Dosen Pembimbing:
Dr. M. Sajidin, S.Kp., M. Kes
Disusun Oleh :
Yunis Dwi Kurniasari (202003064)
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan darah tinggi merupakan salah satu
penyakit tidak menular (PTM) dimana tekanan darah seseorang sama dengan atau lebih
dari 140 mmHg untuk sistolik dan untuk diastolik sama dengan atau lebih dari 90 mmHg
(Nurarif & Kusuma, 2015). Penyakit hipertensi ini sering disebut silent killer karena
pada sebagian besar kasus, penyakit mematikan ini tidak menunjukkan gejala apapun,
hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan serangan jantung yang
mengakibatkan penderitanya meninggal dunia. Bahkan sakit kepala yang sering menjadi
indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap keluhan ringan yang
akan sembuh dengan sendirinya.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 sekitar 1,13 Miliar orang di
dunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang didunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah
penyandang hipertensi juga terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun
2025 akan ada 1,5 Milliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap
tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Arifin, Udiyani,
& Murdiawan, 2009).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) prevelensi hipertensi
di Indonesia sebesar (34,1%) ini cenderung naik dibandingkan tahun 2013 sebesar
(25,8%). Berdasarkan karakteristik usia, prevelensi hipertensi pada usia 18-24 tahun
sebesar (13,2%), usia 25-34 tahun sebesar (20,1%), usia 35-44 tahun sebesar (31,6%),
prevelensi tersebut terus meningkat hingga usia 45-54 tahun sebesar (45,3%), usia 55-64
tahun sebesar (55,2%), usia 65-74 sebesar (63,2%), dan usia lebih dari 75 tahun (69,5%).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa hipertensi akan semakin bertambha
seiring bertambahnya usia.
Indikasi dari peningkatan kasus hipertensi dimasyarakat salah satunya karena
minimnya perhatian keluarga terhadap pencegahan dan perawatan anggota keluarga yang
mempunyai penyakit hipertensi. Keberhasilan peawatan hpetensi tidak luput dari peran
keluarga, dimana keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien
keperawatan dan keluarga sangat berperan dalam menentukan asuhan keperawatan yang
diperlukan pada anggota keluarga yang sakit. Bila dalam keluarga tersebut salah satu
anggota keluarganya mengalami gangguan kesehatan sisitem dalam keluarga akan
berpengaruh, penderita hipertensi biasanya kurang mendapat perhatian eluarga, apabila
kurang dari pengetahuan tentang perawatan hipertensi, maka berpengaruh pada
perawatan yang tidak maksimal.
Tingginya angka kejadian hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu usia, genetik, jenis kelamin, pola hidup yang salah seperti kurang
olahraga, merokok, obesitas, penggunaan jelantah, mengkonsumsi garam dapur yang
berlebih, dan terlalu banyak minum alkohol dan kafein. Hipertensi juga dapat disebabkan
oleh faktor psikis seperti stress, emosi dan cemas (AS, 2010). Dampak penyakit
hipertensi jika tidak segera ditangani, dalam jangka panjang akan menyebabkan
pecahnya pembuluh darah dan mengakibatkan stroke, penyakit jantung koroner, gagal
jantung dan gagal ginjal, gangguan retinopati atau dikenal dengan glaukoma (Lingga,
2012).Penyakit hipertensi ini jika tidak segera ditangani juga akan berdampak pada
psikologis penderita yaitu mengalami demensia atau lupa ingatan (AS, 2010).
Upaya untuk menagani hipertensi ada 2 yaitu secara farmakologis dan non
farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis merupakan penatalaksanaan dengan
menggunkan obat-obatan seperti golongan diuretic sedangkan penatalaksanaan non
farmakologis seperti olah raga yang cukup, relaksasi,maupun dengan terapi herbal (AS,
2010).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk membuat asuhan keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi
2.2.2 Etiologi
Perubahan struktur
Vasokontriksi
Gangguan Sirkulasi
Spasme
Sistemik Koroner Arteriol
Resistensi pembuluh Suplai O2 ke otak
darah otak menurun
Vasokontriksi Iskemi Resiko Cidera
Miocrad
Nyeri Sinkop
Afterload meningkat
SAR memberikan Nyeri Dada
Ketidak efektifan
stimulus nyeri
perfusi jarigan
Penurunan Curah Fatique
Aktivasi SAR
meningkat Jantung (Nurarif & Kusuma, 2015)
Intoleransi
Gangguan Pola Tidur Aktivitas
2.2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi
Berikut ini tanda dan gejala hipertensi:
1. Tidak ada gejala
Hipertensi biasanya tidak akan menimbulkan gejala namun, akan menimbulkan
gejala setelah terjadi kerusakan organ, misalnya jantung, ginjal, otak, dan mata.
2. Gejala yang sering kali terjadi
Nyeri kepala, pusing/migrain, rasa berat ditengkuk, sulit untuk tidur, lemah dan
lelah, mata kunang-kunan (Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2016).
1. Pemeriksaan Laboratorium
2.2.7 Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah kedaerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Manurung, 2018).
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein
akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Manurung,
2018).
3. Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul diparu, kaki
dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan
sesak nafas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering
dikatakan edema. Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intertisium
diselurh susunan saraf pusat.
4. Dimensia
Dimensia adalah lupa ingatan yang secara fisik penderitanya masih sehat,
tapi dia sering mengeluh lupa. Dimensia ditandai oleh kehilangan secara
tersembunyi dan progresif daya ingat dan fungsi intelektual (AS, 2010).
5. Glaukoma
Salah satu komplikasi hipertensi adalah gangguan retinopati, yang dikenal
dengan istilah glaukoma. Glaukoma terjadi karena tekanan darah yang tinggi
berlangsung dalam jangka waktu cukup panjang, sehingga meningkatkan tekanan
intraokular mata, arteriol yang menyuplai darah ke mata menyempit. Hubungan
antara peningkatan tekanan intraokular dan tekanan darah merupakan hubungan
langsung yang berbanding lurus dengan yang lainnya (Lingga, 2012).
2.2.8 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan dengan
menggunakan obat-obatan. Berikut ini golongan obat-obatan yang diberikan pada
pasien hipertensi:
1. Diuretik
Obat-obat jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui
kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya
pompa jantung lebih ringan. Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan
darah dengan cara mengurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta
melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara perlahan-lahan
mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi
dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di
dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah
membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali
(Manurung, 2018). Salah satu golongan diuretik yang sering diberikan pada pasien
yaitu hidroklorotiazid (Muttaqin, 2009).
2. Penghambat adrenergik (Beta Blocker)
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidakdianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkial. Pemberian beta
blocker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernafasan seperti asma bronkial
karena pada pemberian beta blocker dapat menghambat reseptor beta 2 ditempat
lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara
(bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi
pembukaan ini dengan beta blocker dapat memperburuk penderita asma
(Manurung, 2018).
3. Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator
adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian
obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Manurung, 2018).
4. Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)
Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-
angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah
angiotensin (anggiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan
perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Manurung, 2018).
5. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium adalah sekelompok obat yang bekerja
mempengaruhi jalnnya masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot
didalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap
aliran darah dan tekanan darah. Antagonis kalsim bertindak sebagai vasodilator
atau pelebar. Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas) yang termasuk golongan obat ini
adalah: nifeldipin, diltiasem dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul
adalah: sembelit, pusing, sakit kepala, dan muntah (Manurung, 2018).
B. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmokologis adalah penatalaksanaan tanpa
mengguankan obat-obatan. Penatalaksanakan non farmakologis dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Istirahat yang Cukup
Istirahat dapat mengurangi ketegangan dan kelelahan otot bekerja
sehingga mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran. Istirahat dengan posisi
badan berbaring dapat mengembalikan aliran darah ke otak. Berusahalan untuk
beristirahat setelah beberapa saat melakukan kesibukan rutinitas (AS, 2010).
2. Diet
Pendekatan diet untuk menangani hipertensi berfokus pada menurunkan
asupan natrium, mempertahankan asupan kalium dan kasium yang cukup, dan
mengurangi asupan asupan lemak total jenuh. Pembatasan natrium ringan
hingga sedang (tidak ada tambahan garam) menurankan tekanan darah dan
memperkuatefek obat-obatan anti-hipertensi untuk sebagian besar pasien
hipertensi. Diet DASH (Dietery Approaches to Stop Hypertention) telah
terbukti bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Diet ini berfokus pada
semua makanan daripada nutrisi itu sendiri. Diet ini kaya buah dan sayuran
(hingga 10 sajian per hari) dan rendah lemak total jenuh. Penurunan berat
badan dianjurkan untuk pasien yang obes. Penurunan semisal 4,5 kg
menurunkan tekanan darah pada banyak orang. Diet yang seimbangan seperti
diet DASH dianjurkan untuk penurunan berat badan (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016).
3. Aktivitas (olahraga)
Melalui olahraga yang yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik
aerobik selama 30-45 menit perhari) dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Palmer (2007) mengatakan bahwa cara untuk
meningkatkan aktivitas fisik yaitu dengan berjalan kaki, berenang, bersepeda,
berlari setiap hari mulai dari latihan ringan dan tingkatkan secara perlahan –
lahan (Manurung, 2018). Selain dapat memperlancar peredaran darah,
olahraga dapat pula membekar lemak sehingga tidak kelebihan berat badan.
Olaharaga rileks seperti yoga dan meditasi juga dapat menurunkan tekanan
darah (AS, 2010).
4. Terapi Herbal
Didalam tradisional Chinesse Pharmacology, ada lima macam citra
rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian
jenis obat-obatan herbal ini khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan
dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan
dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak
sebagai pelengkap menu sehari-hari. Adapun tanaman obat tradisonal yang
dapat digunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: Bawang putih, seledri,
belimbing wuluh, belimbing, teh, wortel, mengkudu, mentimun, dll
(Manurung, 2018)
5. Berhenti merokok dan berhenti minum alkohol
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan
darah. Begitu juga dengan alkohol, efek samping banyak mengkonsumsi
alkohol adalah semakin tinggi tekanan darah, akibatnya peluang hipertensi
semakin tinggi. Oleh karena itu, berhenti merokok dan berhenti minum
alkohol sangat penting dilakukan untuk menurunkan tekanan darah
(Manurung, 2018).
6. Terapi Relaksasi
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Triyanto,
2014). Relaksasi adalah suatu keadaan yang bersifat menguntungkan yang
ditandai dengan penurunan denyut nadi, frekuensi pernafasan, tekanan darah,
ketegangan otot, dan meperbaiki suasana hati melalui partisipasi klien
langsung (A & Perry, 2010). Terapi relaksasi seperti umpan balik biologis,
sentuhan terapi, yoga, meditasi dan latihan pernafasan dapat menurunkan
tekanan darah (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
7. Menghindari stres
Orang yang beresiko terkena hipertensi sebaiknya menghindari diri
dari stres. Hal ini disebabkan orang yang terkena stres pembuluh darahnya
akan mengkerut dan menyempit. Hal ini dapat menyebabkan naiknya tekanan
darah seseorang. Apabila stres tersebut hilang, maka tekanan darah akan
normal kembali. Selain itu, faktor stres dialami seseorang berhubungan juga
dengan aktivitas syaraf simpatis yang merangsang sekresi hormon adrenalin.
Hormon ini dapat membuat jantung berdenyut lebih cepat sehingga dapat
mengakibatkan penyempitan kapiler darah tepi.
Skoring
a. Tentukan skor untuk tiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot
Skor
x Nilai Bobot
Angka tertinggi
c. Jumlah skor untuk semua kriteria , skor tertinggi 5 untuk seluruh bobot
2.3.3 Intervensi
Data Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Data Pendukung masalah Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
keluarga dengan hipertensi
1. Keluarga tidakmampu 00099 Ketidakefektifan 1847 Keluarga mampu mengenal 3510 Keluarga mampu
mengenal masalah pemeliharaan kesehatan masalah pengetahuan mengenela masalah:
2. Keluarga tidakmampu keluarga hipertensi, proses Hipertensi
menghindari faktor resiko penyakitnya dan cara
Data fokus: menanganinya 5510 Pendidikan
1. Nyeri pada tengkuk kesehatan pengajaran
2. Pusing proses penyakit yang
3. Tanpa gejala dilami: hipertensi
2.3.5 Evaluasi