Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak
ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat.
Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000
warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19
orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami stress Depkes RI, (2009)
dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat 785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka kejadian
44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan kedua
dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173 orang, pasien dengan
resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga dengan angka kejadian 18 persen
atau berjumlah pasien 141 orang pasien, pasien dengan harga diri rendah menempati
urutan keempat dengan angka kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang,
sedangkan pasien dengan waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang.
(Zelika, 2015.)
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk
memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah satunya
halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas masalah gangguan
jiwa dengan halusinasi. Oleh karena itu kelompok diberikan tugas dalam bentuk

1
makalah yang berjudul Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan Jiwa pada
Kasus Halusinasi.

1.4 Manfaat
a. Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah
dengan baik dan benar.
b. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti
tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Konsep Halusinasi
2.1.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di
mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang
mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi
itu berasal dari lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah
kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik
sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh
orang yang diicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri. (Budi Anna Keliat, 2006).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara
internal atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih – lebihan,
distorsi atau kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 2003).
Menurut varcorolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak dapat distimulus.
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi tanpa
ada rangsangan dari luar.

2.1.2 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak

3
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote,
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas,
terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem
syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup,
4
pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain,
isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang
ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan
mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang
lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan
sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala.

2.1.3 Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia
2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan,
penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua
respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami
kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang
tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan
terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang
respon tersebut sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku

5
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa

2.1.4 Klasifikasi Halusinasi


Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2.1.5 Tanda dan gejala


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,
pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan pengalaman sensori, kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realitas rentang perhatian yang
menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaran berhubungan dengan
orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998)
dalam Yusalia (2015).

Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala


Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.
7
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau


ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

2.1.6 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien
semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
8
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat) agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

9
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan
dan tindakan lain, yaitu :

a) Psikofarmakologis
Obat obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofreniaobat-obatan anti-
psikosis
Adapun kelompok obat-obatan umum yang digunakan adalah :

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN


Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg

Perfenazin (Trilafon) 12-64 mg


Proklorperazin 15-150 mg
(Compazine) 40-1200 mg
Promazin (Sparine) 150-800 mg

Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg


Trifluoperazin (Stelazine) 60-150 mg
Trifluopromazine (Vesprin)
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg

Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg

Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg

Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225

10
b) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)
c) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) (Purba, Wahyuni, Nasution, Daulay,
2009).

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan


Tindakan Keperawatan pada pasien halusinasi dengan cara melakukan
asuhan keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan halusinasi.
Penerapan standar asuhan keperawatan halusinasi yang dilakukan oleh Carolina
(2008) dalam Wahyuni (2010) menunjukan bahwa dapat meningkatkan
kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dan juga menurunkan tanda dan
gejala halusinasi. Standar asuhan keperawatan meliputi proses:
3.1.1 Pengkajian
a) Mengkaji Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira
70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah
halusinasi dengar atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%
halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestik dan kinestik.
Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi perilaku
pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh
pasien.
b) Mengkaji Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa
bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya
adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau
merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
c) Mengkaji Waktu, Frekuensi, Dan Situasi Munculnya Halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk
menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi,
11
menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga
pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi
terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
pencegahan terjadinya halusinasi. Informasi ini penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan jika pasien perlu
diperhatikan saat mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan
menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta menjelaskan
kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut.
d) Mengkaji respon terhadap halusinasi
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien
dapat dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah pasien masih dapat
mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap
halusinasi.
3.1.2 Diagnosa
Diagnose keperawatan data dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian
yang beresikoo mengalami gangguan jiwa (keliat,2007). Diagnose
keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan klien
mencakup baik respon sehat adaptif ataupun maladaftive serta stressor yang
menunjang (kuswati &hartono, 2010) menurut teori keliat (2009) diagnose
keperawata halusinasi ada 4 diagnose yaitu: resiko prilaku mencederai diri,
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, isolasi social, resiko
prilaku kekerasan.

12
3.1.3 Intervensi
No Diagnose Perencanaan
Keperawatan
Perencanaan
Pasien Tujuan Kriteria Hasil

Gangguan TUM 1: Klien Setelah dilakukan 1) Bina hubungan saling percaya


persepsi tidak satu kali interaksi dengan menggunakan prinsip
mencederai diri, klien mampu komunikasi terapeutik
sensori: orang lain, atau membina hubungan  Sapa klien dengan ramah,
Halusinasi lingkungan saling percaya baik verbal maupun non
dengan perawat, verbal
TUK: Klien dengan k riteria  Perkenalkan diri dengan
dapat membina hasil: sopan
hubungan saling  Membalas sapaan  Tanyakan nama lengkap
percaya perawat klien dan nama panggilan
 Ekspresi wajah kesukaan klien
bersahabat dan  Jelaskan maksud dan
senang tujuan berinteraksi
 Ada kontak mata  Berikan perhatian pada
 Mau berjabat klien, perhatikan kebutuhan
tangan dasarnya
 Mau menyebutkan 2) Beri kesempatan klien
nama mengungkapkan perasaannya
 Klien mau duduk 3) Dengarkan ungkapan klien
berdampingan dengan empati
dengan perawat
 Klien mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi
TUK 2: Klien mampu 1) Adakan kontak sering dan
Klien dapat mengenal singkat secara bertahap
mengenal halusinasinya 2) Tanyakan apa yang didengar
halusinasinya dengan criteria hasil: dari halusinasinya
3) Tanyakan kapan halusinasinya
 Klien dapat
dating
menyebutkan 4) Tanyakan isi halusinasinya
waktu timbul 5) Bantu klien mengenal
halusinasi halusinasi
 Klien dapat  Jika menemukan pasien
mengidentifikasi sedang halusinasi tanyakan
kapan frekwensi, apakah ada suara yang
situasi saat terjadi didengar
 Jika pasien menjawab ada,
13
halusinasi lanjutkan apa yang
 Klien dapat dikatakan
mengungkapkan  Katakan bahwa perawat
perasaan saat percaya, pasien
muncul mendengar suara itu,
halusinasi. namun perawat sendiri
tidak mendengarnya (
dengan nada bersahabat
tanpa menuduh/
menghakimi)
 Katakan bahwa pasien lain
juga ada yang seperti
pasien
 Katakan bahwa perawat
akan membantu pasien
6) Diskusikan dengan klien:
 Situasi yang
menimbulkan/ tidak
menimbulkan halusinasi
 Waktu, frekwensi
terjadinya halusinasi (pagi,
sore, siang dan malam/
atau jika sendiri, jengkel
atau sedih)
7) Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut,
sedih, senang, beri ksempatan
pasien mengungkapkan
perasaannya)
TUK 3:  Klien dapat 1) Identifikasi bersama pasien
Klien dapat mengidentifikasi tindakan yang bias
mengontrol tindakan yang dilakukan bila terjadi
halusinasinya dilakukan untuk halusinasi
mengendalikan 2) Diskusikan manfaat dan
halusinasi cara yang digunakan klien,
 Klien dapat jika bermanfaat beri pujian
menunjukkan cara 3) Diskusikan cara baik
baru untuk memutus atau mengontrol
mengontrol halusinasi
halusinasinya  Tutup mata, telinga,
katakana “ Saya tidak
mau dengar, kamu suara
palsu”
 Temui orang lain atau

14
perawat untuk bercakap-
cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar
 Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
 Meminta teman,
keluarga atau perawat
menyapa klien jika
tampak bicara sendiri
atau melamun
4) Bantu klien memilih dan
melatih cara mengontrol
halusinasi secara bertahap
5) Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
dilatih, evaluasi hasilnya
jika benar beri pujian
6) Anjurkan klien mengikuti
TAK jenis orientasi realita
atau stimulasi persepsi:

TUK 4:  Klien dapat 1) Anjurkan klien


Klien dapat memilih cara memberitahu keluarga jika
dukungan dari mengatasi mengalami halusinasi
keluarga dalam halusinasi 2) Diskusikan dengan keluarga
mengontrol  Klien (Pada saat keluarga
halusinasinya melaksanakan cara berkunjung atau kunjungan
yang telah dipilih rumah)
memutus  Gejala halusinasi yang
halusinasinya dialami pasien
 Cara klien dan keluarga
yang dapat memutus
halusinasi
 Cara merawat anggota
keluarga yang
mengalami halusinasi
dirumah:
 Beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri
 Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak
terkontrol dan risiko
mencederai orang lain

15
3) Diskusikan dengan klien
dan keluarga tentang jenis,
dosis, frekwensi dan
manfaat obat
4) Pastikan klien minum obat
sesuai dengan program
dokter

TUK 5: 1) Keluarga dapat 1) Anjurkan klien bicara


Klien dapat membina dengan dokter tentang
menggunakan hubungan saling manfaat dan efek samping
obat dengan percaya dengan obat yang dirasakan
benar untuk perawat 2) Diskusikan akibat berhenti
mengendalikan  Keluarga dapat obat tanpa konsultasi
halusinasi menyebut 3) Bantu klien menggunakan
pengertian, obat dengan prinsip 5 benar
tanda dan
tindakan untuk
mengalihkan
halusinasi
 Klien dan
keluarga dapat
menyebutkan
manfaat, dosis
dan efek
samping obat
 Klien minum
obat teratur
 Klien dapat
informasi
tentang
manfaat dan
efek samping
obat
 Klien dapet
memahami
akibat berhenti
minum obat
tanpa
konsultasi
 Klien dapat
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan
obat

16
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses Oktober 2016.
Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.
www.academia.edudiakses Oktober 2016
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa
Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal
Poltekkes Bhakti Mulia.
Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S”
Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi PendengaranDiruang Kenari Rsj
Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti IndonesiaBanyuwangi

Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan JiwaPada Ny. S Dengan Gangguan


Persepsi Sensori Halusinasi PendengaranRuang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi Keperawatan
Widya Husada Semarang.

17

Anda mungkin juga menyukai