Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

. Sejak awal 1960-an telah dilakukan untuk mengukur dampak dari pasien keluarga.
Dalam bidang kesehatan anak, banyak studi melaporkan efek penyakit kronis anak-anak pada
keluarga dan ini sebagian besar diambil dari masyarakat. Ketika seorang anak dirawat di
rumah sakit, tingkat stres orangtua seringkali lebih tinggi untuk ibu dari ayah.

Hospitalisasi merupakan proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangan kembali ke rumah. Hospitalisasi menyebabkan keluarga akan
memainkan perannya terutama terhadap anggota keluarga yang tergantung, seperti anak yang
sakit akan tergantung pada orang yang melindunginya. Selama proses tersebut, anak dan
orang tua dapat mengalami traumatik dan penuh dengan stres. Penyebab stres selama dirawat
antara lain adalah perpisahan, kehilangan kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.

Hospitalisasi tidak hanya menyebabkan stress pada anak, orang tua juga mengalami
stres akibat hospitalisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami
kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua
ada juga yang dilaporkan tidak mengalami hal tersebut karena mereka merasa dapat
mengatasi permasalahan perawatan anak. Orang tua cenderung akan menunjukkan perasaan
cemas kalau perawatan anaknya tersebut merupakan pengalaman perawatan pertama kali bagi
orang tua dan anak. Perasaan cemas dan stres ini dapat timbul apabila orang tua kurang
mendapatkan dukungan emosi dan sosial dari pihak keluarga, kerabat maupun petugas
kesehatan dalam menangani penyakit anaknya. Kejadian yang sangat membuat stres orang
tua saat perawatan adalah di saat mendengarkan keputusan dokter tentang diagnosis penyakit
anaknya (Supartini,

2004).

Orang tua sangat berperan dalam perawatan anak selama di rumah sakit, anak
membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tua yang lebih saat di rawat di rumah sakit.
Secara umum respon orang tua terhadap hospitalisasi anak adalah rasa tidak percaya, marah,
rasa bersalah, takut, cemas, stres dan frustasi. Ada enam hal yang menjadi stresor keluarga
pada saat anak sakit yaitu diagnosis penyakit, tindakan pengobatan atau perawatan,
ketidaktahuan merawat penyakit anak, kurangnya system pendukung, ketidakmampuan
menggunakan mekanisme koping, dan kurangnya komunikasi antar keluarga (Wong, 2008).
Kondisi pasien yang kritis dapat menimbulkan kecemasan tersendiri bagi keluarga pasien
apabila karena keadaannya penyakitnya diharuskan untuk berada di perawatan ruang intensif.

Kecemasan orang tua terhadap proses perawatan di rumah sakit berbeda-beda


tergantung pada pengetahuan, pengalaman, diagnosa medis dan ruangan tempat klien
dirawat. Penelitian yang dilakukan oleh Juni tahun (2005) tentang faktor yang mempengaruhi
kecemasan orang tua selama anak dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan jumlah
responden 62 orang, diperoleh hasil (83,9%) responden mengatakan cemas karena tidak
mengetahui kondisi anak, (64,5%) mengatakan masih cemas walaupun telah mendapat
tindakan pengobatan di ruang perawatan, (58,8%) mengatakan cemas apabila tidak mendapat
konsultasi tentang kondisi kesehatan anak oleh perawat dan dokter serta merasa cemas karena
merasa asing dengan lingkungan rumah sakit. Kecemasan dan stres pada anak dan orang tua
yang terjadi terus menurus akan menurunkan respon imun jika ini terjadi maka timbul
komplikasi penyakit lain dan akan menjadi trauma psikologis yang lama kelamaan akan
mengganggu kesehatan jiwa. Kondisi stres dan cemas dapat diturunkan dengan adanya
komunikasi terapeutik.

Respon keluarga yaitu suatu reaksi yang diberikan keluarga terhadap keinginan untuk
menanggapi kebutuhan yang ada pada dirinya (kotler 1988). Perawatan anak dirumah

sakit tidak hanya menimbulkan stress pada orang tua. Orang tua juga merasa ada sesuatu
yang hilang dalam kehidupan keluarganya, dan hal ini juga terlihat bahwa perawatan anak
selama dirawat di rumah sakit lebih banyak menimbulkan stress pada orang tua dan hal ini
telah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Dan dari hal ini, timbul reaksi
dari strees orang tua terhadap perawatan anak yang dirawat di rumah sakit yang meliputi
(Supartini, 2000).

1.Kecemasan, ini termasuk dalam kelompok emosi primer dan meliputi perasaan was-was,
bimbang, kuatir, kaget, bingung dan merasa terancam. Untuk menghilangkan kecemasan
harus memperkuat respon menghindar. Namun dengan begitu hidup orang itu akan sangat
terbatas setelah beberapa pengalaman yang menyakitkan.

2.Marah, dalam kelompok amarah sebagai emosi primer termasuk gusar, tegang, kesal,
jengkel, dendam, merasa terpaksa dan sebagainya. Ketidakmampuan mengatasi dan
mengenal kemarahannya sering merupakan komponen dari penyesuaian diri dan hal ini
merupakan sumber kecemasan tersendiri. Untuk orang seperti ini, pelatihan ketegasan dapat
membantu : dianjurkan untuk mngungkapkan perasaan marah secara tegas dan jelas bila
perasaan diungkapkan dengan baik, jelas, dan tegas. Bila kitaberbagi perasaan maka hal ini
dapat menguatkan relasi, isolasi dan mengangkat harga diri. Sebaliknya ada orang yang
terlalu banyak dan tidak dapat mengerem luapan amarahnya sehingga mereka menggangu
orang lain.

3.Sedih, dalam kelompok sedih sebagai termasuk emosi primer termasuk susah, putus asa,
iba, rasa bersalah tak berdaya terpojok dan sebagainya. Bila kesedihan terlalu lama maka
timbulah tanda-tanda depresi dengan triasnya: rasa sedih, putus asa sehingga timbul pikiran
lebih baik mati saja. Depresi bisa terjadi setelah mengalami kehilangan dari sesuatu yang
sangat disayangi, pengalaman tidak berdaya sering mengakibatkan depresi.

4.Stressor dan reaksi keluarga sehubungan denagn hospitalisasi anak, jika anak harus

menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi
keluarga (Wong dan Whaley, 1999). Reaksi orang tua dipengaruhi oleh tingkat keseriusan
penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi, prosedur pengobatan
kekuatan ego individu, kemampuan koping, kebudayaan dan kepercayaan.

Perasaan cemas orang tua dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar maupun dari dalam
dirinya sendiri. Adanya kecemasan yang berasal dari dalam dirinya karena ada sesuatu hal
yang tidak diterima baik dalam pikiran dan perasaan (Gunarso, 1995). Sedangkan rasa takut
karena kecemasan biasanya akibat adanya ancaman, sehingga seseorang akan menghindar
diri. Menurut Nursalam, dkk (2005), ketidakpercayaan dan rasa penolakan orang tua terjadi
apabila anaknya sakit.Apalagi kalau dirasa anaknya yang sakit terjadi secara tiba-tiba dan
harus segera dibawa di rumah sakit. Misalnya anak mengeluh sakit perut yang hebat, dan
orang tua menganggap enteng dan kemudian dokter mendiagnosa appendicitis acute. Selain
itu, rasa ketidakpercayaan orang tua biasanya diiringi dengan perasaan marah maupun rasa
bersalah. Pada perasaan bersalah orang tua cenderung menyalahkan dirinya sendiri karena
merasa tidak memperhatikan keluhan anaknya dan tidak dapat menolong dan mengurangi
rasa sakit yang dialami oleh anaknya.

Dampak lain yang muncul pada orang tua akibat hospitalisasi anak adalah perasaan
frustasi. Perasaan ini ditimbulkan adanya sesuatu hal yang menyebabkan tidak tercapainya
tujuan untuk merawat anaknya dalam keadaan sehat dan bahagia (Gunarso, 1995). Depresi
juga dapat terjadi pada orang tua akibat hospitalisasi anak. Depresi biasanya terjadi setelah
masa krisis anak berlalu. Dalam hal ini, orang tua merasa khawatir terhadap anak-anaknya
yang lain dan orang tua biasanya lebih fokus terhadap keluhan-keluhan anak walaupun itu
dirasa bukan masalah besar. Hal-hal lain yang membuat orang tua merasa cemas dan depresi
adalah kesehatan anaknya dimasa-masa yang akan datang, misalnya efek dari prosedur
pengobatan dan juga biaya pengobatan (Hawari, 2001).

