Tingkat III : subsistem keluarga sebagai klien

1. Subsistem keluarga adalah fokus dan penerima pengkajian serta intervensi.


2. Keluarga inti, keluarga besar, dan subsistem keluarga lainnya adalah unit analisi dan
asuhan.
3. Fokus keperawatan adalah hubungan anak dan orang tua, interaksi perkawinan, isu-isu
pemberian keperawatan, dan perhatian (concern) pada bonding attachment.
Tingkat IV : keluarga sebagai klien

1. Keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama pengkajian atau asuhan.
2. Keluarga menjadi bagian depan dan anggota keluarga secara individu sebagai latar
belakang atau konteks.
3. Keluarga dipandang sebagai sistem yang saling berinteraksi.
4. Fokus hubungan dan dinamika keluarga secara internal, fungsi, dan struktur keluarag
sama baik dalam berhubungan dengan subsistem keluarga dalam keseluruhan dan
dengan lingkungan luarnya.
5. Sistem keperewatan keluarga menggunakan pengkajian klinik lanjut (advanced) dan
keterampilan intervensi berdasarkan integrasi keperawatan, terapi keluarga, dan teori
sistem.
Tingkat V : keluarga sebagai komponen sosial

Pada tingkatan ini, keluarga digambarkan sebagai salah satu bagian (subsistem) dari sistem
yang lebih besar, yaitu komunitas (sosial). Keluarga di pandang sebagai salah satu lembaga
dasar dimasyarakat, seperti lembaga pendidikan, kesejahteraan, atau agama.

2.1.4 Struktur Keluarga

Salah satu pendekatan dalam keluarga adalah pendekatan struktural fungsional. Struktus
keluarga menyatakan bagaimana keluarga disusun atau bagaimana unit-unit ditata dan
saling terkait satu sama lain. Beberapa ahli meletakan strutur pada bentu/tipe keluarga,
namun ada juga yang memandang struktur keluarga menggambarkan subsistem-
subsistemnya sebagai dimensi.
Struktur keluaraga menurut Friedman (2003)
A. Pola dan proses komunikasi

Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk


menciptakan dan ngungkapkan pengertian dalam keluarga. Komunikasi yang jelas
dan fungsional dalam keluarga merupakan sarana penting untuk mengembangkan
makna diri. Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal
ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi,
seperti : sender, channel-media, massage, environment, dan receinver.
Komunikasi didalam keluarga berfungsi adalah:

1. Karakteristik pengirim yang berfungsi :

Karakteristik yang berfungsi ketika menyampaikan pendapat, pendapat yang


disampaikan jelas dan berkualitas, meminta feedback dan mau menerima
feedback.

2. Pengirim yang tidak berfungsi adalah :

a. Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan dasar/data yang


objektif )
b. Ekspresi yang tidak jelas : contoh marah yang tidak diikuti ekpresi wajahnya.
c. Jugmental expression, yaitu ucapan yang memutuskan/menyatakan susuatu
yang tidak didasari pertimbangan yang matang.
d. Tidak mampu mengemukkan kebutuhan
e. Komunikasi yang tidak sesuai.
3. Karakteristik penerima yang berfungsi
a. Mendengar
b. Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengalaman)
c. Memvalidasi
4. Menerima yang tidak berfungsi
a. Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar
b. Diskualifikasi
c. Offensive (menyerang bersifat negatif)
d. Kurang mengeplorasi (miskomunikasi)
e. Kurang memvalidasi
5. Komunikasi fungsional
Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci keberhasilan keluarga.
Komunikasi yang jelas dan fungsional dalam keluarga merupakan proses dua arah
yang dinamis sehingga tercipta interaksi fungsional.
a. Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira.
b. Komunikasi terbuka dan jujur
c. Hierarki kekuatan dan peraturan keluarga
d. Konflik keluarga dan penyelesaian
6. Pola komunikasi didalam keluarga yang tidak berfungsi adalah:
a. Fokus pembicaraan hanya kepada seseorang tertentu
b. Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi
c. Kurang empati
d. Selalu mengulangi isu dan pemdapat sendiri
e. Tidak mampu memfokuskan pada satu isu
f. Komunikasi tertutup
g. Bersifat negatif
h. Mengembangkan gosip

2.1.5 Struktur Kekuatan

Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan (potensial/aktual) dari individu untuk


mengontrol atau memengaruhi atau mengubah perilaku orang lain (anggota keluarganya) .
Beberapa macam struktur kekuatan :
a. Legitimate power/authorty (hak untuk mengontrol) seperti orang tua terhadap
anak
Referent power (seseorang yang ditiru)
b. Resource or oxpert power (pendapat, ahli, dan lain)
c. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima)
d. Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya)
e. Information power (pengaruh yang dilalui melalui persuasu)
f. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui menipulasi dengan cinta kasih,
misalnya hubungan sexual).

2.1.6 Struktur Peran

Peran menunjukkan pada beberapa set perilaku yang bersifat homogen dalam situasi
sosial tertentu. Peran lahir dari hasil interaksi sosial. Peran biasanya menyangkut posisi
dan posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial
tertentu.

a. Peran-peran formal dalam keluarga

Peran formal berkaitan dengan posisi formal keluarga, bersifat homogen. Peran formal
yang standar dalam keluarga, antara lain: pencari nafkah, ibu rumah tangga, pengasuh
anak, supir, tukang renovasi rumah, tukang masak, dan lain-lain. Jika dalam keluarga
hanya terdapat sedikit orang untuk memenuhi peran tersebut, maka anggota keluarga
berkesempatan untuk memerankan beberapa peran dalm waktu yang berbeda.
1. Peran parental dan perkawinan
2. Peran-peran dalam keluarga
3. Peran seksual perkawinan
4. Peran ikatan keluarga atau kinkeeping
5. Peran kakek/nenek

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing yang antaranya :


a) Ayah

Ayah sebagai pimpinan keluarga mempunyai peran sabagai pencari nafkah,


pendidikan, pelindung, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga, dan
sebagai anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
b) Ibu

Ibu sebagi pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung
keluarga, dan sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai anggota
masyarakat atau kelompok tertentu.
c) Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik,


mental, sosial, dan spiritual.
b. Peran-peran informal keluarga

Peran-peran informal keluarga (peran tertutup) biasanya bersifat implisit, tidak tampak
permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional atau untuk
menjaga keseimbangan keluarga.

2.1.7 Struktur Nilai


Nilai adalah sistem ide-ide, sikap, dan kenyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu, sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada
lingkungan sosial tertentu. Sistem nilai dikeluarga dia anggap sangat memengaruhi nilai-
nilai masyarakat. Sebuah nilai keluarga akan membentuk pola tingkah laku dalam
menghadapi masalah yang dialami keluarga. Keyakinan dan nilai ini akan menentukan
bagaimana keluarga mengatasi masalah kesehatan dan stresor-stresor lain.

2.1.8 Fungsi Keluarga

Struktur dan fungsi merupakan hubungan yang dekat dan adanya interaksi yang terus-
menerus antara yang satu dengan yang lainnya. Struktur didasari oleh organisasi
(keanggotaan dan pola hubungan yang terus menerus).
Fungsi keluaraga menurut Friedman (2003)

1. Fungsi efektif dan koping : keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota,


membantu anggota dalam membentuk identitas, dan mempertahankan saat terjadi
stress.
2. Fungsi sosialisasi : keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan
mekanisme kopig; memberikan feedback dan memberikan petunjuk dalam
penyelesaian masalah.
3. Fungsi reproduksi : keluarga melahirkan anaknya.
4. Fungsi ekonomi : keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarga dan
kepentingan di masyarakat.
5. Fungsi pemeliharaan kesehatan : keluarga memberikan keamanan dan kenyamanan
lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbungan, perkebangan, dan istirahat juga
penyembuhan dari sakit.
2.1.9 Stres dan koping keluarga

Secara terus menerus, keluarga dihadapkan pada perubaha. Stimulus untuk perubahan ini
datang dari luar dan dalam. Stimulus ini disebut dengan stresor. Stresor merupakan agen
pencetus stres atau penyebab yang mengaktifkan stres, seperti kejadian-kejadian dalam
hidup yang cukup serius (lingkungan, ekonomi, sosial budaya) yang menimbulkan
perubahan dalam sistem keluarga (Hill dalam Friedman, 2003).
Ada tiga strategi untuk adaptasi menurut White dalam Friedman (2003), yaitu :
1. Mekanisme pertahanan
Mekanisme pertahanan merupakan cara-cara yang dipelajari, kebiasaan otomatis
untuk berespon yang bertujuan untuk menghindari masalah-masalah yang dimiliki
stresor dan biasanya digunakan apabila tidak ada penyelesaian yang jelas dalam
keluarga.
2. Strategi koping
Strategi koping merupakan perilaku koping atau upaya-upaya koping dan merupakan
strategi yang positif, aktif, serta khusus untuk masalah yang disesuaikan untuk
penyelesaian suatu masalah yang dihadapi keluarga.
3. Penguasaan
Penguasaan merupakan strategi adaptasi yang paling positif karena keadaan koping
benar-benar di atasi sebagai hasil dari upaya-upaya koping yang efektif dan
dipraktikkan dengan baik yang didasarkan pada kompetensi keluarga.
2.1.10 Perkembangan Keluarga
Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas atau fungsi keluarga agar dapat melalui
tahap tersebut dengan sukses. Tiap individu mempunyai tugas-tugas perkembangan
yang harus mereka capai agar mereka merasa puas selama tahap perkembangan dan
agar mereka mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil. Setiap tahap
perkembangan keluarga pun punya tugas-tugas perkembangan yang spesifik. Tugas
perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai oleh keluarga
selama setiap tahap perkembangan sehingga dapat memenuhi:
1. Kebutuhan biologis keluarga
2. Imperatif budaya keluarga
3. Aspirasi serta nilai-nilai keluarga.

Tahap I : pasangan baru menikah (begining family)

Tahap perkembangan keluarga dengan pasangan beru menikah berawal dari perkawinan
sepasang anak adam menandai bermulanya sebuah keluarga baru. Keluarga yang menikah
atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang kehubungan baru yang
intim. Masing-masing belajar hidup bersama serta baradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, dan sebagainya.
Tugas perkembangan tahap ini diantaranya :
a) Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan

Pada saat dua orang diikat dalam ikatan pernikahan, perhatian awal mereka adalah
menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Pasangan harus saling menyesuaikan
diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat rutinitas. Misalnya, mereka harus
mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi, membersihkan rumah,
menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi, dan sebagainya.namun banyak
pasangan mangalami masalah-masalah penyesuaian seksual, sering kali disebabkan oleh
ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan kekecewaan dan harapan-
harapan yang tidak realistis.
b) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial
Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis (membina hubungan dengan
keluarga pasangan, mertua, saudara ipar, dan lain-lain). Bersamaan dengan itu, mereka
menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu menjadi anggota keluarga dari keluarga asal
masing-masing, pada saat yang sama keluarga mereka sendiri baru saja terbentuk.
Pasangan tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari keluarga asal mereka
dan mengupayakan berbagai hubungan dengan orang tua mereka, sanak saudara, dan
dengan ipar-ipar mereka karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk kepentingan
hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangan tersebut, hal ini menuntut pembentukan
hubungan baru dengan setiap orang tua masing-masing, yaitu hubungan yang tidak
hanya memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang
melindungi pasangan baru tersebut daricampur tangan pihak luar yang mungkin dapat
merusak kesejahteraan perkawinan yang bahagia.
c) Mendiskusikan rencana mempunyai anak (menjadi orang tua) keingina untuk memiliki
anak dan menentuan waktu untuk hamil merupaka suatu keputusan keluarga yang sangat
penting. Dalam friedman 2003 menekankan pentingnya pertimbangan semua rencana
kehamilan keluarga ketika seseorang bekerja dibidang keperawtan maternitas. Tipe
keprawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai subuah unit selama masa prenatal
sangat memengaruhi kemampuan keluarga dalam mengatasi perubahan-perubahan yang
luar biasa secara efektif setelah kelahiran bayi.
Masalah yang terjadi pada tahap ini:

Masalah-masalah utama yang terjadi pada tahap ini adalah penyesuaian seksuan dan
peran perkawinan, penyuluhan dan konseling keluarga berencana, penyuluhan dan
konseling prenatal dan komunikasi. Kurangnya informasi sering kali mengakibatkan
masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang tidak
direncanakan, dan penyakit-penyakit kehamilan sebelum ataupun sesudah perkawinan.

Tahap II : keluarga “ child-bearing” (kelahiran anak pertama) Tahap kedua dimulai dengan
kelahiran anak pertama berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan. Kedatangan bayi
dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi anggota keluarga dan setiap
kumpulan hubungan. kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan suami
istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting diantaranya.
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarag : peran, interaksi, hubungan
seksual, dan kegiatan
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan pasangan.
Masalah yang terjadi pada tahap ini:
Suami merasa diabaikan oleh sang istri. Kelahiran bayi pertama memberi
perubahan yang besar dalam keluarga sehingga pasangan harus beradaptasi
dengan perannya dalam memenuhi kebutuhan bayi. Pada tahap ini, ditandai
dengan kelahiran bayi, pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua
pasangan tertuju pada bayi. Masalah kedua adalah sering terjadi peningkatan
perselisihan dan argumentasi antara suami dan istri serta terjadinya interupsi yang
kontiyu (begitu lelah sepanjang waktu). Peran utama perawat keluarga adalah
mengkaji peran orang tua; bagaimana orang tua berinteraksi dan merawat bayi
serta bagaimana bayi merespon.

Tahap III : keluarga dengan anak prasekolah

Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak usia
5 tahun. Pada tahap ini, keluarga tumbuh dengan baik dalam jumlah serta kompleksitas
fungsi dan permasalahan. Tugas perkembangan pada tahap anak prasekolah yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan
rasa aman.
2. Membantu anak bersosialisasi.
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga
harus dipenuhi.
4. Memepertahankan hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga (keluarga
lain dan lingkungan sekitar).
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak.

Penambahan jumlah anggota keluarga dapat memicu timbulnya perubahan peran,


ketegangan peran, serta konflik peran antara suami dan istri akibat tugas sehingga dapat
mengancam stabilitas perkawinan. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulus
perkembangan individu anak, khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan anak
pada fase ini tercapai.
Permasalah yang dapat timbul pada tahap ini adalah :

a. Kecelakaan pada anak yang terjadi di dalam rumah


b. Frustasi atau konflik peran orang tua sehingga timbul sikap proteksi dan disiplin yang
berlebih dapat menghambat kreativitas anak.
c. Frustasi terhadap prilaku anak atau permasalahan laian dalam keluarga yang memicu
tindakan kekerasan pada anak (child abuse).
d. Terjadinya kegagalan peran sehingga menyebabkan orang tua menolak berpartisipasi
dalam peran pengasuh anak sehingga terjadi penelantaran pada anak.
e. Masalah kesulitan makan pada anak.
f. Masalah kecemburuan dan persaingan antar anak.

Tahap IV : keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12
tahun. Pada fase ini, umumnya keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal
sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki
aktivitas dan minat sendiri.
Tugas perkembangan keluarga dengan anak sekolah

1. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah, dan lingkungan termasuk meningkatkan


prestasi anak sekolah dan mengembangan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.
2. Mempertahankan keintiman dengan pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat kesehatan anggota
keluarga.
Pada tahap ini orang tua perlu belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak
untuk bersosialisasi, baik aktivitas disekolah maupun diluar sekolah.

Masalah yang terjadi pada tahap ini:


Selama tahap ini orang tua merasakan tekanan yang luar biasa dari komunitas diluar rumah
melalui sistem sekolah dan berbagai sosiasi diluar keluarga yang mengharuskan anak-anak
mereka menyesuaikan diri dengan standar-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung
memengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih menekankan nilai-nilai
tradisional pencapaian dan produktivitas.
Selain itu resiko gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran lingkungan dari berbagai
proses kegiatan pembangunan makin meningkat, misalnya makin meluas gangguan akibat
paparan asap, emisi gas buang sarana transportasi, kebisisngan, limbah industri dan rumah
tangga serta gangguan kesehatan akibat bencana.
Tahap V : keluarga dengan anak remaja

Periode remaja dianggap penting karena terjadi perubahan fisik yang diikuti dengan
perkembangan mental yang cepat tak jarang, perkembangan mental pada remaja yang
merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa menimbulkan dampak negatif pada
mental anak remaja sehingga diperlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai
dan minat baru tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir dengan 6-
7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga
ini adalah melepas anak remaja dan menberi tanggung jawab pada tahap-tahap sebelumnya.
Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja

1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang
sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya.
2. Mempertahankan hubungan intim dala keluarga.
3. Memperthankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, menghindari perdebatan,
permusuhan, dan kecurigaan.
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.

Ini merupakan tahap paling sulit karena oorang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab (mempunyai otoritas terhadap dirinya
sendiri yang berkaitan dengan peran dan fungsinya). Sering kali muncul konflik antara
orang tua dan remaja karena anak menginginkan kebebasan untuk melakukan aktivitas
sementara orang tua mempunyai hak untuk mengontrol aktivitas. Dalam hal ini orang tua
perlu menciptakan komunikasi yang terbuka, menghindari kecurigaan permusuhan
sehingga hubungan orang tua dan remaja tetap harmonis.

Tahap VI : keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)

Tahap ini dimulai pada saat terakhir kali meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir. Lamanya tahap ini tergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak
yang belom berkeluaga tetap tinggal bersama orang tua. Tahap utama pada tahap ini adalah
mengorganisasian kembali keluarga melepas anak untuk hidup sendiri.
Tugas perkembangan keluarga dengan anak dewasa :
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2. Memepertahankan keintiman pasangan
3. Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit atau memasuki masa tua
4. Membantu anak untuk mandiri dimasyarakat
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

Keluarga mempersiapkan anak yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap
membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Pada saat anak semua meninggalkan rrumah,
pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri seperti fasse awal. Orang
tua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa “kosang” karena anak-
anak sudah tidak tinggal serumah lagi. Untuk mengatasi masalah keadaan ini, orang tua
perlu melakukan aktivitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap
memelihara hubungan dengan baik.

Tahap VII : keluarga usia pertengahan

Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir kali meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dirasakan sulit
karena masalah lanjut usia, perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal menjadi orang tua.
Tugas perkembangan keluarga dengan usia pertengahan :

1. Mempertahankan kesehatan
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak
3. Meningkatkan keakraban pasangan

Setelah semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan suami istri fokus untuk
mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktivitas : pola hidup yang sehat, diet
seimbang, olahraga rutin, menikmati hidup, dan pekerjaan, dan sebagainya. Pasangan juga
mempertahankan hubungan dengan teman sebaya dan keluarga anaknya dengan cara
mengadakan pertemuan keluarga antar generasi (anak dan cucu) sehingga pasangan dapat
merasakan kebahagian sebagai kakek nenek.

Tahap VIII : keluarga usia lanjut


Tahap terakhir perkembangan keluarga lanjut ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal. Proses lanjut usia
dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena berbagai stresor dan
kehilangan yang dialami keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan,
kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan, serta perasaan menurunnya
produktivitas dan fungsi kesehatan.

Tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut

1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.


2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan masyarakat sosial.

2.1.11 Kesejahteraan Keluarga

Berbagai definisi yang berkaitan dengan keluarga

a. Keluarga sejahtera

Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasakan perkawinan yang sah,
maupun memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa, memiliki hubungan yang sama, selaras, dan seimbang
antar anggota keluarga denga masyarakat dan lingkungan

b. Keluarga berencana
Upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hal reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

c. Keluarga berkualitas
Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang
sah dan bercirikan sejahtera, seha, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan kedepan, bertanjung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada tuhan yang
maha esa.
d. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga
Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki
keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisi materil guna hidup
mandiri serta mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam
meningkatkan kesejahteraan kebahagian lahir dan batin.

2.2 Konsep Dasar Lansia


2.2.1 Definisi
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang menyebabkan
penyakit degenerative misal, hipertensi, arterioklerosis, diabetes mellitus dan
kanker (Nurrahmani, 2012).
2.2.2 Batasan Lansia
Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia
meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun.
3. Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahun.
4. Lansia sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun.
2.2.3 Klasifikasi Lansia
Depkes RI (2003) mengklasifikasi lansia dalam kategori berikut :
1. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berada pada usia antara 45-59 tahun.
2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun lebih.
3. Lansia yang beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang memiliki masalah
kesehatan.
4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
melakukan kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa mencari nafkah
sehingga dalam kehidupannya bergantung pada orang lain.
2.2.4 Kebutuhan Dasar Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu kebutuhan
makan, perlindungan makan, perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan
sosial dalam mengadakan hubunagan dengan orang lain, hubungan antar pribadi
dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-organisasi
sosial, dengan penjelasan sebagai berikut :
2.2.4.1 Kebutuhan Utama, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi, seksual,
pakaian, perumahan/tempat berteduh
2. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai
3. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan
4. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari orang
lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri, serta status yang
jelas
5. Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan
orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan
organisasi sosial
2.2.4.2 Kebutuahn Sekunder, yaitu :
1. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
2. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi
3. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informai dan pengetahuan
4. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan
hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan di masyarakat dan
Negara atau pemerintah
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami makna
akan keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal yang tidak
diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian.
2.2.5 Hipertensi Pada Lansia
Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan
sistolik. Sedangkan mnurut WHO memakai tekanan diastolik tekanan yang lebih
tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi
sejalan dengan bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh
darah kaku, sebagai peningkatan pembuluh darah sistolik.

2.3 Konsep Hipertensi


2.3.1 Definisi
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi
menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit
saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar
resikonya (Sylvia A. Price, 2015).

Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan hipertensi ini
merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri atau tekanan systole
> 140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg. Secara umum, hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di
dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

2.3.2 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Hipertensi Esensial atau Primer
Menurut Lewis (2000) hipertensi primer adalah suatu kondisi hipertensi dimana
penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan. Kurang lebih 90%
penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong
hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-50 tahun. Pada
hipertensi primer tidak ditemukan penyakit renovakuler, aldosteronism,
pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan penyakit lainnya. Genetik dan ras
merupakan bagian yang menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer,
termasuk faktor lain yang diantaranya adalah faktor stress, intake alkohol
moderat, merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup.

2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara
lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
2.3.3 Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko hipertensi terbagi dalam 2 kelompok yaitu faktor yang tidak
dapat diubah dan faktor yang dapat diubah :
1. Factor yang dapat diubah
a. Gaya hidup modern
Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya hidup masa kini
menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi ini memicu berbagai penyakit
seperti sakit kepala, sulit tidur, gastritis, jantung dan hipertensi. Gaya hidup
modern cenderung membuat berkurangnya aktivitas fisik (olah raga).
Konsumsi alkohol tinggi, minum kopi, merokok. Semua perilaku tersebut
merupakan memicu naiknya tekanan darah.

b. Pola makan tidak sehat


Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan dan
mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan, tekanan darah
akan meningkat akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume
darah. Kelebihan natrium diakibatkan dari kebiasaan menyantap makanan
instan yang telah menggantikan bahan makanan yang segar. Gaya hidup
serba cepat menuntut segala sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi
makanan. Padahal makanan instan cenderung menggunakan zat pengawet
seperti natrium berzoate dan penyedap rasa seperti monosodium glutamate
(MSG). Jenis makanan yang mengandung zat tersebut apabila dikonsumsi
secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena
adanya natrium yang berlebihan di dalam tubuh.

c. Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat membuangnya
melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat, karena kurang minum air
putih, berat badan berlebihan, kurang gerak atau ada keturunan hipertensi
maupun diabetes mellitus. Berat badan yang berlebih akan membuat
aktifitas fisik menjadi berkurang. Akibatnya jantung bekerja lebih keras
untuk memompa darah.Obesitas dapat ditentukan dari hasil indeks massa
tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status
gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa
berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak,
remaja, ibu hamil dan olahragawan (Supariasa, 2012).

2. Factor yang tidak dapat diubah


a. Genetic
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
Potassium terhadap Sodium, individu dengan orang tua yang menderita
hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar daripada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggraini dkk, 2009).

b. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah usia
seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat. Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–
perubahan pada, elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (Smeltzer, 2009).

c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan tetapi
wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya lebih terlindung
daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang belum menopause
dilindungi oleh oleh hormone estrogen yang berperan meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis yang dapat menyebabkan hipertensi (Price & Wilson, 2006).

2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu
dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin.

Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian


diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk
pertimbangan gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
( Brunner & Suddarth, 2002 ).

2.2.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epitaksis
h. Kesadaran menurun
Menurut Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intracranial. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala lain yang umumnya
terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

2.2.6 Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala
secara tiba-tiba, seperti orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti
orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan
(misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara
jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.

2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi
kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).

3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya membrane glomerulus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membrane
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid
plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik.

4. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat
untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung kiri
sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot jantung kiri
disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.

5. Kerusakan pada mata


Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah dan saraf pada mata.
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan


2.4.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum tinggal di
panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan sebelumnya, pendidikan
terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan penanggung jawab.

2. Riwayat keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan,
dan anak-anak).
3. Riwayat pekerjaan
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan
sumbersumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
4. Riwayat lingkungan hidup
Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di
rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
5. Riwayat rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan.
6. Sumber/system pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat atau klinik.
7. Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia dengan
hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun aktivitas
sebelum tidur.
8. Status kesehatan saat ini
Meliputi : status kesehatan umum selama stahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan utama, serta
pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.

9. Obat-obatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas
nama dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep.
10. Status imunisasi
Mengkaji status imunisasi klien pada waktu dahulu.
11. Nutrisi
Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan minum, pola konsumsi
makanan dan riwayat peningkatan berat badan. Biasanya pasien dengan
hipertensi perlu memenuhi kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein,
mineral, air, lemak, dan serat. Tetapi diet rendah garam juga berfungsi untuk
mengontrol tekanan darah pada klien.
12. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari
suatu penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan perkusi.
Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan bentuk kepala,
penyebaran rambut, warna rambut, struktur wajah, warna kulit, kelengkapan
dan kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera,
pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung, lubang
hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai ukuran telinga, ketegangan
telinga, kebersihan lubang telinga, ketajaman pendengaran, keadaan bibir, gusi
dan gigi, keadaan lidah, palatum dan orofaring, posisi trakea, tiroid, kelenjar
limfe, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla mammae menonjol atau
tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada
putting susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, pembesaran kelenjar getah
bening, kemudian disertai dengan pengkajian nyeri tekan).

Pada pemeriksaan thoraks meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(bentuk dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian
vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan
auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara nafas tambahan).
Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada
tidaknya pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung
untuk mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi
jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna
kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus
dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan,
benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran hepar dan lien) dan perkusi
(penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus uretra, anus
serta perineum terdapat kelainan atau tidak. Pada pemeriksaan muskuloskletal
meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara
berjalan. Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna,
turgor kulit, tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat
lesi atau tidak. Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan
kesadaran (GCS), pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan
sensorik, serta pemeriksaan reflex.

2. Pengkajian Psikososial dan Spiritual

a). Psikososial

Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan- harapan klien dalam melakukan sosialisasi

b).Identifikasi masalah emosional seperti: kesulitan tidur, merasa gelisah,


murung dan menangis, kuatir banyak pikira,masalah dengan keluarga,
menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter, mengurung diri,
jiak lebih dari atau sama 1 jawaban “ya” memiliki Masalah Emosional
Positif (+)

3. Pengkajian Fungsional Klien (INDEKS KATZ)


Mengamati kemandirian dalam makan, kontinensia (BAB/BAK),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi apakah
mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas, atau mandiri
kecuali mandi dan salah satu fungsi lain, mandiri kecuali mandi,
berpakaian dan salah satu fungsi diatas, mandiri kecuali mandi,
berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain, mandiri kecuali
mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain atau
ketergantungan untuk semua fungsi dengan catatan Mandiri berarti tanpa
pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain, seseorang
yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu Modifikasi Dari Barthel Indeks.

4. Pengkajian Status Mental

a) Identifikasi tingkat intelektual dengan short portable mental status


questioner (SPSMQ)

b) Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan


MMSE (Mini Mental Status Exam)

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis : peningkatan
tekanan vaskuler serebral

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Hari/
Dx Kep Intervensi
Tanggal
Nyeri berhubungan dengan agen 1.1 Kaji nyeri secara komprehensif
pencidera fisiologis : meliputi lokasi,
peningkatan tekanan vaskuler karakteristik,
serebral durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1.2 Observasi reaki nonverbal dan
ketidaknyamanan
1.3 Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri
1.4 Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi :
teknik relaksasi progresif
1.5 Berikan analgetik sesuai anjuran
1.6 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
1.7 Cek instruksi dokter tentang jenis, obat, dosis
dan frekuensi

2.4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang
telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus
dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya.
Dengan demikian rencana yang telah ditentukan tercapai.
2.4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses mulai dari pengkajian,
diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai