Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN MASALAH HIPERTENSI

Dosen Pembimbing:
Dr. M. Sajidin, S.Kp., M. Kes

Disusun Oleh :
Yunis Dwi Kurniasari (202003064)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini diajukan oleh:


Nama : Yunis Dwi Kurniasari
NIM : 202003064
Program Studi : Profesi Ners
Judul Laporan Pendahuluan : Laporan Pendahuluan Keperawatan Keluarga Dengan
Masalah Hipertensi
Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar

Mojokerto, April 2021

Pembimbing akademik Mahasiswa

(Dr. M. Sajidin, S.Kp., M. Kes) (Yunis Dwi Kurniasari)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan darah tinggi merupakan salah satu
penyakit tidak menular (PTM) dimana tekanan darah seseorang sama dengan atau lebih
dari 140 mmHg untuk sistolik dan untuk diastolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg
(Nurarif & Kusuma, 2015). Penyakit hipertensi ini sering disebut silent killer karena
pada sebagian besar kasus, penyakit mematikan ini tidak menunjukkan gejala apapun,
hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan serangan jantung yang
mengakibatkan penderitanya meninggal dunia. Bahkan sakit kepala yang sering menjadi
indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap keluhan ringan yang
akan sembuh dengan sendirinya.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 sekitar 1,13 Miliar orang di
dunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang didunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah
penyandang hipertensi juga terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun
2025 akan ada 1,5 Milliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap
tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Arifin, Udiyani,
& Murdiawan, 2009).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) prevelensi hipertensi
di Indonesia sebesar (34,1%) ini cenderung naik dibandingkan tahun 2013 sebesar
(25,8%). Berdasarkan karakteristik usia, prevelensi hipertensi pada usia 18-24 tahun
sebesar (13,2%), usia 25-34 tahun sebesar (20,1%), usia 35-44 tahun sebesar (31,6%),
prevelensi tersebut terus meningkat hingga usia 45-54 tahun sebesar (45,3%), usia 55-64
tahun sebesar (55,2%), usia 65-74 sebesar (63,2%), dan usia lebih dari 75 tahun (69,5%).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa hipertensi akan semakin bertambha
seiring bertambahnya usia.
Indikasi dari peningkatan kasus hipertensi dimasyarakat salah satunya karena
minimnya perhatian keluarga terhadap pencegahan dan perawatan anggota keluarga yang
mempunyai penyakit hipertensi. Keberhasilan peawatan hpetensi tidak luput dari peran
keluarga, dimana keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien
keperawatan dan keluarga sangat berperan dalam menentukan asuhan keperawatan yang
diperlukan pada anggota keluarga yang sakit. Bila dalam keluarga tersebut salah satu
anggota keluarganya mengalami gangguan kesehatan sisitem dalam keluarga akan
berpengaruh, penderita hipertensi biasanya kurang mendapat perhatian eluarga, apabila
kurang dari pengetahuan tentang perawatan hipertensi, maka berpengaruh pada
perawatan yang tidak maksimal.
Tingginya angka kejadian hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu usia, genetik, jenis kelamin, pola hidup yang salah seperti kurang
olahraga, merokok, obesitas, penggunaan jelantah, mengkonsumsi garam dapur yang
berlebih, dan terlalu banyak minum alkohol dan kafein. Hipertensi juga dapat disebabkan
oleh faktor psikis seperti stress, emosi dan cemas (AS, 2010). Dampak penyakit
hipertensi jika tidak segera ditangani, dalam jangka panjang akan menyebabkan
pecahnya pembuluh darah dan mengakibatkan stroke, penyakit jantung koroner, gagal
jantung dan gagal ginjal, gangguan retinopati atau dikenal dengan glaukoma (Lingga,
2012).Penyakit hipertensi ini jika tidak segera ditangani juga akan berdampak pada
psikologis penderita yaitu mengalami demensia atau lupa ingatan (AS, 2010).
Upaya untuk menagani hipertensi ada 2 yaitu secara farmakologis dan non
farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis merupakan penatalaksanaan dengan
menggunkan obat-obatan seperti golongan diuretic sedangkan penatalaksanaan non
farmakologis seperti olah raga yang cukup, relaksasi,maupun dengan terapi herbal (AS,
2010).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk membuat asuhan keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui konsep keluarga
2. Untuk mengetahui konsep hipertensi
3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP TEORI KELUARGA


2.1.1 Definisi Keperawatan Keluarga
Bailon dan Maglaya (1997) mengatakan bahwa keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau
adopsi hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya
dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya (Susanto,
2012).
Menurut Depkes RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Hernilawati, 2013)
2.1.2 Ciri-ciri Keluarga
1. Menurut Robert Machlever dan Charles Hortun
a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan
b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk ataudipelihara
c. Keluarga mempunyai suatu sistem atau tatanama (nomenclatur) termasuk
perhitungan garis keturunan
d. Keluarga memiliki fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota berkaitan
dengan kemapuan untuk mempunyai keturunan dan memebesarkan anak
e. Keluarga merupakan tempat tingal bersa, rumah atau rumah tangga
2. Ciri-ciri keluarga Indonesia
a. Mempunyai ikatan yang sangat erat yang dilandasi dengan semangat
gotong royong
b. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran
c. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemusatan dilakukan
secara musyawarah (Hernilawati, 2013).
2.1.3 Tipe atau Bentuk Keluarga
Friedman, Bowden dan Jones (2003) dalam Susanto (2012) tipe keluarga :
1. Tradisional

a. The Nuclear Family (Keluarga Inti)


Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
b. The Dyad Family (Keluarga tanpa anak)
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama
c. Keluarga Usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak
sudah memisahkan diri.
d. The Childless Family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan
anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar
karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The Extended Family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu
rumah seperti nuclear family disertai paman, tante, orang tua (kakek
nenek) dan keponakan.
f. Commuter Family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota
biasa berkumpul dengan anggota keluarga pada saat akhir pekan atau pada
waktu-waktu tertentu.
g. The Single Parent Family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak.
h. Multigenerational Family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal
bersama dalam satu rumah.
i. Kin-network Family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang
sama. Contoh : Dapur, kamar mandi, telepon dan lain-lain.
j. Blended Family
Duda atau janda karena perceraian yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari hasil perkawinan atau hasil perkawinan
sebelumnya.
k. The Single Adult Family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena
pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti : perceraian atau ditinggal
mati dalam satu rumah.
2. Non tradisional
a. The Unmarried Teenage Mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari
hubungan tanpa menikah.
b. The Step-parent Family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune Family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara yang hidup bersama dalam satu rumah. Sosialisasi anak dengan
aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
d. The Nonmarital Heterosexual Cohabiting Family
Keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
e. Gay and Lesbian Family
Seseorang yang mempunyai persamaan orientasi seksual hidup bersama
sebagaimana ‘marital partners’.
f. Cohabitating Family
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
g. Group Network Family
Keluarga inti yang dibatasi oleh aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu
sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
h. Foster Family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara
sementara waktu, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan
bantuan untuk menyatukan kembali keluarga aslinya.
i. Homeless Family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
j. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
2.1.4 Struktur Keluarga
Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi
keluraga di masyarakat, Struktur keluraga terdiri dari bermacam-macam
diantaranya:
1. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disuusn oleh jalur garis ayah
2. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu
3. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluaga sedarah suami
4. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama kelaurga sedarah suami
5. Keluarga Kawin
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan sumai istri (Hernilawati, 2013).

2.1.5 Fungsi Keluarga


Menurut Allender & Spardley (2001) dalam Susanto (2012), fungsi keluarga
adalah :
1. Affection
a. Menciptakan suasana persaudaraan/ menjaga perasaan.
b. Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual.
c. Menambah anggota baru.
2. Security and Acceptance
a. Mempertahankan kebutuhan fisik.
b. Menerima individu sebagai anggota.
3. Identity and Satisfaction
a. Mempertahankan motivasi.
b. Mengembangkan peran dan self-image.
4. Affiliation and companionship
a. Mengembangkan pola komunikasi.
b. Mempertahankan hubungan yang harmonis.
5. Sosialization
a. Mengenal kultur (nilai dan perilaku).
b. Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal.
c. Melepas anggota.
6. Controls
a. Mempertahankan kontrol sosial.
b. Adanya pembagian kerja.

2.1.6 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas


dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freeman (1981)
membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yati:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila
menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tuindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratsi
3. Memberikan keperawatan anggotanya yangs akit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya terlalu muda
Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau ke pelayanan
kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjut agar masalahyang lebih parah
tidak terjadi.
4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
5. Mempertahnkan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kessehatan (pemanfatan fasilitas kesehatan) (Hernilawati, 2013).
2.2 KONSEP TEORI HIPERTENSI
2.2.1 Konsep Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
didalam arteri. Hiper artinya berlebihan, sedangkan tensi artinya tekanan atau
tegangan. Untuk itu, hipertensi merupakan tekanan darah atau denyut jantung yang
lebih tinggi dibandingkan dengan normal karena penyempitan pembuluh darah atau
gangguan lainnya (Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2016).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan
atau peningkatan tekanan darah diastol diatas 90 mmHg (Bachrudin & Najib,
2016).

2.2.2 Etiologi

Pada Umumunya hipertensi tidak mempuyai penyebab yang spesifik


(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
hipertensi:
A. Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1. Usia
semakin tua seseorang, maka pengaturan metabolisme zat kapur
(kalsium) terganggu, sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama darah.
Banyaknya kalsium dalam darah (hypercalcidemia) menyebabkan darah
menjadi lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi meningkat.
Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis)
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah menjadi
terganggu. Hal ini dapat memicu peningkatan tekanan darah. Bertambahnya usia
juga juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang. Arteri tidak dapat lentur dan
cenderung kaku, sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang
lancar.
Agar kebutuhan darah dijaringan tercukupi, maka jantung harus
memompa darah lebih kuat lagi. Keadaan ini diperburuk lagi dengan adanya
arteriosclerosis, tekanan darah menjadi semakin meningkat (AS, 2010)
2. Genetik
Faktor keturunan memang memiliki peran yang besar terhadap
munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian
bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu
sel telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda). Jika
seseorang termasuk orang yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
(esensial) dan tidak melakukan penanganan atau pengobatan maka ada
kemungkinan lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan
dalam waktu sekitar tigapuluhan tahun akan mulai muncul tanda-tanda dan
gejala hipertensi dengan berbagai komplikasinya (Suiraoka, 2012).
3. Jenis Kelamin
Wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan esterogen
dianggap sebagai penejelasan adanya imunitas wanita pada pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon esterogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon esterogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai
terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Manurung, 2018).
B. Faktor yang Dapat Dimodifikasi
1. Obesitas
Kelebihan berat badan (obesitas) dapat menyebabkan hipertensi
karena makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah
yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri maka akan menyebabkan hipertensi
(AS, 2010)
2. Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh,
seperti tar, nikotin, gas dan karbon monoksida. Kebiasan merokok dapat
menyebabkan hipertensi karena nikotin dalam rokok dapat merangsang
pelepasan hormon adrenalin yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah serta kadar kolesterol dalam darah (AS, 2010).
3. Konsumsi Garam
Garam yang didalamnya mengandung natrium merupakan faktor
penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah
ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan
garam kurang dari 3 gram/hari prevelensi hipertensinya rendah. Sedangkan
asupan garam antara 5-15 gram/hari prevelensi hipertensi meningkat menjadi
15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (AS, 2010).
Garam yang secara kimiawi dirumuskan NaCl terdiri dari natrium
(NA) dan Klor (Cl). Natrium yang beredar dalam darahlah yang dituding
memilikiefek langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan
membentuk ikatan dengan airv (H2O) yang menyebabkan jumlah/volume
cairan darah meningkat. Pada kondisi peningkatan volume cairan darah,
maka tubuh dalam hal ini jantung merespon dengan meningkatkan tekanan
darah untuk menjamin seluruh cairan darah dapat beredar keseluruh tubuh
(Anies, 2018)
4. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali pakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Jelantah dapat menyebabkan risiko hipertensi sebesar 5,43 kali
dibanding yang tidak mengkonsumsi jelantah. Hal itu terjadi karena
mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan pembentukan kolesterol
yang berlebihan yang dapat menyebabkan atherosclerosis yang menjadi
pemicu hipertensi (AS, 2010).
5. Minum kopi
Tekanan darah dapat meningkat jika seseorang sering minum kopi.
Hal itu terjadi karena kafein dalam kopi memacu kerja jantung dalam
memompa darah, kemudian peningkatan tekanan darah pada jantung
diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah meningkat (AS, 2010).
6. Stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem
biologis, psikologis dan sosial seseorang dari seseorang. Stress adalah
sesuatu yang dirasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah
diatasi atau melebihi daya dan kemampuan untuk mengatasinya dengan
efektif.
Pada orang yang sedang mengalami stress atau mengalami tekanan
mental saraf simpatis di pusat sarafnya bekerja sangat keras. Salah satu tugas
saraf simpatis adalah merangsang hormon adrenalin, hormon ini dapat
menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan
kapiler darah tepi dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah
(AS, 2010).
7. Kurang Olaharaga (pola hidup pasif)
Pola hidup pasif atau kurang olahraga dapat menyebabkan
peningkatan berat badat dan obesitas yang merupakan faktor terjadinya
hipertensi (A & Perry, 2010).
8. Minum Alkohol
Minum beralkohol juga dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam
darah. Padahal trigleserida adalah kolestrol yang jahat yang dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi naik (Anies, 2018).
2.2.3 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
diotak terletak di pusat vasomotor, pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke gangglia simpatis di thoraks dan
abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke gangglia simpatis. Pada titik ini,
neuron pregangglia melepaskan asetikilonin, yang akan merangsang serabut saraf
pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepineprin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal itu bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengeksresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengeksresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal,
menyebabkan pelapasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensis I
yang kemudia diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sisitem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi ateroskeloris, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Manurung, 2018).
Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olah raga, faktor genetik, konsumsi garam berlebih, obesitas

PATWAY Hipertensi Perubahan situasi Informasi yang Defisit pengetahuan


minim
Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan Pembuluh Darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Retina

Spasme
Sistemik Koroner Arteriol
Resistensi pembuluh Suplai O2 ke otak
darah otak menurun
Vasokontriksi Iskemi Resiko Cidera
Miocrad
Nyeri Sinkop
Afterload meningkat
SAR memberikan Nyeri Dada
Ketidak efektifan
stimulus nyeri
perfusi jarigan
Penurunan Curah Fatique
Aktivasi SAR
meningkat Jantung (Nurarif & Kusuma, 2015)
Intoleransi
Gangguan Pola Tidur Aktivitas
2.2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi
Berikut ini tanda dan gejala hipertensi:
1. Tidak ada gejala
Hipertensi biasanya tidak akan menimbulkan gejala namun, akan menimbulkan
gejala setelah terjadi kerusakan organ, misalnya jantung, ginjal, otak, dan mata.
2. Gejala yang sering kali terjadi
Nyeri kepala, pusing/migrain, rasa berat ditengkuk, sulit untuk tidur, lemah dan
lelah, mata kunang-kunan (Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2016).

2.2.5 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISHWG (International


Society Of Hypertension Working Group) dalam (Manurung, 2018) diantaranya :

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 >85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1 (hipertensi Ringan) 140-159 90-99

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109


Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :


1. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau juga disebut hipertensi esensial adalah tekanan
darah sistemik yang naik secara persisten (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Hipertensi primer ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Adapun faktor
yang berpengaruh yaitu faktor genetik, lingkungan (makan garam atau natrium
berlebih, stress pada psikis, dan obesitas) (Manurung, 2018). Hipertensi primer ini
tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Penderita hipertensi primer sering
tidak menimbulkan gejala sampai penyakit menjadi parah bahkan sepertiganya
tidak menunjukkan gejala selama 10 atau 20 tahun (Masriadi, 2016).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi akibat
proses dasar yang dapat diidentifikasi (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Berikut
ini penyebab hipertensi sekunder seperti penyakit ginjal, gangguan neurologis, dan
kehamilan.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan


(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti hipokoagulabilitas,
anemia.
b. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
c. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin
d. Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM
2. CT Scan : Mengidikasi adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG
4. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal
5. Foto dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung
(Nurarif & Kusuma, 2015).

2.2.7 Komplikasi

1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah kedaerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Manurung, 2018).
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein
akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Manurung,
2018).
3. Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul diparu, kaki
dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan
sesak nafas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering
dikatakan edema. Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intertisium
diselurh susunan saraf pusat.
4. Dimensia
Dimensia adalah lupa ingatan yang secara fisik penderitanya masih sehat,
tapi dia sering mengeluh lupa. Dimensia ditandai oleh kehilangan secara
tersembunyi dan progresif daya ingat dan fungsi intelektual (AS, 2010).
5. Glaukoma
Salah satu komplikasi hipertensi adalah gangguan retinopati, yang dikenal
dengan istilah glaukoma. Glaukoma terjadi karena tekanan darah yang tinggi
berlangsung dalam jangka waktu cukup panjang, sehingga meningkatkan tekanan
intraokular mata, arteriol yang menyuplai darah ke mata menyempit. Hubungan
antara peningkatan tekanan intraokular dan tekanan darah merupakan hubungan
langsung yang berbanding lurus dengan yang lainnya (Lingga, 2012).
2.2.8 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan dengan
menggunakan obat-obatan. Berikut ini golongan obat-obatan yang diberikan pada
pasien hipertensi:
1. Diuretik
Obat-obat jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui
kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya
pompa jantung lebih ringan. Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan
darah dengan cara mengurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta
melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara perlahan-lahan
mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi
dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di
dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah
membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali
(Manurung, 2018). Salah satu golongan diuretik yang sering diberikan pada pasien
yaitu hidroklorotiazid (Muttaqin, 2009).
2. Penghambat adrenergik (Beta Blocker)
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidakdianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkial. Pemberian beta
blocker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernafasan seperti asma bronkial
karena pada pemberian beta blocker dapat menghambat reseptor beta 2 ditempat
lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara
(bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi
pembukaan ini dengan beta blocker dapat memperburuk penderita asma
(Manurung, 2018).
3. Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator
adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian
obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Manurung, 2018).
4. Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)
Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-
angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah
angiotensin (anggiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan
perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Manurung, 2018).
5. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium adalah sekelompok obat yang bekerja
mempengaruhi jalnnya masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot
didalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap
aliran darah dan tekanan darah. Antagonis kalsim bertindak sebagai vasodilator
atau pelebar. Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas) yang termasuk golongan obat ini
adalah: nifeldipin, diltiasem dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul
adalah: sembelit, pusing, sakit kepala, dan muntah (Manurung, 2018).
B. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmokologis adalah penatalaksanaan tanpa
mengguankan obat-obatan. Penatalaksanakan non farmakologis dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Istirahat yang Cukup
Istirahat dapat mengurangi ketegangan dan kelelahan otot bekerja
sehingga mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran. Istirahat dengan posisi
badan berbaring dapat mengembalikan aliran darah ke otak. Berusahalan untuk
beristirahat setelah beberapa saat melakukan kesibukan rutinitas (AS, 2010).
2. Diet
Pendekatan diet untuk menangani hipertensi berfokus pada menurunkan
asupan natrium, mempertahankan asupan kalium dan kasium yang cukup, dan
mengurangi asupan asupan lemak total jenuh. Pembatasan natrium ringan
hingga sedang (tidak ada tambahan garam) menurankan tekanan darah dan
memperkuatefek obat-obatan anti-hipertensi untuk sebagian besar pasien
hipertensi. Diet DASH (Dietery Approaches to Stop Hypertention) telah
terbukti bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Diet ini berfokus pada
semua makanan daripada nutrisi itu sendiri. Diet ini kaya buah dan sayuran
(hingga 10 sajian per hari) dan rendah lemak total jenuh. Penurunan berat
badan dianjurkan untuk pasien yang obes. Penurunan semisal 4,5 kg
menurunkan tekanan darah pada banyak orang. Diet yang seimbangan seperti
diet DASH dianjurkan untuk penurunan berat badan (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016).
3. Aktivitas (olahraga)
Melalui olahraga yang yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik
aerobik selama 30-45 menit perhari) dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Palmer (2007) mengatakan bahwa cara untuk
meningkatkan aktivitas fisik yaitu dengan berjalan kaki, berenang, bersepeda,
berlari setiap hari mulai dari latihan ringan dan tingkatkan secara perlahan –
lahan (Manurung, 2018). Selain dapat memperlancar peredaran darah,
olahraga dapat pula membekar lemak sehingga tidak kelebihan berat badan.
Olaharaga rileks seperti yoga dan meditasi juga dapat menurunkan tekanan
darah (AS, 2010).
4. Terapi Herbal
Didalam tradisional Chinesse Pharmacology, ada lima macam citra
rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian
jenis obat-obatan herbal ini khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan
dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan
dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak
sebagai pelengkap menu sehari-hari. Adapun tanaman obat tradisonal yang
dapat digunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: Bawang putih, seledri,
belimbing wuluh, belimbing, teh, wortel, mengkudu, mentimun, dll
(Manurung, 2018)
5. Berhenti merokok dan berhenti minum alkohol
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan
darah. Begitu juga dengan alkohol, efek samping banyak mengkonsumsi
alkohol adalah semakin tinggi tekanan darah, akibatnya peluang hipertensi
semakin tinggi. Oleh karena itu, berhenti merokok dan berhenti minum
alkohol sangat penting dilakukan untuk menurunkan tekanan darah
(Manurung, 2018).
6. Terapi Relaksasi
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Triyanto,
2014). Relaksasi adalah suatu keadaan yang bersifat menguntungkan yang
ditandai dengan penurunan denyut nadi, frekuensi pernafasan, tekanan darah,
ketegangan otot, dan meperbaiki suasana hati melalui partisipasi klien
langsung (A & Perry, 2010). Terapi relaksasi seperti umpan balik biologis,
sentuhan terapi, yoga, meditasi dan latihan pernafasan dapat menurunkan
tekanan darah (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
7. Menghindari stres
Orang yang beresiko terkena hipertensi sebaiknya menghindari diri
dari stres. Hal ini disebabkan orang yang terkena stres pembuluh darahnya
akan mengkerut dan menyempit. Hal ini dapat menyebabkan naiknya tekanan
darah seseorang. Apabila stres tersebut hilang, maka tekanan darah akan
normal kembali. Selain itu, faktor stres dialami seseorang berhubungan juga
dengan aktivitas syaraf simpatis yang merangsang sekresi hormon adrenalin.
Hormon ini dapat membuat jantung berdenyut lebih cepat sehingga dapat
mengakibatkan penyempitan kapiler darah tepi.

2.3 KONSEP ASKEP KELUARGA DENGAN HIPERTENSI


2.3.1 Pengkajian
1. Data Umum
Data Umum yang perlu dikaji adalah Nama kepala keluarga, Usia, Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat, Daftar anggota keluarga.
2. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan
yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya penyakit Hipertensi.
3. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi dapat dilihat dari pendapatan keluarga dan kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan keluarga. Pada pengkajian status sosial ekonomi
berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak dari ketidakmampuan
keluarga membuat seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas
kesehatan lainnya.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji adalah Riwayat masing-masing
kesehatan keluarga (apakah mempunyai penyakit keturunan), Perhatian
keluarga terhadap pencegahan penyakit, Sumber pelayanan kesehatan yang
biasa digunakan keluarga dan Pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
5. Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan yang perlu dikaji adalah Karakteristik rumah,
Tetangga dan komunitas, Geografis keluarga, Sistem pendukung keluarga.
6. Fungsi Keluarga
A. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga dan bagaimana anggota keluarga mengembangkan sikap
saling mengerti. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya.
Fungsi ini merupakan basis sentral bagi pembentukan dan kelangsungan
unit keluarga. Fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga terhadap
kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam
mengenal tanda-tanda gangguann kesehatan selanjutnya.
B. Fungsi Keperawatan
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan
yang meliputi pengertian, faktor penyebab tanda dan gejala serta yang
mempengaruhi keluarga terhadap masalah, kemampuan keluarga dapat
mengenal masalah, tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai
dengan tindakan keperawatan, karena Hipertensi memerlukan perawatan
yang khusus yaitu mengenai pengaturan makanan dan gaya hidup. Jadi
disini keluarga perlu tau bagaimana cara pengaturan makanan yang
benar serta gaya hidup yang baik untuk penderita Hipertensi.
2) Untuk mengtahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat. Yang perlu dikaji adalah bagaimana
keluarga mengambil keputusan apabila anggota keluarga menderita
Hipertensi.
3) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat keluarga
yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga mengetahui keadaan
penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit Hipertensi.
4) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga
mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan
kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat
mencegah kekambuhan dari pasien Hipertensi.
5) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitan kesehatan yang mana akan mendukung kesehatan seseorang.
C. Fungsi Sosialisasi
Pada kasus penderita Hipertensi yang sudah mengalami komplikasi stroke,
dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik di dalam keluarga maupun
didalam komunitas sekitar keluarga.
D. Fungsi Reproduksi
Pada penderita Hipertensi perlu dikaji riwayat kehamilan (untuk
mengetahui adanya tanda-tanda Hipertensi saat hamil).
E. Fungsi Ekonomi
Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan
penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi rendah individu segan untuk
mencari pertolongan dokter ataupun petugas kesehatan lainya (Friedman,
2013).
F. Stres dan Koping Keluarga
Stres dan koping keluarga yang perlu dikaji adalah Stresor yang dimiliki,
Kemampuan keluarga berespons terhadap stresor, Strategi koping yang
digunakan, Strategi adaptasi disfungsional.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik meliputi:
1) Keadaan Umum
a. Kaji tingkat kesadaran (GCS): kesadaran bisa compos mentis
sampai mengalami penurunan kesadaran, kehilangan sensasi,
susunan saraf dikaji (I-XII), gangguan penglihatan
b. Mengkaji tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal.
c. Pemeriksaan fisik kepala sampai leher
Pemeriksaan fisik kepala sampai leher pasien hipertensi yaitu
keringat berlebih, pusing, muka merah, sakit kepala.
d. Sistem pernafasan
Sistem pernafasan pada penderita hipertensi bisa berupa dispney
atau takipnea, namun tidak semua mengalami tanda gejala tersebut.
e. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada penderita hipertensi adalah kenaikan
darah, denyut nadi jelas dari karotis, jugularis, radialis,radialis.
f. Sistem pencernaan
Mual dan muntah sering timbul dalam penyakit hipertens, namun
tidak semuanya mengalami gejala mual dan muntah.
g. Sistem muskuloskeletas dan neurologi
Gejala pada sistem muskuloskeletal dan neulorogi timbul rasa nyeri
pada tengkuk leher, dan skit kepala.
H. Harapan Keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat (petugas
kesehatan) untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan yang terjadi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Hipertensi dengan NANDA/NOC NIC dalam
panduan asuhan keperawatan diantaranya yaitu:
1. Nyeri akut
2. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
3. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan keluarga
Perumusan diagnosa keluarga dapat diarahkan pada sasaran individu atau
keluarga. Komponen diagnosis keperawatan keluarga meliputi masalah
(problem), penyebab (etiologi) dan tanda gejala. Sedangkan etiologi mengacu
pada 5 tugas kesehatan keluarga yaitu:
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
4. Ketidakmmapuan keluarga memelihara lingkungan
5. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan
Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga,
selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu di prioritaskan bersama
keluarga , prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga sebagai berikut:
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual = 3
Resiko = 2
Potensial = 1
Kemungkinan masalah untuk dipecah 2 Mudah = 2
Sebagian = 1
Tidak dapat = 0
Potensia masalah untuk dicegah 1 Tinggi = 3
Cukup = 2
Rendah = 1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya
masalah = 0

Skoring
a. Tentukan skor untuk tiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
Skor
x Nilai Bobot
Angka tertinggi
c. Jumlah skor untuk semua kriteria , skor tertinggi 5 untuk seluruh bobot
2.3.3 Intervensi
Data Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Data Pendukung masalah Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
keluarga dengan hipertensi
1. Keluarga tidakmampu 00099 Ketidakefektifan 1847 Keluarga mampu mengenal 3510 Keluarga mampu
mengenal masalah pemeliharaan kesehatan masalah pengetahuan mengenela masalah:
2. Keluarga tidakmampu keluarga hipertensi, proses Hipertensi
menghindari faktor resiko penyakitnya dan cara
Data fokus: menanganinya 5510 Pendidikan
1. Nyeri pada tengkuk kesehatan pengajaran
2. Pusing proses penyakit yang
3. Tanpa gejala dilami: hipertensi

5602 Pengajaran proses


penyakit

5614 Pengajaran diet


hipertensi yang
dianjurkan/yang
tepat
5616 Pengajaran ;
pengobatan yang
diresapkan
/dibutuhkan
2.3.4 Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuha


keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien dalam
mecapai tujuan yang telah ditetapkan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keeprawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan
dan respon pasien terhadap tindakan keperawatan tersebut (Kozier, 2010)

2.3.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sisitematis dan


terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan/ kriteria hasil yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain
agar mencapai tujuan/kriteria hasil yang telah ditetapkan (Ida, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

A, P. P., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing . Singapore: Elsevier.


Anies. (2018). Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Arifin, R. f., Udiyani, R., & Murdiawan, I. M. (2009). Faktor-faktor Yang Berhubungan
Terhadap Tingkat Hipertensi Lansia.
AS, M. (2010). Hidup Bersama Hipertensi. Jogjakarta: In-Books.
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Erlangga.
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta Selatan:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Hernilawati. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan: Pustaka
As Salam.
Ida, M. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: Pustaka Baru Press.
Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 5.
Jakarta : EGC.
Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta Selatan: PT Agro Media Pustaka.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep Mind Mapping Dan NANDA
NIC NOC Jilid 2. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.
Masriadi. (2016). Epiemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV. Trans Info
Media.
Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
medis & NANDA NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI.
Suiraoka, I. (2012). Penyakit Degenaratif Mengenal, Mencegah dan Mengurangi Faktor
Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.
Susanto. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Teori Dan Praktik . Jakarta: EGC.
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai