Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (2016), diabetes melitus merupakan

gangguan metabolisme kronis yang terjadi karena pankreas tidak efektif

menghasilkan cukup insulin, atau tubuh tidak dapat mengggunakan insulin yang

dihasilkan. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dan

bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal.

Insulin berfungsi untuk memasukkan glukosa dari dalam otot ke jaringan sehingga

tubuh dapat menghasilkan energi. Terganggunya sekresi insulin dan rusaknya

kerja insulin atau keduannya dapat menyebabkan hiperglikemia (World Anti-

Doping Agency, 2012). Hiperglikemia kronis berhubungan dengan kerusakan

jangka panjang, gangguan fungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata,

ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association, 2017).

Diabetes melitus terdapat dua kategori utama yaitu diabetes melitus tipe 1

dan diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 merupakan penyakit autoimun

karena kerusakan sel beta pankreas. Pankreas berhenti memproduksi insulin

sehingga menyebabkan seseorang kekurangan insulin. Diabetes melitus tipe 2

terjadi karena rusaknya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Kondisi tersebut

mengakibatkan tubuh tidak mampu memanfaatkan insulin secara efektif, meskipun

cukup insulin (World Health Organization, 2016; Standart of Medical Care in

Diabetes, 2017).

Prevalensi penderita diabetes sekitar 422 juta dengan usia lebih dari 18

tahun di seluruh dunia. Penderita DM tipe 2 sebanyak 90% di seluruh dunia, lebih

banyak dibandingkan dengan DM tipe 1 (WHO, 2016). Data riskesdas menunjukan

bahwa di Indonesia penderita diabetes mengalami peningkatan prevalensi pada


2

tahun 2007 hingga 2013. Pada tahun 2007 penderita diabetes melitus sebesar

5,7%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 6,9% atau

sekitar 9,1 juta. Diabetes melitus merupakan penyebab kematian terbesar nomor

3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7% (Kemenkes, 2016). Kematian

akibat DM di perkotaan menduduki rangking ke-2, yaitu 14,7%, sedangkan di

daerah pedesaan, DM menduduki rangking ke-6, yaitu 5,8% (Riskesdas, 2017).

Data Dinkes Jatim menunjukkan bahwa diabetes melitus berada pada urutan 7

dari 10 panyakit terbanyak di Jawa Timur. Jumlah penderita diabetes melitus di

Jawa Timur yaitu 69.018 dari 37 juta penduduk keseluruhan (Dinkes Jatim, 2013).

Penderita diabetes melitus tipe 2 di Kota Malang mengalami peningkatan jumlah

kasus. Pada tahun 2012 dan 2013 menempati urutan ke 5, sedangkan pada tahun

2014 menempati urutan ke 4 setelah ISPA, hipertensi, dan influenza (Dinkes Kota

Malang, 2015). Kondisi ini apabila tidak ditanggulangi dapat menyebabkan

penurunan produktivitas, disabilitias, dan kematian (Depkes, 2016).

Diabetes melitus dapat menjadi kondisi yang serius apabila tidak ditangani

dengan tepat. Keadaan hiperglikemi dalam jangka waktu lama berpotensi

mengalami komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. Komplikasi

mikrovaskular timbul karena penyumbatan pembuluh darah kecil atau kapiler.

Penyumbatan kapiler dapat mengakibatkan nefropati diabetik, retinopati diabetik,

dan neuropati diabetik. Komplikasi makrovaskuler terjadi adanya penyumbatan

pada pembuluh arteri yang lebih besar. Keadaan ini dapat mengakibatkan

aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, dan hipertensi (World Health

Organization, 2016). Penderita diabetes melitus cenderung mengalami komplikasi

ulkus kaki diabetik yang umumnya disebabkan oleh faktor neuropati (40%-70%),

penyumbatan pada arteri (15%-45%), dan penyakit pembuluh darah (15%-24%)

(White, 2008).
3

Neuropati diabetik merupakan salah satu faktor resiko utama yang

berkonstribusi terhadap terjadinya ulkus diabetik. Komplikasi kronis pada

pembuluh darah kecil (mikroangiopati) disebabkan karena hiperglikemia pada

saraf dan perubahan metabolisme sel (David, 2014). Menurut National Diabetes

Information Clearinghouse (2013), neuropati diabetes merupakan sekumpulan

gangguan saraf yang disebabkan oleh diabetes melitus. Neuropati diabetik dapat

menyerang semua saraf tubuh seperti saraf perifer (sensorimotor), otonom dan

spinal (Smeltzer & Bare, 2010). Menurut American Collage of Foot and Ankle

Surgeon (2013), neuropati diabetes yang terjadi pada lengan, tangan, tungkai, dan

kaki maka disebut dengan Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN). Menurut

American Diabetes Association (2017), neuropati sensorimotor merupakan salah

satu jenis dari neuropati diabetik. Kerusakan saraf akibat neuropati sensorimotor

menimbulkan berbagai gejala, seperti kesemutan, nyeri, mati rasa, atau

kelemahan pada kaki dan tangan. Gangguan yang sering terjadi pada Diabetic

Peripheral Neuropathy (DPN) adalah gangguan pada saraf sensorik perifer (Quan,

2014).

Neuropati sensorik mempengaruhi gangguan kemampuan tubuh dalam

merasakan rangsangan sensorik apabila tidak diterapi dengan baik.

Penatalaksanaan neuropati sensorik adalah menghentikan dan memperlambat

rusaknya serabut saraf dengan mengontrol kadar glukosa dengan baik.

Pendekatan terapi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara farmakologis

dan non farmakologi. Terapi farmakologi dapat diberikan anti konvulsan, NSAID,

analgesik, anti depresan, anti aritmik, dan obat tipikal. Terapi non farmakologis

adalah dengan melakukan edukasi pasien dan tindakan bedah (Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2012). Penemuan terbaru pada terapi neuropati

sensorik yaitu dengan penerapan Neuromuscular Taping (NMT). Neuromuscular


4

Taping (NMT) merupakan tindakan non-invasive tanpa menimbulkan efek samping

sehingga aman untuk pasien.

Neuromuscular Taping (NMT) adalah suatu teknik yang diaplikasikan pada

kulit dengan menggunakan plester elastis melalui metode dekompresi dan

kompresi. Metode dekompresi menimbulkan kulit terangkat sehingga kulit dan

jaringan dibawahnya terstimulasi dengan baik. Stimulasi bertujuan untuk

memaksimalkan fungsi jaringan yang ditempeli dengan Neuromuscular Taping

(NMT). Jaringan yang distimulasi oleh Neuromuscular Taping (NMT) meliputi kulit,

jaringan saraf, jaringan otot dan tendon, serta pembuluh darah dan limfatik (Blow,

2012). Neuromuscular Taping (NMT) memberikan efek peregangan pasif pada

kulit yang bersifat elastis dan menyesuaikan dengan bentuk otot ketika bergerak.

Neuromuscular Taping (NMT) memiliki efek secara langsung pada sensorimotor

dan propriosepif (Camerota, 2013).

Neuromuscular Taping (NMT) meyebabkan kerutan pada kulit sehingga

meningkatkan ruang intersisiel. Lapisan kulit yang meregang dapat mengurangi

tekanan pada jaringan kulit dan jaringan dibawahnya. Neuromuscular Taping

(NMT) bermanfaat untuk menstimulasi reseptor saraf (cutaneous, otot, dan sendi),

menurunkan nyeri, mengembalikan fungsi otot, mengurangi kelelahan otot,

meningkatkan dan menurunkan kontraksi otot, menurunkan kelemahan otot,

menurunkan inflamasi lokal, meningkatkan sirkulasi darah, memperbaiki sistem

limfatik, menstabilkan simetrisitas wajah, dan meningkatkan Range of Motion

(ROM).

Hasil penelitian dari beberapa riset sebelumnya menunjukkan bahwa

Neuromuscular Taping (NMT) memberikan hasil yang baik pada tubuh. Gracia

(2010), melaporkan bahwa Neuromuscular Taping (NMT) dapat melancarkan

peredaran darah, meningkatkan aliran limfatik, menormalkan fungsi

muskuloskeletal, mengurangi nyeri, dan merileksasikan otot. Penderita dengan


5

cerebral palsy pada hemiplegia menunjukkan perbaikan fungsi pergerakan setelah

dilakukan intervensi Neuromuscular Taping (NMT) (Camerota, 2014). Rigoldi

(2015) melaporkan bahwa Neuromuscular Taping (NMT) menunjukan hasil yang

baik dalam intervensi disfagia (susah menelan) yang mampu meningkatkan

koordinasi tangan pada gangguan sistem saraf tepi. Aplikasi Neuromuscular

Taping (NMT) pada Joint Hypermobility Syndrome (JHS) dapat membantu pasien

JHS berjalan (Camerota, 2015). Neuromuscular Taping (NMT) juga dapat

menurunkan nyeri pada pasien sklerosis (Constantino, 2012; Berlingieri, 2016;

Constantino, 2016). Kombinasi Neuromuscular Taping (NMT) dengan latihan

peregangan menunjukkan hasil yang baik dalam intervensi frozen shoulder atau

terbatasnya gerakan sendi bahu (Sinaj, 2015). Neuromuscular Taping (NMT)

secara signifikan dapat menguatkan otot dan kestabilan otot. Skar akibat luka

bakar setelah dilakukan intervensi menggunakan Neuromuscular Taping (NMT)

selama 2011-2013 menunjukkan kesembuhan yang signifikan (Toscano, 2016).

Hasil serupa juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pilastrini

(2016), pasien dengan hemiplegia setelah diberikan intervensi Neuromuscular

Taping (NMT) mengalami penurunan nyeri dan peningkatan ROM. Menurut

beberapa riset diatas dapat disimpulkan bahwa Neuromuscular Taping (NMT)

menunjukkan hasil yang baik dalam memperbaiki fungsi neuromuskuloskeletal.

Penerapan Neuromuscular Taping (NMT) dalam perubahan status sensori dapat

menurunkan nyeri, memperbaiki sistem saraf dan fungsi gerak. Neuromuscular

Taping (NMT) juga dapat mereleksasikan otot,menguatkan otot, meningkatkan

ROM dan kestabilan otot.

Komplikasi kaki diabetik pada pasien diabetes melitus merupakan

komplikasi terbanyak yang umumnya disebabkan oleh faktor neuropati. Kadar

glukosa yang tinggi menyebabkan komplikasi kronik berupa neuropati diabetik

perifer. Neuropati diabetik perifer dapat menganggu status sensorik, dimana


6

neuropati sensorik yang semakin lama akan menghilangkan sensasi proteksi.

Penderita dengan gangguan neuropati sensorik rentan terhadap trauma fisik dan

termal, sehingga meningkatkan resiko berbagai keparahan komplikasi kaki

diabetik.

Kesimpulan dari beberapa uraian diatas maka peneliti mempunyai ide

solutif sebagai upaya untuk mencegah keparahan komplikasi kaki diabetik pada

penderita diabetes melitus tipe 2 dengan menggunakan teknik Neuromuscular

Taping (NMT). Peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Penerapan Neuromuscular Taping (NMT) terhadap Status Sensori Kaki

Diabetik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Malang”.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh penerapan Neuromuscular Taping (NMT) terhadap

status sensori kaki diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kota

Malang?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari

penerapan Neuromuscular Taping (NMT) terhadap status sensori kaki

diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Kota Malang

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi perubahan status sensori kaki diabetik pada pasien

diabetes melitus tipe 2 dengan intervensi Neuromuscular Taping

(NMT)
7

b. Mengidentifikasi perubahan status sensori kaki diabetik pada pasien

diabetes melitus tipe 2 tanpa intervensi Neuromuscular Taping (NMT).

c. Menganalisa perbedaan perubahan status sensori kaki diabetik pada

pasien diabetes melitus tipe 2 antara kelompok diberikan intervensi

Neuromuskular Taping (NMT) dan kelompok kontrol yang tidak

diberikan intervensi Neuromuscular Taping (NMT).

d. Mengetahui adanya pengaruh intervensi Neuromuscular Taping (NMT)

terhadap perubahan status sensori kaki diabetik pada pasien diabetes

melitus tipe 2.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu

pengetahuan tentang keperawatan khususnya terkait dengan intervensi

Neuromuscular Taping (NMT) dalam memperbaiki status sensori kaki diabetik

pada pasien diabetes melitus tipe 2 dan juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk

penelitian selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak,

yaitu:

a. Bidang Keperawatan

Memberikan informasi dan menambah ilmu tentang pemberian asuhan

keperawatan dibidang medikal bedah mengenai penerapan

Neuromuscular Taping (NMT) pada kaki diabetik


8

b. Institusi

Diharapkan sebagai pertimbangan bagi intitusi dalam perencanaan

program perawatan kaki diabetik dengan penerapan Neuromuscular

Taping (NMT) terhadap perbaikan status sensori.

c. Masyarakat

Memberi pengetahuan tentang metode penyembuhan kaki diabetik

pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penerapan Neuromuscuar

Taping (NMT).

d. Responden

Menambah informasi tentang metode alternatif pengobatan kaki

diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan penerapan

Neuromuscular Taping (NMT).

Anda mungkin juga menyukai