Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

Pengaruh Terapi Touch and Talk Terhadap Stress Hospitalisasi Anak Saat
Tindakan Invasif di Ruang Perawatan Anak

DISUSUN
OLEH :
HAPSA HIOLA S.KEP NS
198707122010012013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kondisi cemasyangterjadipadaanakyang menjalanihospitalisasidan

mendapatkan tindakan invasif harus mendapat perhatian khusus dan segera

diatasi.Bagianakusiaprasekolah(3-5tahun) menjalanihospitalisasidan

mengalamitindakan invasif merupakan suatukeadaan krisisdisebabkankarena

adanya perubahanstatuskesehatan, lingkungan,faktorkeluarga,kebiasaanatau

proseduryang dapatmenimbulkannyeridankehilangankemandirianpadaanak

(Wong, 2009).

Kondisicemasyang terjadipadaanakakanmenghambatdanmenyulitkan

prosespengobatanyangberdampakterhadappenyembuhanpada anaksehingga

memperpanjang masa rawatandandapatberesikoterkenakomplikasidariinfeksi

nosokomial dan menimbulkan trauma paska hospitalisasi (Sari dan

Sulisno,2012).

Anakusiaprasekolahmenganggapsakitadalah sesuatuhalyang menakutkan,

kehilanganlingkunganyang amandanpenuhkasihsayang,sertatidak menyenangkan

(Supartini, 2004). Anak menganggap tindakan dan prosedur

rumahsakitmenyebabkanrasasakitdanlukaditubuhnya.Olehkarena ituanak

seringkalimenunjukkanperilakutidakkooperatifseperti sering menangis,marah-

marah, tidakmau makan, rewel,susahtidur, mudah tersinggung, meminta pulang

dantidakmauberinteraksidenganperawatdan seringkalimenolakjikaakan

diberikanpengobatan.Setiapmelihatperawatataudokteryang mendatanginya
makaiaakanmenolakdanmencariorang tuaagarmelindunginyawalaupun

perawattidakmelakukantindakaninvasifyangdapatmenimbulkannyeri(Utami,2014

).

Perawatanpada anakdirumahsakitperlumenggunakanmodelholisticyaitu

adanyaperan sertakeluarga dalamprosespengobatandanmengurangi kecemasan

anak(Hidayat,2005).Orang tuamemilikiperanyang sangatpentingdalam

memberikanasuhanuntukmengurangistresoryang dihadapi,anakakanmerasa

amanjika didampingi orangtuanyaterutama pada saatanakmenghadapisituasi

yang membuatanakcemassalahsatunyaadalahsaatdilakukanprosedurinvasif.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan analisis

jurmal tentang “ Pengaruh Terapi Touch and Talk Terhadap Stress Hospitalisasi

Anak Saat Tindakan Invasif di Ruang Perawatan Anak”

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui adanya Pengaruh terapi Touch and Talk terhadap stress

Hospitalisasi Anak Saat Tindakan Invasif di Ruang Anak

1.3 Manfaat

a. Bagi perawat

Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi perawat

untuk dapat diterapkan dalam penatalaksanaan saat memberikan tindakan

pada anak.

b. Bagi pasien

Diharapkan dengan makalah ini, keluarga dapat memahami tentang kondisi

hospitalisasi anak, dan memahami penatalaksanaan yang dapat dilakukan.


BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Metode pencarian

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber

populer untuk mengakses makalah, baik makalah Indonesia dan makalah

International :

Kata kunci Hasil pencarian

Terapi Touch and Talk 35

Stress Hospitalisasi Anak 25000

Efektifitas Terapi Touch and Talk 30

terhadap Stress Hospitalisasi Anak

Pencarian dibatasi tahun 2015-2019 12

Keywords Result

Touch and Talk Therapy 35

Stress Hospitalitation on Children 25000

Effectivity of Touch and Talk terapy 30

on childreen hozpitalitation stress


Limit the 2015-2019 publication year 12

2.2 Tinjauan Teoritis

A. Pengertian Anak

Anak merupakan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun

dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik,

psikologis, sosial dan spiritual.Anak merupakan individu yang berada dalam satu

rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat,

2012).Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk

anak yang masih dalam kandungan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa anak

adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

B. Tahapan Perkembangan Psikososial Anak

Dalam Teori Erikson, ada beberapa tahapan perkembangan psikososial

anak. Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik yang menghadapkan

sesorang pada suatu krisis yang harus dipecahkan (Santrock, 2007).

Berikut ini tahapan perkembangan psikososial anak (Santrock, 2007) antara lain :

1) Kepercayaan versus

Ketidakpercayaan (trust vs mistrust)

Tahap ini merupakan tahap yang dialami pada tahun pertama kehidupan

dimana terjadi pembentukan rasa percaya pada anak.Rasa percaya yang

didapatkannya menjadi fondasi bagi anak untuk menjadikan dunia sebagai tempat

yang menyenangkan baginya baik kenyamanan secara fisik maupun psikologis.


2) Otonomi versus

Rasa malu dan ragu-ragu (autonomy vs doubt/shame)

Tahap ini terjadi pada masa bayi akhir dan masa kanak-kanak awal (1-3

tahun). Seiring berjalannya waktu, anak akan mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Rasa percaya yang mereka dapatkan pada awal pertama

kehidupannya menghantarkannya kepada sebuah keinginan-keinginan dirinya dan

menyadari bahwa perilaku mereka menjadi haknya sendiri dan inilah yang disebut

dengan otonomi. Anak akan menunjukkan sikap malu dan ragu-ragu apabila

keinginan mereka dibatasi.

3) Inisiatif versus Rasa

bersalah (initiative vs guilt)

Tahap ini terjadi selama tahun prasekolah. Anak prasekolah memasuki dunia

sosial yang lebih luas dibanding ketika mereka masih berada pada tahap bayi

maupun toddler karena mereka akan lebih banyak mengahadapi tantangan.

Perilaku yang aktif dan bertujuan diperlukan untuk menghadapi tantangan ini.

Anak diminta untuk memikirkan tanggung jawab terhadap tubuh, perilaku,

mainan, dan hewan peliharaan mereka sehingga akan terlahir inisiatif. Anak akan

merasa bersalah ketika gagal melakukan tanggung jawabnya dan akhirnya hal ini

membuat mereka sangat cemas.

4) Kerja keras versus

Rasa inferior (industry vs inferiority)

Tahap ini terjadi di sekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif yang muncul saat

mereka berada di usia pra sekolah akan membawa mereka berhubungan dengan
banyak pengalaman baru. Anak akan diperhadapkan dengan kemampuan

menguasai pengetahuan dan keterampilan di sekolahnyasehingga anak akan

menjadi lebih antusias dalam belajar. Rasa inferior dapat muncul ketika mereka.

C. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat

yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi atau

perawatan, kegiatan pelaksanaan pelayanan dan perawatan kesehatan anak yang

dilaksanakan di rumah sakit sebaiknya tidak hanya pada kesehatan murni terhadap

anak sakit, tetapi juga harus ada upaya untuk membantu meningkatkan tingkat

kooperatif pada anak yang memungkinkan anak bisa bekerja sama dengan

perawat dalam mencapai tujuan pengobatan bersama (Potter& Perry, 2005).

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan

dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk

beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi

tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

dan keluarga (Wong, 2008).

Sakit dan dirawat di rumah sakit adalah suatu keadaan yang dapat

menimbulkan stress yang disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa

harus dirawat, lingkungan yang asing, prosedur tindakan yang menyakitkan, serta

terpisah dengan keluarga (Hockenberry & Wilson, 2007).

D. Dampak Hospitalisasi pada Anak

Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres. Stresor

utama saat mereka dirawat di rumah sakit adalah kecemasan akibat perpisahan,
kehilangan pengendalian dan ketakutan akan cedera tubuh/nyeri (Wong, 2008).

Kecemasan dan stress yang dialami anak saat hospitalisasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain faktor dari petugas kesehatan (perawat, dokter dan

tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru dan keluarga yang mendampingi

selama perawatan (Nursalam et al, 2005).

Perasaan tersebut dapat timbul karena adanya perubahan dari kondisi sehat

menjadi sakit serta perubahan rutinitas lingkungan yang berbeda dan anak

memiliki koping yang terbatas untuk menyelesaikan stresor selama hospitalisasi

(Wong, 2008).Kecemasan dan ketakutan sangat mempengaruhi proses pengobatan

anak.Perasaan yang sering muncul pada anak ketika dirawat di rumah sakit yaitu

cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2004). Hockenberry &

Wilson (2007) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada

anak selama hospitalisasi diantaranya usia, jenis kelamin, lama dirawat dan

pengalaman dirawat.

E. Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi Masa Sekolah ( 6-12 tahun)

 Menurut Wong (2003) berbagai perasaan merupakan respons emosional

seperti:

1. Cemas akibat Perpisahan

Kecemasan yang timbul merupakan respon emosional terhadap penilaian

sesuatu yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya

(Stuart & Sundeen, 1998).

2. Kehilangan Kendali
Banyak rutinitas di rumah sakit seperti tirah baring yang dipaksakan,

penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya privasi, kegiatan

mandi di tempat tidur, penggunaan kursi roda atau brankar dapat menyebabkan

ancaman dan kehilangan kendali pada anak sekolah (Wong,2003). Akan tetapi

jika anak-anak tersebut diizinkan memegang kendali dengan cara melibatkannya

dalam setiap prosedur yang memungkinkan, mereka akan berespon dengan sangat

baik terhadap prosedur apa pun. Hal ini biasanya terjadi akibat perasaan berguna

dan produktif untuk anak-anakyang sedang belajar "bertindak dewasa".

3. Reaksi Anak Usia Sekolah terhadap Cedera Tubuh dan Nyeri

Ketakutan mendasar terhadap sifat fisik dasar penyakit timbul pada saat anak

usia sekolah tidak begitu khawatir terhadap nyeri jika dibandingkan dengan

disabilitas, pemulihan yang tidak pasti atau kemungkinan kematian. Anak usia

sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap:

- Kemungkinan efek

prosedur yang dilakukan

- Tahu apakah

prosedur tersebut akan menyakitkan atau tidak

- Untuk apa dan

bagaimanaprosedur tersebut dapat membuat mereka lebih baik dan orang lain,

atau mempertanyakan keadekuatan perawatan merupakan respon terhadap

kekhawatiran tersebut. Mereka juga terkadang bersikap terlalu percaya diri,

sombong dan sok tahu sebagai manifestasi dari kehilangan kendalidan perubahan

citra tubuh.
 Berikut ini reaksi

anak terhadap hospitalisasi sesuai dengan tahapan perkembangan (Wong, 2008) :

Pada usia sekolah, perpisahan anak dengan orangtua/keluarga mereka menjadi hal

yang ditakuti karena mereka masih membutuhkan rasa nyaman/bimbingan akibat

stress dan regresi yang dialaminya selama dirawat. Meskipun anak usia sekolah

umumnya lebih mampu melakukan koping terhadap perpisahan tetapi masih

sering sekali anak menunjukkan sikap kesepian, bosan, isolasi dan depresi. Pada

usia ini anak diperhadapkan dengan tugas perkembangan kemandirian, sehingga

ketika mereka dirawat di rumah sakit, anak tidak mau mengungkapkan

kebutuhannya secara langsung karna akan menunjukkan kelemahan bagi mereka

sehingga kebanyakan anak akan menunjukkan sikap agresi, menarik diri dari

petugas rumah sakit, menolak sibling, atau menolak berhubungan dengan teman

sebaya. Akan tetapi anak akan lebih menunjukkan reaksi perpisahan terhadap

aktivitas bahkan teman sebaya dibanding dengan orangtuanya.

Kehilangan kendali pada usia sekolah dapat dialami ketika anak merasa

kemandirian mereka terancam misalnya karena lingkungan rumah sakit yang

mengakibatkan adanya pembatasan aktivitas atau penyakit yang mengakibatkan

tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri sehingga anak akan

menunjukkan reaksi depresi, bermusuhan, atau frustasi. Anak usia sekolah tidak

terlalu khawatir dengan adanya nyeri. Mereka sudah memiliki koping yang lebih

baik dalam menghadapi suatu ketidaknyamanan seperti berpegangan dengan erat,

mengepalkan tangan atau mengatupkan gigi dan meringis. Secara umum anak
usiasekolah juga sudah dapat mengkomunikasikan secara verbal nyeri yang

mereka alami.

F. Respon Keluarga terhadap Hospitalisasi

Reaksi orang tua terhadap penyakit anak sangat bergantung kepada

keberagaman faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain:

1. Keseriusan ancaman terhadap anak

2. Pengalaman sebelumya dengan sakit atau hospitalisasi

3. Prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan pengobatan

4. Sistem pendukung yang ada

5. Kekuatan ego pribadi

6. Kemampuan koping sebelum hospitalisasi (Carson, Gravley, dan

Council,1992; Clatworthy, Simon, dan Tiedeman,1999; Wong,2003)

G. Peran Perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak

Dampak hospitalisasi pada anak dapat diatasi dengan mengoptimalkan peran

perawat. Berikut ini adalah peran perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi

pada anak (Wong, 2008) :

1. Menyiapkan anak untuk hospitalisasi

Persiapan dalam penerimaan anak untuk dirawat di rumah sakit menjadi hal

yang sangat penting bagi perawat.Persiapan tersebut berbeda untuk setiap anak

tergantung pada kondisinya yang tidak terlepas dari berbagai prosedur awal medis

seperti pengambilan spesimen darah, uji sinar-X atau pemeriksaan fisik. Setiap
tindakan dalam penerimaan itu dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan bagi

anak yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan rasa percaya

perawat dengan anak-anak tersebut. Perawat sangat memberi pengaruh yang besar

untuk mengatasi semua ini.

Selama prosedur penerimaan awal perawat harus meluangkan waktu bersama

dengan anak dan memberi kesempatan untuk lebih jauh mengenal anak dan

mengkaji setiap pemahamannya akan prosedur yang akan dialaminya selama

dirawat di rumah sakit dan semua ini berpengaruh terhadap pembentukan rasa

percaya antara anak dengan perawat selama hospitalisasi. Apabila rasa percaya

sudah terbentuk maka anak akan merasa lebih nyaman selama dirawat di rumah

sakit.

Pada saat anak masuk rumah sakit, perawat akan melakukan prosedur

penerimaan rumah sakit yaitu memperkenalkan dirinya dan dokter yang akan

menangani, memilih ruangan untuk anak yang sesuai, mengorientasikan anak

terhadap ruangan beserta fasilitas di dalamnya, memperkenalkannya dengan

teman satu ruangannya, memberi label identitas, menjelaskan peraturan rumah

sakit dan melakukan berbagai pemeriksaan dan pengkajian keperawatan awal.

Pemilihan ruangan pada anak dilakukan berdasarkan pertimbangan usia, jenis

kelamin dan penyakitnya karena dapat memberikan manfaat psikologis dan medis.

2. Mencegah atau meminimalkan perpisahan

Perpisahan anak dengan orangtua atau orang-orang yang dikasihinya menjadi

hal yang sangat ditakuti oleh anak selama mereka dirawat di rumah sakit.Orangtua

atau saudara dari anak tersebut dapat memberi kenyamanan baginya dibanding
orang-orang sekitar yang berada di rumah sakit termasuk perawat.Saat ini, rumah

sakit sudah mengeluarkan suatu kebijakan untuk menjadikan keluarga sebagai

pusat asuhan selama anak di rumah sakit tanpa mengabaikan peran perawat.

Dalam hal ini perawat berkolaborasi dengan orangtua/saudara, melibatkan

mereka selama proses asuhan di rumah sakit misalnya membantu memberi makan

anak atau menyusun jadwal yang lengkap yang sesuai rutinitas harian anak. Anak

yang mengalami perpisahan selama dirawat di rumah sakit akan menimbulkan

berbagai reaksi seperti menangis. Kehadiran perawat disamping anak menjadi

salah satu strategi untuk mengatasinya untuk menunjukkan sikap empati dengan

mempertahankan kontak mata, bersuara dengan nada tenang, memberi sentuhan

untuk memberikan mereka kenyamanan. Jika tidak berhasil maka perawat harus

menganjurkan orangtua untuk tetap berada dekat anak atau tetap mempertahankan

kontak misalnya melalui telepon ataupun surat yang membuat anak selalu

mengingat orangtuanya. Perawat juga perlu memberi penjelasan tentang reaksi

anak jika mengalami perpisahan dengan orangtuanya sehingga apabila memang

orangtua harus meninggalkan, mereka tidak akan merasa cemas. Sebelum

orangtua pergi, perawat menganjurkan mereka untuk mengkomunikasikan kepada

anaknya alasan kepergian mereka dan kapan mereka akan datang kembali atau

jika memungkinkan tidak bisa mengunjungi anak, kehadiran saudara atau

keluarga lain dapat memberi kenyamanan bagi anak. Strategi lain juga dapat

dilakukan seperti menganjurkan orangtua untuk meninggalkan suatu tanda bagi

anak yang membuat anak tetap merasa dekat dengan orangtuanya seperti benda-

benda kesukaannya, boneka, foto, mainan, dan sebagainya.


Perawat juga dapat memfasilitasi anak untuk belajar, mendapat kunjungan

dari guru atau teman sekolah, telepon atau surat menyurat. Bagi anak yang

dihospitalisasi dalam jangka waktu yang panjang, perawat sebisa mungkin

membuat ruangannya senyaman mungkin dengan membuat dekorasi dinding

gambar kartun atau bunga-bunga yang membuat ruangan itu serasa milik pribadi

anak dan selama anak dirawat akan diperhadapkan dengan suara bising seperti

peralatan medis, maka perawat harus melindungi anak dengan memberi

penjelasan yang dapat membuatnya mengerti akan itu semua sehingga rasa cemas

mereka pun akan berkurang.

3. Meminimalkan kehilangan pengendalian

Anak yang dihospitalisasi akan mengalami perasaan kehilangan pengendalian

yang dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya perpisahan dengan orangtua,

adanya pembatasan aktivitas fisik, perubahan rutinitas, pemaksaan ketergantungan

bahkan pemikiran magis. Kondisi anak yang mengharuskan dirinya mengalami

imobilisasi akibat penyakit tertentu akan mengakibatkan stress bagi anak yang

dapat mengganggu perkembangan sensorik maupun motoriknya. Pemeriksaan

medis tertentu yang dilakukan perawat bersifat kaku, yang membuat anak harus

tetap berbaring di tempat tidur membuat sebuah pengalaman yang penuh tekanan

bagi anak. Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan anak

mengalami kehilangan pengendalian misalnya anak harus ditempatkan di dalam

boks bermain sehingga membatasi ruang anak untuk bermain lebih leluasa.Anak

yang dihospitalisasi juga akan mengalami perubahan rutinitas yang berbeda

dengan kondisi sebelum dia masuk rumah sakit.


Rutinitas yang dilakukan di rumah sakit dapat bersifat kaku atau fleksibel

yang dapat membuat anak mengalami stress hospitalisasi ditambah lagi dia

mengalami perpisahan dengan orangtuanya. Anak memiliki penstrukturan waktu

yang teratur dan jelas sebelum dia masuk rumah sakit misalnya bangun tidur,

belajar, mandi, makan, bermain dan tidur sedangkan setelah dia dirawat justru

mengalami hal yang berbeda dari kondisi tersebut.

Selain karena adanya pembatasan aktivitas fisik dan perubahan rutinitas, anak

dapat mengalami kehilangan pengendalian karena ketergantungan sepenuhnya

kepada perawat/orangtua selama mereka dirawat di rumah sakit baik dalam

mengambil keputusan atas tindakan yang akan diberikan kepadanya atau dalam

melakukan perawatan dirinya sendiri.

Anak yang mengalami hospitalisasi juga sering mengalami interpretasi yang

keliru atau pemahaman yang kurang terhadap semua hal yang dialaminya selama

dirawat di rumah sakit akibat kurangnya informasi yang mereka terima dari

perawat sehingga hal ini mengakibatkan stress hospitalisasi pada anak dan

akhirnya tidak dapat mengendalikan pikirannya. Perawat sangat berperan penting

dalam mengatasi kehilangan pengendalian ini diantaranya mempertahankan

kontak antara anak dengan orangtua saat mereka mengalami pembatasan aktivitas

bahkan menghadirkan orangtua saat anak mengalami nyeri.

Perawat juga perlu memodifikasi cara pemeriksaan fisik anak yang

disesuaikan dengan kondisinya misalnya digendong oleh Ibunya atau dipeluk

bahkan berada di pangkuan orangtuanya. Mobilisasi anak juga dapat ditingkatkan


misalnya memindahkan anak ke gendongan, kursi roda, cart, wagon, atau brankar

sehingga anak tidak mengalami kekakuan hanya berbaring di tempat tidur.

Untuk perubahan rutinitas, perawat perlu membuat jadwal harian anak yang

disusun bersama anak dan orangtua lalu menempatkannya disamping tempat tidur

anak disertai jam dinding untuk dapat mengingatkan setiap kegiatan yang berlalu

atau yang akan dikerjakannya. Perawat juga memberikan otonomi kepada anak

untuk mengambil setiap keputusan misalnya mengenai tindakan yang akan

diberikan kepadanya atau bahkan memandirikan anak melakukan perawatan

dirinya selama di rumah sakit sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Pemberian informasi sangat berperan penting dalam mengatasi stres anak saat

mereka dirawat di rumah sakit. Untuk itu, perawat perlu memberi penjelasan

sebelum melakukan tindakan bahkan memberitahu apa yang akan terjadi pada

anak sehingga ketakutan mereka akan berkurang.

4. Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri

Anak yang mengalami hospitalisasi tidak akan pernah terlepas dari berbagai

prosedur yang menyakitkan seperti mendapat suntikan, pemasangan infus atau

bahkan mereka takut akan mengalami cedera tubuh misalnya mutilasi, intrusi

tubuh, perubahan citra tubuh, disabilitas bahkan mengalami kematian. Banyak hal

yang dapat menyebabkan cedera tubuh pada anak misalnya penggunaan mesin

sinar-X yang penempatannya salah di ruangan, penggunaan alat asing untuk

pemeriksaan, ruang yang tidak dikenal atau bahkan prosedur yang mengharuskan

anak untuk diamputasi.


Semua ini dapat mengakibatkan stres atau ketakutan pada anak selama

mereka dihospitalisasi.Perawat sangat berperan penting dalam mengatasi

ketakutan anak akan cedera tubuh yang dialaminya. Secara umum, perawat harus

mempersiapkan anak untuk menghadapi prosedur dengan cara memberi

penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan dengan bahasa yang sesuai

dengan tingkat perkembangan kognitif anak sehingga mereka akan memahami

dan ketakutan mereka akan berkurang.

Selain itu, perawat dapat memanipulasi atau memodifikasi teknik prosedural

yang akan diberikan pada anak sesuai dengan kondisinya, secepat mungkin

melakukan prosedur pada anak bahkan tetap melakukan kolaborasi dengan

orangtua melalui cara mempertahankan kontak antara orangtua dengan anak.Anak

yang didapati merasa marah/stres dengan kondisi penyakit yang dialaminya,

perawat perlu mengubah persepsi anak dengan cara memberi penjelasan yang

berbeda yang tidak terlalu memandang penyakit itu sebagai sesuatu yang

negatif/menyakitkan sekali misalnya menyampaikan pada anak jika suatu

prosedur dilakukan pada anak maka tindakan yang sama tidak akan diulangi lagi.

Sebagai contoh anak yang mengalami tonsilektomi dapat diubah menjadi

penjelasan bahwa tonsil yang diperbaiki tidak perlu diperbaiki lagi di lain waktu.

Jadi apabila suatu waktu dia mengalami sakit tenggorokan, anak tidak akan

memahami bahwa dia akan dioperasi lagi.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

No Author Judul Tahun Metode Hasil Source


1 Novianti Ika Pengaruh 2019 Penelitian Berdasarkannilairata-ratapre Google
Pratiwi Terapi Touch inimerupakan testdanposttestkecemasanantara kedua Scolars
and Talk penelitian kuantitatif kelompokpenelitianmenunjukkanbahwa
terhadap dengan quasy
terjadipenurunannilairata-rata kecemasanpre
kecemasan eksperimen
anak usia pra danrancangannonequi testke posttestpada
sekolah yang valent controlgroup kelompokeksperimen,sedangkanpada
mengalami design.Sampel kelompokkontroltidak
tindakan penelitianadalah terjadi,halinimenunjukkanbahwaterdapatpengaru
Invasif di 15anakprasekolah h terapitouch
ruang sebagaikelompokeksp andtalkterhadapkecemasananakusiaprasekolahy
perawatan erimenyaitu kelompok
angmengalami tindakan invasif di RSUDDr.
Anak RSUD yangdiberikanterapito
dr. Moewadi uchandtalk Moewardi.Terapitouchandtalkdapatdilakukanole
Surakarta dan15anakprasekolah horangterdekatanak,baikorang tua maupun
sebagaikelompokkontr keluarga
olyang lainnyasehinggadapatmembuatkegelisahananak
dipilihdenganteknikpu meredam
rposivesampling. danmemilikidampakpositifpadaanakyang
Pengumpulan data
diperoleh dari lembar mempunyaigangguanperilaku.
observasi kecemasan
menggunakanchecklis
tdiadaptasidariteoriStu
artandSudden.Analisis
data dilakukan
denganmenggunakani
ndependen sample t-
test.
2 Harsismanto, Efektifitas 2018 Penelitiankuantitatif Adaperbedaanefektivitas antara Google
Lussyefrida Terapi Touch denganrancanganquas Terapitouchandtalkdan terapi Scholars
Yanti, Ilham and Talk dan yeksperimentwo bercerita.Terapitouchandtalklebihsignifikanunt
Alfathona terapi bercerita gruppretest-
uk menurunkankecemasananakusia3-
Program Studi terhadap posttestdesign.Sampel
Ilmu kecemasan sebanyak32responden 6tahundibandingkandenganterapi bercerita.
Keperawatan anak usia 3-6 diambil denganteknik Penelitian selanjutnyadisarankan
Fakultas Ilmu tahun di Ruang purposivesamplingyan dapatmengkolaborasikan keduaterapi ini
Kesehatan Edelweis gdibagi dalam dengan terapi
Universitas RSUD Dr. M. 2kelompokintervensi. lainnyadenganmempertimbangkanfaktoryang
Muhamadiyah Yunus mempengaruhipemberianterapi.
Bengkulu. Bengkulu

3 Anastasia R. Hubungan 2016 Metode korelasi Hasil penelitian menyarankan kepada perawat Google
Puturuhu Peran Serta dengan pendekatan untuk melibatkan orang tua dalam memberikan Scholars
Orang Tua cross sectional diuji asuhan kepada anak yang dirawat dan dalam
terhadap dengan mann-Whitney penatalaksanaannya memperhatikan prinsip
dampak stres dan uji chi-square. Atraumatic care dan family center care, dimana
hospitalisasi peneliti menganggap, pendekatan psikososial
pada anak usia penting dalam meningkatkan rasa aman pada
pra sekolah anak yang dirawat dirumah sakit, untuk
dirumah sakit mencegah dampak yang lebih jauh dari stres
eka BSD. hospitalisasi pada anak, karena memikirkan
dampaknya yang begitu besar bagi mental anak.
4 Kathi J. Treating 2016 Metode yang Hasil menunjukkan bahwa, anak yang dirawat Pediatrik
Kemper, Erica Childrens with digunakan dalam dirumah sakit, menunjukkan penurunan stres Jurnals of
A. Kelly. terapeutics and penelitian ini adalah hospitalisasi ketika dilakukan pendekatan nursing
Pediatric healing touch. deskriptive analitik, terapeutik dan family center care metode healing
Nursing dengan touch, dengan melibatkan orang terdekat dalam
mendeskripsikan setiap prosedur pengobatan terbukti dapat
masing masing menurunkan stres pada anak.
variabel dan dianalisis
apakah ada dampak
yang signifikan atau
tidak.
5 P Winsted Fri, Anintegrativer 2015 makalah ini berbentuk Pada hasil review pada makalah, dinyatakan Pediatric
K Kijek eviewandmeta- studi review dengan bahwa, kondisi hospitalisasi pada anak merupkan makalah
analysisof melibatkan data-data sebuah kejadian yang umumnya terjadi akibat
therapeutictouc subjective tentang proses pendekatan yang tidak baik, dimana anak
hresearch pendekatan terapeutik yang sedang mengalami stres akibat proses
touch terapi terhadap perawatannya di rumah sakit tidak mendapatkan
treatment khusus,pada banyak penelitian yang
dilakukan review, ditemukan memang terdapat
dampak yang signifikan sebelum dan sesudah
diterapkan pada anak yang mengalami stres
hospitalisasi. Dengan pendekatan sentuhan dan
melibatkan keluarga, stres pada anak dapat
dikendalikan.
6 Julie L. Minimizing 2018 makalah berisi tentang Pada literature review ini, penulis membahas World
Lerwick, Pediatric studi kasus dan mengenai, stress hospitalisasi pada anak yang Journal of
World Journal healthcare- literature Review pada terjadi pada hampir semua anak yang dirawat di Clinical
of Clinical induced beberapa literature Rumah Sakit, dimana stress ini dapat timbul Pediatric
Pediatrics anxiety and yang digunakan untuk dikarenakan, berubahnya pola keseharian anak,
trauma on menunjang penelitian. yang bahkan dapat mengarah pada trauma
Children Dikemas dalam studi terhadap pengobatan. Perlunya berbagai
deskriptive untuk pendekatan dalam upaya menekan stress yang
menggambarkan terjadi pada anak dianggap penting, sehingga
seluruh variabel. semua pihak perlu melibatkan diri dalam hal ini,
perawat anak, orang tua, dan tenaga kesehatan
lain yang akan berinteraksi dengan anak. Dalam
jurnal ini, dikenalkan metode pendekatan lain
yang juga sesuai dengan analisis jurnal, yaitu
metode pendekatan CARE (Choice, Agenda,
Resilence and Emotional Support (Family Based
Therapy).
3.2 Pembahasan

Anakusiaprasekolahmenganggapsakitadalah sesuatuhalyang

menakutkan, kehilanganlingkunganyang

amandanpenuhkasihsayang,sertatidak menyenangkan. Anak

menganggap tindakan dan prosedur

rumahsakitmenyebabkanrasasakitdanlukaditubuhnya.Olehkarena ituanak

seringkalimenunjukkanperilakutidakkooperatifseperti sering

menangis,marah- marah, tidakmau makan, rewel,susahtidur, mudah

tersinggung, meminta pulang dantidakmauberinteraksidenganperawatdan

seringkalimenolakjikaakan

diberikanpengobatan.Setiapmelihatperawatataudokteryang

mendatanginya makaiaakanmenolakdanmencariorang

tuaagarmelindunginyawalaupun

perawattidakmelakukantindakaninvasifyangdapatmenimbulkannyeri(Uta

mi,2014).

Perawatanpada

anakdirumahsakitperlumenggunakanmodelholisticyaitu adanyaperan

sertakeluarga dalamprosespengobatandanmengurangi kecemasan

anak(Hidayat,2005).Orang tuamemilikiperanyang sangatpentingdalam

memberikanasuhanuntukmengurangistresoryang

dihadapi,anakakanmerasa amanjika didampingi orangtuanyaterutama

pada saatanakmenghadapisituasi yang

membuatanakcemassalahsatunyaadalahsaatdilakukanprosedurinvasif.
Anak-anaksangatrentan terhadapkecemasanyang berhubungandengan

prosedurtindakaninvasifkarena

tindakaninvasifdianggapmelukaidanmenyebabkannyeripada

tubuhsehingga anak merasadisakiti saatberadadirumah sakit, pada

makalah ini, penulis mereview dan mengutip beberapa hasil penelitian

yang menunjang, seperti yang telah penulis lampirkan pada tabel

sebelumnya.

Review pertama terhadap Hasil penelitian oleh Pratiwi(2019) dan

Yanti (2018)yang menunjukkan bahwa pendekatan implementasi

keperawatan dengan metode Touch and Talk memiliki dampak yang

progresif terhadap tingkat stres hospitalisasi anak, seorang anak akan,

dibuktikan dengan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok

kontrolo dan kelompok perlakuan.

Dalam hal ini perawat berkolaborasi dengan orangtua/saudara,

melibatkan mereka selama proses asuhan di rumah sakit misalnya

membantu memberi makan anak atau menyusun jadwal yang lengkap

yang sesuai rutinitas harian anak. Anak yang mengalami perpisahan

selama dirawat di rumah sakit akan menimbulkan berbagai reaksi seperti

menangis. Kehadiran perawat disamping anak menjadi salah satu strategi

untuk mengatasinya untuk menunjukkan sikap empati dengan

mempertahankan kontak mata, bersuara dengan nada tenang, memberi

sentuhan untuk memberikan mereka kenyamanan. Jika tidak berhasil maka

perawat harus menganjurkan orangtua untuk tetap berada dekat anak atau
tetap mempertahankan kontak misalnya melalui telepon ataupun surat

yang membuat anak selalu mengingat orangtuanya. Perawat juga perlu

memberi penjelasan tentang reaksi anak jika mengalami perpisahan

dengan orangtuanya sehingga apabila memang orangtua harus

meninggalkan, mereka tidak akan merasa cemas. Sebelum orangtua pergi,

perawat menganjurkan mereka untuk mengkomunikasikan kepada

anaknya alasan kepergian mereka dan kapan mereka akan datang kembali

atau jika memungkinkan tidak bisa mengunjungi anak, kehadiran saudara

atau keluarga lain dapat memberi kenyamanan bagi anak. Strategi lain

juga dapat dilakukan seperti menganjurkan orangtua untuk meninggalkan

suatu tanda bagi anak yang membuat anak tetap merasa dekat dengan

orangtuanya seperti benda-benda kesukaannya, boneka, foto, mainan, dan

sebagainya.

Sedangkan pada penelitian lainnya, Puturuhu (2016) memfokuskan

penelitian pada keterlibatan orang tua dalam mencegah dampak stress

hospitalisasi lebih besar pada anak, didapatkan hasil bahwa ketika orang

tua ikut dilibatkan dalam proses implementasi dengan pendekatan family

center, anak cenderung merasa lebih aman. Sejalan dengan hal tersebut,

Yanti (2018) membandingkan efektifitas antara terapi bermain dan terapi

Touch and Talk, yang pada intinya adalah mendekatkan keluarga dan

orang terdekat dalam setiap prosedur implementasi dinilai lebih efektif

dibandingkan dengan metode lainnya, seperti yang dibandingkan adalah

metode terapi bermain.


Jurnal lainnya oleh Kelly & Kemper (2016) serta Kijek (2015)

menyimpulkan bahwa, kondisi hospitalisasi pada anak merupkan sebuah

kejadian yang umumnya terjadi akibat proses pendekatan yang tidak baik,

dimana anak yang sedang mengalami stres akibat proses perawatannya di

rumah sakit tidak mendapatkan treatment khusus,pada banyak penelitian

yang dilakukan review, ditemukan memang terdapat dampak yang

signifikan sebelum dan sesudah diterapkan pada anak yang mengalami

stres hospitalisasi. Dengan pendekatan sentuhan dan melibatkan keluarga,

stres pada anak dapat dikendalikan.

Metode ini dianggap paling efektif dikarenakan hubungan orang tua

dan anak telah terjalin sejak lama, sehingga anak merasa lebih aman saat

orang tuanya dilibatkan dalam proses penyembuhannya. Lerwick (2018)

sedikit berinovasi dengan metode ini, dimana ia mengembangkan sebuah

metode yang lebih kompleks dikenal dengan CARE (Choice, Agenda,

resilence and Emotional Support) yang pada intinya, tetap menyatakan

bahwa keterlibatan orang tua, sebagai poin penting dalam menekan stres

hospitalisasi pada anak.

Timbulnya kecemasanpadaanakselama

perawatandirumahsakitdiakibatkanpengalaman yang

penuhstress,baikbagianakmaupunorangtua.Lingkunganrumahsakititu

sendirimerupakanpenyebabstress dankecemasanpadaanak. Pada saatanak

dirawatdirumahsakitakanmuncultantangan-tantanganyang

harusdihadapinya seperti,mengatasisuatuperpisahan
danpenyesuaiandenganlingkungan yang asing

baginya.Penyesuaiandenganbanyakorangyang mengurusinya, dankerap

kaliberhubungandanbergaul dengananak-anakyang sakitsertapengalaman

mengikuti terapiyangmenyakitkan.

Padaanak prasekolah kecemasanyang paling besardialamiadalahketika

pertama kali mereka masuk hospitalisasi adalah ketika mengalami

tindakan invasif. Apabila anak mengalami kecemasan tinggi saat

dilakukan tindakan invasif,kemungkinanbesartindakanyang

dilakukanmenjaditidakmaksimaldan tidakjarang

harusmengulangibeberapakalisehinggaakanmenghambatproses

penyembuhananak. MenurutIsranil(2006)tentang reaksiyang terjadisaat

dilakukantindakaninvasifpada anakprasekolahadalahanakakanmenangis,

meronta-ronta, berteriak,dll.

Sehingga berdasarkan hasil analisis dari jurnal baik Nasional dan

international yang penulis sajikan, dapat disimpulkan bahwa metode

pendekatan Touch and talk, dengan melibatkan orang tua dalam setiap

pelaksanaan Implementasi efektif dalam menekan stres hospitalisasi pada

anak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pendekatan Talk and Touch adalah sebuah pendekatan yang sejatinya

memiliki dampak signifikan pada tingkat stres hospitalisasi anak, pada seluruh

hasil penelitian yang digunakan dalam review kali ini, menunjukkan, adanya

pengaruh yang signifikan dari pendekatan baik Talk atau Touch atau keduanya

terhadap tingkat stres hospitalisasi anak.


4.2 Saran.

a. Bagi perawat

Diharapkan makalaah ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi

perawat tentang pendekatan yang dapat dilakukan pada anak yang dirawat di

Rumah Sakit.

b. Bagi pasien

Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi referensi bagi keluarga pasien

agar mampu melakukan pendektan yang baik dengan anak yang dirawat di Rumah

Sakit untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Colwell., C., M, Edwards., R, Hernandez., E , & Brees., K. (2013) “Impact of


Music Therapy Interventions
(Listening, Composition, Orff-Based) on the Physiological and
Psychosocial
Behaviors ofHospitalized Children: A Feasibility Study”. Journal of
Pediatric Nursing : Jakarta
H. Alimul dan A. Aziz, (2015) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak (Edisi1).
SalembaMedika : Jakarta.
Kelly, E.A, Kemper A.J (2016) Treating Childrens with Terapeutics and Healing
touchWorld Pediatric Nursing Journal
Kijek, K.P (2015) An Integrative review and meta-Analysis of therapeutic touch
ressearch Pediatric Nursing Journal
Lerwick, J.L (2018) Minimizing Pediatric healthcare induced anxiety and trauma
on Children world journal of Clinical Pediatrics
Pratiwi, I,N. (2019) Pengaruh Terapi Touch and Talk terhadap kecemasan anak
usia pra sekolah yang mengalami tindakan invasif di ruang perawatan
anak RSUD dr. Moewadi Surakarta. Journal of Nursing Universitas
Surakarta : Surakarta
Puturuhu, A.R (2016) Hubungan peran serta orang tua terhadap dampak stres
Hospitalisasi pada anak usia pra sekolah dirumahsakit Eka BSD
Pediatric Nursing journal
Roberts, C., A. (2010) “Unaccompanied Hospitalized Children: A Review of the
Literature and Incidence Study”.
Journal of Pediatric Nursing, 25, 470–476.
Wong, D., L.. (2003) Whaley and Wong’s nursing care of infants and children.
(7th ed.). St. Louis: Mosby.
Yanti, L (2018) Efektifitas Terapi Touch and Talk dan terapi bercerita terhadap
kecemasan anak usia 3-6 tahun di ruang Edelweis RSUD Dr. M Yunus
Bengkulu Jurnal of Nursing UMB : UMB Press
Y. Supartini. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC, Jakarta. 2004.

Anda mungkin juga menyukai