Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. A DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONIA DI


RUANG MELATI
RUMAH SAKIT ISLAM J1EMURSARI

RIZKY PERMATASARI
1120021095

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat dan disusun


sebagai bukti bahwa mahasiswa dibawah ini telah mengikuti praktikum profesi
ners:
Nama mahasiswa : Rizky Permatasari
NPM : 1120021095
Kompetensi : Keperawatan Anak
Waktu pelaksanaan : 11 Oktober – 24 Oktober 2021
Tempat : RS Islam Jemursari
Ruang : Melati

Surabaya, 11 Oktober 2021

(Rizky Permatasari)

Pembimbing Klinik Kepala Ruangan

( ) ( )

Pembimbing Akademik

( )
1.1 Laporan Pendahuluan Kejang
1.1.1 Definisi Kejang
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara
mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan
oleh aktifitas yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral
yang sangat berlebihan. Demam merupakan salah satu bentuk
pertahanan tubuh terhadap masalah yang teradi dalam tubuh. Demam
pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat
menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang sering teradi
pada kenaikan suhu tubuh diatas 38 C yaitu kejang demam (Regina
Putri, 2017).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang biasanya terjadi
pada usia 3 bulan – 5 tahun. Sedangkan usia < 4 minggu dan pernah
kejang tanpa demam tidak termasuk dalam kategori ini (Ridha,2017).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat
terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang
demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, 2013).
1.1.2 Etiologi Kejang Demam
Penyebab kejang demam menurut Ridha (2014) yaitu:
a. Faktor genetik
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang
demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
1. Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis,
tonsilitis, dan otitis media.
2. Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus
penyebab demam berdarah)
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada
waktu sakit dengan demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula
darah kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang
dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau
hiperglikemia.
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera
kepala.
f. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun,
namun meeka merupakan penyebab yang sangat penting dari
kejang pada usia pertengahan dan kemudian keika insiden
penyakit neoplasma meningkat.
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degeneratif susunan sarah
1.1.3 Klasifikasi Kejang demam
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit,
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan
klonik, tanpa grakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang
berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Wulandari &
Erawati, 2016).
1.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Wulandari & Erawati (2016) manifestasi kejang demam
yaitu:
a. Kejang demam menpunyai kejadian yang tinggi pada anak yaitu 3
4%
b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak dialami oleh
anak laki-laki
c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik diakibatkan
infeksi disusunan saraf pusat seperti otitis media dan bronkitis
d. Bangkitan kejang berbentuk tonik-klonik
e. Takikardi: pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 kali
permenit
1.1.5 Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1℃ akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran
tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan
listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada
kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu
38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah,
sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai
ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang
keja1ng yang rendah (Elsevier, 2012)
1.1.6 Pathway
1.1.7 Pemeriksaan penunjang
a. Elektro encephalograft (EEG) Untuk pemeriksaan ini dirasa
kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat
digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau
kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin
tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi. 
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal 
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis,terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pad
a bayi yang masih kecil seringkali gejalameningitis tidak jelas
sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumurkurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
c. Darah
1. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl) 
2. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi neprotoksik akibat dari pemberian obat.
3. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
a) Kalium ( N 3,80 –  5,00 meq/dl) 
b) Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari
CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi.
6. Tansiluminasi : Suatu carayang dikerjakan pada bayi dengan 
UUB masih terbuka(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan
lampu khusus untuk transiluminasi kepala (Wulandari &
Erawati, 2016).
1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016)
yaitu:
a. Penatalaksanaan keperawatan
1. Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan
pertama kali adalah ABC ( Airway, Breathing, Circulation).
2. Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata
untuk mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah
Danger.
3. Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibu
ngkus kasa
4. Singkarkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa
menyebabkan bahaya.
5. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
6. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
7. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
8. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit
akan dilepaskan
b. Penatalaksanaan medis
1. Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah
diazepam untuk membrantas kejang secepat mungkin yang
diberi secara IV (intravena), IM (Intra muskular), dan rektal.
Dosis sesuai BB:< 10 kg;0,5,0,75 mg/kg BB dengan minimal
dalam spuit 7,5 mg, > 20 kg ; 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan maksimal 5 mg pada anak
berumur kurang dari 5 tahun,dan 10 mg pada anak yang lebih
besar
2. Untuk mencegah edema otak , berikan kortikosteroid dengan
dosis 20-30 mg/kg BB/ hari dan dibagi dalam 3 dosis atau
sebaiknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul
setiap 6 jam.
3. Setelah kejang teratasi dengan diazepam selama 45-60 menit
disuntikan antipileptik dengan daya kerja lama misalnya
fenoberbital, defenilhidation diberikan secara
intramuskuler. Dosis awal neonatus 30 mg: umur satu bulan-
satu tahun 50 mg, umur satu tahun keatas 75 mg.
1.1.9 Komplikasi
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah
a. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
melu as keseluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan
kerusakan pada neuron.
b. Epilepsi
Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang
dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsy yang sepontan
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan
kelainan diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4
bulan sampai 5 tahun
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam.
1.1.10 Asuhan Keperawatan Teori
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, usia, nama
orang tua, pekerjaan orang tua, alamat, suku bangsa, dan
agama.
2. Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C,
pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan
kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan
kesadaran.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa
panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya
kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dial
ami anak.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Menanyakan riwayat penyakit yang oernah diderita klien, baik
penyakit serupa ataupun penyakit lainnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah diderita oleh keluarga, baik penyakit
keturunan, penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.
6. Genogram
Petunjuk anggota keluarga klien selama tiga generasi
7. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Meliputi riwayat prenatal, natal, postnatal serta data pemberian
imunisasi pada anak.
8. Riwayat sosial
Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien.
9. Kebutuhan dasar
a) Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu
makan karena mual dan muntahnya.
10. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran
compos mentis
b) TTV :
1) Suhu : biasanya >38,0⁰C
2) Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49
kali/menit Pada usia 12 bulan - 40 kali/menit
3) Nadi : biasanya >100 x/menit
c) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi
penurunan berar badan yang berarti
d) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang
tampak
e) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik,
konjungtiva anemis.
f) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis,
lidah tampak kotor.
g) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar
dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan
pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping
hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah
muda.
i) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
j) Dada
1) Thoraks
(a) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
(b) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(c) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas
tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut
jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis
kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal
linea midclavicularis kiri. Batas bawah kanan
jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan,
dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
l) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m) Ekstermitas :
(a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT
> 2 detik, akral dingin.
(b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan,
CRT > 2 detik, akral dingin.
11. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
12. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dewi (2011) :
a. EEG(Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas
tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG
lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan
kejang demam kompleks.
b. Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di
otak dan kanal tulang belakang (cairan serebrospinal)
untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia
18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.

Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama


pada anak:
1. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh:kaku
leher)
2. Mengalami complex partial seizure
3. Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah
sakit dalam 48 jam sebelumnya)
4. Kejang saat tiba di IGD
5. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan.
Mengantuk hingga 1 jam setelah kejang adalah normal
6. Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :


1. warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning,
menunjukan pigmen kuning santokrom.
2. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari
normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml,
anak lebih tua 80- 120ml dan dewasa 130-150ml).
3. Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal
dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
c. Neuroimaging Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging
antara lain adalah CTScan, dan MRI kepala. Pemeriksaan
ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi
untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan
bila anak menujukkan kelainan saraf yang jelas, misalnya
ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala
yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.
d. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium ini
harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi
pemeriksaaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah.
b. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia
Definisi
Suhu tubuh meningkat diatas rentan normal tubuh
Penyebab
a) dehidrasi
b) terpapar lingkungan panas
c) proses penyakit (infeksi, bakter)
d) ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) peningkatan laju metabolisme
f) respon trauma
g) aktivitas berlebihan
h) penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) a) Suhu tubuh diatas nilai
normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) a) kulit merah
b) kejang
c) takikardi
d) takipnea
e) kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
a) proses infeksi
b) hipertiroid
c) stroke
d) dehidrasi
e) trauma
f) prematuritas

2. Resiko Perfusi jaringan tidak efektif


Definisi
Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
Faktor Resiko
a) keabnormalan masa protombin dan atau masa
tromboplastin parsial
b) penurunan kinerja ventrikel kiri
c) aterosklerosis aorta
d) diseksi arteri
e) fibrilasi atrium
f) tumor otak
g) stenosis karotis
h) miksoma atrium
i) aneurisma serebri
j) koagulopati intravaskuler diseminata
k) embolisme
l) cedera kepala
m) hiperkolesteronemia
n) hipertensi
o) endokarditis infektif
p) katup prostetik mekanis
q) stenosis mitral
r) neoplasma otak
s) IMA
t) sindrom sick sinus
u) penyalahgunaan zat
v) terapi tombolitik
w) efek samping tindakan (mis. tindakan oprasi bypass)
Kondisi Klinis Terkait
a) stroke
b) cedera kepala
c) aterosklerosis aortik
d) IMA
e) diseksi arteri
f) embolisme
g) endokarditis infektif
h) fibrilasi atrium
i) hiperkolesteronemia
j) hipertensi
k) dilatasi kardiomiopati
l) koagulasi intavaskuler diseminata
m) miksoma atrium
n) neoplasma otak
o) segmen ventrikel kiri akinetik
p) sindrom sick sinus
q) stenosis karotis
r) stenosis mitral
s) hidrosefalus
t) infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)

3. Pola Nafas Tidak Efektif


Definisi
Inspirasi/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab
a) depresi pusat pernafasan
b) hambatan upaya nafas
c) deformitas dinding dada
d) deformitas tulang dada
e) gangguan neuromuskular
f) gangguan neurologis
g) imaturitas neurologis
h) penurunan energi
i) obesitas
j) posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) sindrom hipoventilasi
l) kerusakan inervasi diafragma
m) cedera pada medula spinalis
n) efek agen farmakologis
o) kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
a) Dispnea a) penggunaan otot bantu nafas
b) fase ekspirasi memanjang
c) pola nafas abnormal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
a) ortopnea a) pernafasan pursed lip
b) pernafasan cuping hidung
c) dimeter toraks anterior dan
posterior meningkat
d) ventilasi semenit menurun
e) kapasitas vital menurun
f) tekanan ekspirasi menurun
g) tekanan inspirasi menurun
h) ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
a) depresi sistem saraf pusat
b) cedera kepala
c) trauma toraks
d) gullian barre syndrome
e) sklerosis multiple
f) stroke
g) kuadriplegia
h) intoksikasi alkohol

c. Intervensi
Diagnosa : Hipertermia
Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Termoregulasi Manajemen hipertermia
Definisi : Definisi :
Suhu tubuh meningkat diatas Mengidentifikasi dan mengelola
rentan normal tubuh peningkatan suhu tubuh akibat
Ekspektasi : Membaik disfungsi termoregulasi
Kriteria Hasil : Tindakan :
a) Suhu tubuh membaik (5) 1. Observasi
b) suhu kulit membaik (5) a) identifikasi penyebab
c) kulit merah menurun (5) hipertermia
d) kejang menurun (5) b) monitor tuhu tubuh
e) takikardia menurun (5) c) monitor komplikasi akibat
f) takipnea menurun (5) hipertermia
g) Frekuensi napas membaik 2. Terapeutik
(5) a) longgarkan atau lepaskan
h) Pola napas membaik (5) pakaian
b) sediakan lingkungan yang
dingin
c) basahi dan kipasi
permukaan tubuh
3. Edukasi
a) ajari tirah baring
4. Kolaborasi
a) kolaborasi pemberian
cairan elektrolit intravena,
jika perlu

Anda mungkin juga menyukai