Penelitian Sebelumnya

Respon kecemasan merupakan perasaan yang paling umum yang dialami orang tua
ketika ada masalah kesehatan pada anaknya. Kondisi yang menegangkan bagi orang tua dapat
dilihat dari respon fisik dan psikologis yang terlihat pada orang tua. Respon fisik dan
psikologis yang muncul merupakan tanda dan gejala adanya kecemasan orang tua terhadap
anaknya yang sedang dirawat di rumah sakit (Sukoco, 2002). Kecemasan yang bervariasi dari
ringan sampai panik, ekspresi cemas orang tua berupa berjalan mondar-mandir, sering
bertanya pada petugas kesehatan, bicara cepat, gelisah, ekspresi wajah sedih, murung, dan
lain-lain. Pada kondisi ini, perawat atau petugas kesehatan harus bersikap bijaksana pada
anak dan orang tuanya (Supartini, 2004). Tindakan invasif yang didapat anak selama
hospitalisasi sering menimbulkan trauma berkepanjangan. Salah satu prosedur invasiveyang
dilakukan pada anak adalah terapi melalui intravena (infus intravena).Tindakan pemasangan
infus merupakan prosedur yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak
nyaman bagi anak akibat nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan (Howel &
Webster, 2002). Anak prasekolah akan bereaksi terhadap tindakan penusukan bahkan
mungkin bereaksi untuk menarik diri terhadap jarum karena menimbulkan rasa nyeri yang
nyata yang menyebabkan takut terhadap tindakan penusukan. Karakteristik anak usia
prasekolah dalam berespon terhadap nyeri diantaranya dengan menangis keras atau berteriak;
mengungkapkan secara verbal ”aaow” ”uh”, ”sakit”; memukul tangan at au kaki; mendorong
hal yang menyebabkan nyeri; kurang kooperatif; membutuhkan restrain; meminta untuk
mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri; menempelatauberpegangan pada orangtua,
perawat atau yang lain; membutuhkan dukungan emosi seperti pelukan; melemah; antisipasi
terhadap nyeri actual (Hockenberry & Wilson, 2007).Orang tua akan merasa bahwa mereka
telah melakukan kesalahan karena anaknya menjadi sakit. Rasa bersalah orang tua semakin
menguat karena orang tua merasa tidak berdaya dalam mengurangi nyeri fisik dan emosional
anak.
Orang tua juga akan merasa begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya dan jenis
prosedur medis yang dilakukan; sering kali kecemasan yang paling besar berkaitan dengan
trauma dan nyeri yang terjadi pada anak. Perasaantersebut muncul pada saat orang tua
melihat anaknya mendapat prosedur tindakan yang menyakitkan seperti pembedahan,
pengambilan darah, injeksi, infus, dilakukan fungsi lumbal dan prosedur invasif lainnya.

Seringkali pada saat anak harus dilakukan prosedur tersebut, orang tua bahkan
menangis karena tidak tega melihat anaknya(Supartini, 2001 dalam Supartini, 2004). Orang
tua merasa bahwa anak mereka akan menerima pengobatan yang membuat anak bertambah
sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang
dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri
(Sulistiyani, 2009)

Pengasuhan anak dengan masalah emosional dan perilaku dapat melelahkan dan
menyedihkan. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara stres orangtua dan anak usia
eksternalisasi masalah perilaku. Artinya, stres pengasuhan meningkat ketika anak-anak
bertindak keluar. Stres pengasuhan juga tampaknya memperburuk masalah perilaku anak-
anak. Stres orangtua tampaknya meningkatkan orangtua marah, mempengaruhi praktek
disiplin mereka dan meningkatkan kemungkinan bahwa orang tua memulai atau
mempertahankan susun permusuhan atau serangan balik dalam menanggapi agresi anak.
Orang tua mengalami tingkat stres yang tinggi cenderung lebih memperhatikan perilaku
negatif dan atribut mereka untuk anak daripada situasi. Faktor-faktor ini tampaknya langsung
mempromosikan atau menengahi agresi dan perilaku oposisi pada anak-anak. Peran orangtua
stres memainkan perilaku eksternalisasi berikutnya pada anak-anak dan remaja membuat
variabel penting untuk mengatasi dalam perencanaan pengobatan yang efektif; menunjukkan
stres pengasuhan mungkin merupakan sasaran yangtepat pengobatan. Penelitian sebelumnya
juga telah terlibat tingkat stres orang tua dengan fisik potensi pelecehan anak. Hubungan
positif terutama ditemukan pada orang tua yang memiliki kepercayaan yang tinggi dalam
nilai hukuman fisik .Itu disarankan bahwa tingkat stres yang tinggi dapat menyebabkan
orang tua untuk terlibat dalam pengolahan informasi otomatis yang cepat sehingga
meningkatkan pengaruh struktur keyakinan dasar dan meningkatkan potensi pelecehan anak.

Pada tahun 1997 Pelham et al melakukan penelitian, yang mendukung hipotesis


bahwa perilaku anak yang menyimpang sehingga stres orangtua yang tinggi juga
berkontribusi untuk maladaptif signifikan mengatasi masalah seperti minum di orang tua.
Penelitian membuktikan bahwa perilaku anak yang menyimpang dapat mengakibatkan
orangtua menurun dirasakan efektivitas, peningkatan peringkat ketidaknyamanan, dan
peningkatan depresi, kecemasan dan permusuhan. Pada dasarnya kajian literatur sebelumnya
tampaknya menunjukkan bahwa hubungan antara anak-anak perilaku menyimpang dan stres
orangtua adalah bi-directional. Dan ada kebutuhan untuk mengatasi kedua variabel untuk
meningkatkan hasil pengobatan. Penelitian ini adalah tentang pengasuhan stres dalam
kelompok yang sangat signifikan dipengaruhi dari pengasuh. Kelompok ini terdiri dari
pengasuh utama anak-anak di rumah sakit.

Kecemasan pada orang tua

Cemas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa
cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa
malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi
(Murwani, 2008). Sedangkan menurut Struart (2007), ansietas adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Tidak
ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus cemas.Cemas memiliki dua aspek yakni
aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung dengan tingkat cemas, lama
cemas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap cemas. Cemas
dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, dan berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan
emosional dan fisiologis pada individu (Videbeck, 2008)

Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak

dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb,2000). Stuart

(2001) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang

spesifik dan kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut.

Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas

adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981

dikutip oleh Purba, dkk.(2009), takut mempunyai sumber penyebab yang

spesifik atau objektif yang dapat diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas sumber
penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan jelas.Kecemasan adalah kondisi
membingungkan yang muncul tanpa alasan dari kejadian yang akan datang.
Kecemasan akan muncul pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya sedang
sakit. Bila salah satu anggota keluarga sakit maka hal tersebut akan menyebabkan terjadinya
krisis keluarga. Kecemasan merupakan respon yang tepat terhadap suatu ancaman, tetapi
kecemasan dapatmenjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman.

Mekanisme Koping pada keluarga dalam penanganan keadaan penyakit kritis pada
anak

Mekanisme koping mengacu pada Metode (strategi yang digunakan dan kegiatan
yang dilakukan) biasanya melindungi keluarga dari yang dirugikan oleh Sebuah
permasalahan sosial pengalaman – dampak merugikan rawat inap dampak. Ini tingkah laku
atau sikap bahwa penting menengahi dampak buruk yang rawat inap memiliki pada anggota
keluarga.

Fungsi pelindung dari mekanisme koping dapat dilakukan dengan tiga cara: (1)
dengan menghilangkan atau memodifikasi kondisi sehingga menimbulkan masalah; (2) oleh
perseptual mengendalikan arti pengalaman dengan cara yang menetralisir permasalahan
karakter; dan (3) dengan menjaga konsekuensi emosional masalah dalam batas dikelola.

Penanganan dapat didefinisikan sebagai upaya perilaku dan kognitif digunakan untuk
mengelola tuntutan stres internal dan / atau eksternal yang lebih besar daripada individu
segera teratasi. Tiga belas penelitian telah dievaluasi mengatasi perilaku dalam konteks kritis
penyakit masa kanak-kanak. Melnyk dijelaskan 2 primer jenis strategi coping: emosi yang
berfokus mengatasi, ditandai dengan penilaian yang positif, pengendalian diri, dan menjaga
jarak, dan mengatasi masalah-fokus, termasuk dukungan sosial dan ekspresi konfrontatif.
Strategi coping individu adalah uni, karena kompositnya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
etnis, status sosial ekonomi, pengalaman krisis masa lalu, lingkungan, dan dukungan diakses.
Perilaku umum diidentifikasi dalam keadaan ini mencakup escape / avoidance, spiritual
bimbingan / agama, dan beberapa dinamika. Philichi membuat model penanganan keluarga
pada 2 tingkat: internal (cara yang penawaran keluarga dengan kesulitan antara anggotanya)
dan eksternal (dengan cara keluarga berurusan dengan masalah di lingkungan). Idealnya,
keluarga mengatasi pada kedua tingkat. Lima studi menemukan bahwa mengatasi, orang tua
mengatasi terutama berfokus masalah, yang adalah peserta aktif dalam perawatan anak.
Penulis lain melaporkan korelasi yang signifikan antara koping orangtua yang memadai dan
komunikasi yang jelas antara staf klinis dan orang tua.

Anda mungkin juga menyukai