Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Lansia
2.1.1 Definisi
Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60
tahun dan masih hidup. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999 dalam Wijayanti,
2008). Menurut WHO, batas usia untuk kategori lanjut usia berdasarkan tingkat
usia yaitu:
1. Usia pertengahan “middleage” 45-59 tahun,
2. Lanjut usia (lansia)“elderly”60-74 tahun,
3. Lansia tua “old” 75-90tahun,
4. Dan usia sangat tua “veryold” diatas 90 tahun

2.1.2 Kesehatan Lansia


Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.
Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,
pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap
tertentu (Prasetyo,1998 dalam Wijayanti 2008). Dengan demikian orang lanjut
usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran
fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi
darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan
mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa,
gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya
konsentrasi.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang
menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi
psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak
seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang
cekatan.
Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan
akibat penurunan fungsi sistem tubuh. Salah satu perubahan tersebut adalah

4
perubahan kejiwaan dan fisik. Masalah kesehatan jiwa lansia yang sering muncul
adalah gangguan proses pikir yang ditandai dengan lupa, pikun, bingung, dan
curiga, dan gangguan perasaan ditandai dengan perasaan kelelahan, acuh tak
acuh, tersinggung, sedangkan gangguan fisik/somatik meliputi gangguan pola
tidur, gangguan makan dan minum, gangguan perilaku yang ditandai dengan
enggan berhubungan dengan orang lain, dan ketidakmampuan merawat diri
sendiri.
Badan manusia menua kurang lebih 1% setiap tahun. Meskipun orang yang
segar jasmaninya,akan menua pula. Untungnya orang-orang yang kesegaran
jasmaninya baik, proses menuanya lebih lambat. Bila seseorang menjadi lebih
segar jasmaninya,maka fungsi badannya akan lebih baik
Menurut (Hardianto Wibowo, 2003 dalam Sriwahyuniati, 2008) secara
ringkas dapat dikatakan:
1. Kulit tubuh dapat menjadi lebih tipis, kering dan tidak elastis lagi.
2. Rambut rontok warnanya berubah menjadi putih, kering dantidak mengkilat.
3. Jumlah otot berkurang, ukuran juga mengecil, volume otot secara keseluruhan
menyusut dan fungsinya menurun.
4. Otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif, ukuran jantung mengecil,
kekuatan memompa darah berkurang.
5. Pembuluh darah mengalami kekakuan (Arteriosklerosis).
6. Terjadinya degenerasi selaput lendir dan bulu getar saluran pemapasan,
alveolus menjadi kurang elastis.
7. Tulang-tulang menjadi keropos (osteoporosis).
8. Akibat degenerasi di persendian, permukaan tulang rawan menjadi kasar.
9. Karena proses degenerasi maka jumlah nefron (satuan fungsional di ginjal
yang bertugas membersihkan darah) menurun. Yang berakibat kemampuan
mengeluarkan sisa metabolisme melalui urin berkurang pula.
10. Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologik yang memang harus
dialami oleh semua makluk hidup.

Kemunduran fungsi organ-organ akibat terjadinya proses penuaan terlihat pada:


1. Kardiovaskuler(Jantung dan pembuluh darah)
a. Volume sekuncup menurun hingga menyebabkan terjadinya penurunan
isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output).

5
b. Elastisitas`pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah.
2. Respirasi
a. Elastisitas paru-paru menurun sehingga pernafasan harus bekerja lebih
keras dan kembang kempis paru tidak maksimal.
b. Kapiler paru-paru menurun sehingga ventilasi juga menurun.
3. Otot dan persendian
a. Jumlah motor unit menurun
b. Jumlah mitokondria menurun
c. Otot dan memudahkan terjadinya kelelahan, karena fungsi Mitokondria
adalah memproduksi adenosin triphospat (ATP).
d. Kekakuan jaringan otot dan persendian meningkat sehingga
menyebabkan turunnya stabilitas dan mobilitas.
4. Tulang
a. Mineral tulang menurun sehingga terjadi osteoporosis dan akan
meningkatkan resiko patah tulang.
b. Kiposis
5. Peningkatan lemak tubuh.
Hal ini menyebabkan gerakan menjadi lamban dan peningkatan resiko
terserang penyakit.

2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Menurut Joint National Commite on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High pressure VII, 2003; hipertensi adalah suatu keadaan
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal, yaitu
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur
paling tidak pada 3 kesempatan yang berbeda. Tekanan darah normal
bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat
spesifik usia. Pada umumnya, tekanan yang dianggap optimal adalah kurang
dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik,
sementara tekanan yang dianggap hipertensif adalah lebih dari 140 mmHg
untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik. Istilah “prahipertensi”

6
adalah tekanan darah antara 120 dan 139 mmHg untuk sistolik dan 80 dan 89
mmHg untuk diastolik (Corwin, 2009: Price, 2005).
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi salah satu
faktor risiko langsung terhadap kejadian infark miokard atau serangan jantung
dan CVA (cerebrovascular accidents) atau yang dikenal dengan stroke.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung
umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas
tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang dialami.
Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan
tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistole lebih sering pada
dewasa muda.

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi


Beberapa klasifikasi tentang hipertensi dari berbagai sudut pandang ahli
dikelompokkan menjadi bermacam-macam.
A. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Penyebabnya:
a. Hipertensi primer (esensial)
Pada suatu ketika hipertensi timbul mendadak dan parah serta
terjadi proses “malignan” yang menyebabkan penyimpangan kondisi
dengan cepat. Gangguan emosional, obesitas, konsumsi alkohol
berlebih, dan stimulasi berlebihan dengan kopi, tembakau, dan obat-
obat stimulator memegang peranan dalam munculnya hipertensi
(Baughman, 2000).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi dapat terjadi akibat penyakit yang tidak diketahui. Bila
faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
Pada bentuk sekunder dari hipertensi, penyakit parenkim dan penyakit
renovaskular adalah faktor penyebab paling umum. Kontrasepsi oral
telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yang berhubungan
dengan peningkatan substrat renin dan peningkatan kadar angiotensin
II dan aldosteron.

7
1. ISH (Isolated Systolic Hypertension), IDH (Isolated Diastolic
Hypertension), SDH (Systolic Diastolic Hypertension)
Dewasa dan dewasa muda (<30 tahun) dengan peningkatan
tekanan darah dapat mengalami gangguan hemodinamik yaitu
peningkatan stroke volume, dimana PVR relatif normal. Dengan
menjaga kondisi fisiologis, ISH umumnya terbentuk dari hipertensi
yang diamati pada kaum muda. Sebaliknya, pada pertengahan usia
(30-50 tahun), cardiac output normal atau mengalami penurunan,
tetapi gangguan hemodinamik terlihat menonjol yang ditandai dengan
peningkatan PVR (Peripheral Vascular Resistance). Isolated diastolic
hypertension (IDH) or mixed (systolic/ diastolic) hypertension (SDH)
adalah bentuk utama dari hipertensi yang diamati pada individu. SDH
umumnya dilihat sebagai hipertensi esensial yang menetap. Pada
dewasa tua (>50 tahun), ISH adalah bentuk utama dari hipertensi.
2. Isolated office (“white-coat”) hypertension
Isolated office (“white-coat”) hypertension adalah kondisi dimana
pasien dengan tekanan darah yang secara konsisten meningkat tetapi
normal pada lain waktu. Isolated office hypertension kira-kira diderita
oleh 10-15% pasien hipertensi. Tenaga kesehatan harus menentukan
tujuan untuk mengidentifikasi peningkatan tekanan darah yang terjadi
dengan menggunakan pengukuran di rumah. Ada juga dampak
potensial dari fenomena ini pada biaya pengobatan anti-hipertensi. Hal
ini masih diperdebatkan apakah Isolated office (“white-coat”)
hypertension adalah fenomena yang murni atau apakah itu membawa
peningkatan risiko kardiovaskular. Keputusan untuk memulai
pengobatan harus berdasarkan faktor risiko keseluruhan pasien
individu dan adanya kerusakan organ target (Rahman., et. al, 2008).

B. Klasifikasi Hipertensi Menurut Tingginya Tekanan Darah:


Tabel 2.1Perbedaan Klasifikasi Hipertensi versi JNC VII dan JNC VI
JNC 6 Nilai Tekanan Darah JNC 7

Sistolik/Diastolik (mmHg)

Optimal <120/80 Normal

8
Normal 120-129/80-84
Prehipertensi
Borderline 130-139/85-89
Hipertensi ≥ 140/90 Hipertensi
Stage 1: hipertensi 140-159/90-99 Stage 1: hipertensi
Stage 2: hipertensi 160-179/100-109
Stage 2: hipertensi
Stage 3: hipertensi ≥180/110

C. Klasifikasi Hipertensi Menurut Kelompok Umur:


Tabel 2.2 Hipertensi Menurut Kelompok Umur
Kelompok Usia Normal (mmHg) Hipertensi (mmHg)
Bayi 80/40 Normal
Anak usia 7-11 tahun 100/60 120/80
Remaja 12-17 tahun 115/70 130/80
Dewasa (20-45 tahun) 120-125/75-80 135/90
(45-65 tahun) 135-140/85 140/90-160/95
(>65 tahun) 150/85 160/95

D. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Kegawatan :


1. Hipertensi Emergensi, jika TD diastolik >120 mmHg, disertai dengan
kerusakan organ target dan apabila ada keterlambatan dalam
penanganan dapat berakibat pada kematian,
2. Hipertensi Urgensi, jika TD Diastolik >120 mmHg dan tidak disertai
dengan tanpa kerusakan organ namun dalam penanganannya
tekanan darah harus diturunkan dalam 24 jam sejak onset.

E. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Bentuknya :


1. Hipertensi Diastolik
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya jenis
hipertensi ini ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2. Hipertensi Sistolik
Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik, umumnya
ditemukan pada usia lanjut.

9
3. Hipertensi campuran
Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu
kombinasi dari peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
(Gunawan, 2001)

2.2.3 Penyebab Hipertensi


Etiologinya mungkin multifaktorial. Yang termasuk faktor predisposisi
diantaranya bertambahnya usia, obesitas, asupan alkohol berlebihan.
Sedangkan hipertensi sekunder bisa timbul akibat penyakit ginjal, penyakit
endokrin (sindrom Cushing, sindrom Conn, feokromoditoma, akromegali), pil
kontrasepsi oral, eklampsia, dan koaktasio aorta (Rubenstein, 2007).
A. Stenosis arteri ginjal
Stenosis arteri ginjal adalah suatu keadaan yang harus mendapat
perhatian khusus. Penyempitan arteri yang memasok darah ke ginjal
(stenosis arteri ginjal) menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pembedahan atau dilatasi
(melebarkan arteri).
B. Gagal ginjal
Penderita gagal ginjal biasanya juga membutuhkan perawatan tekanan
darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada penderita ini terutama
disebabkan oleh kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garam dan air
dalam tubuh. Apabila penderita menjalankan dialisis, penderita masih tetap
harus minum obat untuk menjaga tetap normal.
C. Kelebihan noradrenalin
Penyebab tekanan darah tinggi lainnya adalah gangguan kelenjar
adrenal. Penyebab ini jarang dijumpai. Namun, bila ada kasus, termasuk
gangguan yang dapat disembuhkan. Kelenjar adrenal terdapat tepat di atas
tiap-tiap ginjal. Kelenjar adrenal mempunyai lapisan dalam dan luar yang
dapat mengeluarkan berbagai hormon ke dalam aliran darah. Bagian
dalam kelenjar disebut medula yang mengeluarkan adrenalin atau hormon
yang dihasilkan sebagai rasa takut, marah, dan latihan. Adrenalin dapat
meningkatkan denyut jantung. Selain itu, medula juga menghasilkan
hormon noradrenalin yang juga menyebabkan kontraksi otot arteri dan
meningkatkan tekanan darah. Hipertensi akibat terlalu banyak noradrenalin

10
dapat dikendalikan dengan obat, tetapi untuk kesembuhannya diperlukan
tindakan bedah.
D. Sindroma cushing dan aldosteronisme
Sindrom ini merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini
sebagai akibat adanya tumor atau pertumbuhan yang berlebihan dari
lapisan luar kelenjar adrenal. Pada keadaan ini, dihasilkan hormon stres
lain yaitu kortisol atau hormon lain yang disebut aldosteron hormon yang
mengakibatkan ginjal menahan garam (atau sodium) dan melepaskan
kalium.
E. Alkohol
Hipertensi dikaitkan dengan konsumsi alkohol berlebihan dan hipertensi
cenderung turun bila konsumsi alkohol dihentikan atau dibatasi.
F. Stres
Mungkin hanya sedikit orang yang tidak segera menghubungkan
hipertensi dengan stres. Namun, peranan stres sebagai faktor penyebab
hipertensi tidak diragukan lagi. Stres dapat meningkatkan tekanan darah

2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi


Beberapa faktor risiko untuk terjadinya hipertensi diantaranya:
A. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ini berkaitan dengan genetik. Penelitian menyebutkan
jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi, kita memiliki
kemungkinan 25% terkena hipertensi ( Astawan,2002 )
B. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi
pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika
seorang wanita mengalami menopause. Perbandingan antara pria dan
wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Di daerah
perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita.
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan
13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).
C. Ras
Berdasarkan penelitian, rata-rata orang dari ras Afrika Amerika (Black
American) memiliki level tekanan darah yang cukup tinggi dibandingkan

11
dengan ras kulit putih (Caucasian). Penelitian genetika menunjukkan
bahwa ras Afrika-Amerika cenderung sensitif terhadap natrium. Pada orang
yang peka terhadap kadar dalam tubuhnya, setengah sendok teh garam
dapat meningkatkan tekanan darah hingga 5 mmHg.

D. Kelebihan berat badan (overweight)


Diperkirakan faktor utama hubungan antara obesitas dan hipertensi
adalah diet, aktivitas sistem saraf simpatik, resistensi insulin, atau
hiperinsulinemia. Selain itu, dapat diterangkan pula bahwa pada individu
yang mengidap obesitas jumlah darah yang beredar akan meningkat
sehingga curah jantung akan naik, dan pada akhirnya mengakibatkan
naiknya tekanan darah. Praktisi kesehatan dan dietisian harus
berkonsultasi membantu pasien mengembangkan perencanaan penurunan
berat badan (William, Hopper, 2007).

E. Usia
Bagi kebanyakan orang, tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Bagi kaum pria, risiko ini cepat terjadi, yaitu saat usia
45-50 tahun. Karena adanya hormon penyebab menstruasi, risiko
hipertensi pada wanita dapat ditekan dan baru muncul 7-10 tahun setelah
menopause. Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena
dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko
hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Julianti, 2005).

F. Merokok
Kebiasaan merokok dapat menambah berat kerja jantung sehingga
mendorong naiknya tekanan darah. Merokok merupakan salah satu faktor
yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah
nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan
diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh
pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin
dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin
(Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah

12
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup
kedalam organ dan jaringan tubuh ( Astawan, 2002 ).

G. Alkohol
Konsumsi lebih dari 250 ml alkohol sehari dapat meningkatkan tekanan
darah, melemahkan otot jantung, serta menyebabkan kegemukan dan
aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Akibatnya, mempercepat
timbulnya penyakit jantung yang lebih parah. Menurut AHA (American
Heart Association) mengklaim batasan jumlah alkohol yang dikonsumsi
untuk satu hari tidak lebih dari dua gelas sehari untuk pria dan satu gelas
per hari bagi wanita.

H. Diabetes dan kolesterol


Kedua penyakit ini dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis dan
meningkatkan tekanan darah akibat dari gangguan regulasi hormon dan
metabolik.

I. Sensitivitas terhadap natrium


Natrium (Na) atau yang biasa disebut juga sodium tidak hanya terdapat
pada garam dapur. Terdapat juga pada minuman bersoda, penyedap rasa
(vetsin), dan bahan pengawet pada produk makanan kaleng. Dianjurkan
bagi orang dewasa untuk membatasi konsumsi sodium, yaitu tidak lebih
2.400 mg sehari atau setara dengan 5 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi normal lebih peka terhadap
hipertensi karena tidak dapat mengatur kadar Na dalam tubuh. Dengan
kata lain, Na tidak dapat diekskresikan dalam jumlah normal oleh ginjal.
Akibatnya, Na di dalam tubuh dan volume intravaskuler meningkat
sehingga terjadi hipertensi. Hal ini biasanya umumnya terjadi pada manula
(Julianti, 2007).
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi
yang rendah jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap

13
timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).

J. Aktivitas kurang gerak


Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada
orang yang kurang aktvitas atau kurang gerak akan cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung akan harus
bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri ( Amir,
2002 ).

K. Stress
Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya
hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan
darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini
belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan
dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di
kota (Dunitz, 2001).

2.2.5 Patofisiologi Hipertensi


(Terlampir)

2.2.6 Manifestasi Klinis Hipertensi


Hipertensi primer sedang atau berat sebagian besar tanpa gejala
selama bertahun-tahun sehingga sering disebut dengan silent killer. Gejala
yang paling sering, sakit kepala, juga sangat spesifik. Sakit kepala
suboccipital, terjadi di awal pagi dan mereda pada siang hari, dikatakan
karakteristik, tetapi setiap jenis sakit kepala dapat terjadi. Hipertensi
dipercepat dikaitkan dengan mengantuk, kebingungan, gangguan penglihatan,
mual dan muntah (hipertensi ensefalopati). Selain gejala tersebut gejala
lainnya seperti pusing, kelelalahan atau jika hipertensi sudah berlangsung
hipertensi menahun akan muncul gejala mual, muntah, sesak nafas, gelisah,

14
pandangan kabur. Tidak jarang pula, pasien sering mengalami penurunan
kesadaran/pingsan bahkan koma.
Serangan khas berlangsung dari menit sampai jam dan berhubungan
dengan sakit kepala, kecemasan, palpitasi, keringat banyak, pucat, tremor,
dan mual dan muntah. Tekanan darah meningkat, dan angina atau edema
paru akut dapat terjadi. Dalam aldosteronisme primer, pasien mungkin
memiliki kelemahan otot, poliuria, dan nokturia karena hipokalemia, hipertensi
maligna jarang terjadi. Hipertensi kronis sering menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri, yang mungkin berhubungan dengan diastolik atau, dalam tahap
akhir, disfungsi sistolik.
Penyebab keterlibatan serebral (1) stroke akibat trombosis atau (2)
perdarahan kecil atau besar dari microaneurysms menembus arteri
intrakranial. Hipertensi ensefalopati mungkin disebabkan oleh kongesti kapiler
akut dan eksudasi dengan edema serebral. Temuan biasanya reversibel jika
perawatan yang memadai diberikan segera. Tidak ada hubungan yang ketat
tekanan darah diastolik dengan hipertensi ensefalopati, tetapi biasanya
melebihi 130 mm Hg.

2.2.7 Pencegahan dan Penatalaksanaan Hipertensi


A. Pencegahan dan Penatalaksanaan
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC 7:
1. Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
2. Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
3. Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg

B. Penyuluhan Pasien dan Pemeliharaan Kesehatan: Perawatan di


Rumah dan Komunitas
Turunkan Tekanan Darah ke Tingkat Normal
1. Tingkatkan kepatuhan terhadap terapi dengan cara biaya efektif yaitu
obat antihipertensi, pembatasan diet natrium dan lemak, kontrol berat
badan, perubahan gaya hidup, program latihan, dan perawatan
kesehatan tindak lanjut pada interval teratur
2. Berikan dorongan konseling, penyuluhan dan kelompok swa bantu
untuk keluarga dan pasien

15
Tingkatkan Kepatuhan dengan Program Perawatan Diri
1. Berikan dorongan partisipasi aktif pasien dalam program, termasuk
pemantauan mandiri tekanan darah dan diet untuk meningkatkan
kepatuhan.
2. Berikan dorongan pada pasien untuk tidak menggunakan alkohol
karena alkohol dapat memberikan efek sinergis dengan obat.
3. Jangan anjurkan penggunaan tembakau dan produk nikotin.
4. Berikan pasien informasi tertulis mengenai efek yang diperkirakan
serta efek samping obat.
5. Ajarkan pasien cara untuk mengukur tekanan darah mandiri.
(Baughman, 2000)

C. Manajemen Non Farmakologi


Managemen non farmakologi (modifikasi gaya hidup terapeutik)
memainkan peranan penting dalam managemen hipertensi. Ini mungkin
satu-satunya pengobatan yang diperlukan dalam tahap satu hipertensi.
Sayangnya data dari studi cross-sectional menunjukkan bahwa
pengobatan non-farmakologis untuk pasien dengan hipertensi masih belum
memadai. Beberapa manajemen non farmakologi dalam mengontrol
tekanan darah antara lain :
1. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan adalah yang paling menguntungkan bagi
pasien yang mempunyai lebih dari 10% kelebihan berat badan. BMI
yang ideal untuk orang Asia sekitar 18,5-23,5 kg/m2. Target praktis
untuk pasien kelebihan berat badan adalah pengurangan minimum 5%
berat badan. Namun penurunan berat badan sebesar 4,5 kg secara
signifikan mengurangi TD.

2. Mengurangi Konsumsi Sodium


Pengaruh pembatasan natrium dalam hipertensi dapat
bervariasi. Subyek lansia lebih sensitif terhadap asupan natrium. Rata-
rata, pengurangan 4 mmHg sistolik dan diastolik 2 mmHg dicapai
dengan pembatasan natrium. Konsumsi <100 mmol natrium atau 6g
natrium klorida sehari dianjurkan (setara dengan <1/4 sendok teh
garam atau 3 sendok teh monosodium glutamat).

16
3. Menghindari konsumsi alkohol berlebihan
Alkohol memiliki efek akut dalam meningkatkan TD. Pasien
hipertensi yang menjadi peminum berat lebih cenderung memiliki
hipertensi resisten terhadap obat. Satu-satunya cara untuk mengurangi
TD pasien efektifnya adalah dengan mengurangi atau menghentikan
konsumsi alkohol. Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan
sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.

4. Olahraga secara teratur


Jenis latihan aerobik lebih efektif daripada latihan yang
melibatkan pelatihan resistensi, (misalnya angkat besi). Saran umum
kesehatan jantung olahraga ringan, seperti jalan cepat selama 30-60
menit setidaknya 3 kali seminggu.

5. Pengaturan diet
Diet yang kaya buah-buahan, sayuran dan produk susu dengan
penurunan lemak jenuh dan jumlah lemak dapat menurunkan TD (11/6
mmHg pada penderita hipertensi dan 4/2 mmHg pada pasien dengan
TD normal). Jenis diet ini juga memiliki efek menguntungkan pada
keseluruhan kesehatan jantung. Modifikasi diet atau pengaturan diet
sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet
hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat
mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit
kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk
menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah,
yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta
tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan,
2002).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau
asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk
menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit
jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi
makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang
sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam

17
adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat
gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium
dan natrium (Gunawan, 2001).
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda
kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet
makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos,
kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang
mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi,
biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih
dahulu. ( Hayens, 2003 ).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh
terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan fospolipid.
Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil
sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol
dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25
– 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002 ).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat
terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat kasar
banyak terdapat pada sayuran dan buah–buahan, sedangkan serat
makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras,
singkong dan kacang hijau. ( Mayo, 2005 ).

6. Berhenti merokok
Hal ini penting dalam manajemen keseluruhan dari pasien
dengan hipertensi dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Dengan
berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan ,
disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak
akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas
obat akan meningkat ( Santoso, 2001 ).

18
Tabel 2.4 Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan managemen
hipertensi (JNC VII, 2003)
Modifikasi Rekomendasi Penurunan TD
Sistolik
Penurunan berat Mempertahankan berat 5-20 mmHg/10 kg
badan badan normal (BMI 18.5-
24.9 kg/m2
Diet DASH Mengkonsumsi banyak 8-14 mmHg
buah, sayur, dan produk
rendah lemak dengan
penurunan lemak jenuh dan
lemak total
Penurunan konsumsi Penurunan konsumsi sodium 2-8 mmHg
sodium/natrium tidak lebih dari 100 mmol per
hari (2.4 g sodium atau 6 g
sodium chloride)
Olahraga Aktivitas aerobik biasa 4-9 mmHg
seperti jalan cepat (kurang
lebih 30 menit per hari)
Alkohol Batasi konsumsi tidak lebih
dari 2 minuman (24 oz beer,
10 oz wine, atau 3 oz 80
whiskey) per hari pada laki-
laki, dan tidak lebih dari 1
minuman per hari pada
wanita dan seseorang yang
mempunyai berat badan
lebih ringan

D. Manajemen Farmakologi
Menurut Muttaqin (2009), pengobatan farmakologi hipertensi terdiri dari:
1. Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan. Dapat diberikan sendiri pada klien
dengan hipertensi ringan atau klien yang baru. Banyak obat

19
antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan; karena itu, sering kali
diuretik diberi bersama antihipertensi.

2. Simpatolitik (menekan simpatetik)


Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik),
penghambat adrenergik alfa, dan penghambat adrenergik beta, juga
dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.

3. Vasodilator arteriol yang berkerja langsung


Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang
bekerja merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri,
sehingga menyebabkan vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi,
tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan sehingga
terjadi edema perifer.

4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)


Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat
secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin
I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal,
jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan
vaso‐konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan
aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan
angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem
angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan
penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi
akan lebih besar.

5. Penghambat saluran kalsium (blocker calcium antagonis)


Blokir jalur kalsium akan memperlambat gerakan kalsium ke
dalam sel-sel pembuluh darah jantung dan darah, karena kalsium
menyebabkan kontraksi jantung kuat, maka obat ini mudah membuat
kontraksi jantung dan mengendurkan pembuluh darah.

20
2.2.8 Komplikasi Hipertensi
A. CVA (Cerebrovascular Attack)
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin,
2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti,
orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah
satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah,
mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta
tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006).

B. IMA (Infark Miokard Akut)


Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Corwin, 2000).

C. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).

21
D. Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa
darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan
terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan
didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan
ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Amir,
2002)

E. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron
disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).

22
ii. Pathway

Usia Lanjut Rokok Kopi

Kafein
 Elastisitas dinding aorta menurun Tembakau Nikotin
 Katup jantung menebal dan kaku
 Kemampuan memompa darah
menurun Penyempitan Meningkatkan
 Hilangnya elastisistas pembuluh pembuluh darah adrenalin
darah
 Meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer
Tekanan darah Meningkatkan tekanan
meningkat darah, Nadi, dan tekanan
kontraksi jantung

Hipertensi Primer

Hilangnya elastisitas ateroskeloris Menurunnya Mual, muntah Kurang informasi


jaringan ikat relaksasi otot polos
pembuluh darah
Intake inadekuat

Vasokontriksi pembuluh darah


Kurang pengetahuan

Penurunan cardiac output Tahanan perifer meningkat Kelemahan

Penurunan volume extrasel Suplai O2 dan nutrien


dan perfusi renal tidak maksimal

Iskemik ginjal
Intoleransi aktivitas
Renin

Angiotensin

Angiotensin I Tekanan pembuluh darah Gangguan


otak meningkat rasa nyaman
ACE

Angiotensin II
(vasokontriksi)

Tekanan intravascular Tekanan intraocular Gangguan


Sekresi aldosteron meningkat meningkat penglihatan

Ion exchange di
tubulus ginjal Deficit lapang
Tekanan darah meningkat
pandang
23
Reabsorbsi Na
dan airSekresi Peningkatan volume
K dan H cairan ekstrasel Resiko cedera

Anda mungkin juga menyukai