Anda di halaman 1dari 49

INFEKSI NOSOKOMIAL

HOSPITAL ACQUIRED
INFECTION

Dr. ANCE ROSLINA, M.Kes


Bagian Mikrobiologi
FK – UISU
Medan 2011
INFEKSI NOSOKOMIAL

 infeksi yang didapat penderita ketika penderita


dirawat dirumah sakit
atau
 pernah dirawat dirumah sakit.
Batasan Infeksi di RS
Pada saat dirawat:
tidak ada tanda/gejala
tidak dalam masa inkubasi
Infeksi terjadi 3 x 24 jam sejak mulai
perawatan
Bukan residu oleh infeksi sebelumnya
Infeksi pada lokasi sama tetapi oleh
mikroorganisme berbeda
Keadaan khusus

 OS dgn gejala klinis (+) pada saat setelah


pulang

 Infeksi neonatus dr jalan lahir


Faktor-faktor terjadinya infeksi
nosokomial
1. Faktor endogen; umur, seks, penyakit penyerta,
daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal.
2. Faktor eksogen; lama penderita dirawat,
kelompok yang merawat, alat medis serta
lingkungan
Penularan infeksi nosokomial ada beberapa cara :

1. Infeksi silang;  MO yang ditularkan oleh penderita lain


atau orang atau petugas di RS secara langsung maupun
tidak langsung.
2. Infeksi lingkungan;  MO yang berasal dari reservoir
hidup atau benda mati dilingkungan RS.
3. Auto infeksi; infeksi dari penderita sendiri 
perpindahan MO dari satu jaringan/ lokasi ke jaringan
lain pada tubuh orang yang sama.
4. Kontak; didapatkan dari benda yang dipakai sendiri oleh
penderita yang terkontaminasi MO, mis; kateter
WHO membagi bakteri penyebab infeksi
nosokomial dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Bakteri Patogen Konvensional MO


menyebabkan penyakit pada orang sehat
yang timbul karena tidak adanya kekebalan
spesifik terhadap MO tersebut.
Misalnya; Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, Salmonella typhi, Corynebacterium
diphtheriae, Mycobacterium tuberculosis.
2. Bakteri Patogen Kondisional MO
menyebabkan penyakit bila ada faktor
pre$disposisi spesifik pada orang yang daya
tahan tubuhnya menurun dan
mikroorganisme langsung masuk kedalam
jaringan atau bagian tubuh yang biasanya
steril, misalnya; Staphylococcus epidermidis,
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella.
3. Bakteri Patogen Oportunistik  MO
menyebabkan penyakit menyeluruh pada
penderita yang daya tahan tubuhnya
menurun, misalnya Mycobacterium atypic,
Nocardia sp.
Prosedur tetap pencegahan infeksi
nosokomial meliputi:

CUCI TANGAN

PEMAKAIAN
MASKER

GAUN

SARUNG
TANGAN
CUCI TANGAN
Tiga jenis cuci tangan yaitu:
1. Cuci tangan higenik
 Dilakukan untuk mengurangi flora atau kuman transien di
tangan
Contoh: cuci tangan ketika akan melakukan pemeriksaan
luar
2. Cuci tangan aseptik
 Dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien yang
diikuti dengan larangan menyentuh permukaan tidak steril
dan penggunaan sarung tangan
Contoh: cuci tangan ketika akan melakukan tindakan
invasif seperti pemasangan kateter dan infus
3. Cuci tangan bedah
 Dilakukan secara aseptik dengan memakai antiseptik
Contoh: cuci tangan ketika akan melakukan tindakan
bedah
Pemakaian alat pelindung
 Tujuan
(1) melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari risiko pajanan darah,
semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta,
kulit yang tidak utuh dan selaput lendir
pasien
(2) melindungi petugas dari jenis tindakan
berisiko mencakup tindakan perawatan
pasien termasuk tindakan rutin, tindakan
bedah ortopedi, otopsi
Sarung Tangan

Tujuan
 Melindungi tangan dari kontak darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang
tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda
yang terkontaminasi.
 Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap
petugas sebelum kontak dengan darah atau
semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta dan
benda lain yang terkontaminasi.
Gaun Pelindung

 Hanya bagian luar gaun saja yang


terkontaminasi
 Tujuan pemakaian gaun adalah untuk
melindungi pemakai dari infeksi
 Khusus gaun bedah, hanya bagian depan atas
(di atas pinggang) saja yang dianggap steril
dan boleh bersinggungan dengan lapangan
pembedahan
Masker dan Pelindung Mata

Tujuan
 Melindungi selaput lendir hidung, mulut dan
mata selama melakukan tindakan dan
perawatan pasien yang memungkinkan terjadi
percikan darah dan cairan tubuh lain
 Sebaliknya masker juga dapat melindungi
pasien dari infeksi yang penularannya melalui
udara, terutama bagi pasien di kamar operasi,
kamar bersalin, dan bayi
Pengendalian infeksi nosokomial:

 Pencegahan infeksi luka operasi


 Pencegahan infeksi saluran kemih
 Pencegahan infeksi saluran pernafasan
 Pencegahan infeksi aliran darah
 Pencegahan infeksi nosokomial luka bakar
PENCEGAHAN INFEKSI LUKA
OPERASI
Rekomendasi CDC  Pedoman
Pencegahan Infeksi Luka Operasi
(Guidelines for Prevention of Surgical Site
Infection)
 Pra-bedah
 Selama Operasi Berlangsung
 Merawat Luka Pasca-Bedah
Pra Bedah

 Persiapan Pasien Sebelum Operasi


 Antiseptik Tangan dan Lengan untuk Tim
Bedah
 Tim Bedah yang Terinfeksi atau Terkolonisasi
 Profilaksis Antimikroba
Selama Operasi
Berlangsung
 Ventilasi
 Membersihkan dan Desinfeksi Permukaan
Lingkungan
 Sterilisasi Instrumen Bedah
 Pakaian Bedah dan Drape
 Teknik Aseptik dan Bedah
Merawat Luka Pasca-Bedah

 Lindungi luka yang sudah dijahit dengan


perban steril selama 24 sampai 48 jam pasca
bedah
 Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti
perban atau bersentuhan dengan luka operasi
 Bila perban harus diganti, gunakan teknik
aseptik
 Berilah pendidikan pada pasien dan
keluarganya mengenai perawatan luka operasi
yang benar, gejala-gejala ILO dan pentingnya
melaporkan gejala tersebut
PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN
KEMIH
Rekomendasi CDC untuk pencegahan ISK
 Personel
 Penggunaan Kateter
 Cuci Tangan
 Pemasangan Kateter
 Drainase Sistem Tertutup dan Steril
 Irigasi
 Pengambilan Sampel
 Laju Alir Urine
 Perawatan Meatus
 Interval Penggantian Kateter
 Pemisahan Ruangan untuk Pasien dengan Kateter
 Monitor Bakteriologi
PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN
Pencegahan Pneumonia Nosokomial Menurut
Rekomendasi CDC
 Pendidikan Staf dan Surveilans Infeksi
 Menghentikan Penyebaran Mikroorganisme
 Pengurangan Risiko Sumber Infeksi
 Pencegahan Pneumonia Endogen
 Pencegahan Pneumonia Pasca-Bedah
 Prosedur Pemberian Profilaksis Lain untuk Pneumonia
PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN
DARAH
Rekomendasi CDC dalam Pencegahan Infeksi Aliran Darah

 Rekomendasi umum dalam pemakaian alat intravaskuler


 Pendidikan dan pelatihan petugas medis
 Surveilans infeksi saluran darah
 Cuci tangan
 Penggunaan barrier pada pemasangan dan perawatan kateter
 Pemasangan kateter
 Perawatan lokasi kateter
 Pemilihan dan penggantian alat intravaskuler
 Port injeksi intravena
 Persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan intravena
 Filter in-line
 Petugas terapi intravena
 Alat intravaskuler tanpa jarum
 Profilaksis antimikroba
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
LUKA BAKAR
Pencegahan infeksi utama (first line of defense) adalah
pencegahan kontaminasi mikroba yaitu dengan cara:

1. Eksisi primer dan cangkok kulit (hanya sesuai bagi luka bakar
yang relatif kecil dan menyangkut seluruh lapisan kulit)
2. Antisepsis: pemberian zat anti bakteri pada luka bakar.
Pemberian kompres perak nitrat o,5% dan krim mafenida
asetat 11% untuk luka bakar tingkat tinggi terbukti efektif,
namun membutuhkan kontrol keseimbangan elektrolit.
Perak sulfadiazine 1% dan perak nitrat 0,5% dengan
klorheksidin 0,1% juga efektif dan lebih praktis.
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
LUKA BAKAR
3. Asepsis:
 Pembalutan dilakukan dalam ruangan khusus yang
berventilasi
 Tenaga medis hendaknya menggunakan pelindung
saat menangani pasien luka bakar
 Ganti balut sebaiknya dilaksanakan dengan teknik
dua perawat
 Pada prosedur lanjut, perawatan luka secara terbuka
yang biasanya untuk daerah kepala dan dada, lebih
disukai secara klinis, karena memberikan
perlindungan terhadap infeksi oleh terbentuknya
jaringan kering di permukaan kulit yang menghambat
tumbuhnya bakteri
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA
BAKAR
Pencegahan infeksi lanjutan (second line of defense) 
pencegahan invasi terhadap jaringan dan aliran darah oleh
bakteri yang tumbuh dalam luka bakar, yaitu terapi
antibiotik dan imunisasi aktif atau pasif:
 Terapi sistemik terhadap infeksi Streptococcus pyogenes dengan
antibiotik yang sesuai (seperti eritromisin atau cloxacillin)
 Pasien dengan luka bakar tingkat tinggi yang telah terkontaminasi
oleh Pseudomonas aeruginosa dapat dilindungi dengan pemberian
gentamisin sistemik (dan/atau carbenisilin)
 Profilaksis anti tetanus harus diberikan pada semua pasien luka
bakar dengan menggunakan toxoid dosis buster bila pasien
memiliki kekebalan aktif, atau dengan antiserum (ATG manusia)
dan/atau antibiotik bila tidak memiliki kekebalan aktif.
SEPTIK-ASEPTIK
P DALAM PENGELOLAAN INFEKSI
R
I
N
S
I  Prinsip ini berkaitan dengan pencegahan dan
P pengendalian penyakit terutama infeksi dan
infeksi nosokomial yang disebabkan oleh
mikroorganisme patogen.
 Efikasi pengendalian infeksi.
SEPTIK-ASEPTIK
P
DALAM PENGELOLAAN INFEKSI
R
I
N
S  Dalam pencegahan dan pengendalian
I infeksi tercakup: kebijakan pengendalian
P
infeksi, sterilisasi, teknik-teknik aseptik,
kebersihan dan desinfeksi, desinfeksi kulit
dan antiseptik, antibiotik profilaktik, …
P SEPTIK-ASEPTIK
R DALAM PENGELOLAAN INFEKSI
I
N
S  … alat pelindung diri (APD), isolasi, bangunan
I
P dan desain rumah sakit, equipment, personel,
pemantauan, serta surveilans dan peranan
laboratorium.
PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI

1. KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFEKSI

2. STERILISASI

3. TEKNIK ASEPTIK

4. KEBERSIHAN & DESINFEKSI

5. DESINFEKSI KULIT & ANTISEPTIK

6. ANTIBIOTIK PROFILAKTIK

7. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI
8. ISOLASI

9. GEDUNG & DESAIN RUMAH SAKIT

10. EQUIPMENT

11. PERSONIL

12. MONITORING
13. SURVEILANS & PERAN LABORATORIUM
Peran Laboratorium Mikrobiologi

Isolasi (kultur) menentukan jenis MO yang


terdapat dalam lingkungan dan pada para medis
Daerah yang perlu domonitor;
 Unit sterilisasi
 Unit Hemodialisa
 susu yang dibuat untuk bayi di RS
BAHAN & PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI

Nama Bahan Jenis Pemeriksaan


Urine Biakan dan sediaan langsung kuman pyogenik
Dahak Biakan dan sediaan langsung kuman bukan
tahan asam
Darah Biakan kuman aerob dan anaerob
Cairan Pleura Biakan dan sediaan langsung kuman aerob dan
anaerob
LCS Biakan dan sediaan langsung kuman pyogenik
Hapus tenggorok, Biakan dan sediaan langsung kuman pyogenik
hidung
Nanah Biakan dan sediaan langsung kuman aerob dan
anaerob
Pungsi aspirasi
Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 dan
SK Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.6.44

mengatur persyaratan kesehatan lingkungan


rumah sakit, agar rumah sakit tidak menjadi
depot bagi berbagai macam kuman penyakit.

Kenyataan infeksi nosokomial masih menjadi


masalah pokok di rumah sakit.
Organisasi Pengendalian Infeksi
Nosokomial
Pengendalian infeksi nosokomial adalah;
program yang berorientasi pada
intervensi dimana keikutsertaan
orang- orang yang terkait sangat
menentukan keberhasilan program

PPIN
(Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial)
Tugas dan tanggung jawab PPIN

 Membentuk sistem surveilans


 Menentukan kriteria infeksi nosokomial
 Menyusun semua kebijakan, prosedur dan
peraturan untuk pencegahan dan
pengendalian infekssi
 Menganalisis laporan berkala yang ddibuat
oleh paanitia
 Panitia bertanggung jawab kepada
pimpinan rumah sakit
Prosedur Pendukung Pengendalian
Infeksi Nosokomial
 Surveilans
adalah suatu kegiatan yang berlangsung
terus menerus dan sistematis dalam
pengumpulan, analisis, interpretasi data
medis yang penting bagi perencanaan,
penerapan, evaluasi praktek-praktek
pengendalian infeksi dan mempublikasikan data
tersebut pada saat yang tepat pada pihak-
pihak yang membutuhkan
Surveilans Pengendalian inf-nos

Rencana Pengolahan&
Pengumpu
Identifikasi pengumpula Penyajian
lan data
masalah n data data

Analisa & Laporan &


Interpretasi data Tindak lanjut
ANGKA INF-NOS

INDIKATOR MUTU
PELAYANAN
MEDIS
Kesimpulan

 Surveilans yang dilaksanakan oleh tim perawat


menunjukkan spesifisitas dan sensitifitas yang
terbaik dibandingkan dengan surveilans yang
dilaksanakan oleh tenaga medik lainnya

 Pengendalian infeksi nosokomial sangat berkaitan


erat dengan sanitasi rumah sakit dan ketertiban
rumah sakit
 Organisasi rumah sakit dan panitia
pengendalian infeksi nosokomial harus
dilaksanakan secara bersamaan dan terpadu

 Panitia organisasi pengendalian infeksi


nosokomial tidak dimaksudkan untuk
memberantas infeksi nosokomial, tetapi hanya
untuk membatasi dan memperkecil terjadinya
infeksi nosokomial.
AKIBAT

1. Infeksi yang didapatkan penderita selama di RS


2. Sukar diobati karena penyebab MO yang resisten
dengan AB
3. Bila terjadi  pemborosan biaya dan waktu serta
kualitas hidup penderita akan menurun
4. Infeksi Nosokomial selain berbahaya bagi penderita
juga bagi lingkungan baik di RS maupun setelah
keluar dari RS
5. Dengan pengendalian Infeksi nosokomial akan
menghemat biaya dan waktu
6. Dinegara maju Inf-nos merupakan masalah
nasional
Perbandingan risiko relatif IN dan alternatif
pengukuran berdasarkan kepentingan relatif

Jenis IN Proporsi Tambahan Tambahan IN yg dapat


(%) hari rawat biaya rawat dicegah
(%) (%) (%)

ILO 24 37 42 35
Pneumonie 10 24 39 22
ISK 42 11 13 35
Bakteremia 5 4 3 35
Lain-lain 19 4 3 32
Total 100 100 100 32
Sejarah:

 Semmelweis (Wina) 1845-1848 kasus


demam setelah bersalin yang ditolong oleh
dokter dan mahasiswa kedokteran
Meninggal 10% : 1% = co ass: bidan

 Florence (1856) angka kematian tentara


oleh karena penularan penyakit di RS

 Prof von Bergmen (Jerman) abad 18


apron bedah warna hitam  warna
putih sehingga kelihatan kotornya
 Mikulicz (austria) pertama kali memakai
sarung tangan (rajutan)  Prof Halsted
(1890), sarung tangan karet

 1950: Pandemi Staphylococcus aureus resisten


terhadap AB
 1958 & 1963: CDC Atlanta, United States Center
for Diseases Control
 1970 sekarang CDC bersama RS pemerintah
dan swasta membentuk National Nosocomial
Infection surveilans System (NNIS)

Anda mungkin juga menyukai