KELAS 3B ( D3 KEPERAWATAN )
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya
makalah keperawatan gerontic yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik
dengan Kasus Hipertensi ” ini dapat selesai.
Adapun tujuan penyusunan asuhan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Gerontik.
Namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik
dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan
keperawatan ini selanjutnya.
Semoga makalah Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan umum ................................................................................... 2
1.2.2 Tujuan khusus................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
1.3.1 Manfaat teoritis................................................................................. 2
1.3.2 Bagi petugas kesehatan .................................................................... 2
1.3.3 Bagi lansia ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Lansia................................................................................ 3
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 3
2.1.2 Batasan Lansia .................................................................................. 3
2.1.3 Klasifikasi Lansia ............................................................................. 3
2.1.4 Kebutuhan Dasar Lansia .................................................................. 4
2.1.5 Hipertensi pada lansia ...................................................................... 5
2.2 Konsep Hipertensi .................................................................................... 5
2.2.1 Definisi ............................................................................................. 5
2.2.2 Etiologi ............................................................................................. 6
2.2.3 Faktor Risiko .................................................................................... 7
2.2.4 Klasifikasi ....................................................................................... 10
2.2.5 Patofisiologi.................................................................................... 10
2.2.6 Pathway .......................................................................................... 12
2.2.7 Tanda dan Gejala ............................................................................ 13
2.2.8 Komplikasi ..................................................................................... 14
2.2.9 Penatalaksanaan.............................................................................. 15
ii
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................ 18
2.3.1 Pengkajian ...................................................................................... 18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................... 21
2.3.3 Intervensi ........................................................................................ 21
2.3.4 Implementasi .................................................................................. 23
2.3.5 Evaluasi .......................................................................................... 23
BAB III PEMBAHASAN KASUS .............................................................. 24
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 50
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 50
4.2 Saran ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang
biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan
mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena
berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong
sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia
masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung
pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif
biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak
7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa
sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka menderita
hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung,
77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita
hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan
kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita
penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes
DIY, 2013). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta
sebagai urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis 3
dan/atau riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari
hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati
1
urutan kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau
riwayat minum obat (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
penyakit hipertensi.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi
seperti kualitas tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam
mengembangkan terapi hipertensi non farmakologi agar tidak
meningkaktan nyeri pada lansia.
1.3.2 Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi
tambahan informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri
pada lansia terhadap tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi.
1.3.3 Bagi lansia
Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan
kontrol untuk meningkatkan rasa nyaman.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
5. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya atau tidak bisa mencari
nafkah sehingga dalam kehidupannya bergantung pada orang lain.
4
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami
makna akan keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal
yang tidak diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian.
5
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal.
2.2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi
menjadi 2, yaitu :
1. Hipertensi Esensial atau Primer
Menurut Lewis (2000) hipertensi primer adalah suatu kondisi
hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan.
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi
primer terjadi pada usia 30-50 tahun. Pada hipertensi primer tidak
ditemukan penyakit renovakuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma,
gagal ginjal, dan penyakit lainnya. Genetik dan ras merupakan bagian yang
menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain yang
diantaranya adalah faktor stress, intake alkohol moderat, merokok,
lingkungan, demografi dan gaya hidup.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
Golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial,
maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita
hipertensi esensial
6
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
7
tekanan darah karena adanya natrium yang berlebihan di dalam
tubuh.
3. Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat membuangnya
melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat, karena kurang
minum air putih, berat badan berlebihan, kurang gerak atau ada
keturunan hipertensi maupun diabetes mellitus. Berat badan yang
berlebih akan membuat aktifitas fisik menjadi berkurang. Akibatnya
jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah.Obesitas dapat
ditentukan dari hasil indeks massa tubuh (IMT). IMT merupakan alat
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas
18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil dan olahragawan (Supariasa, 2012).
Kategori IMT
8
b. Faktor yang tidak dapat diubah :
1. Genetik
2. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara Potassium terhadap Sodium, individu dengan
orang tua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih
besar daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi (Anggraini dkk, 2009)
3. Usia
4. Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah
usia seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan– perubahan pada, elastisitas dinding aorta menurun, katub
jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (Smeltzer, 2009).
5. Jenis kelamin
6. Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan
tetapi wanita pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya
lebih terlindung daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang
belum menopause dilindungi oleh oleh hormone estrogen yang
berperan meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat menyebabkan
hipertensi (Price & Wilson, 2006)
9
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut
Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High
Bloods Preassure (JNC) ke-VIII dalam Smeltzer & Bare (2010) yaitu <130
mmHg untuk tekanan darah systole dan <85 mmHg untuk tekanan darah
diastole.
Tabel 2.2
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas tidak sedang
memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut
2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
10
titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk
pertimbangan gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
11
2.2.6 Pathway
12
2.2.7 Tanda dan Gejala
13
keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-
lain.
2.2.8 Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak
sadarkan diri secara mendadak.
2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya
membrane glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional
14
ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar
melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih
berat untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot
jantung kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada
otot jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.
5. Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan saraf pada mata.
2.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index
dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan
rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah
dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi
dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
15
b. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr
NaCl atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi
garam sampai dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap
harinya. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan
cara mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok
teh/hari(Dalimartha, 2008).
c. Batasi konsumsi alcohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih
dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan
jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi
buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat
membuat asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan
asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
e. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat
jantung bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah
dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah(Dalimartha, 2008).
16
f. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau
meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2007).
g. Terapi relaksasi progresif
Di Indonesia Indonesia, penelitian relaksasi progresif sudah cukup
banyak dilakukan. Terapi relakasi progresif terbukti efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Erviana,
2009). Teknik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang
terintegrasi dan juga menganggu bagian dari kesadaran yang dikenal
sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi diperkirakan
menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat serta
meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarekteristikan dengan
menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi
neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons relaksasi,
ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang tenang,
posisi yang nyaman.
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a. Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan
air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah.
b. Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri
dari alfa-blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah
17
sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap
stress, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c. ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri.
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah
dengan suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah
dengan mekanisme yang berbeda.
f. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
g. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan
obat yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan
segera. Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat
dan sebagian besar diberikan secara intravena: diazoxide,
nitroprusside, nitroglycerin, labetalol.
18
8. Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan sumber-
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
9. Riwayat Lingkup Hidup
10. Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di
rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
11. Riwayat Rekreasi
12. Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
13. Sumber/ Sistem Pendukung
14. Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat atau klinik
15. Deksripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
16. Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda
klinis dari suatu penyakit dengan teknik inpeksi, aukultasi, palpasi dan
perkusi.
19
benjolan, pembesaran kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan
pengkajian nyeri tekan).
20
Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran
(GCS), pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik,
serta pemeriksaan reflex
2.3.3 Intervensi
21
dan senam
ergonimis)
22
2. Mampu menggunakan alat wisma yang
bantu untuk menghindari cidera dapat
3. Mampu mempraktekan gerakan menyebabkan
latihan keseimbangan resiko jatuh
2. Anjurkan
untuk
memakai alat
bantu jalan
(jika
membutuhkan)
3. Ajarkan
gerakan
latihan
keseimbangan
2.3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan
pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana yang telah ditentukan
tercapai.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses
mulai dari pengkajian, diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu
sendiri.
23
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny. K
Umur : 77 Tahun
Alamat : Sidohulur, Godean, Sleman
Yogyakarta
Pendidikan : SD
Tanggal masuk panti werdha : 04 Februari 2014
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Janda
Tanggal pengkajian : Senin, 07 November 2016
24
h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu
aktivitasnya.
i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan
aktivitas (P)
j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
m. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.
5. Tinjauan sistem
Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.
Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam
Mata : Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak Anemis.
25
Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,
tidak ada benjolan, tidak cairan yang
keluar.
Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal tersisa tinggal 4 buah, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan
Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg
Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising
usus, makan
3x sehari hanya bisa menghabiskan 1
porsi, BAB 1x
sehari.
Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada
inkontinensia urin.
26
7. Pengkajian Fungsional Klien
a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang
lain di antaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan
alat bantu berjalan.
27
pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan 10 Setiap ingin
dipermukaan melakukan sesuatu
datar misalnya mengambil
minum atau ke
kamar mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus
pelan-pelan
9 Mengenakan 10 Mandiri dan rapi
pakaian
10 Kontrol Bowel 10 Frekuensi: 1x sehari
(BAB) Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder 10 Frekuensi: 6x sehari
(BAK) Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang
diadakan PSTW saat
pagi hari
13 Rekreasi/ 10 Jenis: rekreasi keluar
pemanfaatan 1 tahun sekali dari
waktu luang bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
28
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori mandiri
Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga
disimpulkan Ny. K memiliki fungsi intelektual utuh.
29
b. MMSE (Mini Mental Status Exam)
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan
benar
a. Tahun : 2016
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07
d. Hari : Senin
e. Bulan :
November
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara :
Indonesia
b. Provinsi: DIY
c. Kota :
Yogyakarta
d. Di : PSTW
Budi Luhur
e. Wisma : Anggrek
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama tiga
obyek (oleh pemeriksa) 1
detik dan mengatakan
asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi,
Bunga.
*Klien mampu
menyebutkan kembali
obyek yang di
perintahkan
30
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk
dan memulai dari angka 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali / tingkat:
(93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung
pertanyaan semuanya.
31
Minta klien untuk
menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan
anda, lipat dua dan taruh
dilantai”
a. Ambil kertas
ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien
untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa
menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa.
Selain itu, klien bisa
mengambil kertas,
melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai
perintah. klien dapat
menulis satu kalimat.
32
Total 29
Nilai
Interpretasi hasil : 29 (>23)
Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental baik
33
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda Tidak 0
tidak ada harapan?
Apakah anda pikir orang lain lebih baik Tidak 0
keadaanya daripada anda?
Jumlah 3
Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3
sehingga disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.
34
Kelembapan Lembab Sangat Kadang Jarang
konstan lembab lembab Lembab
Aktifitas Di tempat Dikursi Kadang Jalan
tidur jalan Keluar
Mobilisasi Imobil Sangat Kadang Tidak
penuh terbatas terbatas Terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak Adekuat Sempurna
Adekuat
Gerakan/ Masalah Masalah Tidak Ada Sempurna
cubitan Resiko Masalah
Total skor =
22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi
35
Catatan jarak antar posisi c. Berdiri : 140/90 mmHg
pengukuran kurang lebih 5 – 10
menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg
maka dapat dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia
Ny. K juga sudah semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia
tua serta penyakit yang di derita.
36
B. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1 Ds: Ansietas Insomnia
1. Klien mengatakan
memiliki penyakit
hipertensi atau tekanan
darah tinggi.
2. Saat ini Ny. K masih
mengkonsumsi obat
antihipertensi secara rutin.
3. Klien mengatakan sering
terbangun pada malam hari
jika ingin BAK sampai 3
kali.
4. Klien mengatakan tidak
pernah tidur siang, karena
tidak bisa tidur pada saat
siang hari.
5. Klien mengatakan
mengalami susah tidur,
gelisah, tetapi tidak
banyak pikiran.
Do :
1. Klien tampak tidak tidur di
waktu siang hari.
2. TD 150/80 mmHg
37
merasa sakit pada bagian
tengkuknya.
2. Klien mengatakan rasa
nyeri yang dirasakan
terkadang mengganggu
aktivitasnya.
3. Klien mengatakan nyeri
dirasakan saat terlalu
banyak melakukan
aktivitas (P)
4. Nyeri terasa seperti
mencengkram (Q)
5. Klien mengatakan nyeri di
tengkuk (R)
6. Klien mengatakan skala
nyeri 5 (S)
7. Nyeri yang dirasakan
hilang timbul (T)
Do :
1. Wajah klien tampak
meringis saat menahan
nyeri.
38
Do:
1. Klien tampak gemetar saat
memegang gelas berisi
susu yang mau
dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi
lebih dari 20 mmHg pada
tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri
dan mengangkat satu kaki
klien hanya melakukan
sebentar dan kembali
duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain management
berhubungan keperawatan selama 3x 12 jam 5. Lakukan
dengan nyeri dapat berkurang dengan pengkajian
proses kriteria hasil : nyeri secara
penyakit Pain level komprehensif.
6. Observasi
reaksi non
39
4. Nyeri berkurang dari 5 verbal dari
menjadi 2 dengan menggunakan ketidak
menejemen nyeri. nyamanan.
5. Pasien merasa nyaman setelah 7. Monitor TTV
nyeri berkurang. 8. Ajarkan tehnik
6. TTD dalam batas normal TD non
sekitar 130/80 mmHg, Nadi: farmakologi
60-100x/menit, R:20- (relaksasi
24x/menit, S:36,5-37°C. dengan tarik
nafas dalam
dan senam
ergonimis)
40
dilakukan oleh
klien
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 4. Berikan
keperawatan selama 3x12 jam Ny. penyuluhan
K tidak mengalami jatuh, dengan tentang apa
kriteria: saja bahaya
4. Mampu mengidentifikasi lingkungan
bahaya lingkungan yang dapat yang ada
meningkatkan cedera disekitar
5. Mampu menggunakan alat wisma yang
bantu untuk menghindari cidera dapat
6. Mampu mempraktekan gerakan menyebabkan
latihan keseimbangan resiko jatuh
5. Anjurkan
untuk
memakai alat
bantu jalan
(jika
membutuhkan)
6. Ajarkan
gerakan
latihan
keseimbangan
41
3. Mengukur mencengkra
TTV m
R: nyeri di
tengkuk
S: skala 5
T: hilang
timbul
O: TD: 140/90
mmHg,
Nadi: 80x/menit,
RR: 22x/menit.
A: Masalah
nyeri kronis
belum teratasi
P:
1. Kaji nyeri
klien
2. Evaluasi
senam
ergonomis
O: TD: 140/70
mmHg,
Nadi: 84x/menit,
RR: 20x/menit.
42
A: Masalah
nyeri kronis
teratasi sebagian
P:
1. Kaji nyeri
klien
2. Motivasi
klien
untuk
melakuka
n senam
ergonomis
O: TD: 140/80
mmHg, Nadi:
80x/menit, ,
RR: 22x/menit.
A: Masalah
nyeri kronis
teratasi sebagian
P:
1. Kaji nyeri
klien
2. Motivasi
klien
untuk
43
selalu
melakuka
n senam
ergonomis
44
sebelum.ba
ngun tidur.
O:
Klien
mampu
melakukan
gerakan
senam
relaksasi
progresif
tetapi masih
sering lupa.
TD : 140/70
mmHg
A:
Masalah
keperawata
n insomnia
teratasi
sebagian
45
P:
Motivasi
klien untuk
melakukan
relaksasi
otot
progresif
setiap hari
A:
Masalah
keperawata
n insomnia
46
teratasi
sebagian
P:
Motivasi
klien untuk
melakukan
relaksasi
otot
progresif
setiap hari
O:
Klien
tampak
mampu
memprakte
kkan latihan
keseimbang
an.
A:
Masalah
keperawata
n resiko
jatuh
teratasi
sebagian.
47
P:
Evaluasi
latihan
keseimbang
an.
A:
Masalah
keperawata
n resiko
jatuh
teratasi
sebagian.
P:
Motivasi
klien untuk
latihan
keseimbang
an.
48
Kamis, 13.00 1. Mengevaluas S:
10 i latihan Klien
Agustus keseimbanga mengatakan
2016 n. belum perlu
menggunak
an alat
bantu untuk
berjalan.
O:
Klien masih
mampu
berjalan
tanpa
menggunak
an alat
bantu.
A:
Masalah
keperawata
n resiko
jatuh
teratasi
sebagian.
P:
Motivasi
klien untuk
latihan
keseimbang
an.
49
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. K
dengan insonsomnia dan risiko jatuh di Wisma A BPSTW Yogyakarta Unit
Budhi Luhur selama 3 x 12 jam didapatkan hasil :
1. Nyeri kronis pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan nyeri sudah
berkurang dengan skala 2.
2. Insomnia pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan masih terbangun di
malam hari karena pipis.
3. Resiko jatuh pada Ny. K di wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah
teratasi sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan belum perlu
menggunakan alat bantu untuk berjalan.
4.2 Saran
1. Bagi petugas kesehatan
a. Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus
memperhatikan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien
khususnya lansia yang mengalami hipertensi untuk menerapkan terapi
relakasi otot progresif untuk dilakukan sehari-hari.
b. Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat men
gurangi resiko jatuh
2. Bagi lansia
Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi
mandiri untuk lansia saat lansia mengalami hipertensi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada
Asuhan Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang
Anggrek II RSUD dr. Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes
Kusuma Husada.
Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.
Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.
go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.
Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.
Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi
Action.
Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical
Hypertension. 10th Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.
Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20
09-2011.Jakarta : EGC
Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordp
ress.com diakses tanggal 18 Juli 2013
PPNP-SIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa
KeperawatanGerontik. Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah
Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC