Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Kasus Hipertensi


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“ Keperawatan Gerontik”
Dosen Pengampu : Susan Susyanti, M. Kep

Disusun Oleh : Kelompok 1

Neng Tita Kartini KHGA18067


Neng Windi KHGA18068
Rheissa Dwi Rahayu KHGA18071
Rinrin Restu Indriyani KHGA18075

KELAS 3B ( D3 KEPERAWATAN )

STIKes KARSA HUSADA GARUT


2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya
makalah keperawatan gerontic yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik
dengan Kasus Hipertensi ” ini dapat selesai.
Adapun tujuan penyusunan asuhan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Gerontik.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik
dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan
keperawatan ini selanjutnya.
Semoga makalah Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Garut, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan umum ................................................................................... 2
1.2.2 Tujuan khusus................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
1.3.1 Manfaat teoritis................................................................................. 2
1.3.2 Bagi petugas kesehatan .................................................................... 2
1.3.3 Bagi lansia ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Lansia................................................................................ 3
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 3
2.1.2 Batasan Lansia .................................................................................. 3
2.1.3 Klasifikasi Lansia ............................................................................. 3
2.1.4 Kebutuhan Dasar Lansia .................................................................. 4
2.1.5 Hipertensi pada lansia ...................................................................... 5
2.2 Konsep Hipertensi .................................................................................... 5
2.2.1 Definisi ............................................................................................. 5
2.2.2 Etiologi ............................................................................................. 6
2.2.3 Faktor Risiko .................................................................................... 7
2.2.4 Klasifikasi ....................................................................................... 10
2.2.5 Patofisiologi.................................................................................... 10
2.2.6 Pathway .......................................................................................... 12
2.2.7 Tanda dan Gejala ............................................................................ 13
2.2.8 Komplikasi ..................................................................................... 14
2.2.9 Penatalaksanaan.............................................................................. 15

ii
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................ 18
2.3.1 Pengkajian ...................................................................................... 18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................... 21
2.3.3 Intervensi ........................................................................................ 21
2.3.4 Implementasi .................................................................................. 23
2.3.5 Evaluasi .......................................................................................... 23
BAB III PEMBAHASAN KASUS .............................................................. 24
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 50
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 50
4.2 Saran ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang
biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan
mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena
berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong
sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia
masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung
pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif
biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak
7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa
sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka menderita
hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung,
77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita
hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan
kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita
penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes
DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta
sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis 3
dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari
hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati

1
urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau
riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
penyakit hipertensi.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri).
2. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
hipertensi yang mengalami insomnia.
3. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami risiko jatuh.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi
seperti kualitas tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam
mengembangkan terapi hipertensi non farmakologi agar tidak
meningkaktan nyeri pada lansia.
1.3.2 Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi
tambahan informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri
pada lansia terhadap tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi.
1.3.3 Bagi lansia
Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan
kontrol untuk meningkatkan rasa nyaman.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Definisi
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
menyebabkan penyakit degenerative misal, hipertensi, arterioklerosis,
diabetes mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).

2.1.2 Batasan Lansia


Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)
lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun.
3. Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahunLansia sangat tua (very old),
kelompok usia >90 tahun

2.1.3 Klasifikasi Lansia


Depkes RI (2003) mengklasifikasi lansia dalam kategori berikut :
1. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berada pada usia antara 45-59
tahun
2. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun lebih
3. Lansia yang beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
atau seseorang lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang memiliki
masalah kesehatan
4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
melakukan kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa

3
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa mencari
nafkah sehingga dalam kehidupannya bergantung pada orang lain.

2.1.4 Kebutuhan Dasar Lansia


Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya,
yaitu kebutuhan makan, perlindungan makan, perlindungan perawatan,
kesehatan dan kebutuhan sosial dalam mengadakan hubunagan dengan orang
lain, hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya dan
hubungan dengan organisasi-organisasi sosial, dengan penjelasan sebagai
berikut :
a. Kebutuhan utama, yaitu :
1. Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi, seksual,
pakaian, perumahan/tempat berteduh.
2. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai.
3. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan.
4. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari
orang lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri, serta
status yang jelas.
5. Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan
orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan
organisasi sosial.

b. Kebutuhan sekunder, yaitu :


1. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi.
3. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informai dan
pengetahuan.
4. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan
hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan di masyarakat dan
Negara atau pemerintah.

