Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yag terdepan dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Keluarga sebagai sistem yang
berinteraksi dan merupakan unit utama yang menyangkut kehidupan masyarakat.
Keluarga menempati posisi antara individu dan masyarakat. Masalah yang dialami
anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Untuk
meningkatan kesehatan individu atau keluarga maka dapat ditunjang dengan adanya
pendidikan kesehatan, yang bisa di dapat dari tenaga kesehatan.
Pendidikan kesehatan merupakan upaya penyampaian pesan terhadap
tingkatan yang memiliki tujuan akhir terjadinya perilaku. Pendidikan kesehatan juga
akan efektif jika diberikan kepada keluarga secara langsung. Karena keluarga
sebagai guru terbaik yang lebih sering menemani saat dirumah (Dewi, 2015).
Pengkajian yang dilakukan pada keluarga Tn.S yang berada pada tahap
perkembangan keluarga dengan anak sekolah didapatkan hasil bahwa klien
mempunyai keluhan hipertensi. Berdasarkan keterangan yang didapatkan dari klien,
sulit untuk mengontrol gaya hidupnya, seperti merokok dan minum kopi. Oleh karena
itu, diperlukan adanya upaya promotif dalam mengelola tekanan darah pada Tn. S.
Hasil pemeriksaan tekanan darah pada Tn.S menunjukkan hasil tekanan
darah yang tinggi, yaitu 150/90 mmHg. Tn.S mengatakan bahwa ia jarang melakukan
pemeriksaan atau kontrol tekanan darah ke pelayanan kesehatan. Klien akan pergi
ke puskesmas jika merasa kepala sangat sakit. Berdasarkan hasil wawancara, Tn.S
mengatakan bahwa sehari-harinya beliau minum kopi 2-4 gelas setiap hari, dan
merokok serta merasa kondisi tubuhnya baik-baik saja.
Perawat sebagai profesional kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan
upaya promotif-preventif dan mengupayakan perkembangan kesehatan keluarga
dengan menggunakan program pendidikan dan kesehatan untuk mengatasi
kerentanan yang membahayakan. Oleh karena itu, sangat penting bagi perawat
untuk melakukan praktik pendidikan kesehatan keluarga sebagai upaya promotif dan
preventif untuk mendukung kesehatan keluarga menjadi lebih baik.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan keluarga pada keluarga
dengan anak usia sekolah.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan keluarga dengan anak usia
sekolah.
b. Mengetahui dan memahami pengetahuan keluarga tentang manajemen
tekanan darah.
c. Mengetahui dan memahami pentingnya pemeriksaan tekanan darah secara
rutin ke pelayanan kesehatan
d. Mengetahui dan memahami etiologi atau faktor pencetus masalah kesehatan
dalam keluarga.
e. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi.
f. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan keluarga dengan hipertensi.

1.3 Manfaat
a. Sebagai sumber infomasi bagi keluarga dengan lansia
b. Sebagai sumber informasi bagi keluarga dengan anggota keluarga hipertensi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga


2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Departemen Kesehatan RI, 1988).
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial dari tiap anggota (Sudhiarto, 2007).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang
bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam
satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan
menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Mubarak, 2012).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
keluarga adalah terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga biasanya hidup bersama
atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain, keluarga
berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial
(suami, istri, anak, kakak dan adik) dan mempunyai tujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan
sosial anggota.

2.1.2 Tipe Keluarga


Dalam (Sri Setyowati, 2007) tipe keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Tipe Keluarga Tradisional:
a. The nuclear family (keluarga inti): Keluarga yang terdiri dari suami, istri
dan anak.
b. The dyad family: keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak)
yang hidup bersama dalam satu rumah.
c. Keluarga usila: keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua
dengan anak sudah memisahkan diri.

3
d. The childless family: keluarga tanpa anak karena terlambat menikah
dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan
karena mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The extended family (keluarga luas/besar): keluarga yang terdiri dari
tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear
family disertai : paman, tante, orang tua (kakak-nenek), keponakan,
dll).
f. The single-parent family (keluarga duda/janda): keluarga yang terdiri
dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi
biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan
(menyalahi hukum pernikahan).
g. Commuter family: kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda,
tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua
yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada
saat akhir pekan (week-end).
h. Multigenerational family: keluarga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i. Kin-network: beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah
atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon,
dll).
j. Blended family: keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang
menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan
sebelumnya.
k. The single adult living alone / single-adult family: keluarga yang terdiri
dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau
perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati.

2. Tipe Keluarga Non-Tradisional


a. The unmarried teenage mother: keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family: keluarga dengan orangtua tiri.
c. Commune family: beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya)
yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama,
sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan
anak bersama.

4
d. The nonmarital heterosexual cohabiting family: keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Gay and lesbian families: seseorang yang mempunyai persamaan sex
hidup bersama sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners).
f. Cohabitating couple: orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group-marriage family: beberapa orang dewasa yang menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah
satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan
membesarkan anaknya.
h. Group network family: keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-
nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan
barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung
jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family: keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya.
j. Homeless family: keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang
dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan
mental.
k. Gang: sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam
kehidupannya.

2.1.3 Tahap Perkembangan Keluarga


Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara
unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama
(Friedman, 1998):
1. Pasangan Baru (Keluarga Baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan
perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing:
a. Membina hubungan intim yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial

5
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak

2. Keluarga child-bearing (Kelahiran Anak Pertama)


Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi
kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30
bulan:
a. Persiapan menjadi orang tua.
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,
hubungan sexual dan kegiatan keluarga.
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

3. Keluarga dengan Anak Pra-sekolah


Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun:
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi.
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan
anak yang lain juga harus terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di
luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang
paling repot).
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.

4. Keluarga dengan Anak Sekolah


Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk:
a. Membantu sosialisasi anak: tetangga, sekolah dan lingkungan
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota
keluarga

6
5. Keluarga dengan Anak Remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan
rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan
memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa:
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,
mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat
otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua.
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga

6. Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan)


Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini
tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang
belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua:
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga

7. Keluarga Usia Pertengahan


Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal:
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya
dan anak-anak
c. Meningkatkan keakraban pasangan

7
8. Keluarga Usia Lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah
satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal
damapi keduanya meninggal:
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik dan pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
e. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).

2.1.4 Keluarga Sebagai Unit Keperawatan


Alasan keluarga sebagai unit pelayanan (Friedman, 1998) adalah
sebagai berikut:
1. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang
menyangkut kehidupan masyarakat.
2. Keluarga sebagai suatu dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan
atau memperbaiki masalah – masalah dalam kelompoknya.
3. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan apabila
salah satu angota keluarganya mempunyai masalah kesehatan akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain.
4. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien)
keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara
kesehatan anggota keluarganya yang menderita hipertensi.
5. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah dalam upaya
kesehatan bagi anggota keluarga yang menderita sakit hipertensi.

2.1.5 Peran Perawat Keluarga


Dalam (Setiadi, 2008) memberikan asuhan keperawatan kesehatan
keluarga ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara
lain:
a. Pemberian asuhan keperwatan kepada anggota keluarga.
b. Pengenal/pengamat masalah dan kebutuhan kesehatan keluarga.
c. Koordinator pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan keluarga.
d. Fasilitator menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau.
e. Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidikan untuk
merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat.

8
f. Penyuluh dan konsultan, perawat dapat berperan memberikan petunjuk
tentang Asuhan Keperawatan dasar terhadap keluarga disamping
menjadi penasehat dalam mengatasi masalah-masalah perawatan
keluarga.

2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun
luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila
memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik
merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang
merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (American
Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013).

Gb. Klasifikasi Hipertensi

2.2.2 Tanda dan Gejala Hipertensi


 Nyeri kepala, pusing
 Kelelalahan, lemas
 Rasa berat di tengkuk
 Sesak nafas
 Kesemutan
 Mata berkunang-kunang
 Mimisan
 Gangguan tidur

9
2.2.3 Penyebab Hipertensi
 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau
variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons
terhadap stress psikososial dll ƒ
 Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
 Asupan natrium (garam) berlebihan ƒ
 Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium ƒ
 Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya
produksi angiotensin II dan aldosteron ƒ
 Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik ƒ
 Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi
tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal ƒ
 Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada
pembuluh darah kecil di ginjal ƒ
 Diabetes mellitus ƒ
 Resistensi insulin ƒ
 Obesitas ƒ
 Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
 Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung,
karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular (Vasan RS et al,
2001)ƒ

2.2.4 Komplikasi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak


endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi
termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan
pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner
(infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila
penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka
akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan
hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit
koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Dosh SA, 2001).

10
2.2.5 Faktor Resiko
 Faktor resiko mayor Hipertensi
Merokok Obesitas (BMI ≥30), Immobilitas, Dislipidemia, Diabetes
mellitus Mikroalbuminuria atau perkiraan GFR55 tahun untuk laki-laki, >65
tahun untuk perempuan), Riwayat keluarga untuk penyakit kardiovaskular
prematur (laki-laki <55 tahun atau perempuan <65 tahun) (Dosh SA. 2001)

2.2.6 Penatalaksanaan
1. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan
tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam
menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang
menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,
maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang
harus dijalani setidaknya selama 4–6 bulan. Bila setelah jangka waktu
tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan
atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi. Beberapa pola hidup sehat
yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan
manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti
menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan
lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah.
Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada
makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya.
Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi
dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan
tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk
berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

11
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per
hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti
berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok
merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan
pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok (American
Society of Hypertension and the International Society of Hypertension,
2013).

2. Farmakologis
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan
darah setelah >6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien
dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi
yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi
efek samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat
mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritme
tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines
memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum (American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension, 2013).

12
2.2.7 Diet Hipertensi
1. Tujuan diet
 Membantu menurunkan tekanan darah
 Membantu menghilangkan penimbunan cairan dalam tubuh atau
edema atau bengkak
2. Syarat diet
 Makanan beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang
 Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita
 Jumlah garam disesuaikan dengan berat ringanya penyakit dan obat
yang diberikan.
3. Cara mengatur diet
 Rasa tawar dapat diperbaiki dengan menambah gula merah, gula
pasir, bawang putih, jahe, kencur, salam dan bumbu lain yang tidak
mengandung atau sedikit garam
 Makanan lebih enak ditumis, digoreng, dipanggang walaupun tanpa
garam
 Bubuhkan garam saat diatas meja makan, gunakan garam beryodium
tidak lebih dari setengah sendok teh perhari
 Dapat menggunakan garam rendah natrium (Kementrian Kesehatan
RI, 2011)

13

Anda mungkin juga menyukai