Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK


DEWASA PADA KELUARGA TN. M DENGAN RISIKO HIPERTENSI DI
DUSUN NGENTAK RT. 04 RW. 31 MEDELAN

Disusun Oleh :

Aditya Dicky Suprapto (202011001)

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Aditya Dicky Suprapto

NM : 202011001

Judul : Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Tingkat

Perkembangan Keluarga Dengan Anak Dewasa Pada

Keluarga Tn. M

TTD Mahasiswa

( )

TTD Pembimbing Akademik TTD Pembimbing Klinik/ CI

( ) ( )
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul kemudian tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan merupakan sistem
pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan
sehat dan sakit (Wiratri, 2018). Gangguan kesehatan pada keluarga akan saling
berhubungan, ketika ada anggota keluarga yang sakit maka akan
mempengaruhi seluruh anggota keluarga lain. Munculnya gangguan kesehatan
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor keturunan dan
riwayat kesehatan keluarga.

Extended family merupakan keluarga yang tidak hanya terdiri atas keluarga inti
(ayah, ibu, dan anak) tetapi juga kerabat lainnya seperti kakek-nenek, paman,
bibi, dan sepupu yang tinggal bersama (Knox & Schacht, 2010). Keluarga
besar (extended family) masih berkembang di Indonesia sehingga
memungkinkan orang tua lanjut usia untuk tinggal bersama keluarganya
dengan anak, menantu, cucu, atau anggota keluarga lainnya (Riasmini, Sahar,
& Resnayati, 2013). Hal ini terlihat dari persentase penduduk lansia
berdasarkan status tempat tinggal lansia (BPS, 2020).

Lansia merupakan suatu proses tahap akhir dari kehidupan manusia yang akan
dijalani oleh setiap orang. Menua merupakan suatu keadaan dimana seseorang
akan mengalami kemunduran fisik, mental, sosial secara bertahap sehingga
tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari atau terjadinya kemunduran
fisik (Siringo-ringo, Sihombing, & Tumanggor, 2021). Proses penuaaan
ditandai dengan perubahan degenerative pada kulit, jantung, pembuluh darah,
tulang, syaraf dan jaringan tubuh lainnya. Menurut WHO batasan lansia dibagi
menjadi tiga bagian yaitu usia lanjut (elderly) antara usia 60 -74 tahun, usia tua
(old) 75 -90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas usia lebih 90 tahun.

Penyakit yang sering muncul akibat gaya hidup yang tidak sehat salah satunya
yaitu hipertensi (Sufa et al., 2017). Hipertensi merupakan suatu keadaan klinis
ketika pengukuran sistolik dan diastolik lebih dari 140 mmHg dan 90 mmHg
yang dapat diartikan sebagai peningkatan tekanan darah dari batas normal
(Maulidiyah, 2019). Hipertensi dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya
penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler dan renovaskuler dan dapat menjadi
masalah paling berbahaya di Indonesia maupun dunia (Rahma, 2016). Gejala
khas hipertensi yaitu tidak dapat diperkirakan oleh penderita sehingga dapat
beresiko secara diam-diam membunuh penderita atau yang sering disebut silent
killer (Trybahari, Dkk, 2019). Ada beberapa faktor risiko di antaranya meliputi
usia, jenis kelamin, keturunan, obesitas dan mengkonsumsi garam dengan
kadar yang tinggi juga dapat berpengaruh adanya peningkatan tekanan darah
(Sarumaha, 2018).

Hasil pengkajian yang di dapatkan keluarga bapak M adalah tipe keluarga


single family yang terdiri dari bapak M. Bapak M mengatakan dirumah ada 2
kk yang terdisi anak bapak M dan menantu serta 3 cucu, semua keluarga tidak
mengalami sakit dan seandainya sakit hanya sakit ringan saja misalnya batuk,
pilek atau flu untuk saat ini keluarganya baik-baik saja. Bapak M mengatakan
jika cek tensi terahir sekitar 130 tetapi untuk waktu dekat ini belum cek tensi
kembali, pasien juga mengatak tahun ini pernah cek lab di apotek dan di
jelaskan oleh petugas jika hasilnya baik tetapi untuk hasil hard copy sudah
hilang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusaan maslah dalam penelitian


ini adalah bagaimana asuhan keprawatan keluarga klien dengan resiko
hipertensi

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keprawatan keluarga pada pasien dengan


resiko hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a) Mampu melakukan pengkjian keprawatan keperawatan keluarga pada


pasien dengan risiko hipertensi

b) Mampu menegakan diagnosa keperawatan keluarga pada pasien dengan


risiko hipertensi

c) Mampu menyusun perencanaan keperawatan keluarga pada pasien


dengan risiko hipertensi

d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan keluarga pada pasien


dengan risiko hipertensi

e) Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan keluarga pada


pasien dengan risiko hipertensi
BAB II. TINJAUAN TEORI

A.

1. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011). Keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012). Sedangkan menurut Friedman
keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat
antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai
lembaga atau unit layanan perlu di perhitungkan. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah ikatan (perkawinan atau
kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal dalam satu atap yang
selalu berinteraksi serta saling ketergantungan.

2. Fungsi Keluarga Keluarga

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang


merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada
kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen
yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif
adalah (Friedman, M.M et al., 2010) :

1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling


menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.

2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan


mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.

3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat


memulai hidup baru.

b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat


individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan
menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini
keluarga dapat Membina hubungan 7 sosial pada anak, Membentuk norma-
norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan
Menaruh nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber


daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk
memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk
keluarga adalah meneruskan keturunan.

d. Fungsi Psikologis,

Merupakan fungsi yang terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih


sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan
identitas keluarga.

e. Fungsi Ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota


keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.

f. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan,


yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti
sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

g. Fungsi Pendidikan,

Merupakan fungi yang diberikan keluarga dalam rangka memberikan


pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya.

3. Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan


perkembangan keluarga dibagi menjadi 8 :

a. Keluarga Baru (Berganning Family) Pasangan baru nikah yang belum


mempunyai anak. Tugas perkembangan keluarga dalam tahap ini antara lain
yaitu membina hubungan intim yang memuaskan, menetapkan tujuan
bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, mendiskusikan rencana
memiliki anak atau KB, persiapan menjadi orangtua dan memahami
prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orangtua).

b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing) Masa ini merupakan
transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan krisis keluarga. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain yaitu adaptasi perubahan
anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan
pasangan, membagi peran dan tanggung jawab, bimbingan orangtua tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta konseling KB post partum 6
minggu.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah Tugas perkembangan dalam tahap ini
adalah menyesuaikan kebutuhan pada anak pra sekolah (sesuai dengan
tumbuh kembang, 9 proses belajar dan kontak sosial) dan merencanakan
kelahiran berikutnya.

d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun) Keluarga dengan anak sekolah
mempunyai tugas perkembangan keluarga seperti membantu sosialisasi
anak terhadap lingkungan luar rumah, mendorong anak untuk mencapai
pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas anak. e.
Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun) Tugas perkembangan keluarga
pada saat ini adalah pengembangan terhadap remaja, memelihara
komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan
anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga.

f. Keluarga dengan anak dewasa Tugas perkembangan keluarga


mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian
anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada dalam keluarganya.

g. Keluarga usia pertengahan (middle age family) Tugas perkembangan


keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan
dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai, memulihkan hubungan
antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.

h. Keluarga lanjut usia Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas


seperti penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup,
menerima kematian pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta
melakukan life review masa lalu. 4. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
adalah sebagai berikut :

 Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan


 Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
 Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga
yang sakit
 Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat
meningkatkan kesehatan
 Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat
di lingkungan setempat
4. Tipe/ Bentuk Keluarga
Menurut Setiadi (2008) pembagian tipe ini bergantung pada konteks keilmuan dan
orang yang mengelompokkan:
A. Secara tradisional
Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
 Keluarga inti (nuclear family), yaitu suatu rumah tangga yang
terdiri dari suami, istri, dan anak (anak kandung atau anak angkat).
 Keluarga besar (extended family), yaitu keluarga inti ditambah
dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah misalnya
kakek, nenek, paman, bibi atau keluarga yang terdiri dari tiga generasi
yang hidup bersama dalam satu rumah seperti keluarga nuclear family
disertai paman, tante, orang tua (kakek-nenek) dan keponakan.
B. Secara modern
Berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme maka
pengelompokan tipe keluarga selain diatas adalah:
 Tradisional nuclear Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal
dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi dalam suatu ikatan
perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
 Reconstituted nuclear Pembentukan baru dari keluarga inti melalui
perkawinan kembali suami/ istri, tinggal dalam pembentukan satu
rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan perkawinan baru,
satu/ keduanya dapat berkeja di luar rumah.
 Niddle age/ Aging couple Suami sebagai pencari uang, istri
dirumah/ kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah
meniggalkan rumah mereka karena sekolah/ perkawinan/ meniti
karir.
 Dyanic nuclear Suami istri yang sudah berumur dan tidak lagi
mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja diluar
rumah.
 Single parent Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau
kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah
atau diluar rumah.
 Dual carrier Yaitu suami istri atau keduanya orang karir dan tanpa
anak.
 Commuter married Suami/ istri atau keduanya orang karir dan
tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada
waktu-waktu tertentu.
 Single adult Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan
tidak adanya keinginan untuk kawin.
 Three generation Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu
rumah.
 Institusional Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal
dalam satu panti-panti.
 Communal Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan
yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
 Group marriage Yaitu suatu perumahan terdiri dari orang tua dan
keturunan didalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah
kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-
anak.

B.

1. Pengertian hipertensi

Hipertensi, atau yang lebih dikenal sebagai tekanan darah tinggi adalah suatu
kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan pada pembuluh darah secara terus
menerus. Hipertensi adalah kondisi medis yang serius dan dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung, otak, ginjang, dan penyakit lainnya (WHO, 2019).
Hipertensi adalah kelainan pada sistem sirkulasi darah yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan darah ≥140/90
mmHg (Kemenkes RI, 2014). Hipertensi adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya gangguan pada tekanan darah sistolik maupun diastolik yang
meningkat atau naik diatas tekanan darah normal. Tekanan darah sistolik
adalah tekanan puncak ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah
keluar arteri. Tekanan darah diastolik adalah tekanan ketika jantung rileks dan
mengisi darah kembali (Masriadi, 2016). Hipertensi juga merupakan faktor
utama terjadinya gangguan kardiovaskuler. Apabila tidak ditangani dengan
baik dapat mengakibatkan gagal ginjal, stroke, demensia, gagal jantung, infark
miokard, gangguan penglihatan, dan hipertensi (Andrian, 2016).

2. Faktor penyebab hipertensi

Menurut (Black & Hawks, 2014), faktor-faktor penyebab hipertensi


dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Faktor-faktor penybab yang tidak dapat diubah
a) Keturunan (genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga
yang telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi karena
adanya peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio
antara potasium terhadap sodium, sehingga pada orang tua
cenderung beresiko lebih tinggi menderita hipertensi dua kali
lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai
riwayat keluarga dengan hipertensi (Buckman, 2010).
b) Usia
Seiring bertambahnya usia seseorang, maka terjadi penurunan
kemampuan pada organ-organ tubuh termasuk sistem
kardiovaskuler, dalam hal ini jantung dan pembuluh darah.
Pembuluh darah menjadi lebih sempit dan terjadi kekakuan pada
dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah
meningkat (Adam, 2019). Dengan meningkatnya umur maka
terjadi kenaikan tekanan darah diastole rata-rata walaupun tidak
begitu nyata. Di sisi lain, setiap kenaikan kelompok dekade umur
maka juga 21 terjadi kenaikan angka prevalensi hipertensi (Sartik,
dkk., 2017). Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil
akan berubah di usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung
lebih meningkat secara cepat. Sehingga, semakin bertambahnya
usia seseorang maka tekanan darah semakin meningkat. Jadi,
seorang lansia cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi
dibandingkan di usia muda (Triyanto, 2014).
c) Jenis Kelamin
Wanita diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah
dibandingkan pria ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah
menyerang pada wanita ketika berumur 55 tahun, sekitar 60%
hipertensi berpengaruh pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan
perubahan hormone pada wanita setelah menopause (Triyanto,
2014). d) Pendidikan Tingkat pendidikan secara tidak langsung
mempengaruhi tekanan darah. Tingginya risiko hipertensi pada
orang dengan pendidikan yang rendah, kemungkinan disebabkan
kurangnya pengetahuan dalam menerima informasi dari petugas
kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup yang
tidak sehat (Armilawaty & Amirudin, 2007). 22
2) Faktor-faktor penyebab yang dapat diubah
a) Obesitas
Obesitas atau lebih dikenal dengan kegemukan adalah suatu
keadaan dimana terjadi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh.
Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi akibat terganggunya
aliran darah. Dalam hal ini, orang dengan obesitas biasanya
mengalami peningkatan kadar lemak dalam darah (hiperlipidemia)
sehingga berpotensi menimbulkan penyempitan pembuluh darah
(aterosklerosis). Penyempitan terjadi akibat penumpukan plak
ateromosa yang berasal dari lemak. Penyempitan tersebut memicu
jantung bekerja memompa darah lebih kuat agar kebutuhan
oksigen dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi.
Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah meningkat (Sari,
2017).
b) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena
dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di
dalam otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena
tekanan darah yang lebih tinggi (Andrea, 2013).
c) Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner,
termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah
karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein.
Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah
kafein. Kafein di dalam tubuh manusia bekerja dengan cara
memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor
adinosa di dalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan
dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam (Bistara & Kartini,
2018).
d) Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya
aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk penyakit
kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan
kematian secara global (Iswahyuni, 2017). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah karena aktivitas fisik yang teratur dapat melebarkan
pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi normal. Semakin
ringan aktivitas fisik semakin meningkat risiko terjadinya
hipertensi (Aripin, 2015). 24
e) Konsumsi makanan asin
Garam memiliki sifat mengikat cairan sehingga mengonsumsi
garam dalam jumlah yang berlebihan secara terus-menerus dapat
berpengaruh secara langsung terhap peningkatan tekanan darah.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi di
dalam cairan ekstraseluler meningkat, untuk menormalkannya
cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat menyebabkan meningkatnya volume
darah kemudian berdampak timbulnya hipertensi (Sutarga, 2017).
f) Stress
Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu
tekanan darah tinggi. Stress akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
merangsang aktivitas saraf simpatik. Stress ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik
personal (Nurrahmani, dkk., 2015). Stress dapat meningkatkan
tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan
bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang
panjang.
g) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak
Menurut Jauhari dalam Manawan, dkk. (2016), lemak di dalam
makan atau hidangan memberikan kecenderungan 25
meningkatkan kolesterol darah, terutama lemak hewani yang
mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian dengan
peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.
3. Patofisiologi

Dimulai dengan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah


peripher yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan
pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran
plaque yang menghambat gangguan peredaran darah peripher. Kekakuan dan
kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang
akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang
akhirnya memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem
sirkulasi (Bustan, 2016).

Proses terjadinya hipertensi melalui tiga mekanisme, yaitu : gangguan


keseimbangan natrium, kelenturan atau elastisitas pembuluh darah berkurang
(menjadi kaku), dan penyempitan pembuluh darah. Pada stadium awal
sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat
dan diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan
tekanan darah yang menetap curah jantung dan tahanan perifer dan atrium
kanan mempengaruhi tekanan darah (Masriadi, 2016).

Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa rerjadi melalui beberapa cara
yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga 26 mengalirkan lebih banyak
cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan menjadi
kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan. inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah
menebal dan kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan
darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil
(arteriola) untuk sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf
atau hormon didalam darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terhadap
kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan
air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat
(Triyanto, 2014).

Jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak


cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian
terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi
ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur
berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal
mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah
meningkat, ginjal akan mengeluarkan garam dan air yang akan menyebabkan
27 berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika
tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal
juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang
disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya
akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ peting
dalam mengembalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan
kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri
renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu
atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto,
2014).

Perubahan stuktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer


bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar bekurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Brunner & Suddarth, 2014).

4. Tanda Gejala

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015), tanda dan gejala hipertensi dibedakan
menjadi dua, yaitu :

1) Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang
menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

(Nurarif & Kusuma, 2015) menyatakan bahwa beberapa pasien yang menderita
hipertensi merasakan tanda dan gejala sebagai berikut.

1) Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan tekanan darah yang


sangat tinggi dapat menyebabkan kerusakan di otak sehingga
menimbulkan perasaan nyeri di kepala dan didefinisikan sebagai
pusing.

2) Lemas, kelelahan hal ini dikarenakan otot mengalami ketegangan


sehingga pembuluh darah yang ada di dalam otot tersebut mengalami
penekanan.

3) Sesak nafas, penyebab sesak nafas yaitu ada gangguan pada jantung,
paru, dan organ lainnya. Jadi, jika tekanan darah tinggi ada
kemungkinan pasien mengalami sesak nafas.

4) Gelisah, penyebab dari hipertensi sendiri adalah stress. Hormone ini


dikeluarkan berlebihan maka akan menimbulkan gelisah.

5) Epistaksis, pasien dengan hipertensi yang lama memiliki kerusakan


pembuluh darah yang kronis. Hal ini berisiko terjadi epitaksis terutama
pada kenaikan tekanan darah yang abnormal. Pasien epistaksis dengan
hipertensi cenderung mengalami perdarahan berulang pada bagian
hidung yang kaya dengan persarafan autonom yaitu bagian pertengahan
posterior dan bagian diantara konka media dan konka inferior.

6) Kesadaran menurun, karena tekanan darah yang tinggi dapat


menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak yang menyebabkan
sakit kepala dan dapat menurunkan kesadaran.

5. Komplikasi

Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan menyebab


kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai darah dari
arteri tersebut. Menurut (Wijaya & Putri, 2013), komplikasi hipertensi dapat
terjadi pada organ-organ tubuh sebagai berikut :

1) Jantung Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan


penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja
jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut
dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa
sehingga banyaknya cairan yang tertahan di paru maupun jaringan
tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi
ini disebut gagal jantung.

2) Otak Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,


apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3) Ginjal Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi


dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal
akibat lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran tubuh dan terjadi
penumpukan di dalam tubuh.

4) Mata Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi


dan dapat menimbulkan kebutaan.

6. Penatalaksanaan

Dalam Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019 oleh Perhimpunan Dokter


Hipertensi Indonesia (PERHI) (2019), menyebutkan bahwa penatalaksanaan
hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Penatalaksanaan non farmakologi / tanpa obat


Penatalaksanaan non farmakologi dilakukan dengan menerapkan
intervensi pola hidup yang sehat. Pola hidup yang sehat dapat
mencegah ataupun memperlambat awitan hipertensi dan dapat
mengurangi risiko kardiovaskular. pola hidup sehat juga dapat
memperlambat ataupun mencegah kebutuhan terapi obat pada
hipertensi derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda inisiasi terapi
obat pada pasien dengan HMOD atau risiko tinggi kardiovaskular.
pola hidup sehat yang terbukti menurunkan tekanan darah yaitu
pembatasan konsumsi garam dan alkohol, peningkatan konsumsi
sayuran dan buah, penurunan berat badan dan menjaga berat badan
ideal, aktivitas fisik teratur, serta menghindari rokok.
a) Pembatasan konsumsi garam
Terdapat bukti hubungan antara konsumsi garam dan hipertensi.
Konsumsi garam berlebih terbukti meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan prevalensi hipertensi. Rekomendasi penggunaan
natrium (Na) sebaiknya tidak lebih 32 dari 2 gram/hari (setara
dengan 5-6 gram NaCl perhari atau 1 sendok teh garam dapur).
Sebaiknya menghindari makanan dengan kandungan tinggi garam.
b) Perubahan pola makan
Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan seimbang
yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan segar,
produk susu rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak
jenuh (terutama minyak zaitun), serta membatasi asupan daging
merah dan asam lemak jenuh.
c) Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal Terdapat
peningkatan prevalensi obesitas dewasa di Indonesia dari 14,8%
berdasarkan data Riskesdas 2013, menjadi 21,8% dari data
Riskesdas 2018. Tujuan pengendalian berat badan adalah
mencegah obesitas (IMT >25 kg/m2 ), dan menargetkan berat
badan ideal (IMT 18,5 – 22,9 kg/m2 ) dengan lingkar pinggang.
d) Olahraga teratur
Olahraga aerobik teratur bermanfaat untuk pencegahan dan
pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Olahraga teratur dengan intensitas dan durasi
ringan memiliki efek penurunan TD lebih kecil dibandingkan
dengan latihan intensitas sedang atau tinggi, sehingga pasien
hipertensi disarankan untuk berolahraga 33 setidaknya 30 menit
latihan aerobik dinamik berintensitas sedang (seperti: berjalan,
joging, bersepeda, atau berenang) 5-7 hari per minggu.
e) Berhenti merokok Merokok merupakan faktor risiko kardiovaskular
dan kanker, sehingga status merokok harus ditanyakan pada setiap
kunjungan pasien dan penderita hipertensi yang merokok harus
diedukasi untuk berhenti merokok.
2) Penatalaksanaan farmakologi / dengan obat-obatan
Penatalaksanaan farmakologi pada penderita hipertensi merupakan
upaya untuk menurunkan tekanan darah secara efektif dan efisien.
Meskipun demikian pemberian obat antihipertensi bukan selalu
merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi.
Jenis-jenis obat antihipertensi, antara lain :
a) Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh
bekrurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan
dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan
pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
b) Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja dengan
menghambat aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang bekerja pada saat
kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan
penghambat simpatetik adalah metildopa, klonodin, dan reserpine.
Efek samping yang dijumpai adalah anemia hemolitik (kekurangan
sel darah merah karena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi
hati, dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis.
Saat ini golongan ini jarang digunakan.
c) Betabloker Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapsan seperti
asma bronchial. Contoh obat golongan betablocker adalah
metoprolol, propranolol, atenolol, dan bisoprolol. Pemakaian pada
penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia.
d) Vasodilator Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
prazosin dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada
pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala.
e) Penghambat enzim konversi angiotensin Kerja obat golongan ini
adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat yang dapat
meningkatkan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan
ini adalah kaptopril. Efek samping yang sering timbul adalah batuk
kering, pusing, sakit kepala, dan lemas.
f) Antagonis kalsium Golongan obat ini bekerja menurunkan daya
pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot jantung
(kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah nifedipine,
diltizem, dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah
sembelit, pusing, sakit kepala, dan muntah.
g) Penghambat reseptor angiotensin II Kerja obat ini adalah dengan
menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptornya yang
mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang mungkin
timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas, dan mual.
Daftar pustaka:
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Indonesia statistical yearbook of Indonesia.
BPS Indonesia. Jakarta.
Buckman. (2010). Apa yang Anda Ketahui Tentang Tekanan Darah Tinggi.Yogya
karta : Citra Aji Parama.
Wiratri, A 2018, Menilik Ulang Arti Keluarga Pada Masyarakat Indonesia
(Revisiting The Concept Of Family In Indonesian Society), Jurnal
Kependudukan Indonesia.
Knox, D & Schacht, C. (2010). Choice in relationships: An introduction to
marriage and the family. Tenth edition. Amerika Serikat: Wadsworth
Riasmini, N.M., Sahar, J., & Resnayati, Y. Pengalaman Keluarga dalam
Penanganan Lanjut Usia di Masyarakat dari Aspek Budaya Indonesia.
Jurnal Ners, 98-106 Vol. 8 No. 1.
Siringo-ringo, T., Sihombing, N., & Tumanggor, L. S. (2021). Pengaruh
Pemberian Balance Exercise.
Maulidiyah, F. (2019). Analisis Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Risiko
Hipertensi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Sarumaha, E. K. (2018). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi
Pada Usia Dewasa Muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk
Dalam Kabupaten Nias Selatan. Institut Kesehatan Helvetia.
Trybahari R, B. B. (2019). Perbandingan Slow Deep Breathing Dengan
Kombinasi Back Massage dan Slow Deep Breathing Terhadap Tekanan
Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Telenursing, 1(1):106–18
Rahma, R. D. (2016). Hubungan Kebiasaan Minum Kopi terhadap Tingkat
Hipertensi. Journal of Ners Community, 7(2): 149-161.
Mubarak. W. I. (2011). Promosi kesehatan. Jogyakarta : Graha ilmu.
Setiadi.(2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Friedman, M.M. (2010). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek Edisi 3. Alih
Bahasa: Debora R.L& Asy. Y. Jakarta: EGC
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C. 1985. Marriage and Family
Development (Sixth Edition). New York: Harper & Row
Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Kemenkes RI. Hipertensi. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
kesehatan RI. 2014; (Hipertensi):1-7.
Masriadi S. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: CV. TRANS INFO
MEDIA; 2016.

Anda mungkin juga menyukai