4
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami
makna akan keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal
yang tidak diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian.

2.1.5 Hipertensi pada lansia


Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan sistolik. Sedangkan mnurut WHO memakai tekanan
diastolik tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya
hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur yang
disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar sehingga
lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah kaku, sebagai
peningkatan pembuluh darah sistolik

2.2 Konsep Hipertensi


2.2.1 Definisi
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik
90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi
tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (Sylvia A. Price, 2015).
Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan
hipertensi ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri
atau tekanan systole > 140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana
tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya

5
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal.

2.2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi
menjadi 2, yaitu :
1. Hipertensi Esensial atau Primer
Menurut Lewis (2000) hipertensi primer adalah suatu kondisi
hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan.
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi
primer terjadi pada usia 30-50 tahun. Pada hipertensi primer tidak
ditemukan penyakit renovakuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma,
gagal ginjal, dan penyakit lainnya. Genetik dan ras merupakan bagian yang
menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain yang
diantaranya adalah faktor stress, intake alkohol moderat, merokok,
lingkungan, demografi dan gaya hidup.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
Golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial,
maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita
hipertensi esensial

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

6
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

2.2.3 Faktor Risiko


lFaktor-faktor risiko hipertensi terbagi dalam 2 kelompok yaitu faktor
yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah :
a. Faktor yang dapat diubah
1. Gaya hidup modern
Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya hidup masa kini
menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi ini memicu berbagai
penyakit seperti sakit kepala, sulit tidur, gastritis, jantung dan
hipertensi. Gaya hidup modern cenderung membuat berkurangnya
aktivitas fisik (olah raga). Konsumsi alkohol tinggi, minum kopi,
merokok. Semua perilaku tersebut merupakan memicu naiknya
tekanan darah.
2. Pola makan tidak sehat
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan
dan mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan,
tekanan darah akan meningkat akibat adanya retensi cairan dan
bertambahnya volume darah. Kelebihan natrium diakibatkan dari
kebiasaan menyantap makanan instan yang telah menggantikan
bahan makanan yang segar. Gaya hidup serba cepat menuntut segala
sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi makanan. Padahal
makanan instan cenderung menggunakan zat pengawet seperti
natrium berzoate dan penyedap rasa seperti monosodium glutamate
(MSG). Jenis makanan yang mengandung zat tersebut apabila
dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan

7
tekanan darah karena adanya natrium yang berlebihan di dalam
tubuh.
3. Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat membuangnya
melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat, karena kurang
minum air putih, berat badan berlebihan, kurang gerak atau ada
keturunan hipertensi maupun diabetes mellitus. Berat badan yang
berlebih akan membuat aktifitas fisik menjadi berkurang. Akibatnya
jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah.Obesitas dapat
ditentukan dari hasil indeks massa tubuh (IMT). IMT merupakan alat
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas
18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil dan olahragawan (Supariasa, 2012).

Tabel 2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Kategori IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17,0


Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,4
Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25,1-27,0

Obesitas Kelebihan BB tingkat berat <27,0

Sumber : Supariyasa et al., 2002

8
b. Faktor yang tidak dapat diubah :
1. Genetik
2. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara Potassium terhadap Sodium, individu dengan
orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih
besar daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi (Anggraini dkk, 2009)
3. Usia
4. Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah
usia seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan– perubahan pada, elastisitas dinding aorta menurun, katub
jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (Smeltzer, 2009).
5. Jenis kelamin
6. Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan
tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya
lebih terlindung daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang
belum menopause dilindungi oleh oleh hormone estrogen yang
berperan meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat menyebabkan
hipertensi (Price & Wilson, 2006)

9
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High
Bloods Preassure (JNC) ke-VIII dalam Smeltzer & Bare (2010) yaitu <130
mmHg untuk tekanan darah systole dan <85 mmHg untuk tekanan darah
diastole.

Tabel 2.2
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas tidak sedang
memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99


Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Sumber : Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment


of High Blood Preassure (JNC) ke VIII

2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

10
titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk
pertimbangan gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

11
2.2.6 Pathway

12
2.2.7 Tanda dan Gejala

1. Tidak ada gejala


Tanda dan gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis. Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epitaksis
h. Kesadaran menurun

Menurut Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala


klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri
kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial. Pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat
pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala lain yang umumnya
terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala,

13
keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-
lain.

2.2.8 Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak
sadarkan diri secara mendadak.
2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya
membrane glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional

14
ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar
melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih
berat untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot
jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada
otot jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.
5. Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan saraf pada mata.

2.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index
dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan
rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah
dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi
dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).

15
b. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr
NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi
garam sampai dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap
harinya. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan
cara mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok
teh/hari(Dalimartha, 2008).
c. Batasi konsumsi alcohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih
dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan
jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi
buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat
membuat asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan
asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
e. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat
jantung bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah
dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah(Dalimartha, 2008).

16
f. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau
meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2007).
g. Terapi relaksasi progresif
Di Indonesia Indonesia, penelitian relaksasi progresif sudah cukup
banyak dilakukan. Terapi relakasi progresif terbukti efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Erviana,
2009). Teknik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang
terintegrasi dan juga menganggu bagian dari kesadaran yang dikenal
sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi diperkirakan
menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat serta
meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarekteristikan dengan
menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi
neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons relaksasi,
ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang tenang,
posisi yang nyaman.

2. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a. Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan
air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah.
b. Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri
dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah

17
sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap
stress, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c. ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri.
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah
dengan suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah
dengan mekanisme yang berbeda.
f. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
g. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan
obat yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan
segera. Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat
dan sebagian besar diberikan secara intravena: diazoxide,
nitroprusside, nitroglycerin, labetalol.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
1. Identitas
2. Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum
tinggal di panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan sebelumnya,
pendidikan terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan penanggung jawab.
3. Riwayat Masuk Panti :
4. Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses nya
sehingga dapat bertempat tinggal di panti.
5. Riwayat Keluarga
6. Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung,
pasangan, dan anak-anak)
7. Riwayat Pekerjaan

18
8. Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan sumber-
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
9. Riwayat Lingkup Hidup
10. Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di
rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
11. Riwayat Rekreasi
12. Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
13. Sumber/ Sistem Pendukung
14. Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat atau klinik
15. Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
16. Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda
klinis dari suatu penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan
perkusi.

Pada pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan bentuk kepala,


penyebaran rambut, warna rambut, struktur wajah, warna kulit,
kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata,
konjungtiva dan sclera, pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola
mata, cuping hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan septum nasi,
menilai ukuran telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga,
ketajaman pendengaran, keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan lidah,
palatum dan orofaring, posisi trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis
serta denyut nadi karotis.

Pada pemeriksaan payudara meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan


berupa (warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla mammae
menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada
pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada

19
benjolan, pembesaran kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan
pengkajian nyeri tekan).

Pada pemeriksaan thoraks meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan


berupa (bentuk dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas),
palpasi (penilaian vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah
terdapat kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara
nafas tambahan).

Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada


tidaknya pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas
jantung untuk mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi
jantung, bunyi jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur).

Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan


berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah,
warna kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau
peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat
nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa, pembesaran hepar dan lien)
dan perkusi (penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).

Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus uretra,


anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak.

Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan


kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.

Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna,


turgor kulit, tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta
terdapat lesi atau tidak.

20
Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran
(GCS), pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik,
serta pemeriksaan reflex

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan

2.3.3 Intervensi

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain management
berhubungan keperawatan selama 3x 12 jam 1. Lakukan
dengan nyeri dapat berkurang dengan pengkajian
proses kriteria hasil : nyeri secara
penyakit Pain level komprehensif.
1. Nyeri berkurang dari 5 2. Observasi
menjadi 2 dengan menggunakan reaksi non
menejemen nyeri. verbal dari
2. Pasien merasa nyaman setelah ketidak
nyeri berkurang. nyamanan.
3. TTD dalam batas normal TD 3. Monitor TTV
sekitar 130/80 mmHg, Nadi: 4. Ajarkan tehnik
60-100x/menit, R:20- non
24x/menit, S:36,5-37°C. farmakologi
(relaksasi
dengan tarik
nafas dalam

21
dan senam
ergonimis)

2 Insomnia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV


berhubungan keperawatan selama 3x12 jam, 2. Lakukan
dengan diharapkan masalah insomnia Ny. penyuluhan
ansietas K dapat teratasi dengan kriteria tentang
hasil: tekhnik
1. Klien tampak bergairah saat relaksasi otot
mengikuti kegiatan pagi di panti progresif
2. Mata klien tidak nampak merah kepada klien
(mengantuk) 3. Latih klien
3. Ny.K tidak terbangun pada untuk
malam hari melakukan
4. Melaporkan secara verbal tekhnik
bahwa insomnia berkurang relaksasi otot
progresif
4. Evaluasi
tekhnik
relaksasi otot
progresif yang
dilakukan oleh
klien
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan
keperawatan selama 3x12 jam Ny. penyuluhan
K tidak mengalami jatuh, dengan tentang apa
kriteria: saja bahaya
1. Mampu mengidentifikasi lingkungan
bahaya lingkungan yang dapat yang ada
meningkatkan cedera disekitar

22
2. Mampu menggunakan alat wisma yang
bantu untuk menghindari cidera dapat
3. Mampu mempraktekan gerakan menyebabkan
latihan keseimbangan resiko jatuh
2. Anjurkan
untuk
memakai alat
bantu jalan
(jika
membutuhkan)
3. Ajarkan
gerakan
latihan
keseimbangan

2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana yang telah ditentukan
tercapai.

2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses
mulai dari pengkajian, diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu
sendiri.

23
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny. K
Umur : 77 Tahun
Alamat : Sidohulur, Godean, Sleman
Yogyakarta
Pendidikan : SD
Tanggal masuk panti werdha : 04 Februari 2014
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Janda
Tanggal pengkajian : Senin, 07 November 2016

2. Status kesehatan saat ini


a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
b. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.
c. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK
sampai 3 kali.
d. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada
saat siang hari.
e. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.
f. Klien mengatakan senang berada di panti, nyaman dan berbaur dengan
lansia yang lain, bisa mengikuti kegiatan yang ada di panti.
g. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada
bagian tengkuknya.

24
h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu
aktivitasnya.
i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan
aktivitas (P)
j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
m. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.

3. Riwayat kesehatan dahulu


a. Penyakit : Masa kanak-kanak Ny. K tidak pernah dirawat di rumah sakit
dan jika sakit panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua pasien
mengalami tekanan darah tinggi sejak usia 55 tahun, dan pernah
mengalami tetanus pada usia 67 tahun.
b. Alergi : Ny. K mengatakan alergi dengan udang, jika makan udang
seluruh badannya gatal-gatal seperti biduran.
c. Kebiasaan : Ny. K tidak merokok, tidak minum kopi, dan tidak minum
alcohol.

4. Riwayat kesehatan keluarga


a. Ny. K mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai
sakit hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya yang bungsu.

5. Tinjauan sistem
Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.
Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam
Mata : Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak Anemis.

25
Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,
tidak ada benjolan, tidak cairan yang
keluar.
Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal tersisa tinggal 4 buah, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan
Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg
Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising
usus, makan
3x sehari hanya bisa menghabiskan 1
porsi, BAB 1x
sehari.
Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada
inkontinensia urin.

6. Pengkajian Psikososial dan spiritual


a. Psikososial
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan
teman satu kamarnya dan penghuni wisma lain.
b. Masalah emosional
Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak banyak
pikiran.
c. Spiritual
Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu sehari di panti.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan di panti.

26
7. Pengkajian Fungsional Klien
a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang
lain di antaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan
alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks


Dengan
No Kriteria Mandiri Keterangan
Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur,
lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari 15 Mandiri
satu tempat
ketempat lain
4 Personal toilet 5 Frekuensi: 3x
(cuci muka,
menyisir rambut,
gosok gigi).
5 Keluar masuk 5 Frekuensi: 2-3 kali
toilet ( mencuci

27
pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan 10 Setiap ingin
dipermukaan melakukan sesuatu
datar misalnya mengambil
minum atau ke
kamar mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus
pelan-pelan
9 Mengenakan 10 Mandiri dan rapi
pakaian
10 Kontrol Bowel 10 Frekuensi: 1x sehari
(BAB) Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder 10 Frekuensi: 6x sehari
(BAK) Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang
diadakan PSTW saat
pagi hari
13 Rekreasi/ 10 Jenis: rekreasi keluar
pemanfaatan 1 tahun sekali dari
waktu luang bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.

28
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri

8. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumlah Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara
menurun

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga
disimpulkan Ny. K memiliki fungsi intelektual utuh.

29
b. MMSE (Mini Mental Status Exam)
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan
benar
a. Tahun : 2016
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07
d. Hari : Senin
e. Bulan :
November
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara :
Indonesia
b. Provinsi: DIY
c. Kota :
Yogyakarta
d. Di : PSTW
Budi Luhur
e. Wisma : Anggrek
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama tiga
obyek (oleh pemeriksa) 1
detik dan mengatakan
asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi,
Bunga.
*Klien mampu
menyebutkan kembali
obyek yang di
perintahkan

30
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk
dan memulai dari angka 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali / tingkat:
(93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung
pertanyaan semuanya.

4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk


mengulangi ketiga obyek
pada no 2 (registrasi)
tadi. Bila benar, 1 point
masing-masing obyek.
*Klien mampu
mengulang obyek yang
disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien


suatu benda dan
tanyakan nama pada
klien
a. Missal jam tangan
b. Missal pensil
Minta klien untuk
mengulangi kata berikut:
“tidak ada, jika, dan,
atau, tetapi”. Bila benar
nilai satu poin
a. Pertanyaan benar
2 buah: tak ada,
tetapi

31
Minta klien untuk
menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan
anda, lipat dua dan taruh
dilantai”
a. Ambil kertas
ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien
untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa
menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa.
Selain itu, klien bisa
mengambil kertas,
melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai
perintah. klien dapat
menulis satu kalimat.

32
Total 29
Nilai
Interpretasi hasil : 29 (>23)
Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik

9. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)


PERTANYAAN JAWABAN SKOR
YA/ TIDAK
Apakah pada dasarnya anda puas dengan Ya 0
kehidupan anda?
Apakah anda telah meninggalkan banyak Ya 1
kegiatan atau minat atau kesenangan anda?
Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong Tidak 0
belaka?
Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
Apakah anda mempunyai semangat yang Ya 0
baik setiap saat?
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan Tidak 0
terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia di sebagian Ya 0
besar hidup anda?
Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah Ya 1
daripada pergi keluar dan mengerjakan
sesuatu yang baru?
Apakah anda merasa mempunyai banyak Tidak 0
masalah dengan daya ingat anda
dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda Ya 0
sekarang ini menyenangkan?

33
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda Tidak 0
tidak ada harapan?
Apakah anda pikir orang lain lebih baik Tidak 0
keadaanya daripada anda?
Jumlah 3

Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya

Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3
sehingga disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.

10. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus


Persepsi 1 2 3 4
Sensori Terbatas Sangat Agak Tidak
penuh terbatas Terbatas terbatas

34
Kelembapan Lembab Sangat Kadang Jarang
konstan lembab lembab Lembab
Aktifitas Di tempat Dikursi Kadang Jalan
tidur jalan Keluar
Mobilisasi Imobil Sangat Kadang Tidak
penuh terbatas terbatas Terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Sempurna
Adekuat
Gerakan/ Masalah Masalah Tidak Ada Sempurna
cubitan Resiko Masalah
Total skor =
22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi

Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan total skor : 22


sehingga disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus.

11. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg


a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh dengan Postural Hypotensi
Reach Test (FR test) Hasil

Mengukur tekanan darah lanisa Diperoleh hasil pengukuran dalam


dalam tiga posisi yaitu: tiga posisi pada Ny. K sebagai
a. Tidur berikut:
b. Duduk a. Tidur : 130/70 mmHg
c. Berdiri b. Duduk : 140/90 mmHg

35
Catatan jarak antar posisi c. Berdiri : 140/90 mmHg
pengukuran kurang lebih 5 – 10
menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg
maka dapat dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia
Ny. K juga sudah semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia
tua serta penyakit yang di derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)


Reach Test (FR test) Hasil
1. Minta lansia untuk menempel 1. Lansia dapat berdiri sendiri
ditembok tanpa bantuan / mandiri.
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh <
mencondongkan badannya ke 6 ichi (5,5 inchi)
depan tanpa melangkahkan
kakiknya.
3. Ukur jarak condong antara
tembok dengan punggung
lansia dan biarkan
kecondongan terjadi selama 1 –
2 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi,
maka dapat dikatakan bahwa Ny. K memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)


Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk
dalam kategori varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.

36
B. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1 Ds: Ansietas Insomnia
1. Klien mengatakan
memiliki penyakit
hipertensi atau tekanan
darah tinggi.
2. Saat ini Ny. K masih
mengkonsumsi obat
antihipertensi secara rutin.
3. Klien mengatakan sering
terbangun pada malam hari
jika ingin BAK sampai 3
kali.
4. Klien mengatakan tidak
pernah tidur siang, karena
tidak bisa tidur pada saat
siang hari.
5. Klien mengatakan
mengalami susah tidur,
gelisah, tetapi tidak
banyak pikiran.

Do :
1. Klien tampak tidak tidur di
waktu siang hari.
2. TD 150/80 mmHg

Ds : Proses penyakit Nyeri kronis


1. Klien mengatakan sering
pusing, masuk angin dan

37
merasa sakit pada bagian
tengkuknya.
2. Klien mengatakan rasa
nyeri yang dirasakan
terkadang mengganggu
aktivitasnya.
3. Klien mengatakan nyeri
dirasakan saat terlalu
banyak melakukan
aktivitas (P)
4. Nyeri terasa seperti
mencengkram (Q)
5. Klien mengatakan nyeri di
tengkuk (R)
6. Klien mengatakan skala
nyeri 5 (S)
7. Nyeri yang dirasakan
hilang timbul (T)

Do :
1. Wajah klien tampak
meringis saat menahan
nyeri.

2 Ds: Resiko jatuh


1. Klien mengatakan kakinya
terkadang gemetar saat
berjalan.

38
Do:
1. Klien tampak gemetar saat
memegang gelas berisi
susu yang mau
dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi
lebih dari 20 mmHg pada
tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri
dan mengangkat satu kaki
klien hanya melakukan
sebentar dan kembali
duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
2. Insomnia berhubungan dengan ansietas
3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan gaya berjalan

D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain management
berhubungan keperawatan selama 3x 12 jam 5. Lakukan
dengan nyeri dapat berkurang dengan pengkajian
proses kriteria hasil : nyeri secara
penyakit Pain level komprehensif.
6. Observasi
reaksi non

39
4. Nyeri berkurang dari 5 verbal dari
menjadi 2 dengan menggunakan ketidak
menejemen nyeri. nyamanan.
5. Pasien merasa nyaman setelah 7. Monitor TTV
nyeri berkurang. 8. Ajarkan tehnik
6. TTD dalam batas normal TD non
sekitar 130/80 mmHg, Nadi: farmakologi
60-100x/menit, R:20- (relaksasi
24x/menit, S:36,5-37°C. dengan tarik
nafas dalam
dan senam
ergonimis)

2 Insomnia Setelah dilakukan tindakan 5. Monitor TTV


berhubungan keperawatan selama 3x12 jam, 6. Lakukan
dengan diharapkan masalah insomnia Ny. penyuluhan
ansietas K dapat teratasi dengan kriteria tentang
hasil: tekhnik
5. Klien tampak bergairah saat relaksasi otot
mengikuti kegiatan pagi di panti progresif
6. Mata klien tidak nampak merah kepada klien
(mengantuk) 7. Latih klien
7. Ny.K tidak terbangun pada untuk
malam hari melakukan
8. Melaporkan secara verbal tekhnik
bahwa insomnia berkurang relaksasi otot
progresif
8. Evaluasi
tekhnik
relaksasi otot
progresif yang

40
dilakukan oleh
klien
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 4. Berikan
keperawatan selama 3x12 jam Ny. penyuluhan
K tidak mengalami jatuh, dengan tentang apa
kriteria: saja bahaya
4. Mampu mengidentifikasi lingkungan
bahaya lingkungan yang dapat yang ada
meningkatkan cedera disekitar
5. Mampu menggunakan alat wisma yang
bantu untuk menghindari cidera dapat
6. Mampu mempraktekan gerakan menyebabkan
latihan keseimbangan resiko jatuh
5. Anjurkan
untuk
memakai alat
bantu jalan
(jika
membutuhkan)
6. Ajarkan
gerakan
latihan
keseimbangan

E. Implementasi Dan Evaluasi


No Diagnosa Hari, Jam Implementasi Evaluasi Ttd
tanggal
1 Nyeri Selasa, 12.30 1. Mengkaji nyeri S:
kronis 08 klien P: klien
berhubung Novemb 2. Melatih mengatakan
an dengan er2016 masih nyeri
relaksasi napas
proses Q: nyeri
penyakit dalam terasa

41
3. Mengukur mencengkra
TTV m
R: nyeri di
tengkuk
S: skala 5
T: hilang
timbul

O: TD: 140/90
mmHg,
Nadi: 80x/menit,
RR: 22x/menit.

A: Masalah
nyeri kronis
belum teratasi

P:
1. Kaji nyeri
klien
2. Evaluasi
senam
ergonomis

Rabu, 09 16.00 1. Mengkaji S:


Novemb nyeri klien P: klien
er 2016 2. Evaluasi mengatakan
nyeri mulai
senam
berkurang
ergonomis Q: nyeri
3. Mengukur terasa
TTTV mencengkra
m
R: nyeri di
tengkuk
S: skala 4
T: hilang
timbul

O: TD: 140/70
mmHg,
Nadi: 84x/menit,
RR: 20x/menit.

42
A: Masalah
nyeri kronis
teratasi sebagian

P:
1. Kaji nyeri
klien
2. Motivasi
klien
untuk
melakuka
n senam
ergonomis

Kamis, 12.30 1. Mengkaji S:


10 nyeri klien P: klien
Novemb 2. Evaluasi Mengatakan
er 2016 nyeri sudah
senam
hberkurang
ergonomis Q: nyeri
3. Mengukur terasa
TTTV mencengkra
m
R: nyeri di
tengkuk
S: skala 2
T: hilang
timbul

O: TD: 140/80
mmHg, Nadi:
80x/menit, ,
RR: 22x/menit.

A: Masalah
nyeri kronis
teratasi sebagian

P:
1. Kaji nyeri
klien
2. Motivasi
klien
untuk

43
selalu
melakuka
n senam
ergonomis

2 Insomnia Selasa, 13.00 1. Mengukur S:


berhubung 08 tekanan darah Klien
an dengan Novemb 2. Mengajarkan mengatakan
ansietas er senang
klien tentang
2016 diajarkan
relaksasi otot senam
progresif: relaksasi
a. Relaksasi otot
otot progresif.
tangan O:
b. Relaksasi Klien
nampak
otot muka
mempraktik
c. Relaksasi an relaksasi
otot perut otot
d. Relaksasi progresif
otot kaki sesuai
intruksi
meskipun
ada
beberapa
gerakan
yang kurang
tepat.
TD : 140/90
mmHg
A:
Masalah
keperawata
n insomnia
teratasi
sebagian.
P:
Motivasi
klien untuk
melakukan
relaksasi
otot
progresif
setiap

44
sebelum.ba
ngun tidur.

Rabu, 09 16.30 1. Mengukur S:


Novemb tekanan darah 1. Klien
er 2016 2. Mengevaluasi mengatak
tentang an masih
relaksasi otot ada
progresif beberapa
gerakan
yang
belum di
kuasai.
2. Klien
mengatak
an dapat
tidur pada
siang hari
15 menit
tetapi
tidur pada
malam
hari masih
terbangun.

O:
Klien
mampu
melakukan
gerakan
senam
relaksasi
progresif
tetapi masih
sering lupa.
TD : 140/70
mmHg

A:
Masalah
keperawata
n insomnia
teratasi
sebagian

45
P:
Motivasi
klien untuk
melakukan
relaksasi
otot
progresif
setiap hari

Kamis, 13.00 1. Mengukur S:


10 tekanan darah 1. Klien
Novemb Mengevaluasi mengatakan
er 2016 tentang relaksasi sudah
otot progresif memprakte
kkan
setelah
bangun
tidur.
2. Klien
mengatakan
masih
terbangun
di malam
hari karena
pipis
O:
Klien
mampu
memprakte
kkan
kembali
senam
seralksasi
otot
progresif,
meskipun
tidak
berurutan.
TD : 140/70
mmHg

A:
Masalah
keperawata
n insomnia

46
teratasi
sebagian

P:
Motivasi
klien untuk
melakukan
relaksasi
otot
progresif
setiap hari

3 Risiko Selasa, 13.00 1. Mengajarkan S:


08 klien tentang 1. Klien
jatuh
Agustus latihan mengatakan
2016 keseimbangan senang
. diajarkan
tentang
latihan
keseimbang
an.
2. Klien
mengatakan
akan
melakukan
latihan
keseimbang
an setiap
hari.

O:
Klien
tampak
mampu
memprakte
kkan latihan
keseimbang
an.

A:
Masalah
keperawata
n resiko
jatuh
teratasi
sebagian.

47
P:
Evaluasi
latihan
keseimbang
an.

Rabu, 9 13.00 1. Mengevaluas S:


Agustus i latihan Klien
2016 keseimbanga mengatakan
n. masih ingat
sebagian
gerakan
latihan
keseimbang
an.
O:
Klien
mampu
memprakte
kkan latihan
keseimbang
an,
meskipun
gerakan
yang
lainnya
masih lupa.

A:
Masalah
keperawata
n resiko
jatuh
teratasi
sebagian.

P:
Motivasi
klien untuk
latihan
keseimbang
an.

48
Kamis, 13.00 1. Mengevaluas S:
10 i latihan Klien
Agustus keseimbanga mengatakan
2016 n. belum perlu
menggunak
an alat
bantu untuk
berjalan.
O:
Klien masih
mampu
berjalan
tanpa
menggunak
an alat
bantu.
A:
Masalah
keperawata
n resiko
jatuh
teratasi
sebagian.
P:
Motivasi
klien untuk
latihan
keseimbang
an.

49
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. K
dengan insonsomnia dan risiko jatuh di Wisma A BPSTW Yogyakarta Unit
Budhi Luhur selama 3 x 12 jam didapatkan hasil :
1. Nyeri kronis pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan nyeri sudah
berkurang dengan skala 2.
2. Insomnia pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan masih terbangun di
malam hari karena pipis.
3. Resiko jatuh pada Ny. K di wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan belum perlu
menggunakan alat bantu untuk berjalan.

4.2 Saran
1. Bagi petugas kesehatan
a. Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus
memperhatikan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien
khususnya lansia yang mengalami hipertensi untuk menerapkan terapi
relakasi otot progresif untuk dilakukan sehari-hari.
b. Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat men
gurangi resiko jatuh
2. Bagi lansia
Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi
mandiri untuk lansia saat lansia mengalami hipertensi.

50
DAFTAR PUSTAKA

Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada
Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang
Anggrek II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes
Kusuma Husada.
Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.
go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.
Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.
Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical
Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.
Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20
09-2011.Jakarta : EGC
Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordp
ress.com diakses tanggal 18 Juli 2013
PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa
KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah
Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai