Anda di halaman 1dari 206

RELASI TANDA DALAM LONTARAQ PANANRANG

PADA MASYARAKAT LISE

RELATION OF SIGN ON LONTARAQ PANANRANG

IN LISE COMMUNITY

ABDUL HAFID

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
RELASI TANDA DALAM LONTARAQ PANANRANG

PADA MASYARAKAT LISE

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor

Program Studi

Ilmu Linguistik

Disusun dan diajukan oleh

ABDUL HAFID

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
iv

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Yang bertanda tangan di bawah:

Nama : Abdul Hafid


Nomor Mahasiswa : P0300313408
Program Studi : S3 Ilmu Linguistik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pemikiran orang Iain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang Iain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Maret 2018


Yang menyatakan,

Abdul Hafid
PRAKATA

Kearifan lokal sudah ada sejak zaman dahulu di lingkungan masyarakat,

di antaranya adalah lontaraq, paseng yang di miliki oleh masyarakat suku Bugis.

Mata Pencaharian mereka pada umumnya adalah bertani, berlayar, berdagang,

dan berternak. Zaman dahulu, masyarakat bertani dengan mengikuti aturan-

aturan yang telah ditentukan dalam bentuk naskah lontaraq pananrang. Mereka

mempunyai waktu-waktu tertentu untuk mengolah tanah, menanam, maupun

memanen hasil tanamannya. Kearifan lokal tentang pertanian itu masih tetap

memberikan nilai positif dan bermanfaat sampai sekarang, meskipun teknologi

semakin berkembang. Untuk itu, kearifan lokal khususnya lontaraq pananrang

masih perlu dibudayakan dan dikembangkan.

Kearifan lokal tidak pernah berhenti untuk diteliti, karena kearifan lokal

merupakan pengetahuan yang dikembangkan oleh para nenek moyang kita

terdahulu dalam memahami lingkungan yang ditandai dengan tanda-tanda.

Pengetahuan yang mereka peroleh dituliskan dalam bentuk naskah lontaraq

pananrang yang diwariskan kepada anak cucunya dari generasi ke generasi.

Sampai saat ini sebagian masyarakat masih menggunakannya dalam melakukan

aktifitas kesehariannya.

Adanya penggunaan bahasa dan huruf yang terdapat di dalam naskah

lontaraq sangat tinggi dan rumit membacanya, diperlukan kerja keras, waktu, dan

konsentrasi. Hal ini merupakan salah satu alasan disertasi ini dibuat dengan

waktu yang lama. Akan tetapi berkat dukungan dan motivasi berbagai pihak

akhirnya disertasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis

menghaturkan puji dan syukur kehadirat Allah swt., Tuhan Yang Maha Esa atas

berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.


vi

Penulis sangat menyadari atas keterbatasan dan keberadaan disertasi ini

yang masih kurang kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan

kritikan-kritikan yang sifatnya membangun, sehingga penulisan ini lebih terarah

untuk mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, sepatutnya penulis

menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak,

terutama kepada:

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan apresiasi, penghargaan, dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Hj. Nurhayati

Rahman, M.S., sebagai Promotor. Beliau dengan penuh perhatian dan

keikhlasan telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan,

bimbingan, motivasi, dan berbagai petunjuk yang sangat berharga kepada

penulis, mulai rancangan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian di lapangan

sampai terwujudnya disertasi ini. Beliau memberikan kesempatan kepada penulis

untuk memanfaatkan koleksi-koleksi yang dimiliki, baik berupa buku maupun

artikel-artikel yang diperlukan sebagai pendukung dalam tulisan.

Penghargaan dan terima kasih, juga penulis sampaikan kepada

almarhumah Prof. Dr. Soemarwati Kramadibrata P., M.Lit, selaku Kopromotor

yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis

semasa beliau hidup. Beliau juga telah banyak memberikan saran dan kritikan

demi penyempurnaan disertasi ini. Penulis sangat terkesan dan termotivasi

dengan keikhlasan beliau meminjamkan buku-buku koleksi pribadinya sebagai

bahan referensi disertasi ini. Beliau membimbing penulis sampai persiapan ujian

hasil, namun karena takdir yang mengharuskan beliau harus berpulang ke

Rahmatullah, sehingga beliau tidak menyaksikan seminar hasil yang penulis

adakan. Untuk beliau, teriring doa semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya.
vii

Penghargaan dan terima kasih, juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr.
Tadjuddin Maknun, S.U. selaku kopromotor, Ditengah kesibukannya, beliau tetap
menyediakan waktu untuk membaca dan memberikan catatan untuk perbaikan
disertasi ini, sekaligus memotivasi penulis agar segera memperbaiki bagian-
bagian yang telah dikoreksi;
Penghargaan dan terima kasih, juga penulis sampaikan kepada Dr. H.
Sudarmin Harun, M.Hum selaku kopromotor pengganti kopromotor Prof. Dr.
Soemarwati Kramadibrata P., M.Lit. Beliau juga banyak memberikan masukan
untuk perbaikan disertasi ini, sekaligus memotivasi penulis agar segera
memperbaiki bagian-bagian yang telah dikoreksi;
Penulis menyampaikan pula ucapan terima kasih kepada para penguji
atas tanggapan dan saran-saran yang diberikan yaitu: Prof. Dr. H. Jufri, M.Pd.
dari Universitas Negeri Makassar, para tim penguji internal, Prof. Dr. H.
Muhammad Darwis, M.S., Prof. Dr. Noerjihad Saleh, M.A., dan Dr. Muhlis
Hadrawi, S.S., M.Hum.
Ucapan terima kasih dan penghargaan, penulis sampaikan pula kepada;

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Proyek BPPS 2013-2017 yang


telah mendukung pembiayaan penulis selama mengikuti program pendidikan
Doktor.
2. Rektor Universitas Hasanuddin, Direktur, Asisten Direktur, dan Staf Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin yang telah menerima dan memberi
dukungan fasilitas selama penulis mengikuti program pendidikan Doktor;
3. Dekan, Ketua Program Studi (S3) Ilmu Linguistik, para dosen dan pegawai
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin yang teIah memberikan
bimbingan, kemudahan, fasilitas dan pelayanan administrasi selama penulis
mengikuti program pendidikan Doktor;
4. Rektor Universitas Sulawesi Barat, Wakil Rektor beserta para Dewan
Pembina yang telah memberikan rekomendasi dan senantiasa memberikan
motivasi selama penulis mengikuti Program Pendidikan Doktor.
5. Dekan Fakultas dalam lingkup Universitas Sulawesi Barat atas pengertian
dan kerjasama yang diberikan selama mengikuti pendidikan Doktoral;
6. Rekan-rekan dosen dan staf Fisipol Universitas Sulawesi Barat atas
pengertian, dukungan dan kerjasamanya selama penulis mengikuti
viii

pendidikan.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program S3 llmu Linguistik, khususnya Angkatan
2013 atas kerja sama dan dukungan moral yang diberikan selama mengikuti
kuliah dan suka duka dalam proses penelitian disertasi.
8. Secara khusus penulis memanjatkan doa kehadirat Allah swt., serta ucapan
terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
kedua orang tuaku tercinta. Ayahanda Muhammad Tahir (almarhum) dan ibu
Bunga (almarhumah) atas doa dan curahan kasih sayang yang telah
diberikan selama hidupnya kepada penulis, hingga penulis dapat menempuh
pendidikan sampai jenjang Strata Tiga (S3).
9. Ucapan terima kasih terkhusus pula kepada anak-anakku yang penulis
banggakan: Yuniarsih Hafid, Muhammad Faiz Hafid, dan isteriku tercinta
Narsih Iskandar, S.Sos atas kesabaran, pengertian dan terus menerus
memberikan dukungan dan doa agar menyelesaikan studi yang penulis
tempuh;
10. Ucapan terima kasih secara tulus juga penulis, sampaikan kepada saudara
kandung penulis, seluruh keluarga beserta teman-teman penulis yang tidak
sempat disebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan
dukungan dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan proses
perkuliahan di PPS Unhas;
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam
prakata ini.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis mohon maaf atas segala


kesalahan dan kekhilafan yang mungkin penulis lakukan selama berinteraksi
dalam proses pendidikan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
khususnya di Program Doktor Ilmu Linguistik. Semoga bantuan dan dukungan
yang diberikan kepada penulis dapat bernilai ibadah di sisi Allah swt.
Harapan penulis, semoga karya ini dapat bermanfaat, terutama bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar, Maret 2018

Abdul Hafid
ix

ABSTRAK

ABDUL HAFID. Relasi Tanda Dalam Lontaraq Pananrang Pada Masyarakat Lise
(dibimbing oleh Nurhayati Rahman, Tadjuddin Maknun dan Sudarmin Harun).

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kedudukan dan fungsi


tanda, serta bentuk dan makna tanda lontaraq pananrang orang Lise. Lontaraq
Pananrang menjelaskan bagaimana nenek moyang orang Bugis mengambil
tanda sebagai pedoman atau petunjuk dalam melakukan aktifitas dalam
hidupnya. Lontaraq Pananrang yang mereka gunakan selama ini, digunakan
untuk menentukan hari baik dan buruk dalam melakukan aktifitas, baik berupa
hajatan (perkawinan, mendirikan rumah) maupun bercocok tanam.
Penelitian ini menggunakan Semiotika Pierce untuk mengungkap relasi
struktur tanda pada naskah lontaraq pananrang orang Lise. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif yang berfokus pada naskah lontaraq
pananrang yang dimiliki oleh masyarakat Desa Lise. Semua tanda yang
digunakan dalam naskah dideskripsikan bentuk dan maknanya. Hal apa yang
mendasari pemilihan tanda dan bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat
pengguna lontaraq pananrang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan tanda untuk
menandai suatu kejadian tertentu, didasari atas sifat keterkaitan (sinsign),
kemudian meningkat ke kesepakatan (legisign). Pemberian tanda pada Lontaraq
allaon-rumang (pertanian), didasari oleh bentuk bintang yang muncul setiap
bulan, kemudian diberi penanda sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
yang mereka kenal dalam kehidupan sehari-hari untuk memudahkan mengenal
bintang tersebut. Tanda yang mereka ambil adalah, manuq (ayam), tékko-sorong
(bajak tradisional), woromporong, watampatang, walu, tanra, lambaru, éppang,
dan wara-wara. Setiap tanda mengindeks ke bentuk bintang di langit dengan
makna tersendiri.

Kata Kunci: Lontaraq pananrang, Tanda, Lise


x

ABSTRACT

ABDUL HAFID. Relation of Sign on Lontaraq Pananrang in Lise Community


(supervised by Nurhayati Rahman, Tadjuddin Maknun and Sudarmin Harun).

The aim of the research was to observe the status and function of sign,
forms and meanings of Lise community’s manuscript Lontaraq Pananrang. It also
observed how the ancestors of Buginese adopted sign as an instruction or
directions in conducting activities in their life.
This research employed Pierce Semiotics to reveal the relation of sign
on lontaraq pananrang in Lise community. This research employed a qualitative
descriptive method which focused on Lise people’s manuscript lontaraq
pananrang. All signs in this manuscript have been described based on its forms
and meanings. What thing which based on the signs choice and how the signs
influence lontaraq pananrang on society.
This research focuses on lontaraq pananrang, the signs in manuscript
are used by Buginese (Lise) and its meanings. How to choose the sign and how it
effects people who use lontaraq pananrang. The sign on Lontaraq allaon-rumang
(farming), based on the stars appearance every month, are given a marker
according to people knowledge and experience in every day life to make it easy
to recognize the stars. The sign they use are manuq (cock), tékkosorong
(traditional plow), woromporong, watampatang, walu, tanra, lambaru, éppang,
and wara-wara. Each sign indexes to the star shape on the sky with its own
meaning

Key word: Lontaraq pananrang, Sign, Lise


xi

DAFTAR ISI

PRAKATA ………………………………………………………………………………..v

ABSTRAK……………………………………………………………………………… x

ABSTRACT ……………………………………………………………………………. xi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..xii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………… xiv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………… xv

BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Penelitian …………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………… 10

C. Batasan Masalah …………………………………………………….. 11

D. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 11

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian …………………………………. 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….. 13

A. Hasil Kajian Penelitian Terdahulu …….……………………………. 14

B. Kajian Teoritis ………………………………………………………… 17

1. Semiotika ……………………………………………………....... 19

2. Konsep tentang tanda ………………………………………...... 21

3. Trikotomi Tanda Pierce ……………………………………....... 24

a. Representamen ………………………………...… 24

b. Representamen dan Objek ……………………… 25

c. Representamen dan Interpretan ……………….. 26

d. Representamen dan Latar ………………………. 26

C. Kerangka Pikir ………………………………………………………. 28


xii

BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………………………. 31

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian …………………………………. 31

B. Lokasi Penelitian …………………………………………………….. 31

C. Sumber Data ………………………………………………………… 32

D. Perspektif Filologi ………………………………………………….. 34

E. Prosedur ……………………………………………………………… 35

F. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………. 40

G. Teknik Analisis Data ………………………………………………… 40

H. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data …………………………….. 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………………… 42

A. Hasil Penelitian ………………………………………………….. 42

B. Pembahasan …………………………………………………..….. 91

1. Kedudukan Lontaraq Pananrang Bagi


Masyarakat Desa Lise …………………………………….. 92

2. Fungsi Lontaraq Pananrang Bagi Masyarakat Desa Lise.. 97

3. Bentuk Tanda Dalam Naskah Lontaraq Pananrang


Masyarakat Desa Lise …………………………………….. 114

4. Makna Tanda Dalam Lontaraq Pananrang Masyarakat


Desa Lise …………………………………………………… 142

5. Perspektif Tanda bagi Orang Bugis ………………………..150

BAB V. PENUTUP .......................................................................................... 159

A. Kesimpulan …………………………………………………………. 159

B. Saran …………………………………………………………………164

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 165


DAFTAR LAMAN …………………………………………………………………… 169

GLOSARIUM ……………………………………………………………………… 170

LAMPIRAN ………………………………………………………………………… 175

LAMPIRAN NASKAH ……………………………………………………………… 176


xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Perihal halaman

1. Transliterasi dan terjemahan 44

2. Tanda yang digunakan 64

3. Kemunculan masing-masing tanda dalam setahun 76

4. Ketidakmunculan tanda menurut bulan dan tanggal 89

5. Kemunculan tanda selama satu tahun 89 - 90

6. Pengaruh Agama 100

7. Waktu yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan


suatu pekerjaan 103

8. Waktu yang harus dihindari 108

9. Petunjuk cara bercocok tanam 110

10. Makna tanda 142

11. Perspektif tanda 153


xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Perihal tanda halaman

1. Model tanda bilateral 21

2. Pengembangan Trikotomi Tanda menurut Pierce 23

3. Trikotomi Tanda menurut Pierce 24

4. Kerangka Pikir 30

5. Peta desa Lise 32

6. éppang 115 dan 116

7. lambaru 118 dan 119

8. manuq 121

9. woromporong 124

10. watampatang 128 dan 129

11. wara-wara 131

12. walu 133 dan 134

13. tékko sorong 137 dan 138

14. tanra 139 dan 140


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia

yang di huni oleh beberapa suku. Kebudayaan diciptakan karena adanya

berbagai kebutuhan manusia untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan

mereka, salah satu di antaranya untuk mengabadikan hasil-hasil pemikiran

mereka.

Budaya itu sendiri merupakan wujud dari makna-makna yang terakumulasi

dan disampaikan dari generasi ke generasi yang memiliki bentuk tanda. Di

tengah kemajuan zaman, hendaknya akar budaya yang telah ada sementara

dipelihara, karena budaya-budaya itu mengandung nilai-nilai yang sangat luhur

yang perlu dilestarikan. Itulah kearifan lokal yang perlu terus digali di samping

tetap menikmati kebudayaan modern. Menurut Sartini (2009:28), kearifan lokal

merupakan eksistensi warisan budaya nenek moyang yang bernilai tinggi.

Salah satu kearifan lokal yang ada di seluruh nusantara adalah bahasa

dan budaya daerah. Bahasa daerah merupakan salah satu bahasa yang

dikuasai oleh hampir seluruh anggota masyarakat pemiliknya yang tinggal di

daerah itu. Oleh karena itu, wajar jika adat, kebiasaan, tradisi, tata nilai dan

kebudayaan masyarakat lingkungannya juga terekam di dalam bahasa daerah

tersebut.

Salah satu suku di Indonesia adalah suku Bugis, yang memiliki sistem

pengetahuan di antaranya: pengetahuan tentang alam, flora, fauna,

pengetahuan tentang ramuan obat, pengetahuan kedutan pada bagian badan,


2

pengetahuan tentang ‘sisiq’ (ciri-ciri khusus yang dimiliki sesuatu atau

seseorang dengan kelebihan tertentu) dan pengetahuan tentang hari baik dan

buruk.

Koentjaraningrat 1979: 372-373, “setiap suku bangsa di dunia biasanya

mempunyai pengetahuan tentang alam sekitarnya, alam flora dan fauna di

daerah tempat tinggalnya, zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam

lingkungannya, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia,

ruang dan waktu.” Pendapat lain, menurut Badollahi, dalam sebuah artikel (17

Juni 2015) mengatakan, sistem pengetahuan orang Bugis, mempunyai

perbedaan pengetahuan dimana orang Bugis itu berada, terutama pada alam

flora dan fauna, sedangkan tentang pengetahuan ramuan obat yang berbeda

adalah jenis tumbuh-tumbuhan dan namanya tumbuhan tersebut. Dari dua

macam sistem pengetahuan yang berbeda tiap pemukiman orang Bugis,

tampak adanya hubungan lingkungan alam terhadap pembentuk pengetahuan

mereka. Adapun pengetahuan tentang hari baik dan buruk, kedutan-kedutan

pada bagian badan dan pengetahuan appesissikeng1 terdapat kesamaan yang

umum dimengerti.

Suku Bugis seperti halnya suku-suku yang ada di Indonesia, mereka masih

memiliki kepercayaan atau keyakinan yang dijadikan sebagai pegangan hidup

dalam melangsungkan hidupnya. Salah satu pegangan hidup yang dijadikan

sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitasnya adalah naskah lontaraq.

Menurut Rahman, (2006:23) mengatakan, Lontaraq berasal dari bahasa

Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Orang tua dulu menggunakan daun

1
appesissikeng, berasal dari kata ‘sisiq’. Mendapat konfiks, mengandung arti penilaian
seseorang terhadap ciri-ciri khusus yang dimiliki sesuatu benda atau
seseorang yang dinilai mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki benda
atau orang lain.
3

lontar sebagai tempat untuk menuliskan sesuatu yang dianggap perlu. Orang

Bugis juga mempunyai aksara tersendiri yang dikenal dengan nama aksara

lontaraq atau aksara sulapaq eppaq. Bentuk-bentuk lambang tulisan yang

mereka gunakan pada awalnya, sudah mengalami perkembangan seiring

dengan perkembangan zaman, isi dan makna yang terkandung dalam naskah

masih tetap dipertahankan. Jadi tidak mengherankan apabila di era globalisasi

seperti sekarang ini masih sering didapati di tengah-tengah kehidupan

masyarakat suku Bugis hidup tradisi budaya yang dianggapnya dapat dijadikan

sebagai petunjuk dalam kegiatan sehari-hari.

Salah satu tradisi masyarakat Desa Lise yang masih dilakukan sebelum

memasuki musim tanam padi yaitu mappalili2. Kegiatan mappalili ini dihadiri oleh

seluruh masyarakat Desa terutama petani. Tempat pelaksanaan mappalili di

Desa Lise di lokasi sawah desa. Sawah desa yang dimaksudkan adalah sawah

yang menjadi milik desa yang diberikan kepada pejabat Kepala Desa untuk

digarap selama masa jabatannya dan akan berakhir apabila masa jabatannya

sudah berakhir, kemudian dialihkan ke pejabat Kepala Desa yang baru. Hal

yang paling mendasar dalam kegiatan ini adalah di samping sebagai tanda

untuk memulai menanam padi, juga disepakati waktu baik dan jenis varietas

padi yang akan ditanam.

Dalam bidang mata pencaharian suku Bugis, sebagian mata

pencahariannya adalah petani, nelayan, dan pedagang. Orang Bugis yang mata

pencahariannya sebagai pelaut mencari kehidupan dan mempertahankan hidup

dari laut, tidak selamanya bergantung pada alat modern. Mereka membaca

bintang di langit, melihat tanda-tanda alam seperti gelombang, arus laut, serta

2
Mappalili (Bugis) berasal dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga tanaman padi dari
segala macam gangguan, seperti hama tikus, wereng, dan babi hutan
4

semilir angin. Kemampuan membaca tanda-tanda alam, seorang nelayan

(pelaut) berani mengarungi laut dengan menggunakan perahu pinisinya untuk

mencari ikan ataukah berdagang.

Salah satu mata pencaharian masyarakat desa Lise adalah bertani di

samping beternak. Lahan persawahan dan perkebunan yang mereka garap

sebagian besar masih mengandalkan curah hujan. Jika dibandingkan lahan

persawahan yang sudah menggunakan pengairan dengan lahan sawah tadah

hujan, lebih banyak yang sawah tadah hujan. Irigasi yang disediakan

pemerintah belum mampu mengairi seluruh lokasi persawahan yang ada di

Desa Lise, karena jauhnya jarak saluran irigasi dengan lahan persawahan, letak

persawahan lebih tinggi dari irigasi serta debit air irigasi yang belum

memungkinkan.

Peralatan yang digunakan petani dalam mengolah lahan pertaniannya

tidak ada perbedaan, mereka sudah menggunakan alat pertanian modern,

seperti: traktor tangan, bajak piringan, bajak putar, mesin reaper, dan mesin

binder. Akan tetapi faktor yang paling utama dibutuhkan dalam bercocok tanam

adalah persediaan air yang cukup selama musim tanah, bukan peralatan yang

modern. Terbukti orang tua kita dulu mengolah lahan persawahannya dengan

menggunakan peralatan sederhana, seperti cangkul, bajak dan ternak kerbau

yang digunakan untuk menarik bajak.

Nenek moyang orang Bugis sudah mengenal ilmu perbintangan yang

dikenal sekarang dengan nama ilmu Astronomi untuk kepentingan pelayaran

dan pertanian. Ilmu perbintangan yang mereka pelajari sangat membantu petani

khususnya petani yang mempunyai lahan sawah tadah hujan. Mereka harus

mengantisipasi tanamannya apabila prediksinya sesuai dengan pembacaannya.


5

Pengetahuan tentang fauna merupakan salah satu pengetahuan hal

penting bagi petani, di samping juga sebagai bahan makanan, mereka harus

tahu juga sifat-sifat binatang untuk melindungi tanaman mereka dari serangan

para binatang perusak, seperti babi hutan, ulat, dan hama wereng. Kurangnya

peralatan yang mereka miliki mengharuskan petani harus menghindari waktu-

waktu tertentu yang diyakini akan muncul serangan hama tanaman.

Pengetahuan yang mereka peroleh, baik ilmu perbintangan ataupun

pengetahuan tentang fauna diperoleh dari orang tua mereka dahulu yang

diwariskan ke anak cucunya dalam bentuk sebuah naskah kuno yang dikenal

dengan nama lontaraq. Naskah lontaraq yang dikenal sekarang banyak macam-

macamnya, antara lain: lontaraq pabbura (pengobatan), lontaraq paseng

(amanat orang bijaksana), lontaraq attoriolong (silsilah para bangsawan/raja).

Di samping lontaraq yang disebutkan di atas, masih ada jenis lontaraq

yang lain, yaitu lontaraq pananrang. Pananrang berasal dari kata Bugis, yang

artinya ramalan atau petunjuk yang digunakan dalam suatu masyarakat yang

diambil berdasarkan hasil dari pengalaman berulang-ulang pada waktu yang

sama pada tahun-tahun sebelumnya, akhirnya berpola, kemudian mereka

memberi tanda sebagai pengingat.

Setiap daerah mempunyai pananrang sendiri diwarisinya secara turun

temurun dan menjadi pedoman dalam mengelola dan menggarap lahan

pertaniannya. seperti halnya pananrang yang ada di Desa Lise. Pananrang

berasal dari kata dasar tanra (tanda) mendapat proses afiksasi pa+tanra+ng

(dibaca pananrang). Pa+tanra (dibaca pattanra ‘penanda’) sedangkan tanra+ng

(dibaca tanrang ‘petanda’). Pananrang sering juga disebut lontaraq

allaonrumang, naskah yang memuat tentang tata cara bercocok tanam,


6

perubahan iklim, siklus musim tanam, baik tanaman palawija maupun tanaman

padi. Naskah ini juga memuat tentang prakiraan serangan hama tanaman bila

ditanam pada waktu tertentu dalam bulan-bulan tertentu, dan bahkan juga dapat

diprediksi musim-musim wabah penyakit (sai =Bugis).

Pananrang dalam yang dikenal masyarakat Desa Lise adalah kemampuan

memprediksi suatu kejadian yang bakal terjadi dengan melihat tanda-tanda alam

yang dipadukan dengan perhitungan bulan hijriah. Petani yang mempunyai

lahan persawahan yang tidak bisa dijangkau pengairan, mengandalkan curah

hujan, masih tetap menggunakan lontaraq pananrang sebagai salah satu upaya

masyarakat untuk tetap bercocok tanam.

Lontaraq pananrang yang mereka gunakan merupakan warisan orang tua

mereka dahulu. Masyarakat desa Lise masih mempertahankan warisan orang

tuanya dalam melakukan suatu aktifitasnya khususnya di bidang bercocok

tanam. Masyarakat desa Lise masih menggunakan tanda-tanda alam apabila

mereka bertani. Hasil sementara yang peneliti lakukan, masyarakat Desa Lise

mengenal tanda-tanda alam didasari atas pengetahuan yang mereka peroleh

dari buku lontaraq pananrang yang dipahami orang tua dan sesepuh Desa Lise.

Lontaraq pananrang yang mereka pakai selama ini merupakan salinan dari

sebelumnya. Orang Lise mengaplikasikan isi lontaraq pananrang dengan

memadukan tanda-tanda alam yang muncul di sekitarnya.

Masyarakat Desa Lise dalam mengaplikasikan lontaraq pananrang, pada

hakekatnya sudah tidak lagi memperhatikan tanda-tanda yang tertulis di dalam

lontaraq pananrang, tetapi mereka hanya melihat tanggal dan bulan berjalan

kemudian mencocokkannya ke dalam naskah lontaraq pananrang. Hal lain, ada

juga yang hanya mengetahuinya dari mulut ke mulut, dalam pengertian lain,
7

pengetahuan yang mereka peroleh dari hasil pembelajaran orang tua mereka.

Cara yang mereka gunakan ini memang lebih praktis jika dibandingkan dengan

membaca tanda-tanda yang tertulis di naskah lontaraq pananrang. Adanya

informasi berantai yang terjadi di kalangan masyarakat, tidak menutup

kemungkinan terjadi transformasi kesalahan pemaknaan atau bergeser dari

makna utamanya.

Sebahagian masyarakat masih meyakini tanda-tanda alam yang tertulis

dalam lontaraq pananrang sebagai pedoman petani, walaupun instansi terkait

seperti PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) memberikan penyuluhan dengan

pola sistem pertanian yang modern. Bentuk tanda yang mereka kenal mewakili

makna tertentu. Dalam naskah lontaraq pananrang terdapat sejumlah tanda

yang digunakan untuk memaknai suatu peristiwa yang bakal terjadi. Adanya

penelitian ini diharapkan mengungkap tabir tanda yang digunakan dalam naskah

Lontaraq pananrang yang digunakan masyarakat Desa Lise.

Penggunaan sistem tanda dan perhitungan bulan yang mereka ketahui

selama ini, masyarakat Desa Lise masih meyakini hasil pertaniannya berhasil.

Pada lahan-lahan tertentu yang tidak terjangkau irigasi, hanya tergantung pada

curah hujan yang tak dapat dipastikan, orang Lise mengandalkan sistem tanda

tersebut untuk memulai menggarap sawahnya. Hal ini, bukan berarti mengabai-

kan program pemerintah, justru memadukan program pemerintah yang

ditawarkan Penyuluh Pertanian Lapangan dengan sistem tradisi bertani mereka.

Penggunaan tanda dalam masyarakat Desa Lise merupakan suatu hal

menarik diketahui dan digali lebih dalam. Pada kenyataannya, tanda dianggap

sebagai salah satu petunjuk, yang telah ikut memengaruhi masyarakat dalam

menentukan pandangan, gagasan, dan perilaku mereka. Tanda yang terus

menerus dilihat dan diperhatikan akan merasuk dan mengkristal di dalam pikiran
8

masyarakat, akibatnya apabila tanda-tanda itu muncul secara otomatis diingat

kemudian diaplikasikan ke persoalan yang berhubungan dengan kehidupan

mereka, misalnya tanda yang muncul pada bulan tertentu, cara memulai

menanam, atau pantangan yang harus dihindari selama bercocok tanam. Hal

lain, pengaplikasian sistem tanda yang selama ini diyakininya bukan saja

digunakan untuk pertanian, lebih jauh lagi masyarakat Desa Lise

mengaplikasikan ke pola kegiatan lain, seperti mendirikan rumah dan pesta

perkawinan.

Salah satu naskah lontaraq pananrang yang berhasil diperoleh dari

masyarakat Desa Lise adalah naskah milik almarhum H. Iskandar. Naskah

tersebut merupakan salah satu salinan dari naskah lontaraq pananrang yang ada

di desa Lise yang disalin oleh Sjamsuddin Muhalli. Kondisi naskah tersebut

sudah hampir lapuk. Oleh karena itu, adanya penelitian ini diharapkan bisa

dijadikan sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan naskah karena penyalin

sudah tidak produktif lagi dan kurangnya naskah lontaraq pananrang yang

dimiliki oleh masyarakat Desa Lise.

Lontaraq pananrang salinan dari Sjamsuddin Muhalli, sampai sekarang

masih digunakan masyarakat Desa Lise untuk berbagai keperluan, seperti

menentukan hari baik dan buruk, bercocok tanam, dan menentukan waktu untuk

melakukan suatu hajatan pernikahan dan mendirikan rumah.

Kenyataannya sekarang, pengetahuan yang mereka yakini dan lakukan

merupakan aplikasi dari isi naskah lontaraq pananrang yang disalin oleh

Sjamsuddin Muhalli yang ditransformasikan dari orang tua mereka dulu. Setiap

akan melakukan suatu kegiatan atau hajatan selalu menanyakan waktu yang

baik untuk melaksanakannya.


9

Banyak hal yang menyangkut perilaku mereka diatur oleh sistem tanda

tersebut. Khusus dalam bidang pertanian, apabila ada yang berani melanggar

biasanya orang tersebut diberi sanksi oleh masyarakat melalui mado. Mado

adalah istilah yang diberikan kepada orang yang dituakan dalam urusan

pertanian. Penunjukan ini berdasarkan rapat tingkat desa. Sanksi yang diberikan

sesuai dengan pelanggaran yang diperbuatnya. Misalnya, dalam musim

bercocok tanam, kebetulan padi yang ditanamnya kurang baik pertumbuhannya,

kemungkinan disebabkan hama atau kurang air, petani yang bersangkutan

dilarang mengolah atau membajak kembali sawahnya sebelum musim bercocok

tanam berakhir.

Apabila hal tersebut dilanggar maka sanksi yang harus diterima yaitu

mappacera. Mappacera adalah suatu kegiatan penebusan pelanggaran yang

dilakukan di sawah dengan cara menyembelih hewan di sawah tempat ia

melakukan pelanggaran disaksikan oleh pemuka atau tokoh adat dan tokoh

masyarakat. Apabila orang tersebut tidak melaksanakan maccera setelah

melanggar, diyakini masyarakat Desa Lise bahwa akan datang suatu bencana

yang melanda kampung, bisa saja berupa hasil panen berkurang (gagal),

ataukah musibah dalam bentuk lain, misalnya kekeringan, kebakaran dan

semacamnya. Menurut pemahaman mereka Ratu padi murka apabila melakukan

pelanggaran tersebut.

Berdasarkan hal yang telah dikemukakan tersebut, maka lontaraq

pananrang ini dipilih sebagai objek disertasi untuk mengkaji sistem tanda yang

digunakan masyarakat Desa Lise dalam melakukan aktifitasnya. Masalah ini

dipilih berdasarkan pemahaman bahwa penelitian ini belum pernah dikaji oleh

peneliti sebelumnya. Asumsi penulis, dengan meneliti sistem tanda yang diyakini
10

masyarakat Desa Lise selama ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk

membuat program pertanian dan semacamnya. Mentransformasikan nilainya

terutama kepada generasi muda yang sudah tidak bisa membaca aksara

lontaraq dan mengamalkan nilainya.

Adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan konstribusi kepada

masyarakat pemakai lontaraq pananrang khususnya masyarakat Desa Lise

untuk membantu memahami tanda-tanda yang dimaksudkan dalam lontaraq

pananrang yang selama ini mereka gunakan.

B. Rumusan Masalah

Lontaraq pananrang terkait erat dengan peradaban pertanian yang

menjadi mata pencaharian masyarakat desa Lise. Berdasarkan uraian di atas,

permasalahan yang muncul dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana bentuk suntingan teks naskah lontaraq pananrang?

2. Bagaimanakah kedudukan tanda lontaraq pananrang bagi masyarakat Desa

Lise yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan mereka, terutama di bidang

pertanian?

3. Bagaimana fungsi tanda dalam lontaraq pananrang bagi masyarakat Desa

Lise?

4. Bagaimanakah bentuk tanda yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang bagi masyarakat Desa Lise?

5. Bagaimana makna tanda dalam lontaraq pananrang masyarakat Desa Lise?


11

C. Batasan Masalah

Jika dicermati lebih jauh, banyak hal yang menarik untuk diteliti dalam

pananrang. Melihat luasnya pembahasan pada penelitian ini apabila ditinjau dari

berbagai aspek maka pembatasan masalah dilakukan peneliti dengan maksud

agar penelitian ini lebih fokus dan mendetail. Penelitian ini dibatasi pada

penerapan teori semiotik perspektif Pierce yang berpusat pada hubungan antara

representament, objek, dan interpretan dalam sistem tanda lontaraq pananrang

yang digunakan masyarakat Desa Lise. Fokus penelitian ini pada tanda yang

terdapat dalam teks naskah lontaraq pananrang masyarakat desa Lise, diteliti

dari aspek kedudukan, fungsi, bentuk, dan makna tanda. Dengan kata lain tanda

yang terdapat dalam naskah merupakan sentral analisis dalam penelitian ini

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mendeskripsikan kedudukan teks lontaraq pananrang masyarakat

Desa Lise.

2. Menemukan fungsi lontaraq pananrang masyarakat Desa Lise.

3. Menganalisis bentuk tanda yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang bagi masyarakat Desa Lise.

4. Mengungkap makna tanda dalam lontaraq pananrang bagi masyarakat

Desa Lise.
12

E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoritis maupun

secara praktis. Secara teoritis, diharapkan dapat mengembangkan analisis

semiotik dalam pengungkapan tanda-tanda budaya tradisional. Dalam hal ini,

dapat memberikan informasi yang lebih spesifik, rinci dan mendalam tentang

sistem tanda yang digunakan masyarakat Desa Lise yang dijadikan pedoman

untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan:

 berguna bagi pengembangan, penerapan, dan pengajaran sistem tanda

dalam masyarakat dan sistem tanda dalam teori;

 bisa menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti budaya dalam mengungkap

sistem tanda yang digunakan masyarakat; dan

 memberikan pemahaman praktis kepada masyarakat dalam memahami

suatu budaya masyarakat tertentu.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini, akan diuraikan tentang tiga hal, pertama informasi hasil-

hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Bagian ini memuat kelebihan dan

kelemahan yang mungkin ada pada penelitian terdahulu yang dapat dijadikan

argumen bahwa penelitian yang akan dikerjakan bersifat menyempurnakan atau

mengembangkan penelitian terdahulu. Kedua, kajian teoritis berupa rangkuman

teori-teori yang diambil dari pustaka yang mendukung penelitian, serta memuat

penjelasan tentang konsep dan prinsip dasar yang diperlukan untuk pemecahan

permasalahan. Kajian teori tersebut adalah teori yang berkenaan dengan teori

Filologi yang digunakan sebagai dasar dalam menganalisis naskah lontaraq

pananrang. Teori Filologi digunakan untuk menelaah naskah dalam upaya

menemukan tanda-tanda yang digunakan dalam naskah lontaraq pananrang.

Selanjutnya tanda yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori semiotik

Pierce mengenai kategori tanda, hubungannya antara representament (qualisign,

sinsign, legisign), objek (ikon, indeks, dan simbol) dengan interpretant (rheme,

Dicent, Argument), dan ketiga, kerangka konseptual sebagai acuan dalam

kegiatan penelitian.

Pemberian arti setiap tanda yang muncul dalam naskah lontaraq

pananrang disesuaikan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Pelras

(jurnal:2000) dengan pemahaman masyarakat desa Lise yang mereka ketahui

selama ini.
14

A. Hasil Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dibaca ada tiga buah yang relevan dengan objek kajian.

Pertama penelitian dari Yunus, Pangeran Paita. 2013. Judul penelitiannya adalah

“Bentuk, Gaya, Fungsi, Dan Makna Simbolik Seni Hias Istana-Istana Raja Bugis”.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Suku Bugis Sulawesi Selatan meyakini

bahwa bentuk fisik dari istana/rumah tradisionalnya, termasuk seni hiasnya,

mencerminkan nilai-nilai budaya Bugis. Nilai-nilai kebudayaan Bugis dimaksud

adalah Alempureng (kejujuran), Amaccang (kecendikiaan), Asitinajang

(kepatuhan), Agettengeng (Keteguhan), reso (usaha), siriq e (rasa malu, harga

diri), Awaraningeng (keberanian), sipatawo sipatokong (saling tolong menolong),

dan lain sebagainya. Pandangan kosmologis suku Bugis menganggap bahwa

makrokosmos (alam raya) ini bersusun tiga tingkat yaitu: Botting langiq (dunia

atas), Ale kawa (dunia tengah), Uriq Liuq (dunia bawah). Beberapa unsur

estetika yang tercermin dalam istana raja Bugis, yakni: kesatuan (unity) yaitu

semua bentuk peralatannya terwujud dari kesatuan antara besarnya tiang-tiang

dengan lebar pattolo dan arateng, antara tinggi kolong dengan tinggi dinding dan

antara besar badan rumah dengan tinggi puncaknya.

Penelitian ini memberikan gambaran bahwa terjadinya perubahan struktur

dan gaya seni hias pada istana-istana raja Bugis Sulawesi Selatan, selain

mendapat pengaruh yang cukup besar dari kesenian gaya Dong-son dan gaya

Chou Tua, seni hias pada suku Bugis juga telah mendapat pengaruh Hindu dan

Islam. Di samping itu, perubahan gaya seni ditentukan pula oleh yang berkuasa

dalam masyarakat, baik dalam bidang politik maupun agama atau adat. Dalam

hal ini, terwujudnya variasi gaya seni disebabkan oleh adanya pelapisan dan

penggolongan dalam masyarakat.


15

Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Esti

Pertiwiningsih (2000). Penelitian ini diambil sebagai salah satu tinjauan hasil

penelitian ini karena mengambil lokasi dan objek yang sama yaitu masyarakat

Desa Lise Kecamatan Panca Lautang Kabupaten Sidrap. Judul penelitiannya

adalah “Fungsi Ada Tongeng, Analisis Wacana Lisan to Lise”. Penelitian ini

menyumbangkan beberapa konsep untuk mengangkat persepsi Bugis Lise

tentang ada tongeng yang sebenarnya dan bagaimana fungsi yang sebenarnya

dalam kehidupan sehari-hari manusia. Analisis terhadap pemakaian Wacana

menurut konteks situasinya menghasilkan 14 fungsi: 1. Melucu; 2. Hiburan; 3.

Mendidik; 4. Mempermainkan orang; 5. Memperdayakan orang; 6. Mengejek; 7.

Mengalahkan teman bicara; 8. Membela diri; 9. Menunjukkan kepandaian bicara;

10. Menghilangkan keformalan; 11. Membujuk; 12. Memperlancar hubungan

sosial; 13. Komunikasi; 14. Instropeksi.

Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin

Yusmar dimuat dalam Jurnal Hunafa, Vol.5, No.3, (Desember 2008:265-286).

Judul penelitian ini adalah “Penanggalan Bugis-Makassar Dalam Penentuan

Awal Bulan Kamariah menurut Syari’ah Dan Sains”. Kesimpulan hasil

penelitiannya yaitu masyarakat Bugis-Makassar telah memiliki karya budaya

yang monumental tentang pedoman dalam memahami peredaran bulan yang

diperoleh berdasarkan pengalaman yang sudah berulang kali sehingga dapat

diyakini kebenarannya. Bahkan telah diwariskan pada pewarisnya secara turun-

temurun, dan masih dikoleksi dan dipelihara oleh sebagian besar masyarakat

Bugis-Makassar dalam menentukan bulan Kamariah. Meskipun masyarakat

Bugis-Makassar telah menerima sepenuhnya agama Islam yang telah memiliki

sistem penanggalan, sebagian besar dari mereka masih mengkombinasikannya


16

dengan kalender Kamariah. Perbedaan penentuan awal bulan Hijriah bukan

disebabkan oleh perbedaan hasil penentuan saat terjadinya bulan baru,

melainkan lebih banyak disebabkan oleh perbedaan konsep dan kriteria

mengenai hilal. Oleh karena itu, perlu kriteria imkân al-ruqyah sebagai kriteria

hisab-rukyat Indonesia yang disepakati semua pihak. Ada karya monumental

yang telah diaplikasikan oleh masyarakat Bugis-Makasar, namun belum

dibudayakan sehingga masih disakralkan oleh sebagian dari mereka.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Yusmar adalah

dari sudut pandang penelitian. Metode dan pendekatan yang diambil Yusmar

dalam penelitiannya yaitu metode syari‘ah dan metode sains. Kedua metode

tersebut digunakan untuk menentukan awal bulan kamariah, sedangkan

penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika untuk meneliti kedudukan,

fungsi, bentuk, dan makna tanda yang terdapat dalam sebuah naskah lontaraq

pananrang yang digunakan masyarakat Bugis khususnya Bugis masyarakat

Desa Lise.

Dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa objek penelitian

ketiga peneliti adalah mengenai budaya masyarakat Bugis yang tinggal di

Sulawesi Selatan. Penelitian Yunus, mengambil bentuk fisik dari istana/rumah

tradisional sebagai dasar untuk menentukan cerminan nilai-nilai budaya

masyarakat Bugis pada umumnya. Penelitian berikutnya yaitu penelitian Esti

Pertiwiningsih yang menyangkut persepsi Bugis Lise tentang ada tongeng

dengan melihat konteks situasi percakapan dalam kehidupan sehari-hari Bugis

Lise, sedangkan penelitian Yusmar meneliti sistem penanggalan dari sudut

syariah dan metode sains.


17

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh ketiga peneliti di

atas, bila dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti, tampak

perbedaan dari segi pendekatan dan metodologi penelitian. Dalam penelitian ini,

yang menjadi fokus adalah “tanda” dikaitkan dalam masyarakat berdasarkan

tanda tertentu yang terdapat dalam naskah lontaraq. Tanda tersebut dijadikan

sebagai objek untuk mengungkap makna yang terkandung di dalamnya, yang

dijadikan sebagai pedoman masyarakat desa Lise untuk melakukan aktivitasnya.

Tanda yang mereka sepakati turut memengaruhi pola tingkah laku mereka.

Penelitian ini adalah usaha untuk membuka tabir tanda-tanda dalam bidang

pertanian, perkebunan serta penentuan permulaan kegiatan pada orang Lise.

Tanda yang mereka kenal selama ini diwariskan secara turun temurun tanpa ada

penjelasan lebih lanjut tentang tanda tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu

teori yang dapat diandalkan tentang tanda.

B. Kajian Teoritis

Berbicara tentang semiotik tidak bisa lepas dari berbicara mengenai

kebudayaan. Mempelajari kebudayaan tentunya bisa dari sudut mana atau aspek

apa saja yang memang jadi tujuan kita, tetapi jelas menggunakan teori dan

metode kerja yang sesuai dan jelas. Menurut Masinambow, dalam T. Christomy

dan U. Yuwono 2004:4, mempelajari kebudayaan berarti kita mempelajari

makhluk budaya yang mengalami perkembangan historis. Dalam hal ini,

pengetahuan yang kita pelajari masuk dalam kategori ideografis, artinya ilmu

pengetahuan budaya tidak mencari atau menemukan kaidah-kaidah seperti

hukum alam, melainkan apa yang terdapat dalam diri manusia sebagai individu

atau sebagai anggota masyarakat atau makhluk sosial sesuatu yang spesifik.
18

Apa yang ada dalam dirinya atau di luar dirinya yang membuatnya berperilaku

dan bertindak menurut pola-pola tertentu.

Selanjutnya, Bagong Suyanto 2004:18, menyatakan obyek penelitian ilmu

pengetahuan budaya adalah manusia sebagai makhluk budaya dan makhluk

sosial, sementara subyek peneliti juga manusia, yang juga mempunyai nilai-nilai

tersendiri dan kehidupan dalam dirinya. Oleh karena itu, dalam menghadapi

manusia yang punya kehidupannya sendiri, sikap yang terbaik adalah

memberikan “empati dan simpati”. Proses pemberian empati dan simpati inilah

yang disebut pemahaman, sebagai terjemahan dari verstehen. Verstehen adalah

kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam

kerangka berpikir orang lain yang perilakunya dijelaskan dan situasi serta tujuan-

tujuannya mau dilihat menurut pespektif itu.

Konsep kebudayaan mempunyai berbagai definisi sesuai dengan aliran

teoritis yang diadopsi. Namun, pada dasarnya kebudayaan adalah suatu

fenomena sosial dan tidak dapat dilepaskan dari perilaku dan tindakan warga

masyarakat yang mendukung atau menghayatinya. Sebaliknya, keteraturan, pola

atau konfigurasi, yang tampak pada perilaku dan tindakan warga suatu

masyarakat tertentu dibandingkan dengan perilaku dan tindakan warga

masyarakat yang lain, tidaklah dapat dipahami tanpa dikaitkan dengan

kebudayaannya. Perilaku dan tindakan berpola pada individu dan masyarakat

dianggap sebagai ”ungkapan budaya” (Masinambow, dalam Christomy dan

Yuwono, 2004:6). Salah satu cara untuk mengamati perilaku masyarakat adalah

melalui tanda, yang mengkhususkan pada keterkaitan bahasa sebagai produk

kebudayaan. Di dalam Linguistik misalnya, konsep dasarnya berkembang atas


19

dasar pengkajian perilaku verbal, tetapi penerapannya diberlakukan terhadap

bahasa tulisan.

1. Semiotika

Penggunaan paling awal untuk istilah “tanda” sendiri (Inggris: sign. Yunani:

semeion) dalam konteks filsafat tampaknya diturunkan dari istilah dalam

kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada

simptomatologi dan diagnostik inferensial (Sinha. l988:3 dalam Kurniawan, 2001:

8). Dalam dunia kedokteran itu. "tanda" mengacu pada simptom-simptom atau

gejala-gejala dari suatu penyakit tertentu. Sementara itu, istilah “tanda" ini

dirumuskan oleh Umberto Eco sebagai "sesuatu bukti tidak langsung yang

membawa pada beberapa kesimpulan tentang keberadaan sesuatu yang bukan

merupakan bukti tidak langsung, tersebut" (Eco, 1984: 31). Dari istilah inilah

berkembang istilah semiologi atau semiotika.

Charles Sanders Pierce (1839-1914) dikenal sebagai salah satu tokoh

utama dalam sejarah semiotik dan sebagai penemu teori modern tentang tanda-

tanda. Pierce merupakan tokoh utama dalam cabang filsafat, yang pertama kali

berkembang secara agak terlepas dari cabang linguistik. Menurut Pierce,

keseluruhan alam semesta ini penuh dengan tanda, setiap pemikiran itu adalah

tanda yang diambil bersama-sama dengan kenyataan, kehidupan itu merupakan

gerobak pemikiran, terbukti bahwa manusia itu sendiri adalah tanda. Semiotik

ternyata merupakan ilmu yang universal (Nöth, 1995: 41).

Peirce mendefinisikan tanda yakni: suatu tanda atau representamen,

merupakan suatu yang mengacu pada seseorang atas sesuatu dalam beberapa

hal atau kapasitas. Tanda ini merujuk kepada seseorang yakni, menciptakan di
20

dalam benak orang itu suatu tanda yang setara, atau mungkin yang lebih maju.

Tanda yang diciptakan itu disebut interpretant atas tanda pertama. Tanda itu

mengacu pada sesuatu, yakni object-nya. Itu mengacu pada objek itu, bukan

dalam semua sisi, namun mengacu pada semacam ide (North 1995: 42).

Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu

Semiotika adalah Charles Sanders Peirce (1839-1914). Dalam ilmu Semiotika,

Pierce dinamakan dengan gagasan trikotomi tanda. Perkembangan berikutnya

muncullah tokoh yang mengembangkan semiotik gagasan Pierce yakni, Charles

Williams Morris (1901-1979) yang mengembangkan behaviourist semiotics,

Algirdas Greimas (1917-1992) mengembangkan semiotika teks, dan Julia

Kristeva (1941) mengembangkan semanalysis berkembang menjadi teori

semantik koherensi.

Van Zoest (1993:1), mengatakan bahwa tanda pada masa itu masih

bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Secara terminologis,

Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan

proses yang berlaku bagi tanda. Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari

sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai

tanda.

Secara definitif, istilah semiotika atau semiologi (istilah yang digunakan

Saussure) diartikan sebagai ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan

manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda,

yakni sesuatu yang harus kita beri makna, (Hoed, 2011: 3).
21

2. Konsep tentang tanda

Pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiologi adalah

pandangannya tentang tanda. Saussure meletakkan tanda dalam konteks

komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara signifiant (penanda)

dan signified (petanda). Signifiant adalah bunyi yang bermakna atau coretan

yang bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis

atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek

mental) dari bahasa. Eksistensi semiologi Saussure adalah relasi antara

penanda dan petanda berdasarkan konvensi (Bertens, l985: 382).

Model tanda bilateral atau dua sisi yang diperkenalkan de Saussure terdiri

atas tiga istilah, tanda dan konstituennya penanda (signifier) dan petanda

(signified). Ciri yang jelas bilateralitasnya adalah peniadaan objek refensial atau

acuan. Dalam pandangan Saussure tanda bahasa “menyatukan konsep dan

gambaran akustis, bukan bunyi materil, sesuatu yang murni fisik, melainkan

kesan psikis yang ditimbulkan bunyi tersebut (bersifat sensorial). Jadi lambang

bahasa adalah satuan psikis yang bermuka dua, seperti yang terlihat pada

diagram berikut:

consept

Image arbor
acoustigue

Sumber: Nöth, 1990: 60

Menurut Saussure, tanda mempunyai dua entitas, yaitu signifier (signifiant

/ wahana tanda / penanda / yang mengutarakan / simbol) dan signified (signifie /

makna / petanda / yang diutarakan / thought of reference). Tanda menurut


22

Saussure adalah kombinasi dari sebuah konsep dan sebuah sound-image yang

tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara signifier dan signified adalah arbitrary

(mana suka). Tidak ada hubungan logis yang pasti diantara keduanya teks atau

tanda, dan menjadi problematik menarik pada saat bersamaan. (Berger, 1998:8).

Charles Sanders Peirce, ahli filsafat dan tokoh terkemuka dalam

semiotika Amerika menegaskan bahwa manusia hanya dapat berfikir dengan

sarana tanda, manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda

yang dimaksud dapat berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, maupun

yang bersifat verbal. (Sudjiman dan Zoest, 1992:10).

Peirce dalam Hoed 2014:31, tanda adalah sesuatu yang mewakili

sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan.

Jika sesuatu, misalnya A adalah asap hitam yang mengepul di kejauhan, maka ia

dapat mewakili B, yaitu misalnya sebuah kebakaran (pengalaman). Tanda

semacam itu dapat disebut sebagai indeks; yakni antara A dan B ada keterkaitan

(contiguity). Sebuah foto atau gambar adalah tanda yang disebut ikon. Foto

mewakili suatu kenyataan tertentu atas dasar kemiripan atau similarity (foto

Jokowi, mewakili orang yang bersangkutan, jadi merupakan suatu pengalaman).

Tanda juga bisa berupa lambang, jika hubungan antara tanda itu dengan yang

diwakilinya didasarkan pada perjanjian (convention), misalnya lampu merah yang

mewakili “larangan (gagasan)” berdasarkan perjanjian yang ada dalam

masyarakat. Burung Dara sudah diyakini sebagai tanda atau lambang

perdamaian; burung Dara tidak begitu saja bisa diganti dengan burung atau

hewan yang lain, dan seterusnya.

Pierce menjelaskan bahwa setiap hari manusia menggunakan tanda

untuk berkomunikasi, pada waktu manusia menggunakan sistem, ia harus


23

bernalar. Bagaimana orang bernalar dipelajari dalam ilmu logika, dengan

mengembangkan teori semiotik. Pierce memusatkan perhatian pada fungsi tanda

secara umum. Contoh: bendera Merah Putih yang merupakan simbol dari

lambang kedaulatan Bangsa Indonesia. Apabila ada orang yang menghina

bendera Merah Putih, meskipun bendera itu masih milik dirinya sendiri, maka ia

dianggap menghina kedaulatan dan harga diri Bangsa Indonesia, karena kain

merah-putih dengan ukuran dan format tertentu mempresentasikan dan

mengekspresikan harga diri bangsa Indonesia.

Model tanda yang dikemukakan oleh Pierce adalah trikotomi atau Triadik

(Christomy & Yuwono, 2004:115) adalah pengembangan suatu fenomenologi

berdasarkan tiga Kategori universal yang disebut Firstness (kepertamaan),

Secondness (keduaan) dan Thirdness (ketigaan) (North, 1995:41).

Gambar: Trikotomi Tanda menurut Pierce


Sumber: (North, 1996:45)

Trikotomi I II III
Hubungan
Kategori Representamen Hubungan dengan interpretant
dengan objek
Kepertamaan Qualisign Ikon Rheme
berdasarkan
firstness bersifat potensial terms
keserupaan
Keduaan Sinsign Indeks Dicent
bersifat berdasarkan proposisi (suatu pernyataan yang
secondness
keterkaitan penunjukan bisa benar bisa salah)
Ketigaan Legisign Simbol Argument
hubungan proposisi yang dikenal
thirdness kesepakatan kesepakatan
dalam logika tertentu (internal)

Pada tabel tersebut di atas dapat dilihat hubungan triadik dari tiap-tiap

trikotomi. Trikotomi I (pertama) Kategori Representamen terdapat tiga unsur

yakni: Qualisign bersifat potensial, Sinsign bersifat keterkaitan, dan Legisign

bersifat kesepakatan; Trikotomi I (pertama) Kategori Hubungan dengan objek


24

terdapat tiga unsur yakni: Ikon berdasarkan keserupaan, Indeks berdasarkan

penunjukan, dan Simbol berdasarkan kesepakatan dan, Trikotomi III (ketiga)

Kategori Hubungan dengan interpretant terdapat tiga unsur yakni: Rheme berupa

terms (istilah), Dicent berupa proposisi (suatu pernyataan yang bisa benar bisa

salah), dan Argument berupa hubungan proposisi yang dikenal dalam logika

tertentu (internal)

3. Trikotomi Tanda Pierce

Sebuah tanda senantiasa memiliki tiga dimensi yang saling terkait:

Representament (R) sesuatu yang dapat dipersepsi (perceptible), Objek

(O) sesuatu yang mengacu kepada hal lain (refential), dan Interpretant (I)

sesuatu yang dapat diinterpretasikan (interpretable).

Gambar Trikotomi tanda Charles Sanders Pierce


(Nöth, 1990:45)

(R)
Representamen

S
sign
(O) (I)
Objek Interpretant

a. Representamen

Representamen (R) adalah bentuk fisik sebuah tanda. Sebuah

fenomena dapat dianggap sebagai representasi karena sifat potensialnya

untuk menjadi tanda (Zoest 1993:19 dalam Christomy 2004: 119). Pierce
25

mengatakan, sesuatu menjelma menjadi sebuah representamen melalui

latar (ground), menghasilkan tiga kemungkinan yaitu: pertama, qualisign

merupakan suatu fenomena yang potensial untuk menjadi tanda; Kedua,

sinsign, merupakan suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal

atau kenyataan aktual, dan; Ketiga, Legisign, sebuah bentuk tanda yang

berfungsi sebagai aturan atau konvensi.

Prinsip dasarnya adalah tanda bersifat representatif, sesuatu yang

mewakili sesuatu yang lain (something that represent something else).

Representamen yang berpotensial menjadi tanda dalam pandangan Pierce

disebut qualisign (tipe tanda yang menggunakan representamen berbentuk

kualitas). Apabila sebuah tanda potensial mengambil sebuah bentuk diluar

dirinya, menurut Pierce tanda tersebut sudah menjadi sinsign. Dalam hal ini

sebuah tanda yang memanfaatkan sebuah peristiwa atau objek sebagai

wahana tanda.

b. Representamen dan Objek

Sebuah tanda mengacu kepada objeknya melalui tiga cara.

Pertama ikonis, adalah sebagai tanda yang ada sedemikian rupa sebagai

kemungkinan, tanpa tergantung adanya sebuah denotatum (istilah yang

dipergunakan untuk menandakan unsur kenyataan yang ditunjuk oleh

tanda), tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan

yang secara potensial dimilikinya, contohnya: foto diri memiliki kesamaan

dengan diri yang dipotret. Kedua indeks, adalah tanda yang memiliki

keterkaitan fenomenal atau ekstensial di antara representamen dan

objeknya. Di dalam indeks, hubungan tanda dan objeknya bersifat

konkret, aktual, dan melalui cara yang sekuensial dan kausal. Indeks bisa
26

berupa suatu asap adalah indeks adanya api, dan. Ketiga simbol, adalah

tanda yang hubungan antara tanda dan denotatumnya ditentukan oleh

suatu peraturan yang berlaku umum, tidak bersifat alamiah, misalnya,

mata yang berkedip, tangan yang melambai dan sebagainya.

c. Representamen dan Interpretant

Pierce mengatakan: The interpretant is the ‘mental effect’ or

‘thought’ generated by the relation between the other two terms.

Interpretan adalah kategori tanda yang memediasi dua titik menjadi satu

garis lurus. Mediasi tersebut menimbulkan pemaknaan, dan dua titik

hanyalah satu noktah. Jalinan interpretan dapat membentuk interpretasi

tanpa batas, dalam bahasa logika sering pula disebut term, proposisi, dan

argumen. (Christomy 2004: 126).

Van Zoest 1990: 33, dalam mentransfer teori tanda Pierce ke dalam

karya, mencoba melihat teks sebagai tanda yang dibentuk oleh sejumlah

tanda yang lain. Tanda-tanda ini memegang peranan penting dalam proses

komunikasi. Kalau proses komunikasi berjalan dengan baik, pengirim tanda

mencapai penerima tanda. Dalam pikiran penerima terjadi suatu proses

penafsiran, proses penafsiran ini dapat terjadi karena tanda yang

bersangkutan mewakili suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan,

setelah itu terjadi pembentukan tanda baru di dalam pikiran si penafsir,

yang dalam semiotik disebut interpretant.

d. Representamen dan Latar

Pierce mengatakan bahwa makna tanda yang sebenarnya adalah

mengemukakan sesuatu, sebagai representamen. Sebuah tanda dapat

3
Nurhayati Rahman, Cinta, Laut dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo (Makassar: La
Galigo Press, 2006), h. 313.
27

berfungsi harus menggunakan sesuatu yang disebut ground. Kata asap,

merupakan representasi sebagai kombinasi fonetis, misalnya, tanpa

keterkaitan dengan konsep api. Begitupula warna merah bunga mawar

pada awalnya merupakan tanda yang potensial, van Zoest (1993:19)

dalam Christomy (2004:119).

Berdasarkan uraian sebelumnya, pembahasan berikut akan

berpusat pada bentuk fisik sebuah tanda melalui latar (ground). Zoest

(1978: 35) membagi Tanda-Tanda menjadi tiga jenis berdasarkan

dasarnya (ground) yaitu: Pertama, Qualisign. Qualisign berasal dari kata

quali diambil dari kata quality yang berarti kualitas atau sifat dan kata sign

yang berarti tanda atau isyarat. Qualisign adalah Tanda yang menjadi

Tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat warna merah yang menyolok

dimanfaatkan dalam pembuatan Tanda larangan dalam lalu-lintas, cinta,

atau bahaya. Kata-kata yang keras atau lembut. Kedua, Sinsign. Kata sin

berasal dari kata singular yang berarti tunggal dan kata sign yang berarti

tanda atau isyarat. Sinsign adalah Tanda yang menjadi Tanda

berdasarkan kejadian, bentuk, atau rupa yang khas dan orisinil. Semua

ucapan yang bersifat individual bisa merupakan sinsign. Sinsign adalah

eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Misalnya kita

dapat mengenal seseorang dari suaranya yang khas. Bangunan

tradisional etnis juga dapat mengandung sinsign karena bentuk dan

penampilannya yang unik dan khas. Suatu jeritan, dapat berarti heran,

senang, atau kesakitan. Seseorang dapat dikenali dari caranya berjalan,

tertawa, dan nada suaranya. Kata “hangus” pada kalimat “kayu yang

hangus” memberikan tanda bahwa kayu tersebut baru terbakar. Ketiga,


28

Legisign. Kata legi berasal dari kata lex (hukum) dan kata sign yang

berarti tanda atau isyarat. Legisign adalah suatu Tanda yang menjadi

Tanda karena suatu keberaturan tertentu. Dalam arti lain, tanda yang

menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku umum, suatu

konvensi, suatu kode. Semua tanda-tanda bahasa adalah legisign, sebab

bahasa adalah kode. Jenis Tanda ini banyak digunakan dalam Arsitektur

misalnya dalam sistem struktur bangunan. Misalnya tulisan “dilarang

menginjak rumput” merupakan suatu norma yang bersifat larangan.

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan dukungan landasan teoritik yang diperoleh dari eksplorasi

teori akan dijadikan rujukan konsepsional variabel penelitian untuk mendeskripsi-

kan kedudukan, fungsi, bentuk, dan makna lontaraq pananrang pada masyarakat

Desa Lise.

Untuk membahas rumusan masalah yang menjadi objek penelitian,

dibutuhkan suatu pengembangan kerangka pikir sebagai acuan dalam

melaksanakan penelitian.

Naskah lontaraq pananrang sebagai objek penelitian berupa teks yang

bertuliskan huruf aksara Bugis. Untuk itu diperlukan ilmu Filologi sebagai ilmu

bantu untuk menelaah teks tersebut, baik dari segi pembacaan maupun

transkripsinya. Salah satu alasan peneliti mengambil Filologi sebagai ilmu bantu

adalah di samping sebagai ilmu yang tepat digunakan untuk meneliti naskah, pun

fokus penelitian ini menggunakan teori semiotika Pierce.

Filologi digunakan untuk meneliti kedudukan dan fungsi lontaraq

pananrang dalam masyarakat Desa Lise. Selanjutnya digunakan untuk


29

menentukan tanda sebagai data primer penelitian. Prosedur yang dilakukan

peneliti dalam menentukan tanda sebagai data primer, mengacu pada Prosedur

yang dilakukan dalam ilmu Filologi. Penentuan tanda dalam naskah didasari oleh

kata atau frasa yang mengarah kepada sebuah penanda tanda. Penanda tanda

yang terdapat dalam naskah menjadi petanda setiap kejadian yang terjadi pada

waktu tertentu.

Berdasarkan teori yang dikemukakan sebelumnya, penelitian ini berfokus

pada analisis semiotika Pierce. Dengan analisis Semiotika Pierce penelitian ini

mengkaji bentuk dan makna yang terkandung dalam tanda lontaraq pananrang.

Dalam pengkajian bentuk tanda, dilakukan dengan menggunakan tiga cara

yaitu melalui representamen, objek, dan interpretan Dalam teori Pierce sebuah

tanda dapat menunjukkan denotatumnya (acuan dari tanda). Tahap berikutnya

adalah mengungkap makna yang terkandung setiap tanda. Pengungkapan

makna yang terkandung pada setiap makna tetap menggunakan teori semiotika

Piece. Dalam teori semiotika Pierce makna terungkap dengan menghubungkan

representamen dengan interpretant. Proses memediasi dua kategori tanda yang

membentuk satu garis lurus tersebut menimbulkan makna suatu tanda. Adanya

jalinan interpretant dapat membentuk interpretasi, sehingga makna tanda dalam

penelitian ini dapat terungkap.

Makna yang ditemukan akan mengarah pada dua hal pokok yaitu konsep

waktu dan pandangan hidup masyarakat Desa Lise yang selama ini mereka

gunakan dalam aktifitas kesehariannya.

Kerangka pikir yang diuraikan di atas dapat dilihat pada bagan sebagai

berikut:
30

Naskah Lontaraq Pananrang

Filologi

Kedudukan Fungsi Tanda dalam teks naskah


 Sakral  Konsep Waktu
 Biasa  Pandangan
Hidup
Semiotika Pierce

Bentuk Makna
 Kata  Baik
 Frasa  Pertengahan
 Buruk

 Kedudukannya masih dibutuh-


kan oleh petani sawah tadah
hujan, berfungsi sebagai konsep
waktu dan pandangan hidup.
 Ada 9 bentuk penanda yang
digunakan dalam setahun yang
diambil dari budaya mereka
untuk memaknai setiap petanda.
31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif. Menurut Kriyantono 2006:58, penelitian kualitatif bertujuan untuk

menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data

sedalam-dalamnya. Secara umum, penelitian kualitatif memiliki ciri, diantaranya:

intensif, notes field (catatan lapangan), analisis data lapangan, tidak ada realitas

tunggal, subjektif, realitas dan holistik (menyeluruh), depth (dalam), prosedur

penelitian: empiris rasional dan tidak berstruktur, dan hubungan antara teori,

konsep dan data: data memunculkan atau membentuk teori baru.

Djajasudarma 1993:8, penelitian kualitatif dengan metode deskriptif

dikaitkan bahwa data yang terkumpul mampu memberikan penjelasan secara

sistematis, akurat dan faktual mengenai data, sifat-sifat serta hubungan

fenomena-fenomena yang diteliti dan akhirnya menghasilkan gambaran data

yang ilmiah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika, dengan menerapkan

ilmu filologi sebagai ilmu utama untuk menganalisis naskah dan teori Pierce

sebagai landasan berpikir dan pemecahan masalah.

B. Lokasi Penelitian

Desa Lise terletak kurang lebih 16 kilometer dari Pangkajene, ibu kota

Kabupaten Sidrap. Luas desa ini sekitar 1.500 meter per segi, menurut data

desa Lise tercatat di huni 650 kepala keluarga. Sebelah utara berbatasan Desa
32

Alessaleo (Desa pemekaran yang dulunya masih wilayah Desa Lise)

Kecamatan Panca Lautang, sebelah Selatan Desa Carowali Kecamatan Panca

Lautang, sebelah Timur Desa Wanio Timoreng dan Wanio Wattang, Kecamatan

Panca Lautang dan sebelah Barat Desa Teppo Kecamatan Tellu Limpoe.

Peta desa Lise (sumber Google Map)

C. Sumber Data

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kataloq Arsip Nasional

terdapat 2864 Judul Naskah Lontaraq, di antaranya: Naskah Lontaraq

Allaonrumang terdapat dua judul, yakni: No. 01 /MKH/30/Sinjai/UP Rol 07

No. 30. Judul: Lontaraq Allaonrumang. Bahasa Bugis Aksara Lontaraq

143 hlm; No. 01 /MKH/8/Unhas/UP Rol 16 No. 8. Judul: Lontaraq

Allaonrumang. Bahasa Bugis. Aksara Lontaraq dan Arab. 31 hlm.

Naskah Lontaraq Pananrang terdapat sebelas Judul yakni: No.

01/MKH/8/Malino/UP Rol 04 No. 8. Judul: Pananrang (Astronomi).

Bahasa Bugis Aksara Lontaraq 63 hlm; Judul dalam teks: Lontaraq Bilang
33

Pananrang. No. 01/MKH/15/Barru/UP Rol 15 No. 15. Judul: Pananrang.

Bahasa Bugis Aksara Lontaraq 42 hlm; No. 01/MKH/24/ Unhas/UP Rol 20

No. 24. Judul: Pananrang. Bahasa Bugis Aksara Lontaraq 190 hlm. Judul

luar teks: Seheta Ri Gowa. No. 01/MKH/28/ Unhas/UP Rol 20 No. 28.

Judul: Pananrang Dan Keagamaan. Bahasa Bugis Aksara Lontaraq 159

hlm; No. 01/MKH/7/Unhas/UP Rol 24 No. 7. Judul: Kutika. Bahasa Bugis

Aksara Lontaraq 192 hlm. Judul luar teks: Lontaraq Pananrang; No.

01/MKH/37/Unhas/UP Rol 30 No. 37. Judul: Kutika Dan Pananrang.

Bahasa Bugis Aksara Lontaraq 27 hlm; No. 01/MKH/3/Pare-pare/UP Rol

50 No. 3. Judul : Pananrang. Bahasa Bugis & Arab Aksara Lontaraq &

Arab 18 hlm; No. 01/MKH/6/Pare-pare/UP Rol 50 No. 6. Judul:

Pananrang. Bahasa Bugis & Arab Aksara Lontaraq & Arab 59 hlm; No. 01

/MKH/17/Unhas/UP Rol 52 No. 17. Judul: Pananrang. Bahasa Bugis

Aksara Lontaraq & Serang 76 hlm; No. 01/MKH/27/Unhas/UP Rol 70

No.27. Judul: Pananrang. Bahasa Bugis, Arab & latin Aksara Lontaraq &

Arab 29 hlm; No.01/MKH/12/Unhas/UP Rol 82 No.12. Judul: Pananrang.

Bahasa: Bugis. Aksara: lontaraq dan serang.

Penelitian ini mengambil sumber data dari naskah Lontaraq yang

disusun oleh Sjamsuddin Muhalli di Lise, 2 Nopember 1965 bertepatan

dengan 8 Rajab 1385 Hijriah. Naskah ini diambil sebagai objek penelitian

karena naskah ini masih berada di tengah-tengah masyarakat Desa Lise.

Isi naskah terdiri dari, kata pendahuluan, jumlah bab sebanyak 22, dan

jumlah halaman sebanyak 41 halaman. Naskah ini berupa buku dengan

lembaran kertas. Ada 3 jenis huruf yang digunakan yakni: huruf latin,

huruf Arab, dan huruf lontaraq Bugis.


34

D. Perspektif Filologi

Naskah lontaraq pada awalnya ditulis di daun lontar yang isinya

beragam antara lain: Lontaraq Kutika dan lontaraq pananrang (allaon

rumang). Sebagian masyarakat Sulawesi Selatan, terutama yang tinggal

di pedesaan, masih mempergunakan lontaraq kutika untuk segala macam

kegiatan yang dilakukannya. Dalam dalam lontaraq kutika, menjelaskan

hari dan waktu-waktu yang baik dan jelek untuk melaksanakan suatu

kegiatan. Jika merencanakan dan akan melaksanakan suatu kegiatan

seperti menentukan hari perkawinan dan mendirikan rumah, tanpa

memperhatikan lontaraq kutika, sering kurang mendapat dukungan dan

bantuan orang-orang tertentu. Begitu pula halnya dengan lontaraq

pananrang, yang membahas pengetahuan tradisional yang berhubungan

dengan sistem bercocok tanam berlandaskan fenomena alam, khususnya

iklim, rotasi bumi, posisi bintang, tumbuhan, dan hewan yang diamati

dalam rentang waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sebagian

masyarakat yang memiliki naskah lontaraq masih menyimpan rapi dan

merahasiakan kepemilikannya, sehingga naskah tersebut bisa mengalami

kerusakan akibat perlakuan yang tidak sesuai.

Naskah yang berisi pengetahuan atau petunjuk-petunjuk tertentu

yang menjadi warisan nenek moyang, dapat diselamatkan dengan

melakukan cara, antara lain melakukan pengkajian tentang naskah

tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, peneliti melakukan edisi

kritik dari satu sumber naskah, karena dalam ilmu penelitian naskah

dikenal penelitian satu naskah. Naskah yang dipilih sebagai objek


35

penelitian masih purposive, dan apabila terdapat kesalahan dalam

naskah, yang dikoreksi hanya sebatas yang ada pada penulisan dan tidak

diperlukan perbaikan. Menurut De Haan dalam Rahman 2006: 58, edisi

kritik satu naskah, lebih banyak membantu pembaca. Pembaca terbantu

untuk mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang

berkenaan dengan interpretasi dan dengan demikian terbebas dari

kesulitan untuk mengerti isinya.

E. Prosedur

Pada tahap Prosedur penelitian naskah lontaraq pananrang,

peneliti diharapkan melakukan langkah-langkah yang dilakukan untuk

mencapai tujuan yang akan dicapai.. Menurut Djamaris 2002: 10,

langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

a) Pengumpulan data. Metode yang digunakan Filologi dalam

mengumpulkan data ada dua yaitu studi pustaka dan studi lapangan.

Dalam penelitian ini, digunakan metode studi pustaka untuk

mendapatkan sumber data. Seperti yang telah dijabarkan pada sub

3.3. sumber data.

b) Deskripsi naskah

Deskripsi naskah untuk memberikan informasi mengenai: identitas

naskah, yakni: Judul naskah yaitu Lontaraq Ogi. Asal naskah,

menurut pengakuan penyalin yang bernama Sjamsuddin Muhalli4

disalin di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Makassar sewaktu

4
wawancara pada tanggal 10 Oktober 2016
36

mereka sekolah di Makassar. Ukuran naskah, berukuran 21.2 cm x

16.5 cm. Tebal: 61 lembar. Sampul naskah, tebal, kelihatannya

terbuat dari karton. Kondisi teks, masih baik dalam arti jelas tulisan

dan bisa terbaca. Keadaan naskah, masih baik dan utuh. Jumlah

baris setiap halaman sebanyak 25 baris dengan menggunakan jenis

huruf aksara lontaraq Bugis, Huruf Arab, dan huruf Latin. Bahasa

naskah menggunakan bahasa Bugis dialek Sidrap. Cara penulisan

dimulai dari halaman pertama membuka buku dari kanan ke kiri.

Bentuk naskah berbentuk buku, pinggir kertas mulai rapuh, kertasnya

tipis, naskah ditulis penuh kiri dan kanan, pemberian halaman hanya

pada bagian kanan kertas posisi tengah atas, ditulis dengan tinta

parker cair warna biru. Umur naskah, jika berpatokan dengan tanggal

yang tertulis pada naskah, ditulis tertanggal 2 November 1965 berarti

umur naskah tersebut sekitar 54 tahun. Adapun garis besar

kandungan naskah adalah petunjuk melaksanakan aktifitas

berdasarkan waktu.

c) Transkripsi Teks

Transkripsi teks ialah memindahkan huruf ke huruf lain dengan

memberikan tambahan yang diperlukan berdasarkan pengetahuan

sendiri yang diperoleh di luar teks (sudah ada interpretasi teks

penerjemah). Mengenai pengalihan huruf dari huruf Lontaraq ke

huruf Latin, akan digunakan istilah transkripsi, bukan transliterasi

dengan mengikuti prinsip-prinsip transkripsi yang digunakan oleh

Noorduyn.
37

Noorduyn dalam Rahman 2006 :115, bila kita menghadapi

suatu teks yang memakai tulisan Bugis yang sifatnya defektif (tidak

lengkap secara fonologis) maka ada tiga cara reproduksi yang harus

kita pilih, yaitu: transkripsi, transliterasi dan memakai aksara Lontaraq.

Transkripsi memindahkan huruf ke huruf lain, melebihi dari

pada teksnya, karena ada tambahan-tambahan yang diperlukan harus

diberikan berdasarkan pengetahuan sendiri yang kita peroleh di luar

teks, sedangkan transliterasi hanyalah memindahkan huruf ke huruf

lain seperti apa adanya.

Aksara Bugis lebih bermanfaat kalau dipakai transkripsi

daripada transliterasi karena transkripsi lebih lengkap, sehingga

menurutnya transkripsi untuk teks Bugis paling bertanggung jawab.

Misalnya, bolo “bo lo”, ini adalah transliterasi sedangkan “bolong”,

ini adalah transkripsi. Bolong dalam bahasa Indonesia artinya hitam.

Pada bagian ini peneliti akan menerjemahkan bagian yang menjadi

objek kajian. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami

isi teks dari suatu naskah. Sehingga masyarakat yang tidak

menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati dan

memahaminya. Terjemahan yang dimaksud adalah pemindahan

makna atau bahasa sumber ke bahasa sasaran.

d) Edisi Teks atau sering dikenal dengan istilah suntingan teks adalah

(upaya) menyusun suatu teks secara utuh setelah dilakukan

pemurnian teks ke dalam sesuatu bahasa. Pemurnian teks adalah

upaya untuk menentukan salah satu teks yang akan dipakai sebagai

dasar transkripsi teks berdasarkan penelitian teks dengan suatu


38

metode kritik teks. Menurut Djamaris 2002: 30, salah satu tujuan

penyuntingan teks ialah agar teks dapat dibaca dengan mudah oleh

kalangan yang lebih luas. Oleh sebab itu, diusahakan agar

susunannya mudah dibaca dan dipahami.

Tulisan yang terdapat pada naskah lontaraq pananrang, tidak

ada antara kata per kata, ditulis bersambung dengan kata berikutnya,

sehingga membutuhkan ketelitian untuk membacanya. Oleh karena

itu diperlukan transkripsi teks. Penggunaan istilah transkripsi

dilakukan mengingat, bahwa naskah Bugis yang ditulis dengan aksara

Bugis selalu menimbulkan kesulitan dalam hal mentranskripsikannya.

Aksara Bugis melambangkan kombinasi konsonan yang diikuti oleh

vokal, geminasi dan konsonan akhir tidak dilambangkan dan

prenalisasi konsonan sering tidak dituliskan (Sirtjo, 1995: 44).

Salah satu hal yang sering mengalami kesulitan dalam

melakukan transkripsi bahasa Bugis ke huruf latin adalah menuliskan

bunyi glottal Stop dalam kosa kata lontaraq. Untuk itu fonem-fonem

bahasa Bugis ditranskripsikan dengan mengikuti prinsip Ejaan Yang

Disempurnakan. Dari hasil pembacaan peneliti, ada 3 jenis yang

sering digunakan untuk melambangkan glottal stop pada naskah

Bugis yaitu menggunakan [ ‘ ] glottal stop (lontara'), menambahkan

huruf [ q ] (lontaraq), dan huruf [ k ] (lontarak). Dalam penelitian ini,

khusus glottal stop tidak ditandai dengan huruf (k) tapi digunakan

huruf (q). Penggunaan vokal e taling ditandai dengan huruf e yang

diberi garis miring di atasnya (é) dan e pepet tidak diberi tanda di

atasnya (e). Penggunaan (é) dan (q) pada bunyi glottal stop
39

digunakan peneliti atas dasar prinsip-prinsip yang digunakan oleh Tol

dan Sirtjo dari Belanda yang terdapat dalam penerbitan La Galigo Jilid

1,2, dan 3 Menurut Naskah NBG 188 koleksi Ilmu Leiden, Belanda.

Rujukan lain diambil dari Disertasi Fahruddin Ambo Enre mewakili

Suku Bugis, Disertasi Kadir Manyambeang mewakili suku Makassar,

dan Disertasi Salombe mewakili Suku Toraja.

Tanda-tanda baca atau lambang yang digunakan dalam

suntingan teks adalah sebagai berikut:

/…/ = penghilangan, pengurangan


Bacaan yang terdapat di antara tanda garis miring
seharusnya dihilangkan, tidak perlu dibaca.
(…) = penambahan
Bacaan yang terdapat di antara tanda kurung adalah
tambahan dari naskah pembantu.
[…] = tidak dapat ditemukan terjemahannya
Bacaan yang terdapat di antara tanda siku adalah
tambahan dari naskah apabila terdapat kata-kata yang
tidak dapat ditemukan terjemahannya karena kesulitan
memahami maknanya.
(nomor) = penambahan
Bacaan yang terdapat nomor di antara tanda kurung
adalah tambahan dalam proses pengkajian nomor
halaman.
nomor = baris naskah
Bacaan yang terdapat nomor dimaksudkan adalah nomor
baris naskah.
1
… = foot note (catatan kaki)
Bacaan yang terdapat foot note adalah bacaan yang
diberi ulasan dalam glosary.
40

e) Glosary. menyusun daftar kata sukar, dalam artian kata yang

digunakan dalam naskah belum ditemukan makna atau artinya dalam

bahasa Bugis sehari-hari.

f) Komentar Teks. Memberikan tafsiran atau komentar di luar teks

berdasarkan interpretasi peneliti.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah data diambil secara langsung dari naskah

lontaraq dengan memilih bagian yang berhubungan dengan pertanian. Secara

keseluruhan naskah lontaraq ini berisi 22 bagian (prihal), Dalam penelitian ini,

yang objek penelitian adalah Prihal Pananrang Pertanian (allaongrumae)

terdapat pada halaman 11a - 26a dalam naskah lontaraq.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan

mengelompokkan data (Mahsun, 2005:229). Dalam penelitian ini diterapkan

teknik identifikasi semua data yang diperoleh. Adapun langkah-langkah yang

dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

i. Melakukan transkripsi (alih aksara teks) naskah lontaraq pananrang ke

dalam aksara latin, agar pembaca yang kurang memahami membaca

lontaraq pananrang dapat terbantu memahaminya;

ii. Menerjemahkan, dari bahasa lontaraq pananrang (bahasa Bugis) ke

bahasa Indonesia. Kosa katanya diterjemahkan kata per kata kemudian

dimodifikasi untuk menyesuaikan struktur sintaktisnya ke dalam kaidah-

kaidah bahasa Indonesia. Kata yang menurut peneliti tidak memiliki


41

padanan arti dalam bahasa Indonesia, maka kata tersebut tetap utuh

dimasukkan, dengan penanda tulisan miring;

iii. Mengumpulkan data berupa tanda dalam naskah tersurat dan tersirat

yang digunakan pada naskah lontaraq pananrang.

iv. Tanda yang diperoleh dalam naskah dianalisis dengan menggunakan

teori semiotika Pierce.

H. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis yaitu, hasil analisis data yang berupa temuan

penelitian sebagai jawaban atas masalah yang hendak dipecahkan, dan haruslah

disajikan dalam bentuk teori. Hasil analisis data yang berupa temuan penelitian

disajikan menggunakan metode formal dan metode informal (Mahsun, 2005:255).

Metode formal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data yang berupa

kedudukan, bentuk, makna dan fungsi lontaraq pananrang dalam masyarakat

Desa Lise. Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data yang

berupa kata-kata biasa dalam persepsi temuan peneliti. Langkah-langkah yang

dilakukan dalam penyajian analisis data ini dideskripsikan berdasarkan tujuan

dalam penelitian ini.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada sub bab analisis data ini, yang menjadi fokus adalah tanda yang

ditemukan melalui teks lontaraq pananrang. Jadi, tanda yang terdapat dalam

naskah lontaraq pananrang merupakan penanda yang dibangun atas penanda-

penanda dan petanda-petanda dalam satu kesatuan totalitas antara objek,

konteks, dan tanda linguistik yang membentuk satu makna. Dengan demikian

tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Tanda yang dimaksud dapat

berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, maupun yang bersifat verbal.

Lontaraq pananrang dalam kajian semiotika Pierce, terdapat dua aspek

yang harus kita amati yaitu indeks dan tanda. Tanda sendiri terdiri dari 2 kategori

yaitu sebagai penanda (bentuk) dan petanda (arti).

Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan

penyuntingan teks. Dalam menyunting naskah, ada beberapa aspek yang akan

disunting di antaranya: ejaan, tanda baca, diksi serta sistematika penulisannya.

Pemberian nomor halaman dalam naskah asli, tidak semuanya diberikan

nomor halaman. Nomor halaman ditulis pada halaman sebelah kanan saja

dengan posisi tengah atas sedangkan halaman sebelah kiri tidak ada penomoran

halaman (lihat lampiran naskah). Hal ini menyulitkan dalam pengkajian untuk

menentukan nomor halaman yang berada di sebelah kiri, sedangkan di sebelah

kiri terdapat juga teks naskah yang masih sambungan dari teks naskah yang

berada di sebelah kanan. Untuk itu dalam pengkajian pemberian nomor halaman

diberikan huruf ‘a’ dibelakang nomor dengan mengikuti nomor yang berada di
43

sebelah kanan. Contohnya: pada halaman sebelah kanan tertulis nomor halaman

14, maka halaman di sebelah kiri diberi nomor 14a.

Penjelasan atau uraian yang terkandung dalam naskah dibagi menurut

jumlah hari dalam satu bulan Masehi, akan tetapi dalam setiap bulan ada hari-

hari tertentu yang tidak memiliki uraian atau petunjuk, penulis naskah hanya

mengosongkan saja bagian tersebut tanpa ada penjelasan atau keterangan

penyebab hari tersebut tidak mempunyai petunjuk atau uraian, hal ini terdapat

pada bulan Januari tanggal 18, dan 30. Bulan Februari tanggal 29. Bulan Maret

tanggal 31. Bulan April tanggal 25, 26 dan 29. Bulan Mei tanggal 3, 9, 13, 15, 24,

dan 25. Bulan Juni tanggal 2, 9, 16, 17, 18, 19, 27, dan 30. Bulan Juli tanggal 3,

7, dan 13. Bulan Agustus tanggal 2, 6, 9, 17, 21, 23, 26 dan 31. Bulan

September tanggal 6, 13, dan 27. Bulan Oktober tanggal 7, 10, 16, 21, 22, 25,

27, dan 29. Bulan November tanggal 3, 4, 6, 15, 20, 21, 25, dan 30. Bulan

Desember tanggal 6, 15, dan 26. Secara keseluruhan ada 54 hari dalam satu

tahun Masehi kosong tanpa keterangan. Ada dua kemungkinan yang bisa kita

prediksi sehingga penulis naskah tidak mengisi uraian yang kosong yakni:

pertama memang dalam naskah asli tidak ada keterangan sama sekali, dan

Kedua penyalin tidak bisa membaca atau menyalin uraian tersebut karena

tulisannya kabur, tidak terbaca ataukan hilang sehingga penyalin memutuskan

untuk mengosongkannya.

Penggunaan fonem [ é ] di akhir kata ada dua macam, yaitu: ada yang

ditulis serangkai dan terpisah dari kata. Penulisan fonem [ é ] yang ditulis

serangkai dengan kata di depannya menandakan fonem [ é ] sebagai penegas

penamaan sesuatu dan partikel kata tersebut seperti walué, pattaugengngé, asé,

manre. Adapun yang ditulis terpisah merupakan penunjuk dan kata ganti

kepunyaan seperti kata manuq é, eleq é.


44

Passaleng Pannessaéngngi Bicaranna Pananrangngé Iyarégga Allaon rumaé


Prihal Pananrang atau Allaon rumae (pertanian)

1. djanuari 31 hari (bulan satu)


tgl Transkripsi Terjemahan
1 2 3
1 Natampulé watampataé, éppangngé, Natampulé watampataé ,éppangngé ,
4
madecéngngi ri tu, iyanaritu naompo akan baik, yaitu naompo
5 6
pannina manuq é ri arawéngngé, pannina manuq é di sore hari,
madecéng ri tarowang apeq. baik menanam kapas.
2 Bosi sibawa anging, narékko napéloq i Hujan disertai angin, kalau dikehendaki
Alla Taala. Allah swt.
7
3 Naompo pammatéraé ri éléq é, Naompo pammatéraé di waktu pagi,
bosi cinampe ri éléq é, madécéng ri hujan sebentar di pagi hari, baik
tarowang apeq lamé. menanam kapas dan ubi.
4 Bosi sibawa anging, napélopi Alla Hujan disertai angin, kalau dikehendaki
Taala. Allah swt.
5 Na engka bosi sibawa anging pong Ada hujan disertai angin sepanjang hari,
ngesso, anging makencang, bareq angin kencang, musim barat
matuna asenna. jelek namanya.
8 9
6 Naraddeq tanraé ri éléq é, limampenni Naraddeq tanraé di pagi hari, lima
bosinna, bareq aséra. malam hujan, musim barat sembilan.
10
7 Bosi tangassona palagunaé, majaq i Hujan tengah hari palagunaé , tidak baik
ripatettongeng bola, majaq toi ri mendirikan rumah,tidak baik juga
abottingeng. menikah.

1
Natampule, berasal dari kata ‘ulé’ artinya digotong, Jadi sesuatu yang berat sudah diangkat oleh
beberapa orang.
2
Watampatae, adalah istilah masyarakat Desa Lise untuk menandai sejenis jamur yang tumbuh
pada kotoran ternak
3
éppangngé, artinya lumpuh atau sesuatu yang pincang karena tidak seimbang
4
naompo, berasal dari kata ‘mompo’ artinya muncul, mendapat prefiks na yang menunjukkan
kepunyaan atau miliknya. Jadi kata na + mompo berarti munculkan diri atau
menampakkan diri
5
pannina, berasal dari kata ‘panni’ artinya sayap, mendapat tambahan sufiks na yang
menunjukkan kepunyaan atau miliknya. Jadi kata pannina berarti sayapnya.
6
Manuq é adalah ayam.
7
pammatéraé, artinya cahaya matahari pagi
8
Naraddeq, berasal dari kata ‘raddeq’ artinya diam, mendapat tambahan prefiks na yang
menunjukkan kepunyaan atau miliknya. Jadi kata naraddeq berarti berdiam diri.
9
tanraé, artinya Bintang Tiga
10
palagunaé, bulan Oktober. sebagian nama-nama bulan dalam Kalender Bugis diadopsi dari
nama-nama bulan dalam Kalender Hindu (Raffles, 1830). Nama-nama bulan berikut
jumlah hari dalam satu bulan yaitu : Sarowan (30 hari), Padrowanae (30 hari), Sajewi (30
hari), Pachekae (31 hari), Posae (31 hari), Mangaseran (32 hari), Mangasutewe (30
hari), Mangalompae (31 hari), Nayae (30 hari), Palagunae (30 hari), Besakai (30 hari),
dan Jetai (30 hari). Nama-nama bulan hasil adopsi dari Kalender Hindu adalah :
Sarowan (Srawana), Padrowanae (Bhadrawada), Sajewi (Asuji), Posae (Pausa),
Mangaseran (Margasira), Palagunae (Phalguna), Besakai (Waisakha), dan Jetai
(Jyaistha)..
45

11
8 Bosi, nakkatenni éppangngé, Hujan, nakkatenni éppangngé,
napélopi Alla taala. kalau dikehendaki Allah swt.
9 Nakkatenni éppangngé ri éléq é, Nakkatenni éppangngé di pagi hari, hujan
bosi maserroi, iyana ri aseng bareq deras, inilah yang dinamakan barat
aséra. Sembilan.
10 Bosi, macekkéq marakko, Hujan, dingin kering,
napélopi Alla taala. kalau dikehendaki Allah swt.
11 Bosi patampenni, Hujan empat malam,
12
nawellampajungngé, madécéng ri nawellampajungngé baik
tarowang wisésa, seppulo wenninna menanam padi, Sepuluh malam
bosi, jajiyang anaq maupeq i, hujan, melahirkan anakakan mujur,
13
mompo i tékko sorowé ri éléq é. muncul tékko-sorowe di pagi hari.
12 Nano binéna matoaé Turun benihnya yang tua
ri léko boddo. di belokan pendek.
13 Naripano binéna kokowé, Turun benihnya juragan,
14
karaéngngé,naraddeq pampuléna. bangsawan, naraddeq pampuléna
14 Naraddeq pampuléna tanraé ri éléq é. Naraddeq pampuléna tanraé di pagi hari.
15 Nanoq binéna galung beta é, ri Turun benihnya sawah penampung air, ri
15
gananangngi ri ageq napijékkowé. gananangngi ri age napijékkowé .
16
16 Naraddeq panni ataunna manuq é, Naraddeq panni ataunna manuq é,
17
madécéngngi, waseng kékona. baik, waseng kékona .
17 Nangiri jéqnéq kéboq na bareq é, Berhembus air putihnya musim barat,
naleppessang wakkangeng terlepas pangkuan
ri tana mangkasa. di tanah Makassar
18 -
18 19
19 Nakkampaé walué. Nakkampaé walué

20 Dingingcekké marakko, narékko Dingin menyengat kering, kalau


najajiyangngi anaq maponcoi sungeq melahirkan anak pendek umurnya,
na, narékko malampé i sogi i. kalau berumur panjang akan kaya
20
21 Mampulé i éppangngé, walué, Mampuléi éppangngé, walué,
madécéng ri taroang wisésa, iyamato ri baik menanam padi, atau dikatakan La
21
aseng La Mangkagulu madécénna iriq Mangkagulu baiknya hembusan angin
22
anging pijékkowé, aséra wenninna bosi. pijékkowé , sembilan malam hujan

11
Nakkatenni, berasal dari kata ‘katenni’ artinya pegang, mendapat tambahan prefiks na yang
menunjukkan kepunyaan atau miliknya. Jadi kata nakkatenni berarti memegang.
12
nawellampajungngé […]
13
tékko sorowé, berasal dari kata tékko (bajak) dan sorong (dorong). Jadi alat bajak sorong
tradisional
14
pampuléna, artinya tangkainya
15
ri gananangngi ri ageq napijékkowé […]
16
ataunna, berasal dari kata ‘atau’ artinya kanan, mendapat tambahan sufiks na yang
menunjukkan kepunyaan atau miliknya. Jadi kata ataunna berarti kanannya.
17
waseng kékona […]
18
Nakkampaé, berasal dari kata ‘ampae’ artinya raih, mendapat sufiks na yang menunjukkan
kepunyaan atau miliknya. Jadi kata Nakkampaé berarti meraih.
19
walué, istri tanraé
20
Mampuléi, lihat Natampule
21
La Mangkagulu, nama yang diberikan untuk kejadian Mampuléi éppangé walué
46

23
22 Nammula makkatenni woromporongngé Nammula makkatenni woromporong-
24
ri arawéngngé, bosi mapparuwaé, ngé di sore hari, hujan menggenangi,
napélopi Alla taala. kalau dikehendaki Allah swt.
23 - -
25
24 Nangkangulu walué, madécéng ri Nangkangulu walué, baik
tarowang apeq, bosi tellu ngesso. menanam kapas, hujan tiga hari
26
25 Nakkalipuq si woromporongngé ri Nakkalipuq lagi woromporongngé di
arawéngngé. sore hari.
27
26 Natangasso woromporongngé ri Natangasso woromporongngé pada
arawéngngé, naraddeq panninna sore hari, tenang panninna
manuq é ri éléq é, narékko engka manuq é di pagi hari, kalau ada
nakenna lasa, déq tettuwona. diserang penyakit, akan hidup
27 Natabbaru cinnaé, nangkangulu tau Terlintas keinginan, pakai bantal orang
28
samaé, walué, naléppé biasa, walué naléppé
woromporongngé, tellumpenni bosi woromporongngé, tiga malam hujan
insya Allah insya Allah
29
28 Nabbulé kasé woromporongngé, na Nabbulé kasé woromporongngé,
bosi, insya allah. hujan, Insya Allah
29 Nakkalipuq si walué. Nakkalipuq lagi walué
30 -
30
31 Nakkarateng walué ri éléq é. Nakkarateng walué di pagi hari.

2. Pebruari 28-29 Hari (Bulan Dua)


tgl Transkripsi Terjemahan
31
1 Natalloseq walué. Natalloseq walué.
2 Nabbulé kasé walué, madécéng ri Nabbulé kasé walué, baik
attanengeng lamé apeq tebbu. menanam ubi, kapas dan tebu.
32
3 Natappettaq walué. Natappettaq walué
4 Bareq siuleng, Musim barat satu bulan,
manuq é mpawai. manuq é yang menanggung
5 Naraddeq pannina manuq é ri éléq é, Naraddeq pannina manuq é di pagi hari,
33
iyamato ri aseng mawosongngé. atau dinamakan mawosongngé
34 35
6 Mula makkatenniwi wara-waraé, Awal makkatenniwi wara-waraé ,

22
pijékkowé, [...].
23
Nammula, artinya mulai.
24
woromporongngé, bahasa Bugis. Bintang Tujuh
25
nangkangulu, artinya berbaring dengan menggunakan alas kepala
26
Nakkalipuq, artinya menyatu
27
Natangasso, berasal dari kata ‘tangasso’ artinya tengah hari, mendapat prefiks na yang
menunjukkan kepunyaan atau miliknya. Jadi kata Natangasso berarti posisinya berada
pada tengah hari.
28
naléppé, artinya melepaskan diri.
29
Nabbulé kasé, artinya kuping padi.
30
Nakkarateng, artinya posisi puncak.
31
Natalloseq, lihat naléppé
32
Natappettaq, artinya terpental
33
mawosongé, nama yang berikan pada posisi tanda diam sayapnya ayam di waktu pagi
47

majaq i. tidak baik.


36
7 Ibida makkeda tengnga ibida mengatakan pertengahan
baréq ni. musim Barat.
8 Nakkatenni wara-waraé, macekkéq Nakkatenni wara-waraé, dingin
marakko, narékko engka bosi, mawellai kering, kalau ada hujan, subur tanam
taneng-tanengngé, insya Allah. tanaman,Insya Allah.
9 Nakkalipuq si wara-waraé, majaq i. Nakkalipuq lagi wara-waraé, tidak baik.
10 Natangasso wara-waraé ri arawéngngé, Natangasso wara-waraé pada sore hari,
makerreq i, iyana ri aseng keramat, inilah yang dinamakan
37
lamakkanré api asenna. La Makkanre Api namanya
38
11 Natalléppé wara-waraé. Natalléppé wara-waraé.
12 Nabbulé kasé wara-waraé, nakkotiq Nabbulé kasé wara-waraé, mengambil
walué, madécéngngi ri winruseng walué, baik membuat
paréwa pakkaja. alat nelayan.
39
13 Nakkotiq walué, madécéngngi ri Nakkotiq walué, baik
attanengeng aladi, makessittowi ri menanam Aladi, baik juga
winruseng paréwa pakkaja. membuat peralatan nelayan.
14 Lino Dunia
15 Ibida makkeda tengnga baréq ni, Ibida mengatakan pertengahan musim
nakkatenni pampuléna tanraé, iyamo ri barat, nakkatenni pampuléna tanraé, dia
olowé, arawéngngé. juga di awal sore hari.
16 Narékko engka bosi, makessingngi Kalau ada hujan, baik
pattaungengngé. musim tanam tahunan.
17 Macekkéq rica, narékko engka bosi, Dingin basah, kalau ada hujan,
madécéngngi laongrumaé. baik bertani.
18 Narékko bosiwi tanra madécéngngi Kalau hujan pertanda baik
pattaungengngé, iyakiya majaq i ri musim tanam tahunan, akan tetapi tidak
laoang dangkang. baik pergi berdagang
19 Nampulé tanraé, madécéng ri tarowang Nampulé tanraé, baik menanam
wisésa, iyamato ri aseng mattékké, padi, ia juga dikatakan berbundal,
40
nakkatenni watanna tanraé. nakkatenni watanna tanraé.
20 Nakkatenni watanna tanraé. Nakkatenni watanna tanraé.
41 42
21 Nawessoq awerangngé, madécéng ri Nawessoq awerangngé , baik
taroang apeq asé. menanam kapas dan padi.
22 Natangasso pampuléna tanraé ri Natangasso pampuléna tanraé
arawéngngé, tanraé mo ri olowé, sore hari,tanda yang depan,

34
makkatenniwi, lihat nakkatenni
35
wara-waraé diartikan bara-bara, apabila kelihatan warna merah dikaki langit / cakrawala seperti
obor, siang hari banyak hembusan angin tidak terarah, hawa pengap, dan kering.
36
ibida, […]
37
La Makkanre Api, nama yang diberikan pada tanda dengan posisi Tengah hari wara-waraé pada
waktu sore, keramat.
38
Natalléppé, lihat naléppé.
39
Nakkotiq, artinya mengambil sesuatu yang dalam.
40
watanna, artinya tubuh.
41
Nawessoq, […]
42
awerangngé, nama salah satu jenis rumput yang sering tumbuh di lahan persawahan.
48

43
mappatécai wara-waraé, madécéng ri mappatécai wara-waraé, baik
taroang wisésa. menanam padi.
23 Natangasso pampuléna tanraé ri Natangasso pampuléna tanraé
arawéngngé, tanraé mo ri olowé. sore hari, tanraé di depan
44
24 Nacidoro walué, madécéng Nacidoro walué, baik
45
atimanurung. atimanurung
25 Iyanaé naseng mangkasa é Inilah yang dikatakan orang Makassar
baréq tengnga, natangasso musim barat tengah, natangasso
pampuléna tanraé ri éléq é. pampuléna tanraé pagi hari.
26 Nammula makkatenni tanraé ri Nammula makkatenni tanraé di
arawéngngé. sore hari.
27 Natangasso pampuléna ri arawéngngé Natangasso pampuléna sore hari
nadapi ri oloé. sampai di depan.
28 Nakkatenni tanraé. Nakkatenni tanraé.
29 -
3. Maret 31 Hari (Bulan Tiga)
tgl Transkripsi Terjemahan
46
1 Nakkalipuq pampuléna tanraé, bosi Nakkalipuq pampuléna tanraé, hujan
mapparuwaé, natangasso tanraé menggenangi, natangasso tanraé
ri arawéngngé. di sore hari.
2 Natangasso tanraé ri arawéngngé, Natangasso tanraé di sore hari,
naompo watampataé ri arawéngngé, muncul watampataé sore hari,
iyana riaséng La Madduwi ini yang dikatakan La Madduwi
47
La Makkasolang Solang La Makkasolang Solang
tia temmakkasolang. pasti merusak.
3 Natalloséq tanraé ri arawéngngé, Natalloséq tanraé di sore hari,
madécéngngi, agi-agi ri madécéngeng baik, apa saja yang dianggap baik akan
manengngi ritu. baik semuanya.
4 Nabbulé kasé watanna tanraé, Nabbulé kasé watanna tanraé,
madécéng ri taroang lengnga. baik menanam wijen.
5 Bosi anging, napélopi Alla taala. Hujan angin, kalau dikehendaki Allah swt.
6 Natangasso tanraé nadapi ri monrié, Natangasso tanraé sampai di akhir,
ri arawéngngé. di sore hari.
48
7 Bosi tangassona lambarué. Hujan tengah harinya lambarué .
8 Bosi anging bareq daya, Hujan Angin Musim Barat Daya,
makkampaé hurupu api, anré api, mengambil huruf api, kebakaran,
napélopi Alla ta ala. kalau dikehendaki Allah swt.
9 Ibida makkeda madécéngngi essoé, Ibida mengatakan hari baik,
nakkatenni pampuléna tanraé nakkatenni pampuléna tanraé

43
mappatécai, […]
44
nacidoro, berjalan sambil membungkuk dengan bertambahnya usia.
45
atimanurung, […]
46
pangiléna, artinya pertimbangan.
47
La Maduwi La Makkasolang Solang, nama yang diberikan pada posisi tanda Tengah hari tanda
di waktu sore muncul watampataé waktu sore.
48
lambarué, nama layang-layang yang berukuran besar yang dikendalikan oleh seutas tali.
49

ri monrié. di belakang.
10 Natangasso pampuléna tanraé Natangasso pampuléna tanraé
ri monrié, madécéngngi ri taroang di belakang, baik menanam
lengnga. wijen.
11 Bosi anging maserro, ulé kasé na, Hujan angin besar, ulé kaséna,
pampuléna tanraé ri monrié. pampuléna tanraé di belakang.
12 Bosi anging maserro, napélopi Alla Hujan angin besar, kalau dikehendaki
aala. Allah swt.
13 Bosi anging silaoang bareq é, timoro Hujan angin disertai musim barat, Musim
enneng essona. timur enam hari.
49
14 Nauga awerrangngé, bosi, madécéng ri Berbunga pohon awerangngé , hujan,
tarowang wisésa, namaputé tanraé ri baik menanam padi, warna putih tanraé
monrié. di belakangnya.
15 Lino. Dunia.
16 Lino. Dunia.
17 Bosi bisakai ri tu, madécéngngi ri tu. Hujan lebat, baik.
18 Nakkatenni essoé, iyana ri aseng La Nakkatenni hari, yang dinamakan La
Mattanété Lampé, iyatona ri aseng La Mattanété Lampé,ini juga di katakan La
Maccinta Golla, iyatona ri aseng Maccinta Golla, ini juga dikatakan
Tudang Sicabbirusennai tanraé, Tudang Sicabbirusennai tanraé,
50
madécéng ritarowang wisésa. baik menanam padi .
19 mula makkatenniwi manuq é. awal makkatenniwi manuq é.
20 Bosi pella marakko, narékko engka Hujan panas kering, kalau ada
bosi, anging timo darai, malomoi hujan, angin timur darah, gampang
makkanré apié rilaleng mpanuwa, kebakaran dalam kampung,
madécéng ri attanengeng. baik untuk menanam.
21 Nattengnga bittara essoé lao maniang. Pertengahan langit matahari ke utara.
22 Natangasso pannina manuq é, Natangasso pannina manuq é,
51
iyana ri aseng La Puruasu, ini yang dinamakan La Puruasu ,
makerre tellungesso. keramat tiga hari.
52
23 Bosi, iyana riaseng La Wessona Hujan, ini yang dikatakan La Wessona
bawang. saja.
24 Bosi paddunuéngngi ungana Hujan yang menggugurkan bunga
53
canagorié, awerangngé, canagorié , awerangngé, ini yang
54
iyana ri aseng La Massajang Rennu. di namakan La Massajang Rennu .
25 Timoro enneng essona. Musim timur enam hari.
26 Nakkalipuq si manuq é, Nakkalipuq si manuq é,

49
awerangngé, tumbuhan tinggi, berduri yang sering tumbuh di lahan persawahan.
50
La Mattanété Lampé, La Maccinta Golla atau Tudang Sicabbirusennai , nama yang diberikan
pada musim tanam padi yang baik menanam padi.
51
La Puruasu, nama yang diberikan pada tanda tengah hari sayapnya ayam
52
La Wessona, nama yang diberikan pada hujan tanggal 23 Maret.
53
canagorié, sejenis tanaman mirip pohon bongsai
54
La Massajang Rennu, nama yang diberikan pada hujan yang menggugurkan bunga canagorié,
awerangngé
50

27 Natangasso watanna manuq é, Natangasso watanna manuq é,


nattulekkeng watampataé, bosi. bersandar di tangan watampataé, hujan.
28 Natalléppé watanna manuq é. Natalléppé watanna manuq é.
29 Nabbulé kasé watanna manuq é, bosi Nabbulé kasé watanna manuq é, hujan
maserro ri tana mangkasa. deras di tanah Makassar.
30 Nabbulé kasé manuq é. Nabbulé kasé manuq é.
31 - -
4. April 30 Hari (uleng Eppa)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Nattulekkéng walué. Nattulekkeng walué.
2 Narituju mata essoé lao manorang, Kelihatan matahari menuju ke selatan,
nammula mabbombang, nakkatenni awal bergelombang, nakkatenni
manuq é, yana riaseng La manuq é, ini yang dikatakan La
55
Temmabbombang asenna. Temmabbombang namanya.
3 Namammula makatenni pannina manuq Namula makkatenni pannina manuq é,
é, seppulo tellu wenninna bosi, tigabelas malam hujan,
madécéng ri taroang wisésa. baik menanam padi.
4 Nakkatenni watampataé ri éléq é. Nakkatenni watampataé pagi hari.
5 Natangasso pannina manuq é ri Natangasso pannina manuq é
arawéngngé, iyanaritu maojangngé. sore hari, yaitu mubazir.
6 Nammula siosso pananrangngé awal tumpang tindihnya ramalan
ri arawéngngé. sore hari.
7 Nabbulé kasé pannina manuq é, Nabulé kasé pannina manuq é,
bosi insya Allah. hujan.insya Allah.
8 Bosi narékko napéloi Alla ta ala. Hujan kalau dikehendaki Allah swt.
9 Bosi narékko napéloi Alla ta ala. Hujan kalau dikehendaki Allah swt.
10 Bosi narékko napéloi Alla ta ala. Hujan kalau dikehendaki Allah swt.
56
11 Nalabu watampataé ri éléq é. Nalabu watampataé pagi hari.
12 Hurupu api. Huruf api.
13 Mallomo bukkangngé. Kepiting berisi.
14 Mallomo bukkangngé. Kepiting berisi.
15 Bosi maserro, napélopi Alla ta ala. Hujan deras, kalau dikehendaki Allah swt.
16 Majaq i ri patettongeng bola, tenri Tidak baik mendirikan rumah dan
abottingeng. perkawinan.
17 Bosi maserro ri éléq é, napélopi Hujan deras pagi hari, kalau dikehendaki
Alla taala. Allah swt.
18 Bosi paccingiéngngi mutiaraé, bosi Hujan yang membersihkan mutiara, hujan
pancajiéngngi mutiaraé ri tasiq é. yang menjadikan mutiara di laut.

55
La Temmabbombang, nama yang diberikan kepada peristiwa Kelihatan matahari menuju ke
selatan, artinya air di sawah sudah tidak beriak lagi.
56
Nalabu, berasal dari kata ‘labu artinya tenggelam, mendapat prefiks na yang menunjukkan ke-
punyaan atau miliknya. Jadi kata Nalabu berarti menunjuk ke sesuatu yang tenggelam.
51

19 Pella marakko sipa, narékko engka timo Panas kering, kalau ada angin timur
mangiri bosi, madécéng dingin sekali hujan, baik musim tanam
pattaungengngé, labai padangkangngé. tahunan, beruntung pedagang.
20 Narékko timo namangiri, silaoang Kalau musim timur menggigil, disertai
bosi, madécéngngi wisésaé ri tana hujan, akan baik padi di tanah
mangkasa. Makassar.
21 Naraddeq walué ri éléq é. Naraddeq walué pagi hari.
22 Nakkotiq walué, madécéng ri winruseng Nakkotiq walué,baik membuat
paréwa pakkaja. peralatan nelayan.
23 Mattulekkengngi éppangngé, bosi Mattulekkengi éppangngé, hujan
madécéng, Insya Allah. baik, insya Allah.
57 58
24 Tappasaq i éppangngé, raddeq i Tappasaq i éppangngé, raddeq i
woromporongngé orai. woromporongngé sebelah Barat.
25 - -
26 - -
27 Raddeq i woromporongngé, nallomo Raddeq i woromporongngé, berisi
bukkangngé, madécéng ri attanengeng. kepiting, baik untuk menanam.
28 Tappasaq i éppangngé, tellumpenniwi Tappasaq i éppangngé, tiga malam
bosinna. hujannya.
29 - -
59
30 Naubbaq lambarué. Naubbaq lambarué.
5. Mei 31 Hari (Bulan lima)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Naraddeq éppangngé ri éléq é, bosi, naraddeq éppangngé pagi hari, hujan,
majaq i ri attaneng-tanengeng, naompo tidak baik menanam, naompo
tékko sorowé. tékko sorowé.
60
2 La Wa Pananrang asenna, majaq i La Wa Pananrang namanya, tidak baik
riappamulai wisésa, makapai. memulai menanam padi, hampa.
3 - -
4 bosi maserro, napélopi Alla ta ala. Hujan deras, kalau dikehendaki Allah swt.
5 Nalabu walué. Nalabu walué.
6 Anginna para. Angin para.
61
7 Nappadalawa walué. Nappadalawa walué.
8 Tappasaq i walué. Tappasaq i walué.
9 - -
62
10 Ibida makkeda, iyanaé mulabongeng Ibida mengatakan, inilah Mulabongeng
asenna. namanya.

57
Tappasaq, artinya tertancap atau tertanam.
58
Raddeq i, lihat naraddeq.
59
Naubbaq, artinya muncul.
60
La Wa Pananrang, nama yang diberikan peristiwa tanggal 2 Mei.
61
Nappadalawa, artinya sama jarak
62
Mulabongeng, nama yang diberikan kejadian pada tanggal 10 Mei.
52

11 Naraddeq wara-waraé ri arawéngngé, Naraddeq wara-waraé sore hari,


bosi, napélopi Alla ta ala. hujan,kalau dikehendaki Allah swt
12 Jujungngi wittowengngé, narékko engka Menjunjung Bintang, kalau ada
bosi, madécéngngi pattaungengngé, hujan, baik musim tanam tahunan,
malawang buana ajukajungngé ri tana kurang buahnya pohon kayu di tanah
ogi, rogiwi padangkang battowaé. Bugis, rugi pedagang besar.
13 - -
63
14 Mattulekkengngi walué. Mattulekkengngi walué.
15 - -
16 Caroboi. Banyak.
17 Caroboi alau ri éléq é, naompo Kebanyakan timur pagi hari, naompo
woromporongngé. woromporongngé.
18 Nabosi mapparuwaé, naonro uaé tasiq hujan menggenangi, tinggal air laut,
é, woromporongngé. woromporongngé.
19 Madécéng ri tarowang wisésa, ri Baik menanam padi,
attanengeng, makessingri patettongeng menanam, baik juga mendirikan
bola. rumah.
20 Bosi, napélopi Alla ta ala, Hujan, kalau dikehendaki Allah swt.
21 Naraddeq walué ri éléq é, madécéng Naraddeq walué pagi hari, baik
ri taroang lengnga, ri attanengeng otti, menanam wijen, menanam pasang dan
asé. padi.
22 Naraddeq pampuléna tanraé ri oleo, Naraddeq pampuléna tanraé di depan,
nakkampaé woromporongngé ri éléq é, nakkampaé woromporongngé pagi hari,
madécéngngi ri abottingeng. baik untuk perkawinan.
64
23 Nakkadéra woromporongngé, Nakkadéra woromporongngé,
madécéng ri taroang, madecéng ri baik menanam dan baik
abottingeng. menikah.
24 - -
25 - -
26 Naraddeq pampuléna tanraé nadapi ri Naraddeq pampuléna tanraé sampai ke
oleo, madécéngngi, bosi, depan, pertanda baik, hujan,
napélopi Alla ta ala. kalau dikehendaki Allah swt.
27 Nallomo sipina bukkangngé, Berisi penjepit kepiting, tiga malam hujan,
tellumpenniwi bosi, napélopi Alla ta ala. kalau dikehendaki Allah swt.
28 Bosi mapparuwaé, Hujan menggenangi,
napélopi Alla ta ala. kalau dikehendaki Allah swt.
29 Nallomo bukkangngé. Berisi kepiting.
30 Nangirri anginna woromporongngé ri Bertiup angin woromporongngé di
éléq é. pagi hari.
31 Naraddeq watanna tanraé ri Naraddeq watanna tanraé di
arawéngngé. sore hari.

63
Mattulekkengngi, artinya bersandar bertumpu pada tangan.
64
Nakkadéra, artinya duduk di kursi.
53

6. Juni 30 Hari (Bulan enam)


tgl Transkripsi Terjemahan
1 Majaq i essoé ri patettongeng bola, Tidak baik hari ini mendirikan rumah,
malomo nanré api, masitta toi gampang di makan api, cepat juga
maté punnana bola, majaq toi meninggal yang punya rumah, tidak baik
ri abbolang. membangun rumah.
2 - -
3 Nallomo bukkangngé, majaq i Berisi kepiting, tidak baik
ri sompereng. merantau.
4 Naraddeq pampuléna tanraé nadapi ri Naraddeq pampuléna tanraé sampai ke
monrié. belakang.
5 Natangasso watampataé ri éléq é, Natangasso watampataé pagi hari,
majaq i ri taroang wisésa. tidak baik menanam padi.
6 Nallomo bukkangngé. Berisi kepiting.
7 Bosi mapparuwaé. Hujan menggenangi.
8 Naraddeq pampuléna tanraé po Naraddeq pampuléna tanraé yang
ri monrié, nallomo bukkangngé. dibelakang, berisi kepiting.
9 - -
65
10 Nallomo bukkangngé, nangilé Beisi kepiting, nangilé
66
masapiyé, nammula makkatenni masapiyé , nammula makkatenni
watampataé, narékko bosiwi, mattimo watampatangé, kalau hujan, musim timur
lemmai. lemah.
11 Nangilé masapiyé, nabosi mapparuwaé. Nangilé masapiyé, hujan menggenangi.
12 Naompo pampuléna tanraé matti ri Naompo pampuléna tanraé nanti di
oloé, majaq i ri taroang wisésa. depan, tidak baik menanam padi
13 Narékko madécéngngi laowanna Kalau baik jalannya musim tanam
pattaungengngé, najajiang ana maupeq tahunan, melahirkan anak beruntung,
i, narékko déq nabosi, majaq i. kalau tidak ada hujan, tidak baik.
14 Naompo walué ri éléq é. Naompo walué pagi hari.
15 Nappémmaliangngi ogié lao mabéla Pamalinya orang Bugis pergi jauh
mala api. mengambil api.
16 - -
17 - -
18 - -
19 - -
20 Naompo wara-waraé ri éléq é, Naompo wara-waraé pagi hari,
naraddéq pannina manuq é ri éléq é. naraddeq pannina manuq é pagi hari.
21 Narékko bosiwi mattimo lemmai, Kalau hujan musim timur lemah,
masigaq i mompo bareq é, narékko cepat muncul musim barat, kalau
najajiangngi ana maupeq i, melahirkan anak beruntung,
ri abottingeng. melaksanakan pernikahan.

65
nangilé, lihat pangilé, artinya memilih.
66
masapiyé, salah satu jenis ikan tawar.
54

22 Narékko bosiwi maéga tau malasa ri Kalau hujan banyak orang sakit di
lalenna kampongngé. dalam kampung.
23 Naggangka essoé lao maniang, Sampai matahari ke utara,
madécéng ri abbolang. baik membangun rumah.
24 Naompo pampuléna tanraé nadapi ri naompo pampuléna tanraé sampai di
olowé. depan.
25 Naraddeq watanna manuq é ri Naraddeq watanna manuq é
arawéngngé, nakkaraténg walué ri di sore hari, nakkarateng walué
arawéngngé. di sore hari.
26 Nakkaraténg walué, leppeq toni bosi Nakkarateng walué, berakhir pula hujan
marajaé. besar.
27 - ...
28 Naompo pampuléna tanraé Naompo pampuléna tanraé yang
porimonrié, ri éléq é, iyana belakangan pagi hari, inilah yang
riaseng esso Arung Mangkauq i dikatakan hari Arung Mangkauq i
asenna, bosi mapparuwaé namanya, hujan menggenangi
napélopi Alla ta ala. kalau dikehendaki Allah swt.
29 Bosi mapparuwaé, napélopi Hujan menggenangi, kalau dikehendaki
Alla ta ala. Allah swt.
30 - -
7. Djuli 31 Hari (Bulan Tujuh)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Majaq i essoé, mapeq i anginna sibawa Tidak baik hari ini, banyak anginnya dan
bosinna. hujannya
2 Madécénni essoé, agi-agi ripogau Baik hari ini, apa saja dikerjakan
madécéng manengngi ritu, nakkampaé baik semuanya, nakkampaé
tanraé ri éléq é, narékko nasitujuangngi tanraé pagi hari, kalau bertepatan
juma i tipuwi ulengngé, maserro hari Jumat bulan purnama, pertanda
madécéngngi. sangat baik.
3 - -
4 Napaita tanraé ri éléq é, bosi Kelihatan tanraé pagi hari, hujan
mapparuwaé, anging timo mangiri. menggenangi, angin timur dingin.
67
5 Pajung éppangngé, naraddeq panni Pajung éppangngé, naraddeq panni
ataunna manuq é ri arawéngngé. ataunna manuq é sore hari.
6 Nammula mangideng balawoé. Awal ngidamnya tikus.
7 - -
8 Bosi maserro maraja mapparuwaé, Hujan sangat deras menggenangi,
napélopi Alla ta ala. kalau kehendak Allah swt.
9 Bosi caroboi alau ri éléq é. Hujan banyak di timur pagi hari.
10 Naompo pannina manuq é riéléq é, naompo pannina manuq é pagi hari,
nappémmaliangngi ogi é lao mabéla pamalinya orang bugis pergi jauh
mala api. mengambil api.
11 Hurupu api. Huruf api.

67
Pajung, artinya payung.
55

12 Bosi maserro napélopi Alla ta ala. Hujan deras kalau dikehendaki Allah swt.
13 - -
14 Bosi pellang marakko, narékko bosiwi Hujan terik-kering, kalau hujan pertanda
madécéngngi pattaungengngé, maéga baik musim tanam tahunan, banyak anak
ana orowané jaji, narékko déq na bosi, laki-laki lahir, kalau tidak hujan,
maéga tau malasa. banyak orang sakit
15 Hurupu api, anré api, naompo manuq é Huruf api, kebakaran, naompo manuq é
ri éléq é, caroboi. pagi hari, banyak.
16 Bosi majaq i essoé, élona mua Hujan tidak baik hari ini, kehendaknya
Alla ta ala jaji. Allah swt. yang jadi.
17 Madécéngngi ri patettongeng bola, baik mendirikan rumah,
makessittoi ri abottingeng. baik juga menikah.
18 Madécéngngi essoé ri attaneng- Baik hari ini menanam tanaman
tanengeng asé, tennanréwi dongi. padi, tidak dimakan burung pipit.
19 Bosi napélopi Alla ta ala. Hujan kalau dikehendaki Allah swt.
20 Nairita manuq é ri éléq é, bosi caroboi. kelihatan manuq é pagi hari, hujan deras.
21 Bosi napélopi Alla ta ala. Hujan kalau dikehendakiAllah swt.
22 Narékko bosiwi madécéngngi Kalau hujan akan baik
pattaungengngé. musim tanam tahunan.
23 Hurupu api, anré api, élona mua Alla Huruf api, kebakaran, kalau dikehendaki
taala Allah swt.
24 Nakkalipuq si walué. Nakkalipuq si walué.
25 Naompo éléq é pannina manuq é, Muncul pagi pannina manuq é,
68
Mapettu Tampani asenna, iyamato Mapettu Tampani namanya, ia juga
69
ri aseng La Mattoanging. dinamakan La Mattoanging .
26 Natangasso lambarué. Natangasso lambarué.
27 Bosi wellang kesso. Hujan terik matahari.
28 Majaq i tau samaé, arungngé wedding Tidak baik orang biasa, bangsawan saja
laowangngi. boleh melakukan.
29 Napaita manuq é ri éléq é, iyanaro Kelihatan manuq é pagi hari, waktu itu
naunga kamairiyé. berbunga pohon kemiri.
30 Natangasso tékko sorowé ri éléq é, natangasso tékko sorowé pagi hari,
majaq i ritu tidak baik.
31 Natangasso lambarué, bosi. Natangasso lambarué, hujan.
8. Agustus 31 Hari (Bulan Delapan)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Narékko engka tau nakenna lasa, Kalau ada orang diserang penyakit,
maserroi lasanna. parah penyakitnya.
2 - -
3 Natapettaq walué, majaq i ri Natappettaq walué, tidak baik
attanengeng, agi-agi ri pogau, majaq menanam, apa saja dikerjakan, tidak baik

68
Mapettu Tampani, artinya memutuskan sewa
69
La Mattoanging, nama lain yang diberikan dari Mapettu Tampani
56

manengi ritu. semua.


4 Ibida makkeda tengnga timoni, Ibida mengatakan tengah musim timur,
bosi insya Allah. hujan insya Allah
5 Nangiri angingngé pong ri olowé, Bertiup angin sebelumnya,
bosi insya allah. hujan Insya Allah
6 - -
7 Nakkampaé woromporongngé ri éléq é, nakkampaé woromporongngé pagi hari,
makessing ri taroang buwé, pungatoni baik menanam kacang hijau, berbunga
70
raddaq é, bosi, juga pohon Raddaq é , hujan,
insya allah. insya Allah.
8 Bosi, ibida makkeda tengnga Hujan, ibida mengatakan pertengahan
timoni. musim timur.
9 - -
10 Nammula makkatenni woromporong- Awal makkatenni woromporongngé,
ngé, naunga kawu-kawué. berbunga pohon kapuk.
11 Hurupu api, anré api napélopi Huruf api, kebakaran, kalau dikehendaki
Alla taala. Allah swt.
12 Hurupu api, anré api, napélopi Huruf api kebakaran kalau dikehendaki
Alla ta ala. Allah swt.
13 Nakkalipuq si woromporongngé ri éléq é. Nakkalipuq si woromporongngé pagi hari.
14 Natangasso woromporongngé ri éléq é, Natangasso woromporongngé pagi hari,
nappammula uwaé putéwé. berawalnya air putih.
15 Natalléppé woromporongngé, iyamato ri Natalléppé woromporongngé, ini yang
aseng talloseq, iyana ésso dinamakan talloseq, inilah hari
namatéyangngé nabi isa alaihi salamé. wafatnya Nabi Isa Alaihi Salam.
16 Nabbulé kasé woromporongngé, Nabbulé kasé woromporongngé,
makessing ri taroang buwé, pungatoni baik menanam kacang hijau, berbunga
paowé, bosi. pohon mangga, hujan
17 - ...
18 Madécéng ri patettongeng bola, Baik mendirikan rumah,
makessitto ri abottingeng. baik juga menikah.
19 Nakkalipuq si woromporongngé. Nakkalipuq si woromporongngé,
20 talloseq ni woromporongngé. Talloseq ni woromporongngé,
21 - -
22 Nakkampaé wara-waraé. Nakkampaé wara-waraé
23 - -
24 Narékko engka anging iyarégga bosi, Kalau ada angin atau hujan,
madécéngngi pattaungengngé. baik musim tanam tahunan.
25 Nakkatenni wara-waraé, narékko Nakkatenni wara-waraé, kalau
najajiyangi anaq maponcoq i. melahir anak akan pendek.
26 - -
27 Bosi maserro, nakkalipuq si Hujan deras, nakkalipuq si

70
Raddaq é, nama salah satu jenis pohon.
57

wara-waraé. wara-waraé
28 Natangasso wara-waraé ri éléq é, Natangasso wara-waraé pagi hari,
makerreq i, iyana ri aseng La Makanré keramat, inilah dinamakan La Makkanre
Api asenna, raddeq toni watampataé, api namanya, raddeq toni watampataé,
bosi napélopi Alla ta ala. hujan kalau dikehendaki Allah swt.
29 Natalléppé wara-waraé, iyamato ri Natalléppé wara-waraé, ia juga
aseng talloseq. dinamakan talloseq.
30 Nabbulé kasé wara-waraé, iyamato ri Nabulé kasé wara-waraé, ia juga
aseng talloséq. dinamakan talloseq.
31 - -
9. September 30 Hari (Bulan Sembilan)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Bosi maserro, napélopi Alla ta ala. Hujan deras, kalau dikehendaki Allah swt.
2 Nabbulé kasé wara-waraé ri éléq é. Nabulé kasé wara-waraé pagi hari.
3 Bosi massero, naraddeq watampataé ri Hujan deras, naraddeq watampataé di
arawéngngé. sore hari.
4 Bosi panecci. Hujan gerimis.
5 Nammula maraja pasangngé. Awal besarnya pasang.
6 - -
7 Naompo wara-waraé, La Kamallise Naompo wara-waraé, La Kamallise
asenna. asenna.
8 Naraddeq eppangnge ri arawengnge, Naraddeq éppangngé sore hari,
majaq i. tidak baik.
9 Naraddeq éppangngé ri arawéngngé . Naraddeq éppangngé sore hari.
10 Natangasso pampuléna tanraé pong ri Natangasso pampuléna tanraé
olowé. . sebelumnya.
11 Nakkampaé tanraé ri éléq é. Nakkampaé tanraé pagi hari.
12 Nakkampaé tanraé, anré api. Nakkampaé tanraé, kebakaran.
13 - -
14 Naleppe uwaé putéwé, nappammula Lepas air putih awal
makkatenni tanraé, natangasso makkatenni tanraé, natangasso
pampuléna nadapi ri olowé, pampuléna sampai di depan,
bosi insya allah. hujan insya Allah.
15 Lino, nakkatenni tanraé ri éléq é, Dunia, nakkatenni tanraé pagi hari,
madécéng. baik.
16 Massaddani guttu é ri puttanangngé. Terasa guntur di daratan.
17 Nakkalipuq si tanraé. Nakkalipuq si tanraé.
18 Natangasso tanraé ri éléq é, makerreq i, Natangasso tanraé pagi hari, keramat,
La Mapatuddu La Makasolang Solang La Mapatuddu La Makkasolang solang
tiya temmakasolang. pasti merusak.
19 Natalléppé tanraé, iyamato riaseng Natalléppé tanraé, ia juga dinamakan
talloseq. talloseq.
58

71
20 ulé kasé wi watanna tanraé. ulé kasé wi watanna tanraé.
21 nakkatenni essoé lao manorang, na ri Nakkatenni hari ke selatan, dinamakan
aseng La Maccinta golla, iyamato ri La Maccinta golla, atau dinamakan
aseng tudang sicabbirusennai tanraé, Tudang Sicabbirusennai tanraé,
naleppena esso makerreq é, berakhir hari keramat,
mattanété lampé. Mattanété Lampé.
22 Natangasso pampuléna tanraé ri Natangasso pampuléna tanraé di
monrié, madécéngngi nadapi belakang, baik sampai
pampuléna. pampuléna.
23 Narékko aréwéngngi timo mangirri, Kalau sore Timur menggigil, termasuk
tengngalowangngi bareq é. pertengahan musim Barat.
24 Nattengnga bittara matanna essoé lao Pertengahan langit matahari ke
72
maniyang, pancarobani asenna. Utara, Pancaroba namanya.
25 Natangasso pampuléna watampataé ri Natangasso pampuléna watampataé di
munrié, madécéngngi essoé, esso belakang, baik hari ini, hari
Arung Mangkauq i asenna. Arung Mangkauq i namanya.
26 Nairi anging ri aréwéngnge, naengka Angin bertiup di sore hari, ada puting
laso anging sibawa balippuru. beliung berserta angin berputar-putar
27 - -
28 Nappulé tanraé, manuq é, ri éléq é. Nappulé tanraé, manuq é, pagi hari.
29 Nammula makkatenni pannina manuq é Nammula makkatenni pannina manuq é
ri aréwéngnge, madécéngngi. di sore hari, baik
30 Nammula massadda guttu é, bareq i, Awal terdengarnya guntur, musim barat,
malomoi sigajang tauwé. sering saling menikam orang.
10. Oktobér 31 Hari (Bulan Sepuluh)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Narékko araba i natéyakeng to borro é, Kalau hari Rabu diniatkan orang
tanra madécéngngi pattaungengngé, sombong, pertanda baik Musim tanam
sawéi sining buwa-buwa é, labai tahunan, banyak semua jenis buah-
padangkangngé . buahan, beruntung pedagang.
2 Nattaneng gandong tauwé ri tana araq, Menanam gandung orang di tanah Arab,
nakkalipuq si pannina manuq é ri nakkalipuq si pannina manuq é di
éléq é. pagi hari.
3 Natangasso pannina manuq é ri Natangasso pannina manuq é
arawéngngé, ri éléq é, madécéngngi sore hari, pagi hari, akan baik,
73
ritu, latemmaukkeng asenna, iyamato ri La Temmaukkeng namanya, sering
aseng latellusapana po é juga dinamakan La Tellu Sapana Po é
74
pangngé ri éléq é. Pangngé pagi hari.
4 Naléppé pannina manuq é. Naléppé pannina manuq é.
5 Ulé kaséwi pannina manuq é . Ule kasewi pannina manuq é.
6 Narituju mata na matanna essoé Kelihatan jelas matahari

71
ulé kasé wi, lihat nabbulé kasé
72
Pancaroba, nama yang diberikan pada peristiwa Pertengahan langit matahari ke Utara. Arti
menurut KBBI adalah peralihan antara musim kemarau dan musim hujan
73
La Temmaukkeng, nama yang diberikan natangasso pannina manuq é waktu sore, waktu pagi.
74
La Tellu Sapana Po é Pangngé, lihat La Temmaukkeng
59

nallempu lao ri aseq, madécéngngi ri lurus ke atas, baik


attanengeng kaluku. menanam kelapa.
7 - -
8 Madécéngngi essoé, majaq i essoé. Baik hari ini, jelek hari ini.
9 Mula makkatenniwi manuq é. Mula makkatenniwi manuq é.
10 - -
11 Bosi maserro arawéngngé. Hujan deras sore hari.
12 Bosi maserro arawéngngé, nakkalipuq Hujan deras sore hari, nakkalipuq si
si watanna manuq é . watanna manuq é.
13 Natangasso watanna manuq é ri éléq é, Natangasso watanna manuq é pagi hari,
nari aseng La Massajang Rennu. dinamakan La Massajang Rennu.
14 Naléppé manuq é ri éléq é, iyamuto ri Nalléppé manuq é pagi hari, ia juga
aseng talloseq, narékko magiri i bareq dinamakan talloseq, kalau bertiup Musim
é, maserroi bareq é. barat pertanda, panjang musim barat.
15 Ulé kaséwi watanna manuq é. Ule kasewi watanna manuq é.
16 - -
17 Nakkalipuq si watanna manuq é . Nakkalipuq si watanna manuq é,
18 Natangasso pannina manuq é, La Natangasso pannina manuq é, La
75
Sakkatemme asenna. Sakkatemme namanya
19 Bosi, napélopi Alla ta ala. Hujan, kalau dikehendaki Allah swt.
20 Ulé kaséwi watanna tanraé. Ule kasewi watanna tanraé.
21 - -
22 - -
23 Natangasso pannina manuq é, La Natangasso pannina manuq é, La
Sakkatemme asenna. Sakkatemme namanya
24 Narékko mangiri i angingngé baliq-baliq, Kalau dingin angin bolak balik, tidak
temmaserroi bosi, éloq napa Alla ta ala. deras hujan, kalau dikehendaki Allah swt.
25 - -
26 Madécéng ri attanengeng. Baik untuk menanam.
27 - -
28 Naompo walué ri éléq é . Naompo walué pagi hari.
29 Nammula makkatenni pannina manuq é Nammula makkatenni pannina manuq é
ri arawéngngé, madécéngngi. sore hari, baik.
30 Bosi mpunoéngngi taneng-tanengnge. Hujan yang membunuh tanam-tanaman.
76
31 Pabbowonna walué, madécéngngi ri Pabbowonna walué, baik menanam
attaneng-tanengeng anu mabbuwa. tanaman yang berbuah.
11. Nopember 30 Hari (Bulan Sebelas)
tgl Transkripsi Terjemahan
77
1 Tudang lancéngngi walué ri éléq é, Tudang lancéngngi walué pagi hari,

75
La Sakkatemme, nama yang diberikan pada posisi natangasso pannina manuq é
76
Pabbowonna, artinya penutup.
60

madécéngngi ri attaneng-tanengeng. baik untuk menanam.


2 Narékko bosiwi na déq anging iyarégga Kalau hujan tidak ada angin atau tidak
déq i bosinna, mompo i bareq é. ada hujannya, akan muncul musim Barat.
3 - -
4 - -
5 Tudang lancéngngi walué. Tudang lancéngngi walué.
6 - -
7 naompo walué ri arawéngngé, naompo walué sore hari, akan baik
madécéngngi ritu ri attanengeng kaluku, menanam kelapa, kalau lepas lagi,
narékko leppeq si, timo magiri si. musim timur dingin lagi.
8 Majaq i essoé. Tidak baik hari ini.
9 Bosi maserro, majaq i essoé. Hujan deras, baik hari ini.
10 Bosi maserro, tanengennai Hujan deras, waktunya menanam
gandongngé ri tana araq. gandum di tanah Arab.
11 Bosi maserro ri arawéngngé. Hujan deras sore hari.
12 Makéssing ri attanengeng. Baik untuk menanam.
78
13 Nacamalawa walué, Nacamalawa walué, waktu
79
tanengennai bettengngé, buwéwé, menanamnya bettengngé , kacang hijau,
bosi maserroi, napélopi Alla ta ala . hujan deras, kalau dikehendaki Allah swt.
14 Bosi passuéngngi uganna Hujan yang mengeluarkan bunganya
déya é, pitumpenni pitungesso. ilalang, tujuh malam tujuh hari.
15 - -
80
16 Magasettiwi, isagadi tinja ripalesso, déq Magasettiwi , kecuali nazar dilakukan,
tona gaga ri laowang, bareq tellu, tidak ada harapan, musim barat tiga,
pallawangeng seppulo lima. diantarai limabelas.
17 Naraddeq lambarué, tellumpenni bosi, Naraddeq lambarué, tiga malam hujan,
timo mangiri. musim timur dingin.
18 Nangiri bareq tellu, lambarué, naengka Bertiup musim Barat tiga, lambarué, ada
anging maraja mpawai. angin besar yang menunjang.
19 Naompo pampuléna tanraé pong ri Naompo pampuléna tanraé di depan,
olowé, ri arawéngngé, nanoq binéna sore hari, turun benihnya bangsawan,
karaéngngé, tarowannai buwé é, waktu tanamnya kacang hijau,
ri ompoq é, ri buluq é. di lahan dan di gunung.
20 - -

77
Tudang lancéngngi, nama yang diberikan untuk waktu baik menanam
78
Nacamalawa, lihat nappadalawa
79
bettengngé, rumput yang menyerupai padi, buahnya dijadikan sebagai pakan burung.
80
Magasettiwi, bulan Juli. sebagian nama-nama bulan dalam Kalender Bugis diadopsi dari nama-
nama bulan dalam Kalender Hindu (Raffles, 1830). Nama-nama bulan berikut jumlah
hari dalam satu bulan yaitu : Sarowan (30 hari), Padrowanae (30 hari), Sajewi (30 hari),
Pachekae (31 hari), Posae (31 hari), Mangaseran (32 hari), Mangasutewe (30 hari),
Mangalompae (31 hari), Nayae (30 hari), Palagunae (30 hari), Besakai (30 hari), dan
Jetai (30 hari). Nama-nama bulan hasil adopsi dari Kalender Hindu adalah : Sarowan
(Srawana), Padrowanae (Bhadrawada), Sajewi (Asuji), Posae (Pausa), Mangaseran
(Margasira), Palagunae (Phalguna), Besakai (Waisakha), dan Jetai (Jyaistha).
61

21 - -
22 Maggattung genranni woromporongngé, Menggantung gendang woromporong-
narékko engka anging sibawa bosi, ngé, kalau ada angin dan hujan, pertanda
tanra maponcoi bareq é ri tana laireng. pendek musim barat di tanah kelahiran.
23 Naompo pampuléna tanraé, najajiyang Naompo pampuléna tanraé, melahirkan
anaq mabuwajai. anak akan rakus.
81
24 Isidoro makkeda bosi marajai. Isidoro mengatakan hujan deras
25 - -
26 Naompo tanraé arawéngngé, Naompo tanraé sore hari, tiga malam
tellumpenni bosinna, mawasai walué, hujannya, besar walué, tidak baik
majaq i ri taroang wisésa, tenri bbolang, menanam padi, tidak membangun rumah,
tenri abottigeng, majaq manengngi. tidak menikah, tidak baik semua.
27 Mawasai walué. Besar walué.
28 Maputéwi essoé lao manorang, mawéq Putih matahari ke Selatan, sudah dekat
ni walué, tellumpenni bosi, walué, tiga malam hujan, kalau
napélopi Alla ta ala. dikehendaki Allah swt.
29 Tappettaq ni woromporongngé, majaq i Tappettaq ni woromporongngé, tidak baik
ri ala areddékeng pakéyang. membuat pakaian.
30 - -
12. Desember 31 Hari (Bulan duabelas)
tgl Transkripsi Terjemahan
1 Naompo pampuléna tanraé ri éléq é, Muncul pampulena tanrae pagi hari,
nadapi ri matanréwé ri arawéngngé, sampai di ketinggian sore hari, di antarai
pallawangeng seppulo lima, bareq lima, limabelas, musim barat lima,
woromporongngé mpawai. woromporongngé yang tanggung.
2 Naraddeq woromporongngé ri éléq é, Naraddeq woromporongngé pagi hari,
madécéng ri attaneng-tanengeng baik menanam
wisésa, mula bareq i, duaratu padi, mula musim barat, duaratus
wenninna, nainappai mangiri, malam, kemudian dingin,
madécéng ri taroang taneng-taneng, baik menanam tanaman-tanaman,
nennia anu mabbuwa, majaq i ri atau yang berbuah, tidak baik
abbolang. membangun rumah.
3 Mula maddupa toni walué. Awal pengenalan walué.
4 Bosi arawéngngé, naompo pampuléna Hujan sore hari, naompo pampuléna
tanraé pong ri monrié, ri arawéngngé. tanraé di belakang, sore hari.
5 Naompo pampuléna pong ri monrié, ri Naompo pampuléna di belakang,
arawéngngé. sore hari.
6 - -
7 Bosi arawéngngé, napélopi Alla ta ala. Hujan sore, kalau dikehendaki Allah swt.
8 Mawá si walué, majaq i ri taroang Kurang baik walué, tidak baik menanam
wisésa, tennanréwi punnaé wisésa. padi, tidak dimakan pemilik padi.
9 Bosi, napélopi Alla taala. Hujan, kalau dikehendakiAllah swt.
10 Bosi paddunuéngngi unganna Hujan yang menggugurkan bunga
canagorié. Canagorie.

81
Isidoro, […] .
62

11 Bosi maserro. Hujan deras.


12 Naompo pannina manuq é ri Naompo pannina manuq é di
wattangngé, ri arawéngngé, bosi Barat, sore hari, hujan
madécéng, najajiyang anaq masémpoi baik, melahirkan anak murah
dalléq na. rejekinya.
13 Nacadellé walué, bosi. Nacadellé walué,hujan.
14 Bosi lempu napélopi Alla taala. Hujan biasa kalau dikehendaki Allah swt.
15 - -
16 Bosi, bareq pitu pallawangeng, Hujan, Musim barat tujuh antaranya,
wara-waraé mpawai. wara-waraé yang tanggung.
17 Naraddeq wara-waraé ri éléq é, Naraddeq wara-waraé pagi hari,
limampenniwi bosinna, naompo pannina lima malam, hujan, naompo pannina
manuq é ri arawéngngé, manuq é sore hari,
82
esso talléwi asenna. hari talléwi namanya.
18 Nacadellé walué, nagiri anging Nacadellé walué, bertiup angin
woromporongngé pitumpenni. woromporongngé tujuh malam.
83
19 Naripanoq binéna sappa é ri léko Diturunkannya benih sappaé di léko
84
boddo. boddo .
20 Bosi, napélopi Alla taala. Hujan, kalau dikehendaki Allah swt.
21 Pella marakko, narékko najajiyangngi Panas kering, kalau ada melahir anak
anaq waraniwi, iya kiya kasi-asiwi. akan berani, tetapi miskin.
22 Natangasso watampataé, naq gangka Tengah hari watampataé, sampai
laona essoé lao manorang. jalannya matahari menuju ke Selatan.
23 Nacaddoro walué, nagiri cinampe bareq Nacaddoro walué, berhembus sebentar
é, madécéngngi. musim barat, baik.
24 Bosi, napélopi Alla taala. Hujan, kalau dikehendaki Allah swt.
25 esso najajiyangngi nabi isa alaihi Hari kelahiran Nabi Isa alaihi salam, baik
salamé, madécéngngi essoé, nagiri hari ini, bertiup angin, hujan, kalau
angingngé, nabosi, élonapa Alla taala. dikehendaki Allah swt.
26 - -
27 Naompo pannina manuq é ri Muncul sayapnya manuq é di
arawéngngé, iyana ri aseng La sore hari, ini yang dinamakan La
Mattowanging. Mattoanging.
28 Nacaddoro walué, pajatoni Nacaddoro walué, berhenti
laowanna buéwé. waktu tanamnya kacang hijau.
29 Bosi anging, napélopi Alla taala. Hujan angin, kalau dikehendaki Allah swt.
30 Bosi anging napélopi Alla ta ala. Hujan angin kalau kehendak Allah swt.
85
31 Natallaga tanraé, madécéng ritaroang Natallaga tanraé, baik menanam
kaluku, makessi to ri tarowang lame kelapa, baik juga menanam ubi
jawa. Jawa.

82
talléwi, nama yang diberikan pada kejadian lima malam hujan tanggal 17 Desember, artinya
muncul.
83
sappaé, nama yang diberikan pada sawah berdasarkan bentuknya persegi empat.
84
léngkong boddo, nama yang diberikan pada letak dan posisi sawah .
85
Natallaga, artinya terhalang.
63

Berdasarkan hasil transkripsi dan terjemahan di atas, maka teknik

pustaka yang digunakan untuk menganalisis isi naskah dalam menentukan

“tanda” yang menjadi data primer penelitian. Cara yang dilakukan dengan

menyimak kemudian mencatat teks-teks yang berkaitan dengan tanda-tanda.

Proses mengatur urutan tanda dilakukan dengan mengurutkan

berdasarkan bagian yang dipilih sebagai objek penelitian dalam naskah. Data

yang berupa tanda yang terpilih, dianalisis dengan menggunakan pembacaan

intensif kemudian mencatat keseringan penggunaan tanda-tanda linguistik

dalam naskah lontaraq pananrang. Pembacaan intensif yang dilakukan ini

merupakan salah satu cara kerja penelitian kualitatif untuk menginterpretasikan

teks naskah secara referensial lewat tanda-tanda linguistik.

Pada bagian lontaraq pananrang atau allaong rumang (lontaraq yang

berhubungan dengan masalah pertanian), tanda yang ditemukan diurutkan

berdasarkan bulan yang dikaji berdasarkan jumlah hari dalam bulan tersebut.

Mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember. Ada beberapa tanda yang

digunakan berulang, dalam artian tanda yang digunakan pada bulan tertentu

digunakan pula pada bulan lainnya. Peneliti menyatukan tanda yang sama

dalam melakukan penelitian ini. Peneliti lebih awal melihat tanda yang muncul

setiap bulan, kemudian dikelompokkan. Hal ini dilakukan agar penjelasan tiap

tanda tidak terjadi tumpang tindih. Adapun tanda yang ditemukan sebagai

berikut:
64

pslE pnEseaGi bicrn pnReG aiyerg alaoRumea


pasaleng pannessaengi bicaranna pananrangnge iyaregga allaonrumae
Prihal yang menjelaskan pananrang atau allaon rumae

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. ntPuel wtPtea eapeG ...u natampulé watampataé éppangngé …
naoPo pnin mnuea ... naompo pannina manuq é
2. - -
3. naoPo pmetrea ... naompo pammatéraé
4. - -
5. - -
6. nrdE tRea ... naraddeq tanraé ...
7. ... plgunea ... ... palagunaé
8. ...i nktEni eapeG ... ... nakkatenni éppangngé
9. nktEni eapeG ... ... nakkatenni éppangngé
10. - -
11. ...nwElPjueG ... etkosoroew... nawellampajungngé ... tékko sorowé
12. - -
13. ...pPueln ... pampuléna
14. nrdE pPueln tRea ... naraddeq pampuléna tanraé
15. - -
16. ... pni ataun mnuea ... ... panni ataunna manuq é
17. - -
18. - -
19. nkPea wliew nakkampaé walué
20. - -
21. mPuelai eapeG wluea ... mampuléi éppangngé walué …
piejkoew ... pijékkowé
22. ...i woroPoroeG ... ... woromporongngé
23. - -
24. nKGulu wliea ... ... nangkangulu walué
25. nklipusi woroPoroeG ... ... nakkalipuq si woromporongngé
26. ... woroPoroeG ... ... woromporongngé…
nrdE pnin mnuea ... naraddeq pannina manuq é
27. ... wluew ... woroPoroeG ... ... walué … woromporongngé
28. nbuelkes woroPoroeG ... nabbulé kasé woromporongngé ...
29. nklipusi wliea nakkalipuq si walué
30. - -
31. nkrtE wliea ... nakkarateng walué ...
65

Bulan 2. Pebruari 28-29 Hari (aulEduw) uleng duwa

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. ntlosE wluew natalloseq walué
2. nbuelkes wluw ... nabbulé kasé walué
3. ntpEt wluew natappettaq walué
4. ... mnuea ... manuq é
5. ... pnin mnuea ... pannina manuq é …
6. ... wrwrea ... wara-waraé
7. - -
8. nktEni wrwrea ... nakkatenni wara-waraé
9. nklipusi wrwrea ... nakkalipuq si wara-waraé
10. ntGso wrwrea ... natangasso wara-waraé
11. ntelep wrwrea natalléppé wara-waraé
12. nbuelkes wrwrea nkoti nabbulé kasé wara-waraé nakkotiq
wliew ... walué
13. nkoti wliew ... nakkotiq walué
14. - -
15. nktEni pPueln tRea.. nakkatenni pampuléna tanraé
16. - -
17. - -
18. - -
19. nPuel tRea ... nampulé tanraé …
wtn tRea watanna tanraé
20. nktEni wtn tRea nakkatenni watanna tanraé
21. nwEso awEreG ... nawesso awerangngé
22. ntGso pPueln tRea ... natangasso pampuléna tanraé …
mpetcai wrwrea ... mappatécai wara-waraé
23. ntGso pPueln tRea ... natangasso pampuléna tanraé
24. ncidoro wluew ... nacidoro walué
25. ... pPueln tRea ... pampuléna tanraé
26. ...mktEni tRea ... makkatenni tanraé
27. ... pPueln ... pampuléna
28. nktEni tRea nakkatenni tanraé
29. - -
66

Bulan 3. Maret 31 Hari (aulEtElu) uleng tellu

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. nklipu pPueln tRea ... nakkalipuq pampuléna tanraé
2. ntGso tRea ... natangasso tanraé …
wtPtea… watampataé
3. ntlosE tRea ... natalloseq tanraé
4. nbuelkes wtn tRea ... nabbulé kasé watanna tanraé
5. - -
6. ntGso tRea ... natangasso tanraé
7. ... lbruew lambarué
8. - -
9. nktEni pPueln tRea ... nakkatenni pampuléna tanraé
10. ntGso pPieln tRea ... natangasso pampuléna tanraé
11. ... auel kesn pPieln tRea ulé kasé na pampuléna tanraé
12. - -
13. - -
14. - -
15. - -
16. - -
17. - -
18. tRea tanraé
19. ...i mnuea manuq é
20. - -
21. - -
22. ... pnin mnuea ... pannina manuq é …
23. - -
24. - -
25. - -
26. nklipusi mnuea nakkalipuq si manuq é
27. ... wtn mnuea ntulEkE watanna manuq é nattulekkeng
wtPtea ... watampataé
28. - -
29. nbuelkes wtn mnuea ... nabbulé kasé watanna manuq é
30. nbuelkes mnuea nabbulé kasé manuq é
31. - -
67

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. ntulEkE wluea nattulekkeng walué
2. ... nktEni mnuea ... nakkatenni manuq é
3. nmulmktEni pnin mnuea ... nammula makkatenni pannina manuq é
4. nktEni wtPtea ... nakkatenni watampataé
5. ntGso pnin mnuea ... natangasso pannina manuq é
6. - -
7. nbuelkes pnin mnuea ... nabbulé kasé pannina manuq é
8. - -
9. - -
10. - -
11. nlbu wtPtea ... nalabu watampataé
12. - -
13. - -
14. - -
15. - -
16. - -
17. - -
18. - -
19. - -
20. - -
21. nrdE wluew ... naraddeq walué
22. nkoti wluew ... nakkotiq walué
23. mtulEkEGi eapeG ... nattulekkengi éppangngé
24. tpsai eapeG ...i tappasaq i éppangngé …
woroPoroeG woromporongngé

25. - -
26. - -
27. rdEai woroPoroeG... raddeq i woromporongngé
28. tpsai eapeG ... tappasaq i éppangngé
29. - -
30. naub lbruew. naubbaq lambarué
68

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. nrdE eapeG ... etkosoroew. naraddeq éppangngé … tékko sorowé
2. - -
3. - -
4. - -
5. nlbu wluew nalabu walué
6. - -
7. npdlw wluew nappadalawa walué
8. tpsai wluew walué
9. - -
10. - -
11. nrdE wrwrea ... naraddeq wara-waraé
12. - -
13. - -
14. mtulEkEGi wluew nattulekkeng walué
15. - -
16. - -
17. ... naoPo woroPoroeG naompo woromporongngé
18. woroPoroeG woromporongngé
19. - -
20. - -
21. nrdE wluew ... naraddeq walué
22. nrdE pPueln tRea ... naraddeq pampuléna tanraé
23. nkedr woroPoroeG ... nakkadéra woromporongngé
24. - -
25. - -
26. nrdE pPueln tRea ... naraddeq pampuléna tanraé
27. - -
28. - -
29. - -
30. ... woroPoroeG ... woromporongngé
31. nrdE wtn tRea ... naraddeq watanna tanraé
69

Bulan 6. Juni 30 Hari (aulEaEnE) uleng enneng

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. - -
2. - -
3. - -
4. nrdE pPueln tRea ... naraddeq pampuléna tanraé
5. ntGso wtPtea ... natangasso watampataé
6. - -
7. - -
8. nrdE pPueln tRea ... naraddeq pampuléna tanraé
9. - -
10. nmulmktEni wtPtea ...i nammula makkatenni watampataé …
11. - -
12. naoPo pPieln tRea ... naompo pampuléna tanraé
13. - -
14. naoPo wluew naompo walué
15. - -
16. - -
17. - -
18. - -
19. - -
20. naoPo wrwrea ... naompo wara-waraé …
nrdE pnin mnuea ... naraddeq pannina manuq é
21. - -
22. - -
23. - -
24. naoPo pPieln tRea ... naompo pampuléna tanraé
25. ... wtn mnuea ... watanna manuq é …
nkrtE wluew ... nakkarateng walué
26. nkrtE wluew ... nakkarateng walué
27. - -
28. ... pPueln tRea pampuléna tanraé
29. - -
30. - -
70

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. - -
2. ... nkPea tRea ... nakkampaé tanraé
3. - -
4. - -
5. pju eapeG nrdE pni pajung éppangngé naraddeq panni
ataun mnuea ... ataunna manuq é
6. - -
7. - -
8. - -
9. - -
10. naoPo pnin mnuea ... naompo pannina manuq é
11. - -
12. - -
13. - -
14. - -
15. - -
16. - -
17. - -
18. - -
19. - -
20. - -
21. - -
22. - -
23. - -
24. nklipusi wluew nakkalipuq si walué
25. ... pnin mnuea ... pannina manuq é …
26. ntGso lbruew natangasso lambarué
27. - -
28. - -
29. npait mnuea ... napaita manuq é
30. ntGso etkosoroew ... natangasso tékko sorowé
31. ntGso lbruew ... natangasso lambarué
71

Bulan 8. Agustus 31 Hari (aulEaruw) uleng aruwa

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. - -
2. - -
3. ntpEt wluew ... natappettaq walué
4. - -
5. - -
6. - -
7. nkPea woroPoroeG ... nakkampaé woromporongngé
8. - -
9. - -
10. ... mktEni woroPoroeG ... makkatenni woromporongngé
11. - -
12. - -
13. nklipusi woroPoroeG ... nakkalipusiq woromporongngé
14. ntGso woroPoroeG ... natangasso woromporongngé
15. ntelep woroPoroeG ... natalléppé woromporongngé …
tlosE ... talloseq
16. nbuelkes woroPoroeG ... nabbulé kasé woromporongngé
17. - -
18. - -
19. nklipusi woroPoroeG nakkalipuq si woromporongngé
20. tlosEni woroPoroeG talloseq ni woromporongngé
21. - -
22. nkPea wrwrea nakkampaé wara-waraé
23. - -
24. - -
25. nktEni wrwrea ... nakkatenni wara-waraé
26. - -
27. ... nklipusi wrwrea. nakkalipuq si wara-waraé
28. ntGso wrwrea ... rdEtoni natangasso wara-waraé …
wtPtea ... raddeq toni watampataé
29. ntelep wrwrea ... tlosE. natalléppé wara-waraé … talloseq
30. nbuelkes wrwrea ... tlosE. nabbulé kasé wara-waraé … talloseq
31. - -
72

Bulan 9. September 30 Hari (aulEaesr) uleng asera

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. - -
2. nbuelkes wrwrea ... nabbulé kasé wara-waraé
3. ...nrdE wtPtea ... naraddeq watampataé
4. - -
5. - -
6. - -
7. naoPo wrwrea naompo wara-waraé
8. ... eapeG ... éppangngé
9. ... eapeG ... éppangngé
10. ntGso pPueln tRea ... natangasso pampuléna tanraé
11. nkPea tRea ... nakkampaé tanraé
12. nkPea tRea ... nakkampaé tanraé
13. - -
14. ... mktEni tRea ... makkatenni tanraé
15. ... nktEni tRea ... makkatenni tanraé
16. - -
17. nklipusi tRea nakkalipuq si tanraé
18. ntGso tRea ... natangasso tanraé
19. ntelep tRea ...tlosE natalléppé tanraé
20. auelkeswi wtn tRea ulé kasé wi watanna tanraé
21. - -
22. ntGso pPueln tRea ...i natangasso pampuléna tanraé …
pPueln pampuléna
23. - -
24. - -
25. ... pPueln wtPtea ... pampuléna watampataé …
26. - -
27. - -
28. npuel tRea mnuea ... nampulé manuq é tanraé
29. ... mktEni pnin mnuea ... makkatenni pannina manuq é
31. - -
73

Bulan 10. Oktober 31 Hari (aulEsEpulo) uleng seppulo

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. - -
2. ... nklipusi pnin mnuea ... nakkalipuq si pannina manuq é
3. ntGso pnin mnuea ... natangasso pannina manuq é …
4. nelep pnin mnuea naléppé pannina manuq é
5. auelkeswi pnin mnuea ulé kasé wi pannina manuq é
6. - -
7. - -
8. - -
9. mulmktEniwi mnuea mula makkatenniwi manuq é
10. - -
11. - -
12. ... nklipusi wtn mnuea nakkalipuq si watanna manuq é
13. ntGso wtn mnuea ... natangasso watanna manuq é
14. nelep mnuea ... tlosE, ... nalléppé manuq é … talloseq
15. auelkeswi wtn mnuea. ulé kasé wi watanna manuq é
16. - -
17. nklipusi wtn mnuea. nakkalipuq si watanna manuq é
18. ntGso pnin mnuea natangasso pannina manuq é
19. - -
20. auelkeswi wtn tRea ulé kasé wi watanna tanraé
21. - -
22. - -
23. ntGso pnin mnuea natangasso pannina manuq é
24. - -
25. - -
26. - -
27. - -
28. naoPo wluew ... naompo walué
29. ... mktEni pnin mnuea ... makkatenni pannina manuq é
30. - -
31. pbowon wluew ... pabbowonna walué
74

Bulan 11. Nopember 30 Hari (aulEsEpulo esdi) uleng seppulo séddi

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. wluew ... walué
2. - -
3. - -
4. - -
5. wluew walué
6. - -
7. naoPo wluew ... naompo walué
8. - -
9. - -
10. - -
11. - -
12. - -
13. ncmlw wluew ... nacamalawa walué
14. - -
15. - -
16. - -
17. nrdE lbruew ... naraddeq lambarué
18. ... lbruea ... lambarué
19. naoPo pPueln tRea ... naompo pampuléna tanraé
20. - -
21. - -
22. ...i woroPoroeG ... woromporongngé
23. naoPo pPieln tRea ... naompo pampuléna tanraé
24. - -
25. - -
26. naoPo tRea ... wluew ... naompo tanraé … walué
27. - -
28. - -
29. ...i woroPoroeG ... woromporongngé
30. - -
75

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo duwa

Tgl tanda yang digunakan Transkripsi


1. ... pPueln tRea ... pampulena tanrae …
woroPoroeG ... woromporongngé
2. nrdE woroPoroeG ... naraddeq woromporongngé
3. ... wluew. walué
4. ... pPueln tRea ... pampuléna tanraé
5. - -
6. - -
7. - -
8. ... wluew ... walué
9. - -
10. - -
11. - -
12. ... pnin mnuea ... pannina manuq é
13. ncmEel wluew ... nacaddoro walué
14. - -
15. - -
16. ... wrwrea ... wara-waraé
17. ...wrwrea ... wara-waraé
18. ncdEel wluew ... nacadellé walué …
woroPoroeG. woromporongngé
19. - -
20 - -
21 - -
22. ... wtPtea ... watampataé
23. ncdoro wluew ... nacaddoro walué
24. - -
25. - -
26. - -
27. ... pnin mnuea ... pannina manuq é …
28. ncdoro wluew ... nacaddoro walué
29. - -
30. - -
31. ntlg tRea ... natallaga tanraé

halaman naskah 11a - 25a


76

Hasil penelusuran kemunculan masing-masing tanda yang terjadi dalam

setahun dapat disederhanakan ke dalam bentuk bagan sebagai berikut:

I. éppang = 11 kali muncul dalam setahun

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal lontaraq Transkripsi


1. ntPuel eapeG natampulé éppangngé
8. nktEni eapeG nakkatenni éppangngé
9. nktEni eapeG nakkatenni éppangngé

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tanggal lontaraq Transkripsi


23. mtulEkEGi eapeG mattulekkengngi éppangngé
24. tpsai eapeG tappasaq i éppangngé
28. tpsai eapeG tappasaq i éppangngé

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tanggal lontaraq Transkripsi


1. nrdE eapeG naraddeq éppangngé

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tanggal lontaraq Transkripsi


5. pju eapeG nrdE pajung éppangngé

Bulan 9. September 30 Hari (aulEaesr) uleng aséra

Tanggal Lontaraq Transkripsi


8. nrdE eapeG naraddeq éppangngé
9. nrdE eapeG naraddeq éppangngé
77

II. lambarué = 6 kali digunakan

Bulan 3. Maret 31 Hari (aulEtElu) uleng tellu

Tanggal lontaraq Transkripsi


7. tGson lbruew tangassona lambarué

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tanggal lontaraq Transkripsi


30. naub lbruew naubbaq lambarué

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tanggal lontaraq Transkripsi


26. ntGso lbruew natangasso lambarué
31. ntGso lbruew natangasso lambarué

Bulan 11. Nopember 30 Hari (aulEsEpulo esdi) uleng seppulo séddi

Tanggal lontaraq Transkripsi


17. nrdE lbruew naraddeq lambarué
18. lbruea lambarué

III. manuq é = 38 kali digunakan

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal lontaraq Transkripsi


1. naoPo pnin mnuea Naompo pannina manuq é
16. nrdE pni ataun Naraddeq panni ataunna
mnuea manuq é
26. nrdE pnin mnuea Naraddeq pannina manuq é

Bulan 2. Pebruari 28-29 Hari (aulEduw) uleng duwa

Tanggal lontaraq Transkripsi


4. mnuea Manuq é
5. nrdE pnin mnuea Naraddeq pannina manuq é

78

Bulan 3. Maret 31 Hari (aulEtElu) uleng tellu

Tanggal lontaraq Transkripsi


19. mktEniwi mnuea Makkatenniwi manuq é
22. ntGso pnin mnuea Natangasso pannina manuq
é…
26. nklipusi mnuea Nakkalipuq si manuq é
27. wtn mnuea Natangasso watanna manuq
é
29. nbuelkes wtn mnuea Nabbulé kasé watanna
manuq é
30. nbuelkes mnuea Nabbulé kasé manuq é

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tanggal lontaraq Transkripsi


2. nktEni mnuea Nakkatenni manuq é
3. nmulmktEni pnin Nammula makkatenni
mnuea pannina
manuq é
5. ntGso pnin mnuea Natangasso pannina manuq
é
7. nbuelkes pnin mnuea Nabbulé kasé pannina
manuq é

Bulan 6. Juni 30 Hari (aulEaEnE) uleng enneng

Tanggal lontaraq Transkripsi


20. nrdE pnin mnuea Naraddeq pannina manuq é
25. nrdE wtn mnuea Naraddeq watanna manuq é

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tanggal lontaraq Transkripsi


5. nrdE pniataun Naraddeq panni ataunna
mnuea manuq é
10. naoPo pnin mnuea Naompo pannina manuq é
25. pnin mnuea Pannina manuq é …
29. npait mnuea Napaita manuq é
79

Bulan 9. September 30 Hari (aulEaesr) uleng aséra

Tanggal lontaraq Transkripsi


28. npuel tRea mnuea Nampulé tanraé manuq é
29. nmul mktEni Nammula makkatenni
pnin mnuea pannina manuq é

Bulan 10. Oktober 31 Hari (aulEsEpulo) uleng seppulo

Tanggal lontaraq Transkripsi


2. nklipusi pnin mnuea Nakkalipusi pannina manuq é
3. ntGso pnin Natangasso pannina
mnuea manuq é
4. nelep pnin mnuea Naléppé pannina manuq é
5. auelkeswi pnin mnuea Ulé kase wi pannina manuq é
9. mulmktEniwi mnuea Mula makkatenniwi manuq é
12. nklipusi wtn Nakkalipuq si watanna
mnuea manuq é
13. ntGso wtn Natangasso watanna
mnuea manuq é
14. nelep mnuea ... tlosE Nalléppé manuq é … tallose
15. auelkeswi wtn Ulé kase wi watanna
mnuea manuq é
17. nklipusi wtn Nakkalipuq si watanna
mnuea manuq é
18. ntGso pnin Natangasso pannina
mnuea manuq é
23. ntGso pnin Natangasso pannina
mnuea manuq é
29. nmul mktEni Nammula makkatenni
pnin mnuea pannina manuq é

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo duwa

Tanggal lontaraq Transkripsi


12. naoPo pnin mnuea Naompo pannina manuq é
27. naoPo pnin mnuea Naompo pannina manuq é …
80

IV. woromporongngé = 24 kali digunakan

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal Lontaraq Transkripsi


22. nmul mktEni Nammula makkatenni
woroPoroeG woromporongngé
25. nklipusi Nakkalipuq si
woroPoroeG woromporongngé
26. ntGso Natangasso
woroPoroeG woromporongngé
27. nelep Naléppé woromporongngé
woroPoroeG
28. nbuelkes Nabbulé kasé
woroPoroeG woromporongngé ...

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tanggal Lontaraq Transkripsi


24. woroPoroeG Woromporongngé
27. rdEai woroPoroeG Raddeq i woromporongngé

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tanggal Lontaraq Transkripsi


17. naoPo woroPoroeG Naompo woromporongngé
18. woroPoroeG Woromporongngé
23. nkedr woroPoroeG Nakkadéra woromporongngé
30. woroPoroeG Woromporongngé

Bulan 8. Agustus 31 Hari (aulEaruw) uleng aruwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


7. nkPea woroPoroeG Nakkampaé woromporongngé
10. mktEni woroPoroeG Makkatenni woromporongngé
13. nklipusi Nakkalipuq si
woroPoroeG woromporongngé
14. ntGso woroPoroeG Natangasso woromporongngé
15. ntelep woroPoroeG Natalléppé woromporongngé
81

... tlosE … talloseq


16. nbuelkes Nabbulé kasé
woroPoroeG woromporongngé
19. nklipusi Nakkalipuq si
woroPoroeG woromporongngé
20. tlosEni woroPoroeG Talloseq ni woromporongngé

Bulan 11. Nopember 30 Hari (aulEsEpulo esdi) uleng seppulo séddi

Tanggal Lontaraq Transkripsi


22. i woroPoroeG Woromporongngé
29. itpEtni woroPoroeG Tappettaq ni woromporongngé

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo duwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


1. woroPoroeG Woromporongngé
2. nrdE woroPoroeG Naraddeq woromporongngé
18. nGiri aGin Nangiri anginna
woroPoroeG woromporongngé

V. watampataé = 10 kali digunakan

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal Lontaraq Transkripsi


1. ntPuel wtPtea natampulé watampataé …

Bulan 3. Maret 31 Hari (aulEtElu) uleng tellu

Tanggal Lontaraq Transkripsi


2. wtPtea watampataé

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tanggal Lontaraq Transkripsi


4. nktEni wtPtea nakkatenni watampataé
11. nlbu wtPtea nalabu watampataé
82

Bulan 6. Juni 30 Hari (aulEaEnE) uleng enneng

Tanggal Lontaraq Transkripsi


5. ntGso wtPtea natangasso watampataé
10. nmulmktEni nammula makkatenni
wtPtea watampataé

Bulan 8. Agustus 31 Hari (aulEaruw) uleng aruwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


28. rdEtoni wtPtea raddeq toni watampataé

Bulan 9. September 30 Hari (aulEaesr) uleng aséra

Tanggal Lontaraq Transkripsi


3. nrdE wtPtea naraddeq watampataé
25. pPueln wtPtea pampuléna watampataé

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo dua

Tanggal Lontaraq Transkripsi


22. wtPtea watampataé

VI. wara-waraé = 16 kali digunakan

Bulan 2. Pebruari 28-29 Hari (aulEduw) uleng duwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


6. mul mktEniwi mula makkateniwi
wrwrea wara-waraé
8. nktEni wrwrea nakkatenni wara-waraé
9. nklipusi wrwrea nakkalipuq si wara-waraé
10. ntGso wrwrea natangasso wara-waraé
11. ntelep wrwrea natalléppé wara-waraé
12 nbuelkes wrwrea nabbulé kasé wara-waraé

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tanggal Lontaraq Transkripsi


11. nrdE wrwrea naraddeq wara-waraé
83

Bulan 8. Agustus 31 Hari (aulEaruw) uleng aruwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


22. nkPea wrwrea nakkampaé wara-waraé
25. nktEni wrwrea nakkatenni wara-waraé
27. nklipusi wrwrea nakkalipuq si wara-waraé
28. ntGso wrwrea natangasso wara-waraé
29. ntelep wrwrea natalléppé wara-waraé
30. nbuelkes wrwrea nabbulé kasé wara-waraé

Bulan 9. September 30 Hari (aulEaesr) uleng aséra

Tanggal Lontaraq Transkripsi


7. naoPo wrwrea naompo wara-waraé

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo duwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


16. wrwrea wara-waraé
17. nrdE wrwrea Naraddeq wara-waraé

VII. walué = 38 kali digunakan

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal Lontaraq Transkripsi


19. nkPea wliew nakkampaé walué
21. wluea ... piejkoew walué
24. nKGulu wliea nangkangulu walué
27. wluew walué
29. nklipusi wliea nakkalipuq si walué
31. nkrtE wliea nakkarateng walué

Bulan 2. Pebruari 28-29 Hari (aulEduw) uleng duwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


1. ntlosE wluew natalloseq walué
2. nbuelkes wluw ... nabbulé kasé walué
3. ntpEt wluew natappettaq walué
84

12. nkoti wliew ... nakkotiq walué


13. nkoti wliew ... nakkotiq walué
24. ncidoro wluew ... nacidoro walué

Bulan 4. April 30 Hari (aulEaEp) uleng eppaq

Tanggal Lontaraq Transkripsi


1. ntulEkE wluea nattulekkeng walué
21. nrdE wluew ... naraddeq walué
22. nkoti wluew ... nakkotiq walué

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tanggal Lontaraq Transkripsi


5. nlbu wluew nalabu walué
7. npdlw wluew nappadalawa walué
8. tpsai wluew tappasaq i walué
14. mtulEkEGi wluew nattulekkeng walué
21. nrdE wluew ... naraddeq walué

Bulan 6. Juni 30 Hari (aulEaEnE) uleng enneng

Tanggal Lontaraq Transkripsi


14. naoPo wluew naompo walué
25. nkrtE wluew ... nakkarateng walué
26. nkrtE wluew ... nakkarateng walué

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tanggal Lontaraq Transkripsi


24. nklipusi wluew nakkalipuq si walué

Bulan 8. Agustus 31 Hari (aulEaruw) uleng aruwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


3. ntpEt wluew ... natappettaq walué

Bulan 10. Oktober 31 Hari (aulEsEpulo) uleng seppulo

Tanggal Lontaraq Transkripsi


28. naoPo wluew ... naompo walué
85

31. pbowon wluew ... pabbowonna walué

Bulan 11. Nopember 30 Hari (aulEsEpulo esdi) uleng seppulo séddi

Tanggal Lontaraq Transkripsi


1. tud leCGi wluew ... tudang lancéngngi walué
5. tud leCGi wluew tudang lancéngngi walué
7. naoPo wluew ... naompo walué
13. ncmlw wluew ... nacamalawa walué
26. wluew ... walué

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo duwa

Tanggal Lontaraq Transkripsi


3. ... wluew. walué
8. ... wluew ... walué
13. ncdEel wluew ... nacadellé walué
18. ncdEel wluew ... nacadellé walué …
23. ncdoro wluew ... nacaddoro walué
28. ncdoro wluew ... nacaddoro walué

VIII. tékko sorowé = 3 kali digunakan

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal lontaraq Transkripsi

11. nwElPjueG ... nawellang mpajungé ….


etkosoroew ... tékko sorowé

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tanggal lontaraq Transkripsi

1. etkosoroew. tékko sorowé

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tanggal lontaraq Transkripsi

30. ntGso etkosoroew ... natangasso tékko sorowé


86

IX. tanraé = 48 kali digunakan

Bulan 1. Djanuari 31 Hari (aulEsidi) uleng séddi

Tanggal lontaraq Transkripsi


6. nrdE tRea naraddeq tanraé
14. nrdE pPueln tRea naraddeq pampuléna tanraé

Bulan 2. Pebruari 28-29 Hari (aulEduw) uleng duwa

Tanggal lontaraq Transkripsi


15. nktEni pPueln tRea nakkatenni pampuléna tanraé
19. nPuel tRea ... wtn nampulé tanraé … watanna
tRea tanraé
20. nktEni wtn tRea nakkatenni watanna tanraé
22. ntGso pPueln tRea natangasso pampuléna tanraé
23. ntGso pPueln tRea natangasso pampuléna tanraé
25. pPueln tRea pampuléna tanraé
26. mktEni tRea makkatenni tanraé
28. nktEni tRea nakkatenni tanraé

Bulan 3. Maret 31 Hari (aulEtElu) uleng tellu

Tanggal lontaraq Transkripsi


1. nklipu pPueln nakkalipuq pampuléna
tRea tanraé
2. ntGso tRea natangasso tanraé …
3. ntlosE tRea natalloseq tanraé
4. nbuelkes wtn nabbulé kasé watanna
tRea tanraé
6. ntGso tRea natangasso tanraé
9. nktEni pPueln nakkatenni pampuléna
tRea tanraé
10. ntGso pPieln natangasso pampuléna
tRea tanraé
11. auel kesn pPieln ulé kasé na pampuléna
tRea tanraé
14. nauG awEreG ... naunga awerangngé …
87

nmpuet tRea namaputé tanraé


18. lmtenet leP ... La Mattanété Lampé …
lmcitgol ... La Maccinta Golla …
tud sicbirusEnai Tudang Sicabbirusennai
tRea Tanraé

Bulan 5. Mei 31 Hari (aulElim) uleng lima

Tanggal lontaraq Transkripsi


22. nrdE pPueln tRea naraddeq pampuléna tanraé
26. nrdE pPueln tRea naraddeq pampuléna tanraé
31. nrdE wtn tRea naraddeq watanna tanraé

Bulan 6. Juni 30 Hari (aulEaEnE) uleng enneng

Tanggal lontaraq Transkripsi


4. nrdE pPueln tRea naraddeq pampuléna tanraé
8 nrdE pPueln tRea naraddeq pampuléna tanraé
12. naoPo pPieln tRea naompo pampuléna tanraé
24. naoPo pPieln tRea naompo pampuléna tanraé
28. pPueln tRea pampuléna tanraé po ri monrié
porimoRiea

Bulan 7. Djuli 31 Hari (aulEpitu) uleng pitu

Tanggal lontaraq Transkripsi


2. nkPea tRea nakkampaé tanraé

Bulan 9. September 30 Hari (aulEaesr) uleng aséra

Tanggal lontaraq Transkripsi


10. ntGso pPueln natangasso pampuléna
tanraé
tRea
11. nkPea tRea nakkampaé tanraé
12. nkPea tRea nakkampaé tanraé
14. mktEni tRea makkatenni tanraé
15. nktEni tRea makkatenni tanraé
17. nklipusi tRea nakkalipuq si tanraé
88

18. ntGso tRea natangasso tanraé


19. ntelep tRea ...tlosE natalléppé tanraé
20. auelkeswi wtn tRea ulé kasé wi watanna
tanraé
21. ... lmcit gol ... tud La Maccinta Golla …
sicbirusEnai tRea ... Tudang Sicabbirusennai
mtenet leP. Tanraé … Mattanété
Lampé
22. ntGso pPueln tRea ...i natangasso pampuléna
pPueln tanraé … pampuléna
28. nPuel tRea nampulé tanraé

Bulan 10. Oktober 31 Hari (aulEsEpulo) uleng seppulo

Tanggal lontaraq Transkripsi


20. auelkeswi wtn ulé kase wi watanna tanraé
tRea

Bulan 11. Nopember 30 Hari (aulEsEpulo esdi) uleng seppulo séddi

Tanggal lontaraq Transkripsi


19. naoPo pPueln naompo pampuléna
tRea tanraé
23. naoPo pPieln naompo pampuléna
tRea tanraé
26. naoPo tRea naompo tanraé

Bulan 12. Desember 31 Hari (aulEsEpulo duw) uleng seppulo duwa

Tanggal lontaraq Transkripsi


1. pPueln tRea pampulena tanraé
4. pPueln tRea pampuléna tanraé
31. ntlg tRea natallaga tanraé

halaman naskah 11a - 25a


89

Tanda yang menjadi pedoman dalam lontaraq pananrang atau allaon

rumang, kemunculannya dapat diamati pada bulan-bulan tertentu dalam setahun.

Demikian pula halnya tanda pada bulan-bulan tertentu tidak muncul, tanda yang

tidak muncul pada bulan-bulan tertentu dapat dilihat pada tabel berikut:

Ketidakmunculan Tanda menurut Bulan dan Tanggal

Tanda
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des
Bulan
éppang x x x x x x x
Lambaru x x x x x x x x x
manuq x x x
woromporong x x x x x x x
watampatang x x x x x
wara-wara x x x x x
walu x x x
tékko sorong x x x x x x x x x
tanra x x

Posisi kemunculan tanda lontaraq Allaongrumae selama satu tahun


éppangn

mporong
lambaru

mpataé
manuq

sorong

tanraé
tékko-
waraé

walué
woro-

wara-
wata-
ngé

Tanda
é
é

lamaccinta golla, tu-


dang sicabbiru-
x
sennai, mattanété
lampé
nabbulé kasé x x x x x
nacaddoro x
nacadellé x
nacamalawa x
nacidoro x
nakkadéra x
90

éppangn

mporong
lambaru

mpataé
manuq

sorong

tanraé
tékko-
waraé

walué
woro-

wara-
wata-
ngé
Tanda

é
é
nakkalipuq x x x x x
nakkampaé x x x x
nakkarateng x
nakkatenni /
x x x x x x
makkatenni
nakkotiq x
nalabu x x
nalléppé/natalléppé x x x x
nammula/makkatenni x x
nangkangulu x
naompo x x x x x
nappadalawa x
naraddeq/raddeq i x x x x x x x x
natallaga x
natalloseq/talloseq ni x x x
natampulé x
natangasso x x x x x x x
natappettaq x
nattulekkeng x x
naubbaq x
nawellampajungngé x
pabbowonna x
pajung x
pampuléna x x
panni ataunna x
tappasaq i x
tudang lancéngngi x
watanna x x
91

B. Pembahasan

Sehubungan dengan tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini maka

subbab selanjutnya menjelaskan kedudukan dan fungsi lontaraq pananrang

yang menjadi konsep waktu dan pandangan hidup masyarakat Desa Lise

(MDL). Selanjutnya, bentuk tanda dan makna lontaraq pananrang yang

dilakukan dengan menggunakan pendekatan semiotika, fokus pada hubungan

representamen dengan latar. Makna yang digunakan dalam naskah lontaraq

pananrang memiliki makna tertentu yang dikonstruksikan dan diinterpretasikan

oleh sekelompok orang, dalam hal ini masyarakat Desa Lise. Tanda yang

digunakan dalam lontaraq pananrang terdiri atas penanda, sesuatu yang

bersifat material (apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca), dan

petanda, yaitu gambaran mental (pikiran atau konsep yang ada dibalik objek

material).

Setiap tanda yang terdapat dalam naskah lontaraq pananrang memiliki

makna atau pesan tersendiri. Melalui tanda, masyarakat pengguna lontaraq

pananrang diberitahukan tentang sesuatu yang bakal terjadi, baik berupa

kebaikan ataupun keburukan, sehingga masyarakat pengguna lontaraq

pananrang dapat memilih sesuatu yang menurut perkiraan dapat

menguntungkan dan terhindar dari sesuatu yang bisa membuat malapetaka bagi

dirinya, keluarganya maupun masyarakat sekitarnya.

Sistem penulisan yang peneliti gunakan untuk merujuk ke naskah lontaraq

pananrang adalah: (Bagian pakai angka Romawi-Baris pakai angka Arab-

Halaman pakai huruf miring). Contoh: (I-4-2a) dibaca Bagian I baris keempat

halaman 2a.
92

1. Kedudukan Lontaraq Pananrang bagi Masyarakat Desa Lise

Keberadaan naskah-naskah lama secara fisik sebagian masih

dibisa ditelusuri, meskipun sangat memprihatinkan baik dari bahan maupun

dari segi perlakuan terhadap naskahnya, akan tetapi pengaruhnya dalam

kehidupan masyarakat masih sangat besar, terutama naskah-naskah yang

berhubungan dengan tata cara bercocok tanam (Pananrang).

Desa Lise merupakan salah satu desa yang mayoritas dihuni oleh

suku Bugis, di samping suku lain. Masyarakat desa Lise masih

mempertahankan warisan orang tuanya dalam melakukan suatu

aktifitasnya khususnya di bidang bercocok tanam. Masyarakat Desa Lise

masih menggunakan tanda-tanda alam apabila mereka bertani. Hasil

pengamatan awal yang peneliti lakukan, masyarakat Desa Lise mengenal

tanda-tanda alam didasari atas pengetahuan yang mereka peroleh dari

buku lontaraq yang dipahami orang tua dan sesepuh Desa Lise. Lontaraq

Pananrang yang mereka pakai selama ini merupakan salinan dari lontaraq

sebelumnya. Orang Lise mengaplikasikan isi lontaraq Pananrang dengan

memadukan tanda-tanda alam yang muncul di sekitarnya. Ada beberapa

orang yang memang sudah dianggap sebagai pallontaraq (orang yang ahli

mengenai buku lontaraq, baik dari segi membaca dan mengerti maknanya).

Seorang Pallontaraq, dianggap mampu memprediksi waktu tanam dan pola

tanam padi, guna menghindari terjadinya kegagalan panen. Di samping

nama pallontaraq dikenal juga dengan istilah Pappananrang (orang yang

ahli membaca cuaca musim tanam) sehingga ada perkiraan kapan waktu

menanam yang tepat, sehingga petani bisa menghindari gagal panen.


93

Buku lontaraq yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah milik

salah satu warga masyarakat Desa Lise. Buku lontaraq tersebut

merupakan salinan yang ditulis oleh warga Desa Lise yang bernama

Sjamsuddin Muhalli. Beliau termasuk salah satu tokoh masyarakat yang

dikenal sebagai pallontaraq oleh masyarakat desa Lise, dan sekaligus

penyalin lontaraq. Hasil wawancara di Desa Lise, 1 Februari 2017 dengan

beliau, mengaku umurnya sudah sekitar 90 tahun dan mengenai prihal

lontaraq, beliau mengaku banyak mengetahui tentang lontaraq khususnya

lontaraq yang dipakai di lingkungan masyarakat Desa Lise. Sampai

wawancara ini berlangsung, beliau masih aktif menyalin lontaraq sejak 2

November 1965 M. Lontaraq yang disalinnya sekarang merupakan

pesanan warga suku Bugis yang merantau di luar propinsi. Dalam hal

lontaraq, beliau mengaku banyak mengetahui tentang isi lontaraq, bahkan

beliau sering dikunjungi untuk ditempati bertanya mengenai lontaraq (orang

dari luar maupun dari dalam Desa Lise). Informasi terakhir yang diperoleh,

beliau sudah meninggal dunia bulan september 2017.

Hasil pembacaan yang dilakukan, dalam buku lontaraq tersebut

berisi antara lain tentang cara bercocok tanam dan menentukan hari baik.

Dalam naskah lontaraq tersebut terdapat berbagai macam petunjuk-

petunjuk yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan aktifitas

sehari-hari, seperti tata cara bercocok tanam, perubahan iklim, siklus

musim tanam, baik tanaman palawija maupun tanaman padi. Naskah ini

juga memuat tentang prakiraan serangan hama tanaman bila ditanam pada

waktu tertentu dalam bulan-bulan tertentu, dan bahkan juga dapat

diprediksi musim-musim wabah penyakit (sai =Bugis). Tanda yang mereka


94

gunakan merupakan tanda yang mereka amati selama bertahun-tahun,

sehingga apabila tanda itu muncul, mereka bisa mengartikannya.

Masyarakat Desa Lise dalam mengaplikasikan lontaraq, pada

hakekatnya sudah tidak lagi memperhatikan tanda-tanda yang tertulis di

dalam buku lontaraq, tetapi mereka hanya melihat tanggal dan bulan

kemudian mencocokkannya ke dalam naskah lontaraq. Hal lain, ada juga

yang hanya mengetahuinya dari mulut ke mulut. Cara yang mereka

gunakan ini memang termasuk praktis jika dibandingkan dengan membaca

tanda-tanda yang tertulis pada naskah lontaraq. Adanya penelitian ini

diharapkan dapat memberikan konstribusi kepada masyarakat pemakai

lontaraq pananrang khususnya masyarakat Desa Lise untuk membantu

memahami tanda-tanda yang dimaksudkan dalam lontaraq pananrang

yang selama ini mereka gunakan.

Menurut pengetahuan orang tua dulu yang mereka pelajari dari

naskah lontaraq dalam setahun ada bulan-bulan serta hari tertentu yang

baik digunakan untuk melangsungkan pernikahan, begitupula sebaliknya

ada bulan dan hari tertentu yang menurut pengetahuan mereka merupakan

hari naas melakukan sebuah hajatan. Selama ini belum ada masyarakat

yang berani melanggar apa yang mereka yakini selama ini tentang hari

naas tersebut.

Kebiasaan masyarakat Desa Lise setiap akan melakukan suatu

kegiatan, selalu mendatangi pallontaraq untuk menanyakan hari baik dan

kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi. Dalam bidang pertanian

khususnya, masyarakat Desa Lise masih membutuhkan peranan lontaraq,

untuk memasuki musim tanam terbukti dengan adanya kegiatan-kegiatan


95

yang dilakukan sebelum memasuki musim tanam yang mereka namakan

Acara “Manre Sipulung”. Manre Sipulung identik dengan istilah Tudang

Sipulung, artinya duduk bersama membahas suatu persoalan yang

berhubungan dengan bercocok tanam dan ditutup dengan acara makan

bekal masing-masing secara bersama-sama. Kegiatan manre sipulung ini

selalu dilaksanakan setiap memulai pekerjaan bertani. Peserta manre

sipulung ini dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat Desa Lise khususnya

petani, Pallontaraq, Pappananrang, Mado (Ketua Tani), pemerintah

setempat tokoh adat dan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan).

Acara Manre Sipulung dilaksanakan di sawah, yang dipimpin oleh

seorang Mado (Ketua Tani) yang didampingi oleh “Ulu-Ulu” (orang yang

ditujuk untuk mengatur pembagian air sawah). Seorang yang diangkat

menjadi Mado, harus mempunyai pengetahuan tentang lontaraq allaong

rumang (lontaraq tentang bercocok tanam), karena dari Mado inilah muncul

ide-ide yang ditawarkan kepada petani selama satu musim. Seorang Mado

diharapkan bisa memadukan antara program yang dianjurkan oleh

pemerintah khususnya di bidang pertanian dengan isi lontaraq allaong

rumang yang mereka gunakan selama ini. Seorang Mado diharapkan dia

berprofesi petani agar mengamati langsung keadaan yang terjadi di areal

persawahan. Mado diangkat atas kesepakatan para petani dan pemerintah

setempat. Walaupun seorang Mado yang terpilih belum ahli dalam hal

lontaraq, tetapi sedapat mungkin orang yang ditunjuk sebagai Mado

mempunyai pengetahuan dasar mengenai lontaraq.

Agenda Acara yang dibahas dalam acara Manre Sipulung adalah

menyangkut kesepakatan awal mengerjakan sawah, jenis varietas padi,


96

dan larangan-larangan yang dianggap pamali selama musim tanam

berlangsung. Seperti, petani yang menanam dengan cara menyemai lebih

dahulu baru dipindahkan, harus mendahulukan petani yang langsung

menabur benih di sawah. Salah satu tujuannya agar padi bersamaan

dipanen. Begitupula benih yang sudah ditabur di sawah namun

pertumbuhannya kurang bagus (tidak merata), petani dilarang mengolah

(membajak) kembali sawahnya lalu ditaburi ulang. Menurut aturan

kesepakatan masyarakat Desa Lise hal ini merupakan pelanggaran

(pamali) yang bisa mendatangkan bencana bagi warga. Jika ada yang

melanggar, yang bersangkutan harus melakukan penebusan dengan

menyembelih hewan pada sawah yang dikerjakannya. Hal semacam ini

merupakan salah satu bentuk hukuman bagi yang melakukannya, karena

dianggap kurang bersyukur atas pemberian yang Maha Esa serta dianggap

tidak mengerti adat.

Hal lain yang menjadi topik dalam acara manre sipulung ini adalah

prakiraan curah hujan selama musim tanam. Dalam agenda ini, yang

berperan adalah pallontaraq, mengutarakan prakiraan-prakiraan curah

hujan yang bakal turun dengan menyesuaikan isi lontaraq. Besar kecilnya

curah hujan yang bakal turun akan berpengaruh terhadap benih yang akan

disemaikan. Dengan kata lain, apabila curah hujan diperkirakan kurang

selama satu musim tanam, varietas padi yang dipilihnya adalah jenis

varietas padi yang berumur pendek, begitupula sebaliknya.

Penggunaan lontaraq pananrang dalam masyarakat Desa Lise

masih dibutuhkan khususnya bagi petani yang mempunyai lahan

persawahan yang masih mengandalkan tadah hujan. Disamping


97

memprediksi volume curah hujan, mereka juga menggunakan untuk

memprediksi hama yang bakal menyerang selama musim tanam. Dalam

naskah lontaraq pananrang memang menjelaskan ada hari-hari tertentu

yang menyatakan tanaman di serang hama apabila kita menanam pada

waktu tersebut. Petani sedapat mungkin menghindari menanam pada hari

tersebut. Kalaupun sudah terlanjur menanam karena disebabkan beberapa

faktor, petani sedini mungkin mengantisipasi apabila hama tersebut

menyerang tanaman mereka.

Setelah musim tanam berlalu dan padi sudah dipanen semuanya,

sebagai tanda kesyukuran para petani, mereka melakukan “Pesta Panen”

yang dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat Desa Lise dan pemerintah

setempat (Kecamatan dan Kabupaten). Pesta panen ini rutin dilaksanakan

satu kali dalam dua tahun. Pesta panen yang dilakukan belum mengarah

ke pengembangan pariwisata desa, terbatas hanya sebagai wujud rasa

syukur atas berhasilnya melewati musim bercocok tanam.

2. Fungsi Lontaraq Pananrang bagi Masyarakat Desa Lise

Lontaraq pananrang memiliki fungsi bagi manusia dan masyarakat,

karena kondisi alam yang tidak selamanya baik bagi mereka, selalu

mengalami perubahan. Oleh karena itu, melalui Lontaraq pananrang yang

merupakan salah satu kearifan lokal manusia dapat mempertahankan diri

dan menyesuaikan diri dengan alam. Manusia selalu mendambakan

kehidupan yang damai, sejahtera dan selamat beserta keluarga dan

lingkungannya.

Pengalaman orang tua pada masa lalu dituangkan ke dalam naskah

lontaraq pananrang untuk diwariskan kepada anak cucunya, tentunya


98

memiliki maksud, tujuan serta fungsi. Adapun fungsi secara umum dapat

dibagi menjadi dua bagian besar yakni, berfungsi sebagai:

a. Konsep Waktu

Dalam lontaraq pananrang mereka mengenal waktu, yakni:

 satu hari (pagi ‘élé’, antara pagi dan tengah hari ‘matanré essoé’,

tengah hari ‘tangasso’, lewat tengah hari ‘lésang essoé’,

sore ‘arawéng’, Menjelang magrib ‘labukesso’, antara

magrib dengan tengah malam ‘wenni’, tengah malam

‘tangabenni’, antara tengah malam dengan subuh

‘denniari’, subuh, menjelang pagi ‘wajémpajéng’).

 satu pekan (senin ‘sineng’, Selasa ‘salasa’, Rabu ‘araba’, Kamis

‘kamisi’, Jumat ‘juma’, Sabtu ‘sattu’, Ahad ‘aha’),

 satu bulan Masehi (Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli,

Agustus, September, Oktober, November, Desember),

 satu tahun Hijriah (Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir,

Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syaban, Ramadhan,

Syawal, Dzulkaiddah sampai Dzulhijjah),

 tahun sipariama dibaca dari kiri

ke kanan Mulai tahun ke-1 sampai tahun ke-8

Pada Masa lampau masyarakat Bugis Makassar telah

memiliki konsep dan pedoman waktu, yang dikenal dengan istilah

“Lontaraq Kutika” atau sering juga disebut “Lontaraq Bilang”. Menurut

Hadrawi, lontaraq kutika telah memola waktu, misalnya élé atau pagi

(06.00-08.00), abbuwéng atau dhuha (09.00-10.00), tanggasso atau

tengah hari (11.00-12.00), assara atau asyar(13.00-17.00), arawéng


99

atau sore (17.00-18.00). Pembagian jadwal perhari: jumaq (Jumat),

Sattu (Sabtu), Ahaq (Minggu), Asénéng (Senin), Salasa (Selasa),

araba (Rabu) dan Kammisi (Kamis). Jadwal bula per bulan: Muharrang

(Muharram), Safareng (Safar), Rabiul Awwal (Rabiul Awal), dan

seterusnya (2017: 189).

b. Pandangan Hidup

Setiap manusia mempunyai pandangan hidup, baik bersifat

individu, kelompok maupun masyarakat luas. Pandangan hidup ini

bersifat kodrati. Jadi pandangan hidup itu merupakan pertimbangan

yang dijadikan sebagai petunjuk atau pegangan dalam menjalani

kehidupan. Pertimbangan itu sendiri merupakan hasil pemikiran

manusia berdasarkan pengalaman yang telah dilaluinya atau

dipelajarinya. Dalam konsep pandangan hidup ini terkandung konsep

dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan yaitu bahagia, sejahtera,

terhindar dari segala macam bahaya serta selamat di dunia dan akhirat.

Pandangan hidup setiap orang berbeda-beda tergantung dari ilmu,

lingkungan dan pengalaman yang mereka dapatkan. Lontaraq

pananrang yang merupakan pengamatan dan pengalaman masa lalu

yang dituangkan dalam bentuk naskah, isinya sarat dengan pandangan

hidup.

Dalam lontaraq pananrang ada dua sumber pokok yang

mendasari pandangan hidup yaitu: agama dan hasil pengamatan serta

pengalaman masa lalu. Berikut peneliti akan menguraikan kedua hal

tersebut di atas.
100

1. Pengaruh agama.

Pandangan Hidup yang berasal dari Agama, yaitu

pandangan hidup yang mutlak kebenarannya. Adanya pengaruh

agama Islam dalam penulisan naskah ini turut pula memengaruhi isi

naskah. Dalam lontaraq dapat dilihat adanya penggunaan bulan

Arab dalam penamaan bulan, hal ini sebabkan oleh adanya

pengaruh agama. Dalam lontaraq pananrang allaong rumang

ditemukan kata:

1. Alla ta ala (Allah SWT.)

 Januari
- tanggal 2 baris 9 hal. 11a
- tanggal 4 baris 13 hal. 11a
- tanggal 8 baris 21 hal. 11a
- tanggal 10 baris 25 hal. 11a
- tanggal 22 baris 25 hal. 11
 Maret
- tanggal 5 baris 18 hal. 13
- tanggal 12 baris 7 hal. 11a
 April
- tanggal 8 baris 17 hal. 15a
- tanggal 9 baris 19 hal. 15a
- tanggal 10 baris 21 hal. 15a
- tanggal 15 baris 5 hal. 15
- tanggal 17 baris 9 hal. 15
 Mei
- tanggal 4 baris 19 hal. 16a
- tanggal 11 baris 8 hal. 16
- tanggal 20 baris 1 hal. 17a
- tanggal 26 baris 14 hal. 17a
- tanggal 27 baris 16 hal. 17a
- tanggal 28 baris 17 hal. 17a
 Juni
- tanggal 28 baris 9 hal. 18
- tanggal 29 baris 10 hal. 18
 Juli
- tanggal 8 baris 6 hal. 19a
- tanggal 12 baris 13 hal. 19a
- tanggal 16 baris 22 hal. 19a
101

- tanggal 19 baris 3 hal. 19


- tanggal 21 baris 7 hal. 19
- tanggal 23 baris 11 hal. 19
 Agustus
- tanggal 7 baris 8 hal. 20a
- tanggal 11 baris 25 hal. 20a
- tanggal 12 baris 1 hal. 20
- tanggal 28 baris 11 hal. 21a
 September
- tanggal 1 baris 20 hal. 21a
 Oktober
- tanggal 19 baris 19 hal. 23a
- tanggal 24 baris 4 hal. 23
 November
- tanggal 13 baris 20 hal. 24a
- tanggal 28 baris 2 hal. 25a
 Desember
- tanggal 7 baris 24 hal. 25a
- tanggal 9 baris 3 hal. 25
- tanggal 14 baris 13 hal. 25
- tanggal 20 baris 1 hal. 26a
- tanggal 24 baris 9 hal. 26a
- tanggal 25 baris 12 hal. 26a
- tanggal 29 baris 19 hal. 26a
- tanggal 30 baris 21 hal. 26a

2. Insya Allah

 Januari
- tanggal 27 baris 12 hal. 12a
- tanggal 28 baris 13 hal. 12a
 Februari
- tanggal 8 baris 13 hal. 12
 April
- tanggal 7 baris 15 hal. 15a
 Agustus
- tanggal 4 baris 11 hal. 20a
- tanggal 5 baris 13 hal. 20a
 September
- tanggal 14 baris 22 hal. 21
102

3. Nabi Isa AS.


 Agustus
- tanggal 15 baris 8 hal. 20

2. Pengetahuan Berdasarkan Pengalaman

Pandangan hidup yang berasal dari hasil pengamatan serta

pengalaman masa lalu merupakan pandangan hidup yang relatif

kebenarannya, karena bisa saja dalam pengamatan atau

pengalaman yang dilaluinya berbeda setiap orang atau kelompok.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh situasi, kondisi dan geografis, di

mana mereka berada.

Setiap manusia baik secara individu maupun berkelompok

pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuk-

nya. Bagaimana kita memperlakukan pandangan hidup itu

tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang memperlaku-

kan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada

pula yang memperlakukan sebagai sarana kesejahteraan,

ketentraman dan keselamatan dalam pekerjaannya. Dalam naskah

lontaraq pananrang, ditemukan pandangan hidup berupa:

a. melindungi/menghindari diri dari bencana atau hal-hal yang

membahayakan kelangsungan hidupnya, baik secara individu,

keluarga maupun lingkungannya. Adanya petunjuk yang tertulis

dalam naskah lontaraq pananrang memudahkan masyarakat

untuk menghindari hal-hal yang diprediksi bakal terjadi apabila

melakukan aktifitas pada hari naas tersebut.

Pada bagian lontaraq pananrang allaongrumang terdapat

perincian 12 bulan dalam sistem Masehi. Tiap-tiap bulan


103

dirincikan lagi berdasarkan jumlah hari yang terdapat dalam

bulan tersebut. Ada beberapa hari yang perlu dipertimbangkan

untuk tidak melakukan suatu pekerjaan, sebagai berikut:

Januari
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal

5 Naengka bosi sibawa anging Ada hujan disertai angin 15- 11a
pong ngesso, anging sepanjang hari, angin 16
makencang bareq matuna kencang, musim barat jelek
asenna. namanya.
7 Bosi tangassona palagunaé Hujan tengah hari palagunaé, 19- 11a
majaq i ri patettongeng bola, tidak baik mendirikan rumah, 20
majaq toi ri abottingeng. tidak baik menikah.

20 Dingingcekké marakko, narékko Dingin menyengat kering, kalau 20- 11


najajiyangngi anaq melahirkan anak 21
maponcoi sungeqna, narékko pendek umurnya, kalau
malampéi sogi i. berumur panjang akan kaya
26 Natangasso woromporongngé Natangasso woromporongngé 8-9 12a
ri arawéngngé naraddeq pada waktu sore diam
panninna manuq é panninna manuq é
ri éléq é narékko engka di waktu pagi, kalau ada
nakenna lasa déq tettuwona. diserang penyakit akan hidup
Februari
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal

6 Mula makkatenniwi Awal makkatenniwi 8 12


wara-waraé majaq i. wara-waraé tidak baik
9 Nakkalipuq si Nakkalipuq lagi 14 12
wara-waraé majaq i. wara-waraé, tidak baik
10 Natangasso wara-waraé Natangasso wara-waraé 16- 12
ri arawéngngé makerreq i pada waktu sore, keramat, 17
iyana ri aseng inilah yang dinamakan
la makkanré api asenna. La Makkanre Api namanya
18 Narékko bosiwi tanra Kalau hujan pertanda 7-8 13a
madécéngngi pattaungengngé baik musim tanam tahunan,
iyakiya majaq i akan tetapi tidak baik
ri laoang dangkang. pergi berdagang
Maret
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal

2 Natangasso tanraé Natangasso tanraé 11- 13


ri arawéngngé naompo di waktu sore muncul 13
watampataé ri arawéngngé watampataé waktu sore
iyana riaséng La Madduwi ini yang dikatakan La Madduwi
La Makkasolang Solang La Makkasolang Solang
tia temmakkasolang pasti merusak
104

8 Bosi anging bareq daya Hujan Angin Musim Barat Daya 24- 13
makkampaé hurupu api mengambil huruf Api 25
anré api napélopi makanan api kalau kehendak
Alla ta ala Allah SWT.
20 Bosi pella marakko, narékko Hujan panas kering, kalau 25 14a
engka bosi, anging timo, darai ada hujan angin timur, darah,
malomoi makkanré apié gampang kebakaran
ri laleng mpanuwa, madécéng dalam kampung, baik
ri attanengeng untuk menanam
22 Natangasso pannina manuq é Natangasso pannina manuq é 5-6 14
iyana ri aseng ini yang dinamakan
La Puruasu makerre La Puruasu keramat
tellungesso tiga hari
April
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal
16 Majaq i ri patettongeng Tidak baik mendirikan
bola tenri abottingeng rumah dan perkawinan
Mei
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal

1 Naraddeq éppangngé naraddeq éppangngé 13- 16a


ri éléq é, bosi, waktu pagi, hujan, 14
majaq i ri attaneng-tanengeng, tidak baik menanam,
naompo tékko-sorowé naompo tékko-sorowé
2 La Wa Pananrang asenna La Wa Pananrang namanya 5 16a
majaq i ri appamulai tidak baik memulai menanam
wisésa makapai padi, hampa.
Juni

tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal


1 Majaq i essoé ri patettongeng Tidak baik hari ini, mendirikan 3-5 17
bola malomo nanré api rumah, gampang di makan api,
masitta toi maté cepat juga meninggal
punnana bola, yang punya rumah,
majatoi ri abbolang tidak baik membangun rumah
3 Nallomo bukkangé majaq i Berisi kepiting, tidak baik 8 17
ri sompereng merantau
5 Natangasso watampataé Natangasso watampataé 12- 17
ri éléq é majaq i waktu pagi, tidak baik 13
ri taroang wisésa menanam padi
12 Naompo pampuléna Naompo pampuléna 1-2 18a
tanraé matti ri oloé tanraé, nanti yang di depan,
majaq i ri taroang wisésa tidak baik menanam padi
13 Narékko madécéngngi laonna Kalau baik jalannya 3-4 18a
pattaungengngé musim tanam tahunan,
najajiang anaq maupei, narékko melahirkan anak untung kalau
déq nabosi majaq i tidak ada hujan tidak baik.
105

15 Nappémmaliangngi ogié Pamalinya orang Bugis 7 18a


lao mabéla mala api pergi jauh mengambil api
22 Narékko bosiwi maéga tau Kalau hujan banyak orang 26- 18a
malasa ri lalenna kampongngé sakit di dalam kampung 27
Juli
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal
1 Majaq i essoé mapeq i Tidak baik hari ini, banyak 16 18
anginna sibawa bosinna anginnya dan hujannya
6 Nammula mangideng balawoé Awal ngidamnya tikus 1 19a
10 Naompo pannina manuq é naompo pannina manuq é 9-10 19a
ri éléq é nappémmaliangngi waktu pagi, pamalinya orang
ogié lao mabéla mala api bugis pergi jauh mengambil api.
14 Bosi pellang marakko, narékko Hujan terik-kering, kalau 17- 19a
bosiwi madécéngngi hujan pertanda baik 19
pattaungengngé, musim tanam tahunan,
maéga anaq orowané banyak anak laki-laki
jaji, narékko déq na bosi lahir, kalau tidak hujan
maéga tau malasa banyak orang sakit
15 Hurupu api, anré api, naompo Huruf api, kebakaran, naompo 20- 19a
manuq é ri éléq é, caroboi manuq é waktu pagi banyak 21
16 Bosi majaq i essoé, Hujan tidak baik hari ini, 22 19a
élona mua kehendaknya saja
Alla ta ala jaji Allah SWT. yang jadi
28 Majaq i tau samaé Tidak baik orang biasa, 21 19
arungngé wedding bangsawan saja boleh
laowangngi melakukan
30 Natangasso tékko-sorowé natangasso tékko-sorowé 25 19
ri éléq é majaq i ritu waktu pagi, tidak baik.
Agustus
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal
1 Narékko engka tau nakenna Kalau ada orang diserang 5 20a
lasa maserroi lasanna. penyakit, parah penyakitnya.
3 Natapettaq walué majaq i Natappettaq walué, tidak baik 9-10 20a
ri attanengeng, agi-agi ri pogau menanam apa saja dikerjakan
majaq manengi ritu. tidak baik semua.
12 Hurupu api anré api Huruf api kebakaran 1 20
napélopi Alla ta ala. atas kehendak Allah SWT.
25 Nakkatenni wara-waraé Nakkatenni wara-waraé 3-4 21a
narékko najajiyangi anaq kalau melahir anak
maponcoi. akan pendek.
28 Natangasso wara-waraé Natangasso wara-waraé 9-11 21a
ri éléq é, makerrei, iyana waktu pagi, keramat, inilah
ri aseng La Makanré Api dinamakan La Makkanre api
asenna, raddeq toni namanya, raddeq toni
watampataé, bosi watampataé, hujan
napélopi Alla ta ala. atas izin Allah SWT.
106

September
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal

5 Nammula maraja pasangngé. Awal besarnya pasang. 3 20


8 Naraddeq eppangnge Naradde éppangngé 9 20
ri arawengnge majaq i. waktu sore, tidak baik
12 Nakkampaé tanraé anré api. Nakkampaé tanraé kebakaran 17 20
18 Natangasso tanraé ri éléq é Natangasso tanraé waktu pagi, 3-4 22a
makerreq i, La Mapatuddu keramat La Mapatuddu
La Makasolang Solang La Makkasolang solang
tiya temmakasolang. pasti merusak
26 Nairi anging ri aréwéngnge, Angin bertiup di waktu sore, 20- 22a
naengka laso anging sibawa ada puting beliung berserta 21
balippuru. angin berputar-putar
30 Nammula massadda Awal terdengarnya 3-4 22
guttué, bareq i, malomoi guntur, musim barat, gampang
sigajang tauwé. saling menikam orang
Oktober
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal
8 Madécéngngi essoé, Baik hari ini, 23 22
majaq i essoé. jelek hari ini.
30 Bosi mpunoéngngi Hujan yang membunuh 15 23
taneng-tanengeng. tanam-tanaman
November
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal
8 Majaq i essoé. Tidak baik hari ini 9 24a
23 Naompo pampuléna tanraé Naompo pampuléna tanraé 15 24
najajiyang anaq mabuwajai. melahirkan anak akan rakus
26 Naompo tanraé arawéngngé Naompo tanraé waktu sore, 26- 24
tellumpenni bosinna, tiga malam hujannya 28
mawasai walué, majaq i besar walué, tidak baik
ri taroang wisésa, menanam padi,
tenri abbolang, tidak membangun rumah,
tenri abottigeng, majaq tidak menikah, tidak baik semua
manengi.
29 Tappettaq ni woromporongngé Tappettaq ni woromporongngé, 3-4 25a
majaq i ri ala tidak baik
areddékeng pakéyang membuat pakaian
Desember
tgl Transkripsi Terjemahan Baris Hal
8 Mawá si walué majaq i Kurang baik walué tidak baik 1-2 25
ri taroang wisésa tennanréwi menanam padi, tidak dimakan
punnaé wisésa. punyanya padi
107

Tabel di atas dapat kita lihat hal-hal yang diprediksi

orang tua kita dahulu berdasarkan pengalaman dan

pengamatan sebelumnya yang harus dipertimbangkan apabila

seseorang akan melaksanakan suatu pekerjaan. Selama satu

tahun ada 48 hari yang disebutkan dalam naskah lontaraq

pananrang yang perlu diwaspadai dalam melakukan suatu

kegiatan. Bulan Januari terdapat 4 hari diprediksi ada angin

kencang, tidak baik mendirikan rumah, menikah, melahirkan

dan orang yang diserang penyakit. Februari terdapat 4 hari

diprediksi ada hari yang tidak baik, keramat, tidak baik

melakukan perdagangan. Maret terdapat 4 hari diprediksi ada

hari tidak baik, kebakaran, dan keramat. April terdapat 1 hari

diprediksi ada hari tidak baik mendirikan rumah dan

melangsungkan perkawinan. Mei terdapat 2 hari diprediksi ada

hari tidak baik menanam padi dan palawija. Juni terdapat 7 hari

diprediksi ada hari tidak baik mendirikan rumah, merantau,

menanam padi, kebakaran, dan ada wabah penyakit. Juli

terdapat 8 hari diprediksi ada hari tidak baik, serangan hama,

merantau, wabah penyakit, dan kebakaran. Agustus terdapat 5

hari diprediksi ada hari tidak baik, wabah penyakit, kebakaran,

kematian, dan keramat. September terdapat 6 hari diprediksi

ada hari tidak baik, pasang air laut, kebakaran, keramat, angin

berputar-putar, dan sering terjadi perkelahian. Oktober terdapat

2 hari diprediksi ada hujan yang membunuh tanaman.

November terdapat 4 hari diprediksi tidak baik menanam padi,


108

membangun rumah, menikah, membuat pakaian, waspada

terhadap anak yang baru lahir, dan hari tidak baik. dan

Desember terdapat 1 hari diprediksi tidak baik menanam padi.

b. Mengatur perilaku dan tindakan manusia

Adanya penjelasan yang tertuang dalam naskah lontaraq

pananrang, memberikan indikasi kepada masyarakat pemakai

lontaraq untuk mengikuti norma, aturan kaidah, dan adat

istiadat yang berfungsi untuk mengatur bagaimana manusia

bertindak dan berlaku dalam pergaulan hidup dengan anggota

masyarakat lainnya.

Manusia sebagai makhluk sosial sedapat mungkin

mengatur hubungannya antar manusia. Ada beberapa unsur

yang harus diperhatikan sebagai suatu keharusan, apa yang

harus dilakukan oleh seseorang. Dalam lontaraq pananrang

terdapat beberapa hari yang harus dihindari apabila melakukan

suatu aktifitas, yakni sebagai berikut:

Januari Tgl
5 : hujan disertai angin kencang sepanjang hari,
7 : tidak baik mendirikan dan menikah.
20 : kalau melahirkan anak pendek umurnya, kalau
berumur panjang akan kaya
26 : kalau ada diserang penyakit akan hidup

Februari
6 : hari tidak baik
9 : tidak baik
10 : keramat, dinamakan La Makkanre Api
18 : tidak baik pergi berdagang

Maret
2 : dikatakan La Madduwi La Makkasolang Solang
pasti merusak
8 : makanan api kalau kehendak Allah SWT.
20 : waspada kebakaran dalam kampung
109

22 : keramat tiga hari

April
16 : Tidak baik mendirikan rumah dan perkawinan

Mei
1 : tidak baik menanam,
2 : tidak baik memulai menanam padi.

Juni
1 : Tidak baik mendirikan rumah
3 : Tidak baik merantau
5 : Tidak baik menanam padi
12 : tidak baik menanam padi
13 : Kalau tidak ada hujan tidak baik.
15 : Pamalinya orang Bugis pergi jauh mengambil api
22 : Kalau hujan banyak orang sakit di dalam
kampung

Juli
1 : Tidak baik hari ini
6 : Awal ngidamnya tikus
10 : pamalinya orang bugis pergi jauh mengambil api.
14 : kalau tidak hujan banyak orang sakit
15 : waspada kebakaran
16 : Hujan tidak baik hari ini, kehendaknya saja Allah
SWT. yang jadi
28 : Tidak baik orang biasa melakukan pekerjaan
30 : Tidak baik.

Agustus
1 : Kalau ada orang diserang penyakit, parah
penyakitnya.
3 : tidak baik menanam, apa saja dikerjakan tidak
baik semua.
12 : waspada kebakaran
25 : kalau melahir anak akan berumur pendek.
28 : keramat, dinamakan La Makkanre api

September
5 : Awal besarnya pasang.
8 : tidak baik
12 : waspada kebakaran
18 : keramat, dinamakan La Mapatuddu La
Makkasolang solang pasti merusak
26 : ada puting beliung berserta angin berputar-putar
30 : gampang terjadi penikaman

Oktober
8 : Baik hari ini, jelek hari ini.
30 : Hujan yang membunuh tanam-tanaman

November
8 : Tidak baik hari ini
23 : melahirkan anak akan rakus
110

26 : tidak baik menanam padi, membangun rumah,


menikah, tidak baik semua
29 : tidak baik membuat pakaian

Desember
8 : tidak baik menanam padi

c. Cara bercocok tanam berdasarkan gejala-gejala alam

Unsur yang menyangkut pertanian, terdapat beberapa petunjuk

tentang cara bercocok tanam berdasarkan gejala-gejala alam.

Pada bagian lontaraq pananrang dijelaskan mengenai

petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan masalah

pertanian, seperti berikut:

tanggal 1. djanuari 31 hari (ulengséddi)


1 baik ditanami kapas.
3 baik ditanami kapas dan ubi.
5 ada hujan disertai angin sépanjang hari, angin kéncang,
namanya musim barat jelek.
6 lima hari hujan musim barat.
9 di waktu pagi hujan deras, inilah yang dinamakan musim barat
Sembilan.
11 hujan émpat malam na-wellangmpajungé baik ditanami padi,
12 turun benihnya yang tua di léko boddo
13 turun benihnya juragan bangsawan
15 Turun benihnya sawah yang cepat menampung air.
16 akan baik
21 Baik di tanami padi
22 hujan yang bisa menggenangi sawah
24 baik ditanami kapas, hujan tiga hari
27 tiga hari hujan insya Allah
28 hujan insya Allah

tanggal 2. Pébruari 28-29 Hari (ulengduwa)


2 Baik di tanami ubi dan tebu
4 Musim barat satu bulan
8 Kalau ada hujan tanaman akan subur insya Allah.
13 Baik menanam ubi
14 dunia
16 Kalau ada hujan, akan baik musim tanam tahunan
17 dingin berembun, kalau ada hujan, akan baik musim tanam
tahunan
111

18 kalau ada hujan pertanda musim tanam tahunan akan baik


19 baik menanam padi
21 baik menanam kapas, padi
22 baik menanam padi

tanggal 3. Marét 31 Hari (ulengtellu)


1 hujan yang bisa menggenangi
3 pertanda baik apa saja dikerjakan
4 baik menanam wijen
10 baik menanam wijen
13 hujan disertai angin, musim barat 6 hari
14 hujan, baik menanam padi
15 dunia
16 dunia
17 hujan, pertanda baik
18 baik menanam padi
20 hujan, baik untuk menanam tanaman
25 musim timur enam hari
27 hujan

tanggal 4. April 30 Hari (uleng Éppa)


3 tigabelas malam hujan baik menanam padi
7 Hujan insya Allah
8 Hujan insya Allah
9 Hujan insya Allah
10 Hujan insya Allah
15 Hujan insya Allah
17 Hujan deras di pagi hari insya Allah
18 hujan yang membersihkan mutiara di laut
19 kalau ada hujan, musim tanam tahunan akan baik
20 hujan, padi akan baik di tanah makassar
23 hujan, akan baik
27 baik untuk menanam
28 tiga malam hujan

tanggal 5. Méi 31 Hari (uleng lima)


1 hujan, kurang baik menanam tanaman
2 kurang baik memulai menanam padi buahnya akan hampa
4 hujan deras insya Allah.
11 hujan insya Allah.
12 kalau ada hujan tanaman padi akan baik
18 hujanyang menggenangi
19 baik menanam padi, atau tanaman lainnya
20 hujan insya Allah.
21 baik menanam wijen, pasang dan padi
22 hari baik
23 hari baik
112

26 hari baik dan hujan insya Allah.


27 hujan insya Allah.
28 hujan deras insya Allah.

tanggal 6. Juni 30 Hari (uleng enneng)


5 kurang baik menanam padi
7 hujan yang bisa menggenangi
10 kalau ada hujan musim timurnya lemah
11 hujan yang menggenangi
12 kurang baik menanam padi
13 kalau tidak ada hujan pertanda kurang baik
26 berakhirnya hujan lebat
28 hujan yang bisa menggenangi insya Allah
29 hujan deras insya Allah.

tanggal 7. Djuli 31 Hari (ulengpitu)


1 hari kurang baik, banyak angin dan hujan
2 hari baik apa saja dikerjakan
4 hujan yang menggenangi
6 awal mengidamnya tikus
8 hujan deras insya Allah.
9 hujan panjang sebelah timur
12 hujan insya Allah
14 Kalau hujan musim tanam tahunan akan berhasil, kalau tidak
hujan banyak orang diserang penyakit
16 hujan kurang baik, semuanya tergantung atas kehendak Allah.
18 Baik menanam tanaman tidak dimakan burung pipit
19 hujan insya Allah
20 hujan panjang
21 hujan insya Allah
22 Kalau hujan musim tanam tahunan akan baik
27 hujan tengah hari
28 kurang baik untuk orang biasa
30 kurang baik
31 hujan

tanggal 8. Agustus 31 Hari (uleng aruwa)


3 hari yang kurang baik apa saja dikerjakan
4 hujan insya Allah
5 hujan insya Allah
7 baik ditanami kacang hijau, hujan insya Allah
10 pohon kapuk berbunga
16 baik menanam kacang hijau dan mangga berbuah
24 kalau ada angin ataukah hujan pertanda musim tanam
tahunan akan baik
27 hujan deras
28 keramat, hujan insya Allah
113

tanggal 9. Séptémbér 30 Hari (uleng aséra)


1 hujan deras insya Allah
4 gerimis
8 kurang baik
14 hujan insya Allah
15 baik
22 baik
25 baik
26 Angin bertiup disertai putting beliung dan angin berputar
29 akan baik

tanggal 10. Oktobér 31 Hari (uleng séppulo)


1 musim tanan tahunan akan baik, buah-buahan juga akan
melimpah
3 baik
6 baik menanam kelapa
8 hari pertengahan antara baik dan buruk
11 hujan deras
19 hujan insya Allah
24 hujan insya Allah
26 Waktu baikmenanam tanaman
29 hari baik
30 Hujan yang membunuh tanaman
31 baik menanam tanaman yang berbuah

tanggal 11. Nopémbér 30 Hari (seppulo séddi)


1 waktu baik menanam tanaman
7 Baik menanam Kelapa
8 Hari kurang baik
9 Hujan deras pertanda hari kurang baik
10 hujan deras
11 hujan deras
12 Waktu baik menanam tanaman
13 waktu baik menanam wijen, hujan deras insya Allah
14 hujan tujuh hari tujuh malam
17 hujan tiga malam
22 Kalau ada angin dan hujan pertanda Musim barat pendek
24 Hujan deras
26 kurang baik
28 hujan tiga malam insya Allah

tanggal 12. Désémbér 31 Hari (uleng seppulo duwa)


2 baik menanam padi, buah-buahan
8 Kurang baik menanam padi
9 Hujan insya Allah
10 hujan
11 hujan deras
114

13 hujan
14 Hujan insya Allah
20 hujan insya Allah
23 baik
24 hujan insya Allah.
25 hari baik Insya Allah.
28 berakhirnya menanam palawija
29 Hujan angin Insya Allah.
30 Hujan angin Insya Allah.
31 Baik menanam Kelapa dan Ubi Jawa

3. Bentuk Tanda dalam Naskah Lontaraq Pananrang Masyarakat Desa


Lise

Tanda dalam naskah lontaraq Pananrang memiliki beberapa

bentuk. Berdasarkan uraian sebelumnya, pembahasan berikut berpusat

pada bentuk fisik sebuah tanda melalui latar (ground). Bentuk tanda

dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan dasarnya (ground) yaitu:

qualisign, sinsign dan legisign

Pada bagian Lontaraq Pananrang tanda yang digunakan untuk

menandai hari setiap bulan adalah berdasarkan bintang yang muncul

pada malam hari. Petani atau para pelaut tradisional menggunakan

bintang-bintang sebagai alat untuk mengetahui mata angin, petunjuk

arah, dan curah hujan yang bakal turun. Sebahagian Masyarakat Desa

Lise hanya mengenalnya saja, tapi tidak mengenal bintang apa namaya

menurut ilmu Astronomi. Ada nama-nama khusus yang diberikan untuk

gugus bintang tertentu, yakni sebagai berikut:

1. éppang

Informasi berbagai sumber mengartikan éppang diartikan

lumpuh. Penandaan eppangé dalam naskah lontaraq Pananrang

merujuk kepada posisi bintang selatan, posisi bintang tidak tegak

lurus antara bintang Acrus dengan Gacrus.


115

Acrux, suatu bintang dalam rasi bintang Crux, Salib Selatan.

Karena Salib Selatan terletak sekitar 60 derajat di bawah ekuator

langit, Crux hanya terlihat di selatan Garis Balik Utara dan karena

itu tidak menerima nama kuno yang tepat. "Acrux" hanyalah

gabungan dari A pada Alfa dengan kata Crux. Acrux mempunyai

magnitudo 0,77, dan merupakan bintang tercerah kedua belas di

langit. Bintang ini adalah bintang paling selatan dengan magnitudo

pertama, mengalahkan Rigil Kentaurus (α Centauri). (Sumber

https://id.wikipedia.org/wiki/Acrux).

sumber: Hadi G, 2011: Mengenal Rasi Gubuk Penceng atau Rasi crux

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat lima buah bintang terang yang mempunyai

sifat keterkaitan dengan sebuah bangunan yang tidak cukup

tiangnya. Bangunan yang demikian akan pincang dalam bahasa

Bugis képpang. Dalam trikotomi tanda Pierce, bangunan ‘képpang’

berpotensi menjadi penanda dari bintang lima, yang dinamakan

qualisign. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat gambar berikut:


116

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan menjadi éppang, dalam teori

Pierce disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, éppang atau képpang menjadi ikon lima bintang

yang muncul di langit selatan. Jadi dalam naskah lontaraq

Pananrang tertulis éppang berarti mengindeks ke lima bintang di

langit Selatan, sekaligus menjadi simbol apabila éppang muncul

pada bulan Januari tanggal 1, 8, dan 9 pertanda baik menanam

terutama tanaman kapas dan akan ada hujan. Bulan April tanggal

23, 24 dan 28 pertanda baik, akan ada hujan. Bulan Mei tanggal 1

pertanda tidak baik menanam dan akan ada hujan. Bulan

September tanggal 8 dan 9 pertanda tidak baik. Adapun istilah

yang digunakan dalam simbol éppang adalah:

a. natampulé, sesuatu yang berat sudah diangkat oleh beberapa


orang.
b. nakkatenni / makkatenni, artinya memegang, mengacu pada
posisi bintang mulai kelihatan.
c. naraddeq / raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi bintang diam ditempatnya.
d. nattulekkeng, artinya bersandar, mengacu pada posisi bintang
menyentuh kaki langit pada posisi kita melihat bintang.
117

e. pajung, artinya payung, mengacu pada posisi bintang tidak lagi


berdiri tegak, melainkan terbentang seperti payung.
f. tappasaq i, artinya tertancap atau tertanam, mengacu pada
bintang yang kelihatan sudah tertanam pada kaki langit.

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang yang berjumlah 5 dikaitkan

dengan bangunan yang pincang karena jumlah tiangnya yang tidak

seimbang, disebut dengan sinsign dalam teori trikotomi Pierce.

2. lambaru

Masyarakat Desa Lise mengenal lambaru. Lambaru adalah

nama layang-layang yang berukuran besar yang dikendalikan oleh

seutas tali. Diterbankan dengan ketinggian rata-rata 100 meter.

Penandaan lambaru dalam naskah lontaraq pananrang merujuk

kepada posisi bintang pari. Interpretasi peneliti, mengatakan bahwa

bintang pari di beri penanda lambaru karena posisi bintang

menyerupai orang yang bermain lambaru (layang-layang).

Pemberian nama rasi bintang pari ini, setiap daerah mempunyai

penamaan lain seperti rasi layang-layang, rasi gubuk penceng, rasi

salib selatan, rasi ikan pari dan masih banyak nama lainnya

bergantung kesepakatan orang diwilayah itu menamakannya.


118

sumber: Hadi G, 2011: Mengenal Rasi Gubuk Penceng atau Rasi crux

Rasi Crux tampak seperti ikan pari dan layang-layang, orang

Lise menamakannya Lambaru. Rasi crux oleh para nelayan jaman

dahulu dijadikan sebagai kompas alami yaitu dengan cara menarik

garis lurus kebawah antara Gacrux dan Acrux. Seiring berputarnya

bola langit akibat rotasi dan revolusi bumi, Rasi crux akan

berpindah posisi dari jam ke jamnya. Jika kita simulasikan dengan

stellarium, maka kita akan tahu bahwa Gacrux dan Acrux akan

selalu menunjuk pada sebuah titik yaitu arah selatan.

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat enam buah bintang terang yang mempunyai

sifat keterkaitan dengan menggambarkan orang yang sedang

bermain layang-layang. Layang-layang, dalam masyarakat Desa

Lise menyebutnya tedaq-tedaq yang bentuknya segi empat. Tedaq-

tedaq hanya dimainkan oleh anak-anak belasan tahun, karena

memang jangkauan terbangnya terbatas dan tidak terlalu

membutuhkan tenaga untuk menahannya, sedangkan lambaru

berukuran besar dan bisa terbang tinggi dan membutuhkan tenaga

untuk menahan waktu dimainkan. Dalam trikotomi tanda Pierce,


119

‘lambaru’ berpotensi menjadi penanda dari enam buah bintang

terang, yang dinamakan qualisign. Untuk lebih jelasnya dapat kita

lihat gambar ilustrasi peneliti sebagai berikut:

tedaq-tedaq

Lambaru

Illustrasi gambar di atas, kalau diperhatikan dengan

seksama, posisi bintang lebih mirip dengan tedaq-tedaq, tetapi

masyarakat Desa Lise menyebutnya dengan lambaru. Interpretasi

peneliti tentang penamaan bintang tersebut, karena lambaru

terbangnya tinggi dan khusus orang dewasa yang memainkannya,

hal lain posisi bintang tersebut mirip juga dengan bentuk ikan pari,

namun dikarenakan Desa Lise posisinya jauh dari pantai sehingga

besar kemungkinan orang tua dulu belum pernah melihat bentuk

ikan pari.

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan menjadi lambaru, dalam teori

Pierce disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, lambaru menjadi ikon enam bintang yang muncul di

langit selatan. Jadi dalam naskah lontaraq pananrang tertulis

lambaru berarti mengindeks ke enam bintang di langit Selatan,


120

sekaligus menjadi simbol Penunjuk arah Selatan, lambaru muncul

pada bulan Maret tanggal 7. Bulan April tanggal 30. Bulan Juli

tanggal 26 dan 31. Bulan November tanggal 17 dan 18 pertanda

ada hujan tiga malam, pertanda musim timur, bertiup angin musim

Barat tiga hari, biasanya ada angin kencang. Adapun istilah yang

digunakan dalam simbol lambaru adalah:

a. naraddeq / raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada


posisi bintang diam ditempatnya.
b. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak bintang.
c. naubbaq, muncul dalam artian, rasi bintang mulai kelihatan.

Keterkaitan antara pengambilan penanda teori Pierce

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang yang berjumlah 6 dikaitkan

dengan mainan layang-layang orang dewasa, disebut dengan

sinsign dalam teori trikotomi Pierce.

3. manuq

Masyarakat Desa Lise mengenal manuq adalah ayam.

Penandaan manuq dalam naskah lontaraq pananrang merujuk

kepada posisi tiga bintang terang yang kalau ditarik garis lurus

membentuk segitiga besar di langit yang diberi nama Summer

Triangle. Dalam ilmu Astronomi ketiga bintang itu adalah Vega (dari

rasi Lyra), Altair (dari rasi Aquila), dan Deneb (dari rasi Cygnus),

selalu muncul pada posisi sebelah utara. Interpretasi peneliti,


121

mengatakan bahwa posisi tiga bintang terang di beri penanda

manuq karena posisi bintang menyerupai ayam yang sedang

terbang dilihat pada posisi kejauhan.

sumber: Marpaung, 2013: Beberapa Rasi Bintang dan Mitologinya

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat tiga buah bintang terang yang mempunyai

sifat keterkaitan dengan ayam terbang dari kejauhan. Dalam

trikotomi tanda Pierce, ‘manuq’ berpotensi menjadi penanda dari

tiga buah bintang terang, yang dinamakan qualisign.

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan menjadi manuq, dalam teori

Pierce disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, manuq menjadi ikon enam bintang yang muncul di

langit selatan. Dalam ilmu Astronomi, apabila ketiga bintang itu

muncul pertanda musim panas akan segera tiba, bagi orang-orang

yang tinggal di belahan bumi utara yang mengenal 4 musim. Di

Indonesia tidak ada istilah musim panas, tetapi tetap dapat melihat
122

ketiga bintang tersebut. Jadi dalam naskah lontaraq pananrang

tertulis manuq berarti mengindeks ketiga bintang di langit sebelah

Utara, sekaligus menjadi simbol Penunjuk arah Utara dan beberapa

pemaknaan tertentu. Manuq muncul pada bulan Januari tanggal 1

pertanda baik menanam kapas, 16 pertanda baik, dan 26 pertanda

kalau ada diserang penyakit akan mati. Bulan Februari tanggal 4

pertanda musim Barat satu bulan, dan 5 diberi nama Mawosongé.

Bulan Maret tanggal 19, 22 pertanda keramat tiga hari, yang diberi

nama La Puruasu, 26, dan 30. Bulan April tanggal 2 dinamakan La

Temmabbombang, 3 pertanda tigabelas malam hujan, baik

menanam padi, 5 pertanda mubazir dan 7 pertanda ada hujan insya

Allah. Bulan Juni tanggal 20 dan 25. Bulan Juli tanggal 5, 10

pertanda pamali pergi merantau, 25 dinamakan La Mattoanging,

dan 29 pertanda waktunya pohon kemiri berbunga. Bulan

September tanggal 28 dan 29. Bulan Oktober tanggal 2 pertanda

menanam Gandum di tanah Arab, 3 pertanda baik dinamakan La

Temmaukkeng, 4, 5, 9, 12 pertanda hujan deras waktu sore, 13

dinamakan La Massajang Rennu, 14 dinamakan Talloseq, kalau

dingin pertanda musim Barat akan panjang, 15, 17, 18 dan 23

dinamakan La Sakkatemme, dan 29 pertanda baik. Bulan

Desember tanggal 12 pertanda anak yang lahir akan murah

rezekinya, dan 27 dinamakan La Mattoanging. Adapun istilah yang

digunakan dalam simbol manuq adalah:

a. nabbulé kasé, kuping padi, mengacu pada posisi bintang pada


saat fajar.
b. nakkalipuq, menyatu, mengacu pada posisi bintang hanya dua
kelihatan agak terang.
123

c. nakkatenni/makkatenni/nammula makkatenni, artinya meme-


gang, mengacu pada posisi bintang mulai kelihatan.
d. nalléppé/natalléppé, memisahkan diri, mengacu pada posisi
bintang berpindah memisahkan diri.
e. naompo, sama artinya naubbaq, muncul dalam artian, rasi
bintang mulai kelihatan.
f. naraddeq/raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi bintang diam ditempatnya.
g. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak bintang.
h. panni ataunna, sayap sebelah kanan, mengacu pada bintang
Altair
i. watanna, tubuh, mengacu pada ketiga bintang, vega, Deneb,
dan Altair.
Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang yang berjumlah tiga

dikaitkan dengan ayam besar yang terbang dikejauhan, disebut

dengan sinsign dalam teori trikotomi Pierce.

4. woromporong

Masyarakat Desa Lise mengenal woromporong adalah

benda berkelompok-kelompok. Penandaan woromporong dengan

melihat sebuah gugusan bintang yang bernama Pleiades dalam

ilmu Astronomi atau yang dijuluki sebagai Bintang Tujuh, karena

kalau dilihat tanpa menggunakan teleskop hanya tujuh bintang yang

jelas bersinar. Gugus bintang ini dapat diamati di seluruh Indonesia

bila langit cerah.

Dalam naskah lontaraq pananrang penandaan woromporong

merujuk kepada posisi Bintang Tujuh. Ketujuh Bintang yang


124

dimaksud, dalam ilmu Astronomi adalah: Alcyone, Celaeno, Electra,

Maia, Merope, Taygeta, dan Sterope. Interpretasi peneliti, mengata-

kan bahwa posisi Bintang Tujuh tersebut masing-masing memiliki

kelompok tersendiri, dalam bahasa lontaraq pananrang dikenal

woromporong.

sumber: Dhitasari, 2015: Pleiades: Mitologi dan


signifikansinya dalam Budaya Jawa

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat tujuh buah bintang terang yang mempunyai

sifat keterkaitan dengan rumput yang tumbuh membentuk rumpun

atau kelompok. Rumput tersebut mudah tumbuh di lahan

persawahan dan perkebunan. Dalam trikotomi tanda Pierce,

‘woromporong’ berpotensi menjadi penanda dari tujuh buah bintang

terang, yang dinamakan qualisign. Untuk lebih jelasnya dapat kita

lihat gambar sebagai berikut:


125

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan menjadi woromporong, dalam

teori Pierce disebut legisign.

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan menjadi woromporong yang

merujuk ke tujuh bintang terang di langit Utara, dalam teori Pierce

disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, woromporong menjadi ikon tujuh bintang yang

muncul di langit Utara. Dalam ilmu Astronomi, ketujuh bintang itu

muncul sepanjang tahun sebagai penunjuk arah Utara.

Keistimewaan yang dimiliki bintang ini adalah satu-satunya bintang

yang tidak pernah berpindah tempat sejak pertama kali ditemukan.

Jadi dalam naskah lontaraq pananrang tertulis woromporong berarti

mengindeks ketujuh bintang di langit sebelah Utara, sekaligus

menjadi simbol penunjuk arah Utara dan beberapa pemaknaan

tertentu. Woromporong muncul pada bulan Januari tanggal 22

pertanda hujan atas izin Allah swt., 25, 26 pertanda kalau ada

diserang penyakit akan mati, 27 pertanda hujan tiga malam, dan 28

pertanda hujan insya Allah. April tanggal 24, dan 27 pertanda

kepiting berisi dan baik untuk menanam. Mei tanggal 17, 18

pertanda hujan, 23 pertanda baik menanam dan melakukan pesta

perkawinan, dan 30. Agustus tanggal 7 pertanda baik menanam


126

kacang hijau, pohon Randu berbunga dan hujan insya Allah, 8

pertanda pertengahan musim timur, 10 pertanda pohon kapuk

berbunga, 13, 14, 15 dinamakan talloseq atau hari wafatnya Nabi

Isa as., 16 pertanda baik menanam kacang hijau, pohon mangga

berbunga dan hujan, 19, dan 20. November tanggal 22 kalau ada

angin dan hujan pertanda musim Barat akan singkat di tanah

kelahiran, dan 29 pertanda tidak baik membuat perkakas.

Desember tanggal 1 pertanda musim Barat Lima, 2 pertanda baik

menanam padi, permulaan musim Barat duaratus malam, dingin,

baik menanam tanaman berbuah, tetapi tidak baik membangun

rumah dan 18 pertanda ada angin bertiup selama tujuh malam.

Adapun istilah yang digunakan dalam simbol woromporong adalah:

a. nabbulé kasé, kuping padi, mengacu pada posisi bintang pada


saat fajar.
b. nakkadéra, duduk dikursi, mengacu pada posisi bintang yang
tepat.
c. nakkalipuq, menyatu, mengacu pada posisi bintang hanya dua
kelihatan agak terang.
d. tappettaq, terpental, mengacu pada bintang sudah memisahkan
diri dari bentuk gugus asalnya.
e. nakkampaé, mengambil dengan tangan, mengacu pada bintang
mulai berkumpul membentuk rumpun atau kelompok.
f. nakkatenni/makkatenni, artinya memegang, mengacu pada
posisi bintang mulai kelihatan.
g. nalléppé/ natalléppé, memisahkan diri, mengacu pada posisi
bintang berpindah memisahkan diri.
h. naompo, sama artinya naubbaq, muncul dalam artian, rasi
bintang mulai kelihatan.
i. naraddeq/raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi bintang diam ditempatnya.
j. natalloseq/talloseq ni, sama maknanya nalléppé/natalléppé,
memisahkan diri, mengacu pada posisi bintang berpindah
memisahkan diri.
k. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak bintang.
127

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang yang berjumlah tujuh

dikaitkan dengan tumbuhan yang sering tumbuh di lahan

persawahan secara berkelompok, disebut dengan sinsign dalam

teori trikotomi Pierce.

5. watampatang

Masyarakat Desa Lise mengenal watampatang adalah

benda berbentuk batang. Penandaan watampatang dengan melihat

sebuah gugusan bintang. Adanya bantuan dari Teleskop Ruang

Angkasa Spitzer NASA, para astronom telah melakukan analisis

struktural paling komprehensif dari galaksi kita dan telah

menemukan bukti baru bahwa Bima Sakti jauh berbeda dari galaksi

spiral. Survei yang menggunakan teleskop inframerah yang

mengorbit memberikan fitur cahaya berbentuk seperti batang yang

sangat rinci dan halus yang membedakan Bima Sakti dari galaksi-

galaksi spiral yang lain (Kafi NKCL, Artikel).

Dalam naskah lontaraq pananrang penandaan watampatang

merujuk kepada posisi yang berbentuk seperti batang.


128

sumber: KAFI NKCL, 2016 : Ada Penampakan Cahaya Berbentuk


Batang Di Pusat Galaksi Bima Sakti

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat gugusan bintang yang mempunyai sifat

keterkaitan dengan sesuatu yang berbentuk batang. Masyarakat

Desa Lise mengasumsikan dengan watampatang. Watampatang

yang dimaksudkan oleh masyarakat Desa Lise adalah jamur yang

tumbuh dari kotoran ternak yang sudah kering. Interpretasi peneliti,

pemberian nama watampatang pada gugusan bintang ini, karena

sepintas kelihatan hanya berbentuk batang tanpa menggunakan

teleskop. Dalam trikotomi tanda Pierce, ‘watampatang’ berpotensi

menjadi penanda dari gugusan bintang yang terlihat berbentuk

batang, dinamakan qualisign. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat

gambar sebagai berikut:


129

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan tanda dalam penanda

gugusan bintang dengan nama watampatang, dalam teori Pierce

disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, watampatang menjadi ikon gugusan bintang yang

muncul di langit. Dalam ilmu Astronomi, gugusan bintang tersebut

mempunyai inti (pusat) yang berbentuk roda atau batang. Jadi

dalam naskah lontaraq pananrang tertulis watampatang berarti

mengindeks ke gugusan bintang dengan pemaknaan tertentu.

watampatang muncul pada bulan Januari tanggal 1 pertanda baik.

Maret tanggal 2 dinamakan La Madiwu La Makkasolang Solang

pertanda tidak baik. April tanggal 4 dan 11. Juni tanggal 5 pertanda

tidak baik menanam padi, dan 10 kalau ada hujan pertanda Musim

Timur lemah. Agustus tanggal 28 pertanda akan hujan atas izin

Allah swt. September tanggal 3 pertanda akan ada hujan deras dan

25 pertanda baik, dinamakan hari Arung Mangkau. Desember


130

tanggal 22. Adapun istilah yang digunakan dalam simbol

watampatang adalah:

a. nakkatenni/makkatenni, artinya memegang, mengacu pada


posisi bintang mulai kelihatan.
b. nalabu, terbenam, mengacu pada posisi bintang tidak kelihatan
lagi.
c. nammula makkatenni, disamakan maknanya nakkatenni/
makkatenni artinya memegang, mengacu pada posisi bintang
mulai kelihatan.
d. naraddeq/raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi bintang diam ditempatnya.
e. natampulé, sesuatu yang berat sudah diangkat oleh beberapa
orang.
f. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak bintang.
g. pampuléna, batangnya, mengacu pada inti bintang.

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce,

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini gugusan bintang dengan

watampatang, jamur yang tumbuhan pada kotoran ternak yang

sudah kering, disebut dengan sinsign dalam teori trikotomi Pierce.

6. wara-wara

Masyarakat Desa Lise mengenal wara-wara diartikan bara-

bara, apabila kelihatan warna merah di kaki langit/cakrawala seperti

obor, siang hari banyak hembusan angin tidak terarah, hawa

pengap, dan kering. Gambar illustrasi peneliti sebagai berikut :


131

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat panorama langit sebelah Barat di sore hari

berwarna merah. Masyarakat Desa Lise mengasumsikan dengan

wara-wara. Wara-wara yang dimaksudkan oleh masyarakat Desa

Lise adalah sesuatu yang menyerupai bara api. Dalam trikotomi

tanda Pierce, ‘wara-wara’ berpotensi menjadi penanda dari pano-

rama langit di sore hari yang berwarna merah, dinamakan qualisign.

Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat gambar sebagai berikut:

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan tanda dalam penanda

panorama sore hari dengan nama wara-wara, dalam teori Pierce

disebut legisign.
132

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, wara-wara menjadi ikon panorama sore hari muncul

di langit. Jadi dalam naskah lontaraq pananrang tertulis wara-wara

berarti mengindeks ke panorama sore hari dengan pemaknaan

tertentu. wara-wara muncul pada bulan Februari tanggal 6 pertanda

kurang baik, 8 kalau ada hujan pertanda tanaman akan subur insya

Allah serta dingin kering, 9 pertanda kurang baik, 10 pertanda

keramat dinamakan La Makkanre Api, 11, dan 12 pertanda baik

membuat peralatan Nelayan. Mei tanggal 11 pertanda hujan insya

Allah. Agustus tanggal 22, 25 kalau ada anak lahir pertanda akan

berumur pendek, 27 pertanda hujan keras, 28 pertanda keramat

dinamakan La Makkanre Api, 29 dan 30 dinamakan talloseq.

September tanggal 7 dinamakan La Kamallise. Desember tanggal

16 pertanda hujan, Musim Barat Tujuh dan 17 pertanda akan hujan

lima malam. Adapun istilah yang digunakan dalam simbol wara-

wara adalah:

a. nabbulé kasé, kuping padi, mengacu pada posisi pada saat


fajar.
b. nakkalipuq si, menyatu, mengacu pada posisi kelihatan agak
terang.
c. nakkampaé, mengambil dengan tangan, mengacu mulai
berkumpul membentuk wara-wara.
d. nakkatenni/makkatenni, artinya memegang, mengacu pada
posisi mulai kelihatan.
e. nalléppé/natalléppé, memisahkan diri, mengacu pada posisi
berpindah memisahkan diri.
f. naompo, sama artinya naubba, muncul dalam artian, mulai
kelihatan.
g. naraddeq/raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi diam ditempatnya.
h. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak.
133

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce,

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini panorama sore hari dengan wara-

wara, langit berwarna merah disebut dengan sinsign dalam teori

trikotomi Pierce.

7. walu

Masyarakat Desa Lise mengenal walu diartikan istri tanra.

Tanra yang dimaksud adalah salah satu bentuk tanda yang

digunakan sebagai penanda dalam naskah lontaraq pananrang.

Walu yang dimaksud dalam naskah lontaraq pananrang adalah

salah satu bintang yang terdapat di dekat bintang Salib Selatan.

sumber: id.m.wikipedia.org/rasi_bintang

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat delapan bintang, tiga sejajar dan dikelilingi 5

bintang yang terang. Masyarakat Desa Lise menyebutnya dengan

istri tanra karena bintang tersebut berada disekitar tanra. Tanra

yang di maksudkan yaitu tiga bintang berjajar. Dalam trikotomi


134

tanda Pierce, ‘walu’ berpotensi menjadi penanda dari 5 bintang

yang terang yang mengelilingi tiga bintang terang ‘tanra’,

dinamakan qualisign. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat gambar

sebagai berikut:

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan tanda, dalam teori Pierce

disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, walu menjadi ikon 8 bintang yang muncul di langit.

Jadi dalam naskah lontaraq pananrang tertulis walu berarti

mengindeks ke delapan bintang dengan pemaknaan tertentu. Walu

muncul pada bulan Januari tanggal 19, 21 pertanda baik menanam

padi dan hujan sembilan malam, 24 pertanda baik menanam kapas,

hujan tiga hari, 27 pertanda tiga malam hujan, 29, dan 31. Februari

tanggal 1, 2 pertanda baik menanam ubi, kapas dan tebu, 3, 12

pertanda baik membuat alat nelayan, 13 pertanda baik menanam

Aladi dan peralatan nelayan, dan 24 baik secara inti. April tanggal

1, 21, dan 22 pertanda baik membuat peralatan nelayan. Mei


135

tanggal 5, 7, 8, 14, dan 21 pertanda baik menanam wijen, pasang

dan padi. Juni tanggal 14, 22 kalau hujan pertanda banyak orang

sakit di dalam kampung, dan 26 pertanda berakhir hujan deras. Juli

tanggal 24. Agustus tanggal 3 pertanda tidak baik menanam dan

apa saja dikerjakan. Oktober tanggal 28, dan 31 pertanda baik

menanam tanaman yang berbuah. November tanggal 1 pertanda

baik untuk menanam, 5, 7 pertanda baik menanam kelapa, kalau

ada banjir pertanda musim Timur dingin, 13 pertanda waktunya

menanam betteng dan kacang hijau serta hujan deras atas

kehendak Allah swt., dan 26 pertanda tidak baik menanam padi,

membangun rumah, perkawinan, tidak baik semua. Desember

tanggal 3, 8 pertanda tidak baik menanam padi, tidak akan dimakan

yang punya padi, 13 pertanda akan ada hujan, 18 pertanda ada

angin bertiup, 23 ada angin berhembus sebentar, pertanda musim

Barat akan baik, dan 28 pertanda berakhirnya menanam kacang

hijau. Adapun istilah yang digunakan dalam simbol walu adalah:

a. nabbulé kasé, kuping padi, mengacu pada posisi bintang pada


saat fajar.
b. nacaddoro, berjalan sambil membungkuk dengan bertambah-
nya usia, mengacu pada posisi bintang akan tenggelam.
c. nacadellé, menggantung, mengacu pada posisi bintang akan
tenggelam.
d. nacamalawa, berjarak sama, mengacu pada posisi bintang
kelihatan sama jaraknya.
e. nacidoro, sama dengan nacaddoro, berjalan sambil mem-
bungkuk dengan bertambahnya usia, mengacu pada posisi
bintang akan tenggelam.
f. nakkalipuq si, menyatu, mengacu pada posisi bintang hanya
dua kelihatan agak terang.
g. nakkampaé, mengambil dengan tangan, mengacu pada bintang
mulai berkumpul membentuk walu.
136

h. nakkarateng, sama dengan natangasso, tengah hari, mengacu


pada posisi puncak bintang.
i. nakkotiq, mengambil, mengacu pada posisi bintang sudah
mencapai puncak.
j. nalabu, terbenam, mengacu pada posisi bintang tidak kelihatan
lagi.
k. nangkangulu, berbaring dengan menggunakan alas kepala,
mengacu pada posisi bintang menyentuh kaki langit.
l. naompo, sama artinya naubbaq, muncul dalam artian, rasi
bintang mulai kelihatan.
m. nappadalawa, sama dengan nacamalawa, berjarak sama,
mengacu pada posisi bintang kelihatan sama jaraknya
n. naraddeq/raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi bintang diam ditempatnya.
o. natalloseq/talloseq ni sama maknanya nalléppé/natalléppé, me-
misahkan diri, mengacu pada posisi bintang berpindah
memisahkan diri.
p. natappettaq, terpental, mengacu pada bintang sudah memisah-
kan diri dari bentuk gugus asalnya.
q. nattulekkeng, artinya bersandar bertumpu pada tangan,
mengacu pada posisi bintang menyentuh kaki langit pada posisi
kita melihat bintang.
r. pabbowongna, penutup, posisi bintang sudah tertutupi.
s. tudang lancéngngi, duduk seperti kera, mengacu pada posisi
bintang duduk tunggal.

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce,

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang yang berada pada posisi

dekat tanra (bintang berjajar tiga) dengan walu, sebagai istri tanra

disebut dengan sinsign dalam teori trikotomi Pierce.


137

8. tékko sorong

Masyarakat Desa Lise mengenal tékko sorong diartikan

Bajak tradisional yang ditarik oleh binatang seperti kerbau, sapi,

atau kuda. Bajak digunakan sebagai penanda dalam naskah

lontaraq pananrang dengan melihat bintang di langit, kalau ditarik

garis menghubungkan antara bintang satu dengan bintang lainnya,

kelihatan mirip bajak yang mereka gunakan dalam mengolah tanah

persawahan. Bintang yang dimaksud adalah rasi Bintang Waluku.

sumber: Dhitasari, Selayang Pandang Pranata Mangsa

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat lima bintang. Masyarakat desa Lise

menyebutnya dengan tekko sorong (artinya bajak dorong). Dalam

trikotomi tanda Pierce, ‘tékko sorong’ berpotensi menjadi penanda

dari 5 bintang yang terang, istilah ilmu Astronomi dinamakan rasi

Bintang Waluku, dinamakan qualisign. Untuk lebih jelasnya dapat

kita lihat gambar sebagai berikut:


138

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan tanda, dalam teori Pierce

disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan dengan

objek, tékko sorong menjadi ikon bintang Waluku. Jadi dalam

naskah lontaraq pananrang tertulis tékko sorong berarti

mengindeks ke bintang Waluku dengan pemaknaan tertentu. Tekko

sorong muncul pada bulan Januari tanggal 11 Hujan empat malam

nawellang mtpajungé pertanda baik ditanami padi, Sepuluh malam

hujan serta baik anak yang lahir. Mei tanggal 1 pertanda akan hujan

serta tidak baik menanam. Juli tanggal 31 pertanda tidak baik.

Adapun istilah yang digunakan dalam simbol tékko sorong adalah:

a. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak bintang.


b. nawélang mpajungé, membuka payung, mengacu pada ke-
munculan bintang.

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori Pierce,

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau


139

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang Waluku dengan tekko-

sorong, disebut dengan sinsign dalam teori trikotomi Pierce.

9. tanra

Masyarakat Desa Lise mengenal tanra. Tanra yang

dimaksud adalah tampak bintang sejajar tiga dilangit malam. Dalam

ilmu Astronomi yang dihimpun dari berbagai sumber bintang yang

sejajar tiga tersebut adalah rasi orion memiliki ciri yang sangat

mencolok yaitu 3 bintang sejajar ditengahnya dan 2 bintang di

kanan kirinya. Ketiga bintang sejajar itu bernama : mintaka, alnilam

dan alnitak memiliki jarak yang sangat berjauhan. Mintaka berjarak

900 tahun cahaya, Alnilam 1.359 tahun cahaya dan Alnitak 800

tahun cahaya. Disebelah kanan bintang 3 tersebut adalah Nebula

atau awan antar bintang. Nebula adalah tempat dimana bintang-

bintang dilahirkan atau dengan kata lain Nebula adalah rahimnya

para bintang. Dalam Naskah lontaraq pananrang digunakan

sebagai penanda.

sumber: Alpha Centauri wikipedia.org

Pada tataran Representamen (R), dalam hal ini bentuk fisik

sebuah tanda terlihat tiga bintang. Masyarakat Desa Lise

menyebutnya dengan tanra. Dalam trikotomi tanda Pierce, ‘tanra’


140

berpotensi menjadi penanda dari 3 bintang yang terang, istilah ilmu

Astronomi dinamakan rasi Orion, dinamakan qualisign. Untuk lebih

jelasnya dapat kita lihat gambar sebagai berikut:

Dalam trikotomi tanda Pierce di kenal dengan istilah sinsign,

artinya tanda dengan pemberian nama memiliki keterkaitan,

kemudian meningkat ke kesepakatan tanda, dalam teori Pierce

disebut legisign.

Pada tataran kedua Trikotomi Pierce yakni hubungan

dengan objek, tanra menjadi ikon bintang berjajar tiga. Jadi dalam

naskah lontaraq pananrang tertulis tanra berarti mengindeks ke

bintang berjajar tiga dengan pemaknaan tertentu.

Tanra muncul pada bulan Januari tanggal 6 pertanda lima

hari hujan musim barat sembilan, dan 14. Februari tanggal 15, 19

pertanda baik menanam padi, 20, 22, 23, 25, 26, dan 28. Maret

tanggal 1 pertanda hujan menggenangi, 2, 3 pertanda baik, 4

pertanda baik baik menanam wijen, 6, 9 pertanda hari baik, 10

pertanda baik menanam wijen, 11 dan 14 pertanda Pohon

awerangé berbunga, hujan, serta baik menanam padi, dan 18

pertanda baik menanam padi. Mei tanggal 22 pertanda baik untuk


141

perkawinan, 26 pertanda pertanda baik, hujan atas izin Allah swt.,

dan 31. Juni tanggal 4, 8 pertanda kepeting berisi, 12 pertanda

tidak baik menanam padi, 24, dan 28 pertanda hari arung mangkaui

namanya, hujan menggenangi atas izin Allah. Juli tanggal 2

pertanda hari baik, apa saja dikerjakan akan baik, kalau bertepatan

hari Jumat bulan purnama, pertanda baik. September tanggal 10,

11, 12 pertanda kebakaran, 14 pertanda hujan insya Allah, 15

pertanda baik, 17, 18 pertanda, keramat La Mapatuddu La

Makkasolang Solang pasti merusak, 19 dinamakan talloseq, 20, 21

pertanda hari keramat, 22 pertanda baik, dan 28. Oktober tanggal

20. November tanggal 19 pertanda Waktu tanamnya kacang hijau

di lahan dan di gunung, 23 pertanda anak yang lahir akan rakus,

dan 26 pertanda tiga malam hujan. Desember tanggal 1, 4, dan 31

pertanda baik menanam kelapa, baik juga menanam ubi Jawa.

Adapun istilah yang digunakan dalam simbol tanra adalah:

a. Lamaccinta Golla … Tudang Sicabbirusennai … Mattanété


Lampé, istilah yang digunakan untuk awal masa tanam varietas
padi berumur panjang berkisar 120 hari.
b. nabbulé kasé, kuping padi, mengacu pada posisi bintang pada
saat fajar.
c. nakkalipuq, menyatu, mengacu pada posisi bintang hanya dua
kelihatan agak terang.
d. nakkampaé, mengambil dengan tangan, mengacu pada bintang
mulai berkumpul membentuk tanra.
e. nakkatenni/makkatenni, artinya memegang, mengacu pada
posisi bintang mulai kelihatan.
f. nalléppé/natalléppé, memisahkan diri, mengacu pada posisi
bintang berpindah memisahkan diri.
g. naompo, sama artinya naubbaq, muncul dalam artian, rasi
bintang mulai kelihatan.
h. naraddeq/raddeq i, artinya diam tidak bergerak, mengacu pada
posisi bintang diam ditempatnya.
142

i. natallaga, terhalang, mengacu pada bintang yang terhalang


j. natalloseq/talloseq ni, sama maknanya nalléppé/natalléppé,
memisahkan diri, mengacu pada posisi bintang berpindah
memisahkan diri.
k. natangasso, tengah hari, mengacu pada posisi puncak bintang.
l. pampuléna, batangnya, mengacu pada inti bintang.
m. watanna, tubuh, mengacu pada bintang

Keterkaitan antara pengambilan penanda dalam teori

Pierce, dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pananrang, terjadi karena adanya norma yang terkandung dalam

suatu tanda, Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan

suatu fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau

kenyataan aktual, dalam hal ini bintang berjajar tiga (Nebula Orion)

dengan tanra, disebut dengan sinsign dalam teori trikotomi Pierce.

4. Makna Tanda Dalam Lontaraq Pananrang Masyarakat Desa Lise

Makna yang dikandung tiap tanda pada naskah lontaraq

pananrang atau allaong rumang yakni:

éppangngé

Posisi Arti Makna


natampulé Secara perlahan kelima - Baik
éppangngé bintang yang muncul di
langit selatan mulai
terangkat.

nakkatenni Mengacu pada posisi - hujan,


éppangngé kelima bintang mulai
- musim barat
kelihatan di langit selatan.
Sembilan
nattulekkengngi Mengacu pada posisi - Hujan pertanda
éppangngé kelima bintang menyentuh baik
kaki langit pada posisi kita
melihat bintang

tappasaq i Mengacu pada kelima - Tenang


éppangngé bintang yang kelihatan
- Tiga malam
sudah tertanam pada kaki
143

langit hujan

naraddeq Mengacu pada posisi - Hujan


éppangngé kelima bintang diam
- Tidak baik
ditempatnya
menanam,
Lambaru

Posisi Arti Makna


naubbaq Ikon enam bintang yang - Ada angin besar
lambarué muncul di langit selatan.
- Musim Barat tiga,
tangasso Mengacu pada posisi - Hujan
Lambarué puncak enam bintang yang
muncul di langit selatan.

naraddeq Mengacu pada posisi - Tiga malam hujan,


Lambarué enam bintang yang
- Musim timur
muncul di langit selatan
diam ditempatnya - Dingin sekali

manuq

Posisi Arti Makna

manuq é Merujuk kepada posisi tiga - Musim barat satu bulan


bintang terang yang kalau
ditarik garis lurus
membentuk segitiga besar
di langit

nabbulé kasé Mengacu pada posisi - Hujan insya allah


pannina manuq é sayap tiga bintang terang
pada saat fajar.

nabbulé kasé Mengacu pada posisi - Hujan deras di tanah


watanna manuq é tubuh ketiga bintang makassar
terang pada saat fajar.

nakkalipuq si Mengacu pada posisi - Menanam gandung di


pannina manuq é sayap ketiga bintang. tanah Arab

nakkalipuq si Mengacu pada posisi - hujan deras waktu sore


watanna manuq é tubuh ketiga bintang.

nakkatenni manuq é Mengacu pada posisi - dinamakan La


ketiga bintang mulai Temmabbombang
kelihatan

nalléppé manuq é Mengacu pada posisi - disebut talloseq


bintang berpindah
- kalau dingin pertanda
memisahkan diri.
musim barat panjang.
144

nammula Mengacu pada posisi - tigabelas malam hujan


makkatenni pannina sayap ketiga bintang mulai
kelihatan - baik menanam padi
nalléppé manuq é
naompo pannina Mengacu pada posisi - Baik menanam kapas.
manuq é munculnya sayap ketiga
- Pamalinya orang bugis
bintang mulai kelihatan.
pergi jauh mencari
kehidupan
- Baik anak yang lahir
akan murah rejekinya.
- Dikatakan La
Mattoanging

napaita manuq é Mengacu pada posisi - Waktunya pohon kemiri


ketiga bintang mulai berbunga
kelihatan

naradde panni mengacu pada posisi - Baik


ataunna manuq é sayap sebelah kanan
bintang diam ditempatnya,
(mengacu pada bintang
Altair)

naradde pannina Mengacu pada posisi - Kalau ada diserang


manuq é sayap bintang diam penyakit akan hidup
ditempatnya, (mengacu
pada bintang Altair dan - Dinamakan Mawosongé
Deneb).

Natangasso pannina Mengacu pada posisi - Dinamakan La Puruasu


manuq é puncak sayap ketiga
- Keramat tiga hari
bintang.
- Mubazir
- Pertanda baik
- La Temmaukkeng
namanya,
- Sering juga dinamakan
La Tellusapana Poé
Pangngé
- La Sakkatemme
namanya

Natangasso watanna Mengacu pada posisi - Hujan


manuq é puncak ketiga bintang.
- Dinamakan La
Massajang Rennu
pannina manuq Mengacu pada posisi - Dinamakan Mapettu
sayap ketiga bintang. Tampani atau La
Mattoanging

-
145

woromporong

Posisi Arti Makna


naompo Ikon tujuh bintang yang - Hujan menggenangi
woromporong mulai muncul kelihatan di
- Angin bertiup waktu
langit Utara.
pagi
- Kalau ada angin dan
hujan, pertanda musim
barat akan singkat di
tanah kelahiran
- Musim barat lima

makkatenni Mengacu pada posisi ke - Pohon kapuk berbunga


woromporong tujuh bintang mulai
kelihatan.

nabbulé kasé Mengacu pada posisi ke - Baik menanam kacang


woromporong tujuh bintang pada saat hijau,
fajar. - Pohon mangga juga
berbunga,
- Hujan Insya Allah

nangiri anginna Mengacu pada posisi - Angin bertiup tujuh


woromporong angin berhembus pada malam
saat muncul tujuh bintang.

nakkadéra Mengacu pada ke tujuh - Baik menanam dan


woromporong bintang yang tepat pada perkawinan
posisinya.

nakkampaé Mengacu pada bintang - Baik menanam kacang


woromporong mulai berkumpul hijau,
membentuk kelompok
- Pohon Radda
berbunga,
- Hujan insya Allah.
nammula Mengacu pada posisi ke - Hujan menggenangi
makkatenni tujuh bintang mulai atas izin Allah swt.
woromporong kelihatan.

naraddeq / raddeqi mengacu pada posisi ke - Baik menanam padi dan


woromporong tujuh bintang diam tanaman berbuah
ditempatnya.
- Permulaan musim barat
duaratus malam,
- Dingin,
- Tidak baik membangun
rumah
- Kepiting berisi
natalléppé / naléppé Mengacu pada posisi ke - Dinamakan talloseq.
146

woromporong tujuh bintang berpindah - Hari wafatnya nabi isa


memisahkan diri. as.
- Tiga malam hujan
natangasso mengacu pada posisi - kalau ada diserang
woromporong puncak ke tujuh bintang. penyakit akan mati
- berawalnya air putih.

tappettaq ni Mengacu pada tujuh - tidak baik membuat


woromporong bintang sudah perkakas
memisahkan diri dari
bentuk gugus asalnya.

watampatang
Posisi Arti Makna
- Gugusan bintang - Dikatakan La Madiwu
memberikan fitur cahaya La Makkasolang Solang
berbentuk seperti batang. pasti merusak

nammula Mengacu pada posisi - Kalau hujan musim


makkatenni gugusan bintang mulai timur lemah
watampataé kelihatan.

natampulé Secara perlahan gugusan - Baik


watampataé bintang yang muncul mulai
terangkat.

natangasso Mengacu pada posisi - Hari baik


pampuléna puncak inti gugusan
- Hari Arung Mangkauq
watampataé bintang.
namanya

natangasso Mengacu pada posisi - Tidak baik menanam


watampataé puncak gugusan bintang padi

raddeq toni / Mengacu pada posisi - Hujan atas izin Allah


naraddeq gugusan bintang diam swt.
watampataé ditempatnya.
- Hujan deras

wara-wara

Posisi Arti Makna


Panorama langit sebelah - Hujan,
Barat di sore hari berwarna
- Musim barat tujuh
merah.

mula makkateniwi Mengacu pada posisi - Kurang baik


wara-waraé mulai kelihatan.

nabbulé kasé wara- Mengacu pada posisi pada - Baik membuat alat
waraé saat fajar. nelayan
147

- Disebut juga talloseq

nakkalipuq si wara- Mengacu pada posisi - Kurang baik


waraé kelihatan agak terang.
- Hujan deras
nakkatenni wara- mengacu pada posisi - Dingin kering,
waraé mulai kelihatan.
- Kalau ada hujan
tanaman akan subur
insya allah
- Kalau ada anak lahir
akan berumur pendek.

naompo wara-waraé Mulai kelihatan. - La Kamallise namanya

naraddeq wara- Mengacu pada posisi diam - Hujan atas kehendak


waraé ditempatnya. Allah.
- Hujan lima malam
natalléppé wara- Mengacu pada posisi
waraé berpindah memisahkan - Disebut juga Talloseq
diri.

natangasso wara- Mengacu pada posisi - Keramat,


waraé puncak.
- Dinamakan La
Makkanre Api
Walu

Posisi Arti Makna

Sebuah tanda terlihat - Tidak baik


delapan bintang, tiga - Menanam padi,
sejajar dan ada yang - Membangun rumah,
terang.
- Perkawinan,
- Tidak baik semua
nabbulé kasé walué Mengacu pada posisi - Baik menanam ubi,
delapan bintang pada saat kapas dan tebu.
fajar.

nacaddoro walué Mengacu pada posisi - Berhembus angin


delapan bintang akan sebentar,
tenggelam
- Musim barat
- Baik
- Berhenti waktunya
tanaman kacang hijau

Nacadellé walué Mengacu pada posisi - Hujan


delapan bintang akan
- Bertiup angin
tenggelam.

nacamalawa walué Mengacu pada posisi - Waktunya menanam


delapan bintang kelihatan bettengngé, kacang
148

sama jaraknya hijau,


- Hujan deras atas
kehendak allah.

nacidoro walué Mengacu pada posisi - Baik secara inti


delapan bintang akan
tenggelam.

nakkarateng walué Mengacu pada posisi - Berakhirnya hujan


puncak delapan bintang. deras

nakkotiq walué Mengacu pada posisi - Baik menanam Aladi,


delapan bintang sudah
- Baik membuat
mencapai puncak.
peralatan nelayan.

nangkangulu walué Mengacu pada posisi - Baik menanam kapas,


delapan bintang
- Hujan tiga hari
menyentuh kaki langit.

naompo walué Rasi bintang mulai - Baik menanam kelapa,


kelihatan. - Kalau ada banjir, musim
timur dingin

naraddeq walué Mengacu pada posisi - Baik menanam wijen,


delapan bintang diam pisang, dan padi
ditempatnya.

natappettaq walué Mengacu pada delapan - Tidak baik menanam


bintang sudah dan
memisahkan diri dari
- Apa saja dikerjakan
bentuk gugus asalnya

nattulekkeng walué Mengacu pada posisi - Dinamakan La


delapan bintang menyen- Temmabbombang
tuh kaki langit pada posisi
kita melihat bintang.

pabbowonna walué Posisi delapan bintang - Baik menanam


sudah tertutupi tanaman yang berbuah.

tudang lancéngngi Mengacu pada posisi - Baik untuk menanam


walué delapan bintang duduk
tunggal.

tékko-sorong

Posisi Arti Makna


- Rasi Bintang Waluku - Hujan empat sampai
sepuluh malam
nawellang mpajungé
- Baik ditanami padi,
149

- Baik anak yang lahir


natangasso tekko- Mengacu pada posisi - Tidak baik
sorong puncak bintang.

tanra

Posisi Arti Makna


La Mattanété Lampé Istilah yang digunakan - Baik menanam padi
… untuk awal masa tanam
- Hari keramat
varietas padi berumur
La Maccinta Golla
panjang berkisar 120 hari.
Tudang Si Cabbiru
Sennai
makkatenni tanraé Mengacu pada posisi - Dunia,
bintang sejajar tiga mulai
- Baik
kelihatan.
- Hujan insya allah
nabbulé kasé Mengacu pada posisi - Baik menanam wijen
watanna tanraé bintang sejajar tiga pada
saat fajar.

nakkalipuq Mengacu pada posisi inti - Hujan menggenangi


pampuléna tanraé bintang sejajar tiga hanya
dua kelihatan agak terang.

nakkampaé tanraé Mengacu pada bintang - Hari baik,


sejajar tiga mulai - Apa saja dikerjakan
berkumpul akan baik
- Kalau bertepatan hari
jumat bulan purnama,
pertanda baik
- Kebakaran

nampulé… watanna Mengacu pada inti bintang - Baik menanam padi.


tanraé sejajar tiga.

naompo pampuléna Inti rasi bintang sejajar tiga - Tidak baik menanam
tanraé mulai kelihatan. padi
- Turun benihnya
karaeng tirowang,
buatan air di padang
dan di gunung
- Anak yang lahir akan
rakus
naompo tanraé Rasi bintang sejajar tiga - Tiga malam hujan,
mulai kelihatan.

naraddeq pampuléna Mengacu pada posisi inti - Baik untuk perkawinan


tanraé bintang sejajar tiga diam
- Pertanda baik, hujan
150

ditempatnya. atas izin allah swt.


- Kepeting berisi
naraddeq tanraé Mengacu pada posisi - Lima hari hujan
bintang sejajar tiga diam
- Musim barat.
ditempatnya.

natallaga tanraé Mengacu pada bintang - Baik menanam kelapa,


sejajar tiga yang terhalang
- Baik juga menanam ubi
jawa
natalléppé tanraé Mengacu pada posisi - Dinamakan talloseq
bintang sejajar tiga
natalloseq tanraé - Apa saja akan baik.
berpindah memisahkan
diri.

natangasso Mengacu pada posisi - Baik menanam wijen


pampuléna tanraé puncak inti bintang sejajar
- Baik menanam padi
tiga.

natangasso tanraé Mengacu pada posisi - Keramat


puncak bintang sejajar
- La Mapatuddu La
tiga.
Makkasolang Solang
pasti merusak
naunga awerangngé - Pohon awerangé
… namaputé berbunga,
- Hujan,
- Baik menanam padi
pampuléna tanraé Mengacu pada inti bintang - Ini yang dikatakan
sejajar tiga. orang Makassar musim
barat tengah
- Hujan waktu sore
- Banyak Hujan dan
angin

pampuléna po ri Mengacu pada inti bintang - Dikatakan hari arung


monrié … esso sejajar tiga. mangkaui namanya,
arungmangkaui - Hujan menggenangi
atas izin allah

5. Perspektif Tanda bagi Orang Bugis

Lontaraq Pananrang salah satu karya tulis yang dihasilkan oleh

nenek moyang suku Bugis. Lontaraq Pananrang merupakan salah satu

manifestasi kebudayaan manusia yang tercipta dari hasil pemikiran dan


151

kreatifitas peninggalan manusia. Salah satu lontaraq yang menjadi bukti

peninggalan kebudayaan orang Bugis yang paling tua dan lama,

mendahului peradaban Islam di Sulawesi Selatan adalah La Galigo. Para

ahli pernah meneliti La Galigo mengatakan La Galigo pertama kali ditulis

sebelum Islam datang di Sulawesi Selatan, Mattulada memperkirakan

sekitar abad 7-9 M, Fachruddin abad ke 13M, dan Pelras abad ke 14M.

Lontaraq yang berisi hasil pemikiran, pengamatan, dan kejadian-kejadian

yang mereka alami, akhirnya dapat dikenang setiap saat ataupun

diwariskan ke generasi keturunannya. (Rahman, 2006: xi).

Aksara Lontaraq yang terdiri atas 18 huruf dan juga tulisan huruf

Makassar tua yang diciptakan Daeng Pamatte tahun 1538. Saat ini

bentuknya lebih disederhanakan sehingga jumlah hurufnya menjadi 19,

akibat masuknya pengaruh bahasa Arab. Naskah lontaraq tersebut

meliputi, pertama, aksara Lontaraq Toa Jangang-Jangang, yang

merupakan aksara lontaraq tempo dulu. Kedua, aksara Lontaraq Sulapaq

Appaq, yang merupakan aksara lontaraq yang dipakai umum di

masyarakat. Terakhir, aksara Lontaraq Bilang-Bilang, khusus dipakai di

kerajaan yang dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan kerajaan. (Kulle,

2008: 17-18)

Aksara atau tulisan yang dirumpun akan melahirkan sebuah

bahasa yang memiliki makna tentang apa yang dituliskan para

penulisnya. Salah satu naskah lontaraq yang ditulis dalam aksara

lontaraq Sulapaq Appaq, yang sarat dengan makna yaitu lontaraq

Pananrang Allaong rumang yang dimiliki masyarakat Desa Lise. Setiap

makna yang terkandung setiap kejadian di sertai dengan tanda-tanda


152

untuk menandai sebuah peristiwa atau ramalan kejadian yang bakal

terjadi.

Nenek moyang orang Bugis dalam mengambil sebuah tanda

dengan cara mengambil keserupaan yang ada di sekitarnya kemudian

disepakati sebagai penanda. Pemilihan tanda yang dijadikan sebagai

penanda dipilih secermat mungkin agar orang yang membaca lontaraq

pananrang mudah memahami maksud dan makna yang terkandung

dalam naskah lontaraq.

Berdasarkan uraian di atas, hal baru yang dapat ditemukan

melalui penelitian ini adalah nenek moyang orang Bugis mengambil

sebuah penanda berdasarkan budaya atau benda yang mereka sering

lihat dan kenal di lingkungan sekitarnya, sedangkan Pierce mengambil

penanda berdasarkan logika, dalam artian penanda yang di pilih dapat di

terima secara akal sehat.

Menelusuri teori Semiotika yang di pelopori oleh Pierce (1839-

1914) sekitar abad 19M dengan sejarah lontaraq yang diperkirakan

Mattulada ditulis sekitar abad 7-9M, memungkinkan jauh sebelum teori

Pierce dikenal dalam ilmu Semiotika, nenek moyang orang Bugis sudah

mengenal penanda dan petanda. Bahkan dengan pengalaman dan

pengetahuan yang mereka miliki, sudah mampu membaca bintang di

langit yang kita kenal sekarang dengan ilmu Astronomi.

Tabel di bawah ini memberikan gambaran secara umum perspektif

tanda yang digunakan dalam naskah lontaraq pananrang atau allaong

rumang.
153

éppang

representamen Qualisign : Sebuah bangunan yang tidak cukup


tiangnya dalam bahasa bugis disebut
képpang
Sinsign : Dikaitkan dengan terlihatnya lima buah
bintang terang
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
éppang untuk menandai lima buah
bintang terang

objek ikon : éppang, rumah yang pincang


indeks : Éppang mengindeks ke Rasi Crux, lima
bintang yang muncul di langit selatan
simbol : Jadi kalau ada kata éppang dalam
naskah lontaraq pananrang merupakan
simbol dari Rasi Crux

interpretasi : Penanda éppang untuk petanda lima bintang yang


muncul di langit selatan, karena orang yang mengerti
bahasa Bugis bisa menginterpretasikan arti yang
dimaksud dari kata éppang. Dengan bantuan
penjelasan pallontaraq dia lebih mudah memahami
yang dimaksud éppang dalam lontaraq pananrang.

lambaru

representamen Qualisign : Nama layang-layang yang berukuran


besar yang dikendalikan oleh seutas
tali.
Sinsign : Dikaitkan dengan rasi bintang Pari.
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
lambaru untuk menandai rasi bintang
Pari.

objek ikon : lambaru


indeks : lambaru mengindeks ke Rasi bintang
Pari.
simbol : Jadi kalau ada kata lambaru dalam
naskah lontaraq pananrang merupakan
simbol dari Rasi bintang Pari.
interpretasi : Penanda lambaru untuk petanda rasi bintang Pari,
karena orang yang mengerti bahasa Bugis bisa
menginterpretasikan arti yang dimaksud dari kata
lambaru. Dengan bantuan penjelasan pallontaraq dia
lebih mudah memahami yang dimaksud lambaru
154

dalam lontaraq pananrang.


manuq

representamen Qualisign : Salah satu jenis unggas yang daging


dan telurnya bisa di konsumsi oleh
manusia.
Sinsign : Dikaitkan dengan tiga bintang terang
(Summer Triangle).
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
manuq untuk menandai tiga bintang
terang.

objek ikon : manuq besar yang sedang terbang.


indeks : manuq mengindeks ke tiga bintang
terang.
simbol : Jadi kalau ada kata manuq dalam
naskah lontaraq pananrang merupakan
simbol dari tiga bintang terang.

interpretasi  Posisi tiga bintang terang di beri penanda manuq


karena posisi bintang menyerupai ayam yang
sedang terbang dilihat pada posisi kejauhan.
 Penanda manuq untuk petanda tiga bintang terang,
karena orang yang mengerti bahasa Bugis bisa
menginter-pretasikan arti yang dimaksud dari kata
manuq. Dengan bantuan penjelasan pallontaraq dia
lebih mudah memahami yang dimaksud manuq
dalam lontaraq pananrang.

woromporong

representamen Qualisign : Benda berkelompok-kelompok; ada juga


masyarakat bugis yang menandai salah
satu jenis rumput yang sering tumbuh di
lahan.
Sinsign : Dikaitkan dengan Rasi Bintang Tujuh
(Pleiades).
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
worom-porong untuk menandai Rasi
Bintang Tujuh.

objek ikon : woromporong


indeks : woromporong mengindeks ke Rasi
Bintang Tujuh.
155

simbol : Jadi kalau ada kata woromporong


dalam naskah lontaraq pananrang me-
rupakan simbol dari Rasi Bintang Tujuh.

interpretasi  Posisi Rasi Bintang Tujuh di beri penanda


woromporong karena posisi rasi Bintang Tujuh
tersebut masing-masing memiliki kelompok
tersendiri.
 Penanda woromporong untuk petanda rasi Bintang
Tujuh, karena orang yang mengerti bahasa Bugis
bisa menginter-pretasikan arti yang dimaksud dari
kata woromporong. Dengan bantuan penjelasan
pallontaraq dia lebih mudah memahami yang
dimaksud woromporong dalam lontaraq pananrang.

watampatang

representamen Qualisign :  Benda berbentuk batang ;


 Jamur yang tumbuh dari kotoran
ternak yang sudah kering.
Sinsign : Dikaitkan dengan fitur cahaya berbentuk
seperti batang.
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
watampatang untuk menandai fitur
cahaya berbentuk seperti batang.

objek ikon : watampatang


indeks : watampatang mengindeks ke fitur
cahaya berbentuk seperti batang.
simbol : Jadi kalau ada kata watampatang dalam
naskah lontaraq pananrang merupakan
simbol dari fitur cahaya berbentuk
seperti batang.

interpretasi  Posisi fitur cahaya berbentuk seperti batang di beri


penanda watampatang karena sepintas kelihatan
fitur cahaya berbentuk seperti batang tanpa
menggunakan teleskop.
 Penanda watampatang untuk petanda fitur cahaya
berbentuk seperti batang, karena orang yang
mengerti bahasa Bugis bisa menginterpretasikan arti
yang dimaksud dari kata watampatang. Dengan
bantuan penjelasan pallontaraq dia lebih mudah
memahami yang dimaksud watampatang dalam
lontaraq pananrang.
156

wara-wara

representamen Qualisign : Bara-bara.


Sinsign : Dikaitkan dengan warna merah di kaki
langit/ cakrawala seperti obor, siang hari
banyak hembusan angin tidak terarah,
hawa pengap, dan kering.
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
wara-wara untuk menandai warna
merah di kaki langit/cakrawala seperti
obor.

objek ikon : Wara-wara


indeks : Wara-wara mengindeks ke warna merah
di kaki langit/cakrawala seperti obor.
simbol : Jadi kalau ada kata wara-wara dalam
naskah lontaraq pananrang merupakan
simbol dari warna merah di kaki
langit/cakrawala seperti obor.

interpretasi  Posisi warna merah di kaki langit/cakrawala seperti


obor di beri penanda wara-wara.
 Penanda wara-wara untuk petanda Warna merah di
kaki langit/cakrawala seperti obor, karena orang
yang mengerti bahasa Bugis bisa menginterpretasi-
kan arti yang dimaksud dari kata wara-wara. Dengan
bantuan penjelasan pallontaraq dia lebih mudah
memahami yang dimaksud wara-wara dalam
lontaraq pananrang.

walu

representamen Qualisign : istri tanra.


Sinsign : Dikaitkan dengan salah satu bintang
yang terdapat di dekat bintang Salib
Selatan.
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi walu
untuk menandai salah satu bintang yang
terdapat di dekat bintang Salib Selatan.

objek ikon : walu


indeks : walu mengindeks ke salah satu bintang
yang terdapat di dekat bintang Salib
Selatan.
simbol : Jadi kalau ada kata walu dalam naskah
lontaraq pananrang merupakan simbol
157

dari salah satu bintang yang terdapat di


dekat bintang Salib Selatan.

interpretasi  Posisi salah satu bintang yang terdapat di dekat


bintang Salib Selatan di beri penanda walu.
 Penanda walu untuk petanda salah satu bintang
yang terdapat di dekat bintang Salib Selatan, karena
orang yang mengerti bahasa Bugis bisa
menginterpretasikan arti yang dimaksud dari kata
walu. Dengan bantuan penjelasan pallontaraq dia
lebih mudah memahami yang dimaksud walu dalam
lontaraq pananrang.

tékko-sorong

representamen Qualisign : Bajak tradisional yang ditarik oleh


binatang seperti kerbau, sapi, atau
kuda.
Sinsign : Dikaitkan dengan rasi Bintang Waluku.
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi
tékko-sorong untuk menandai rasi
Bintang Waluku.

objek ikon : tékko-sorong


indeks : tékko-sorong mengindeks ke rasi
Bintang Waluku.
simbol : Jadi kalau ada kata tékko-sorong dalam
naskah lontaraq pananrang merupakan
simbol dari rasi Bintang Waluku.

interpretasi  Posisi rasi Bintang Waluku di beri penanda tékko-


sorong.
 Penanda tékko-sorong untuk petanda rasi Bintang
Waluku, karena orang yang mengerti bahasa Bugis
bisa menginterpretasikan arti yang dimaksud dari
kata tékko-sorong, kalau ditarik garis menghubung-
kan antara bintang satu dengan bintang lainnya,
kelihatan mirip bajak yang mereka gunakan dalam
mengolah tanah persawahan. Dengan bantuan
penjelasan pallontaraq dia lebih mudah memahami
yang dimaksud tékko-sorong dalam lontaraq
pananrang.
158

tanra

representamen Qualisign : Tanda.


Sinsign : Dikaitkan dengan bintang sejajar tiga.
Legisign : Meningkat ke kesepakatan menjadi tanra
untuk menandai bintang sejajar tiga.

objek ikon : tanra


indeks : tanra mengindeks ke bintang sejajar tiga.
simbol : Jadi kalau ada kata tanra dalam naskah
lontaraq pananrang merupakan simbol
dari bintang sejajar tiga.

interpretasi : Posisi bintang sejajar tiga di beri penanda tanra.


Dengan bantuan penjelasan pallontaraq dia lebih
mudah memahami yang dimaksud tanra dalam
lontaraq pananrang.
159

Contents

B. Pembahasan .............................................................. 91
1. Kedudukan Lontaraq Pananrang Bagi Masyarakat Desa
Lise ................................................................................... 92
2. Fungsi Lontaraq Pananrang Bagi Masyarakat Desa
Lise ................................................................................... 97
3. Bentuk Tanda Dalam Naskah Lontaraq Pananrang
Masyarakat Desa Lise ...................................................... 114
4. Makna Tanda Dalam Lontaraq Pananrang Masyarakat
Desa Lise.......................................................................... 142
5. Perspektif Tanda bagi Orang Bugis .................................. 150
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Naskah lontaraq merupakan karya sastra lama yang mengandung

beberapa informasi antara lain, cerita-cerita rakyat, ilmu pengobatan, silsilah

keturunan, mantra ataupun kepercayaan. Salah satu naskah lontaraq yang

dijadikan objek penelitian adalah naskah lontaraq pananrang yang digunakan

masyarakat Desa Lise. Naskah tersebut berisikan petunjuk yang digunakan

para petani untuk melakukan aktifitas menanam tanaman seperti padi dan

palawija. Dalam naskah juga ditemukan pedoman waktu baik dan buruk

untuk melakukan suatu hajatan seperti membangun/mendirikan rumah,

perkawinan, perkiraan cuaca, merantau, ramalan nasib anak yang baru lahir,

serta larangan dan anjuran melakukan suatu aktifitas.

Berdasarkan hal tersebut di atas, setiap petunjuk yang dimaksud

dalam naskah lontaraq pananrang, didasari atas dasar munculnya hari,

bulan, dan tahun. Petunjuk yang tertuang dalam naskah lontaraq pananrang

atau Allaon rumang diuraikan secara lengkap menurut bagian-bagian

tersendiri. Peneliti fokus mengungkap pada aspek kedudukan dan fungsi

serta mendeskripsikan bentuk dan makna dalam naskah lontaraq pananrang

yang digunakan masyarakat Desa Lise dalam perspektif semiotika Pierce.

Dalam penelitian ini digunakan ilmu Filologi sebagai ilmu pendukung, untuk

mengungkap tanda yang digunakan dalam naskah lontaraq pananrang. Hasil

yang diperoleh dalam penerapan ilmu Filologi menjadi data primer berupa
160

tanda yang selanjutnya dianalisis dengan mengungkap bentuk dan makna

yang terkandung setiap tanda.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat dikemukakan

kesimpulan sebagai berikut, yaitu:

1. Kedudukan lontaraq pananrang bagi masyarakat Desa Lise masih

dibutuhkan terutama pada waktu akan melaksanakan suatu hajatan

seperti bercocok tanam, membangun rumah dan pesta pernikahan.

Menurut pengetahuan orang tua dulu, ada bulan dan hari tertentu

yang menurut pengetahuan mereka merupakan hari naas melakukan

sebuah hajatan. Petani yang mempunyai lahan persawahan tadah

hujan masih berpedoman pada lontaraq pananrang untuk

memprediksi curah hujan yang bakal terjadi selama musim tanam.

Kedudukannya sebagai pedoman yang disakralkan, dapat dilihat pada

waktu akan melaksanakan suatu kegiatan. Salah satu manfaat yang

diperoleh dengan adanya pedoman yang mereka jadikan sebagai

pegangan adalah adanya kebersamaan dalam melakukan kegiatan.

Khususnya di bidang pertanian ada kekompakan selama musim

tanam seperti, tidak saling mendahului turun ke sawah menggarap

lahan, varietas padi tidak bermacam-macam dan saling berbagi

pengalaman dalam hal bertani. Untuk mempertahankan kesakralan

lontaraq pananrang yang mereka jadikan sebagai pedoman, dalam

pelaksanaannya jika ada yang berani melanggar dengan sengaja,

akan dikenakan sanksi. Sanksi yang dijatuhkan kepada orang yang

melanggar harus dijalani, karena sepanjang pengetahuan mereka,

apabila yang sudah ditentukan dilanggar akan mendatangkan


161

malapetaka, baik terhadap warga setempat maupun yang

bersangkutan sebagai pelaku pelanggaran.

2. Lontaraq pananrang yang mereka gunakan pada umumnya berfungsi

sebagai konsep waktu dan pandangan hidup dari segi aspek

pengaruh agama, serta hasil pengamatan dan pengalaman masa lalu.

Dalam naskah lontaraq pananrang disebutkan ada waktu-waktu

tertentu yang dianggap baik dan buruk (naas) melakukan suatu

kegiatan. Hal ini merupakan refleksi pengalaman orang tua dahulu,

yang menginginkan keturunannya tidak mengalami kejadian buruk

yang mereka ketahui atau alami sebelumnya. Demikian pula

sebaliknya, menginginkan keturunannya selalu berhasil dan selamat

setiap melakukan suatu kegiatan. Salah satu contoh yang bisa

diamati di era sekarang ini, masih sering menjumpai orang-orang

menanyakan hari baik, apabila akan melakukan suatu hajatan, seperti

pesta pernikahan atau mendirikan (pindah) rumah baru. Hal ini

merupakan salah satu pengaruh dari naskah yang berfungsi sebagai

pengontrol dalam melaksanakan suatu kegiatan. Mereka berupaya

menghindari dampak negatif dari kegiatan yang dilakukannya, tanpa

mengabaikan ikhtisar kepada Allah swt.

3. Tanda dalam naskah lontaraq pananrang atau allaon rumang

berbentuk kata dan frasa. Kata dan frasa merupakan referen dari

bentuk dan posisi bintang yang muncul setiap tanggal pada bulan

tertentu. Kata dan frasa ini dijadikan sebagai “tanda” dalam naskah

lontaraq pananrang yang merujuk ke rasi bintang yang muncul pada

malam hari kemudian diberi petanda yang mereka kenal dalam


162

kehidupan sehari-hari untuk memudahkan mengenal bintang tersebut.

Tanda yang mereka ambil adalah manuq (ayam), tékko sorong (bajak

tradisional), woromporong, watampatang, walu, tanra, lambaru,

éppang, dan wara-wara. Pemberian tanda yang mereka tempuh

adalah dengan melihat keterkaitan antara pengambilan penanda

dengan penjelasan yang terdapat dalam naskah lontaraq pananrang.

Dalam arti lain, tanda yang menjadi tanda merupakan suatu

fenomena yang terkait dengan faktor eksternal atau kenyataan aktual,

disebut dengan sinsign kemudian meningkat ke kesepakatan, dalam

teori trikotomi Pierce disebut legisign.

Hal yang paling mendasar ditemukan dalam penelitian ini

adalah dalam hal penentuan tanda. Masyarakat Bugis dalam

menentukan sebuah tanda selalu berpatokan pada budaya,

mengambil benda-benda yang ada di sekitarnya yang sudah dikenal

masyarakat, sedangkan Pierce selalu menentukan sebuah tanda

berdasarkan logika. Wujud tanda yang diambil dari budaya berupa

benda, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang mudah dikenal dan sering

ditemukan dan digunakan oleh semua masyarakat khususnya

masyarakat Desa Lise. Manuq (ayam), penanda yang diambil dari

binatang. Hampir semua masyarakat memiliki ayam dan mengenal

baik jenis unggas ini, baik gerak geriknya maupun sifatnya. Tékko

sorong (bajak tradisional) penanda yang diambil dari alat pertanian

untuk mengolah lahan persawahan. Woromporong dan watampatang,

penanda yang diambil dari jenis tumbuhan. Walu dan éppang,

penanda yang diambil dari benda. Tanra penanda yang diambil dari
163

tanda itu sendiri dengan mengacu pada tiga bintang di langit. Wara-

wara penanda yang diambil dari bara api. Nenek moyang orang Bugis

jauh sebelumnya sudah mengenal cara mengambil atau menentukan

sebuah tanda sebelum Pierce menemukan teori Semiotika yang

dikenal Teori Trikotomi Pierce.

4. Makna yang dikandung pada naskah lontaraq pananrang atau Allaon

rumang pada umumnya mengandung tiga aspek, yaitu aspek

kebaikan, keseimbangan, dan keburukan. Makna tersebut dibangun

atas adanya fungsi bahasa menginformasikan kepada orang lain yang

lintas waktu dengan menghubungkan masa lalu, masa sekarang dan

masa depan. Hal yang diamati orang tua dahulu secara berulang-

ulang dengan berpatokan pada suatu tanda yang mereka beri

penanda, diberi penjelasan atau keterangan sebagai petanda

terjadinya sesuatu. Hal inilah yang dituliskan dalam naskah lontaraq

pananrang sehingga pembaca lontaraq dapat mengungkap makna

yang terkandung dalam setiap penanda. Dalam artian, adanya

keterkaitan antara penanda dan petanda sehingga terungkap

kandungan makna.

Keempat aspek di atas meliputi unsur-unsur yang terjadi dalam

kehidupan, antara lain mengenai kelahiran, bercocok tanam, cuaca,

membangun rumah, perkawinan dan ancaman wabah penyakit.

Masyarakat Desa Lise dalam mengaplikasikan lontaraq pananrang

yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak lagi

tergantung sepenuhnya terhadap tanda-tanda yang muncul, melainkan

dengan menggunakan penanggalan Masehi dan hijriah, serta berpatokan


164

pada awal munculnya bulan Muharram. Bulan Muharram merupakan

patokan awal dalam memprediksi kejadian-kejadian yang akan terjadi

selama dalam satu tahun berjalan. Setiap masyarakat yang akan melakukan

suatu hajatan, mereka masih tetap berpatokan pada lontaraq pananrang,

terutama dalam hal penentuan hari H pesta perkawinan dan mendirikan

rumah. Hal inilah yang mengakibatkan dalam masyarakat Desa Lise sering

terjadi acara perkawinan secara bersamaan, karena mereka berdasarkan

pada petunjuk hari baik yang terdapat dalam naskah lontaraq pananrang.

B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, dapat diajukan saran-

saran dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Naskah-naskah kuno yang masih berada di Nusantara, khususnya yang

masih disimpan secara pribadi sebaiknya dicari dan dijadikan sebagai

bahan penelitian, disimpan atau dirawat dengan baik. Naskah tersebut

bisa dijadikan sebagai bahan acuan dalam pembelajaran ilmu Filologi

bagi generasi yang akan datang, agar mereka bisa tahu bahwa nenek

moyang dahulu sudah mengenal ilmu pengetahuan yang dituangkan

dalam bentuk naskah.

2. Penelitian yang peneliti lakukan pada kesempatan ini, hanyalah

merupakan bagian kecil dari sekian banyak aspek yang bisa kita teliti

dalam naskah, diharapkan adanya penelitian-penelitian baru dalam

bidang filologi di masa yang akan datang sebagai usaha nyata mencintai

kebudayaan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ambo Enre, Fahruddin. 1983. Ritumpanna Wéleréngnge: Telaah Filologis


Sebuah Episode Sastra Bugis Klasik (Disertasi). Jakarta: Universitas
Indonesia.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan

Berger, Arthur Asa. 1998. Media Analysis Techniques, 2nd edition, Thousand.
Oakes: Sage

Berger, Arthur Asa. 2000. Signs in Contemporary Culture An Introduction to


Semiotics, pent Dwi Marianto (Tanda-tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Berger, Arthur Asa. 2010. Signs in Contemporary Culture: An Introduction to


Semiotics, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer, terj. M.Dwi Marianto. Yogyakarta: Tiara Wacana

Bertens, K. 1985. Filsafat Barat Abad XX (Jilid II): Prancis. Jakarta: Gramedia

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Christomy, I. & Untung Yuwono. 2004. Semiotika Budaya. Pusat Penelitian


Kemasyarakatan dan Budaya. Direktorat Riset dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Indonesia.

Daeng Kulle, Syarifuddin dan Zainuddin Tika. 2008. Aksara Lontarak


Makassar. Vol.1 Makassar: Pustaka Refleksi

Djamaris, Edwar. APU. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta : CV.


Manasco
166

Dul Abdul Rahman. 2012. La Galigo – Napak Tilas Manusia Pertama di


Kerajaan Bumi. Yogyakarta: Diva Press

Eco, Umberto. 1984. The Name of the Rose. Picador, London: Picador

Eco, Umberto. 1996. Sebuah Pengantar Menuju Logika Kebudayaan, dalam


Serba-Serbi Semiotika. terj. Lucia Hilman. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama,

Hadrawi, Muhlis. 2017. Assikalaibineng. “Kitab Persetubuhan Bugis”.


Makassar: Penerbit Ininnawa

Hidayat, Asep Ahmad. 2009. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa,


Makna, dan Tanda. Bandung: Remaja Rosdakarya

Hoed, Benny H. 2001. Dari Logika Tuyul ke Erotisme. Magelang: Yayasan


IndonesiaTera Anggota IKAPI

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas
Bambu.

Ismail Suardi Wekke. 2013. Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan
Agama.... Analisis, Volume XIII, Nomor 1, Juni. Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Sorong.

Koentjaraningrat. (1979). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka


Cipta

Koolhof, Sirtjo. 1992. Dutana Sawerigading: Een Scene uit de I La Galigo.


Skripsi, Universitas Leiden.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:


Prenada

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesia


Tera
167

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan


Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nöth, Winfried. 1990. Handbook of Semiotics. Indianapolis: Indiana University


Press.

Nöth, Winfried. 1995. Semiotik. Handbook of Semiotics (Advance in Semiotics)


Terjemahan. Editor: Abd. Syukur Ibrahim. Airlangga University Press.

Nurgiyantoro, Burhan.2000.Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gajah Mada


Press.

Pelras, Christian. (2000). Le Ciel Et Les Jours, Constellations Et Calendries


Agraires Chez Les Gugis. Jurnal.

Pertiwiningsih, Esti. 2000. Fungsi Ada Tongeng, Analisis Wacana Lisan To


Lise. “The Function of Ada Tongeng To Lise” spoken Discourse
Analysis” Tesis. Universitas Hasanuddin.

Rahman, Nurhayati. 2006. Cinta, Laut dan Kekuasaan Dalam Epos La Galigo.
Makassar: La Galigo Press

Sartini, Ni Wayan. 2009. Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat
Ungkapan (Bebasan, Saloka dan Paribasa). Logat Jurnal Ilmiah
Bahasa Dan Sastra, Volume V No. 1 April

Saussure, Ferdinand de. 1973. Cours de Linguistique Generale. Paris: Payot.


Terj. Hidayat, Rahayu S. 1988. Pengantar Linguistik Umum.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Sudjiman, Panuti & Zoest, Aart van. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:


Prenada Media Group

Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
168

Tol, Roger. 2017. La Galigo Menurut naskah NBG 188. Jakarta: Pustaka -
Yayasan Obor Indonesia

Van Zoest, Aart. 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa
yang kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung

Yunus, Pangeran Paita. 2013. Bentuk, Gaya, Fungsi, Dan Makna Simbolik
Seni Hias Istana-Istana Raja Bugis. Disertasi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.

Yusmar, Syarifuddin. Penanggalan Bugis-Makassar Dalam Penentuan Awal


Bulan Kamariah Menurut Syari’ah Dan Sains. Jurnal Hunafa, Vol.5,
No.3, Desember 2008:265-286

Zoest, Aart Van. 1996. Interpretasi dan Semiotika, dalam Serba-Serbi


Semiotika, Terj. Okke K.S. Zaimar dan Ida Sundari Husein. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
169

DAFTAR LAMAN

Badollah, Muhammad Zainuddin. 2015. Review Buku Kebudayaan Bugis oleh


Prof.Dr.H.Abu Hamid Sulawesi Selatan. Diakses dari: http://www. kom-
pasiana.com/muhammadzainuddinbadollahi/review-buku-kebudayaan-
bugis-oleh-prof-dr-h-abu-hamid-sulawesi-selatan_54f94060 a33311126
78b4ca4. [17 Juni 2015] pukul 18:16

Darmawan, Yusran. 2015. Melihat Perahu Bugis di Amerika. Athens, Ohio, 22


April 2013. http://www.kompasiana.com/yusran-darmawan/melihat-
perahu-bugis-di-amerika_55294201f17e611f558b4570 Diperbarui: 24
Juni 2015

Dhitasari, Ni Nyoman Ayu Cinde 2015: Pleiades: dan Mitologi dan signifikansinya
dalam Budaya Jawa. http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.
infoastronomy.org/2016/12/mengamati-gugus-bintang-pleiades-di-langit-
malam.html?m%3D1&ei=DWT6UTkS&lc=id-ID&s=1&m=563&host=
www.google.co.id&ts=1490871970&sig=AJsQQ1C6dmnxf1l9iuBtiLs8H
hv bl E 9HvA

Hadi G, Eko. 2011. Mengenal Rasi Gubuk Penceng atau Rasi crux. http://
kafeastronomi.com/mengenal-rasi-gubuk-penceng-atau-rasi-crux.html

KAFI NKCL, 2016. Ada Penampakan Cahaya Berbentuk Batang Di Pusat


Galaksi Bima Sakti. http://www.kafinkcl.com/2016/12/ada-penampakan-
cahaya-berbentuk-batang.html?m=1

Marpaung, Rosa 2013: Beberapa Rasi Bintang dan Mitologinya. http://google


weblight.com/?lite_url=http://chochomami.blogspot.com/2013/12/bebera
pa-rasi-bintang-dan-mitologinya.html?m%3D1&ei=fpsztYtE&lc=id-ID&s=
1&m=563&host=www.google.co.id&ts=1490875407&sig=AJsQ
Q1CboX14UE6ocsJckSe7bNUKmW2O_A

Sartini, Ni Wayan. Jurnal: Tinjauan Teoritik tentang Semiotik. Jurusan Sastra


Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga. http://www.journal.
unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan%20Teoritik%20tentang%20Semiotik.pdf

Sumintarsih, Suhartinah, Noor Sulistyo Budi – 1993. Kearifan Tradisional


Masyarakat Pedesaan Dalam Hubungannya pemeliharaan lingkungan
hidup. DIY. DEPDIKBUD. https://books.google.co.id/ books?id=11KhCgA
AQBAJ

Wikipedia. Alpha Centauri. https://id.wikipedia.org/wiki/Alpha_Centauri


170

GLOSARIUM

Appesissikeng : berasal dari kata ‘sisiq’. Mendapat konfiks,


mengandung arti penilaian seseorang terhadap ciri-ciri
khusus yang dimiliki sesuatu benda atau seseorang
yang dinilai mempunyai kelebihan tertentu yang tidak
dimiliki benda atau orang lain.

Ataunna : berasal dari kata ‘atau’ artinya kanan, mendapat


tambahan sufiks na yang menunjukkan kepunyaan
atau miliknya. Jadi kata ataunna berarti kanannya.

Atimanurung : […]

Awerangngé : tumbuhan tinggi, berdiri yang sering tumbuh di lahan


persawahan.
Bettengngé : rumput yang menyerupai padi, buahnya dijadikan sebagai
pakan burung
Canagorié : sejenis tanaman mirip pohon bongsai

Éppang : artinya lumpuh atau sesuatu yang pincang karena


tidak seimbang

Ibida : […]

Isidoro : […]

La Madiwu : nama yang diberikan pada posisi tanda Tengah hari


La Makkasolang tanda di waktu sore muncul watang-mpataé waktu
Solang sore.

La Makkanre Api : nama yang diberikan pada tanda dengan posisi


Tengah hari wara-waraé pada waktu sore, keramat.

La Mangkagulu : nama yang diberikan untuk kejadian Mampuléi


éppangé walué

La Massajang : nama yang diberikan pada hujan yang menggugurkan


Rennu bunga canagorié, awerangngé

La Mattanété : nama yang diberikan pada musim tanam padi yang


Lampé, baik menanam padi.
La Maccinta Golla
Tudang
Sicabbirusennai

La Mattoanging, : nama lain yang diberikan dari Mapettu Tampani


171

La Puruasu : nama yang diberikan pada tanda tengah hari sayapnya


ayam

La Sakkatemme : nama yang diberikan pada posisi natangasso pannina


manuq é

La Tellu Sapana Poé : lihat La Temmaukkeng


Pangngé

La : nama yang diberikan kepada peristiwa Kelihatan


Temmabbombang: matahari menuju ke selatan awal gelombang, artinya
air di sawah sudah tidak beriak lagi.

La Temmaukkeng : nama yang diberikan natangasso pannina manuq é


waktu sore, waktu pagi.

La Wa Pananrang : nama yang diberikan peristiwa tanggal 2 Mei.

La Wessona : nama yang diberikan pada hujan tanggal 23 Maret.

Lambarué : nama layang-layang yang berukuran besar yang


dikendalikan oleh seutas tali.

Léko Boddo : nama yang diberikan pada letak dan posisi sawah.

Magasettiwi : bulan Juli. sebagian nama-nama bulan dalam


Kalender Bugis diadopsi dari nama-nama bulan dalam
Kalender Hindu (Raffles, 1830). Nama-nama bulan
berikut jumlah hari dalam satu bulan yaitu : Sarowan
(30 hari), Padrowanae (30 hari), Sajewi (30 hari),
Pachekae (31 hari), Posae (31 hari), Mangaseran (32
hari), Mangasutewe (30 hari), Mangalompae (31 hari),
Nayae (30 hari), Palagunae (30 hari), Besakai (30
hari), dan Jetai (30 hari). Nama-nama bulan hasil
adopsi dari Kalender Hindu adalah : Sarowan
(Srawana), Padrowanae (Bhadrawada), Sajewi (Asuji),
Posae (Pausa), Mangaseran (Margasira), Palagunae
(Phalguna), Besakai (Waisakha), dan Jetai (Jyaistha).

Makkatenniwi : lihat nakkatenni

Mampuléi : lihat Natampule

Manuq : artinya ayam.

Mapettu Tampani : artinya memutuskan sewa

Mappatécai : […]

Masapiwé : salah satu jenis ikan tawar.


172

Mattulekkeng : artinya bersandar bertumpu pada tangan.

Mawosongngé : nama yang berikan pada posisi tanda diam sayapnya


ayam di waktu pagi

Mulabongeng : nama yang diberikan kejadian pada tanggal 10 Mei.

Nabbulé kasé : artinya kuping padi.

Nacamalawa : lihat nappadalawa

Nacidoro : berjalan sambil membungkuk dengan bertambahnya


usia.

Nakkadéra : artinya duduk di kursi.

Nakkalipuq : artinya menyatu

Nakkampaé : berasal dari kata ‘ampae’ artinya raih, mendapat sufiks


na yang menunjukkan kepunyaan atau miliknya. Jadi
kata Nakkampaé berarti meraih.

Nakkarateng : artinya posisi puncak.

Nakkatenni : berasal dari kata ‘katenni’ artinya pegang, mendapat


tambahan prefiks na yang menunjukkan kepunyaan
atau miliknya. Jadi kata nakkatenni berarti
memegang.

Nalabu : berasal dari kata ‘labu artinya tenggelam, mendapat


prefiks na yang menunjukkan kepunyaan atau
miliknya. Jadi kata Nalabu berarti menunjuk ke
sesuatu yang tenggelam.

Naléppé : artinya memisahkan diri.

Nammula : artinya mulai.

Nangilé : lihat pangilé, artinya memilih

Nangkangulu : artinya berbaring dengan menggunakan alas kepala

Naompo : berasal dari kata ‘mompo’ artinya muncul, mendapat


prefiks na yang menunjukkan kepunyaan atau
miliknya. Jadi kata na + mompo berarti munculkan diri
atau menampakkan diri

Nappadalawa : artinya sama jarak


173

Naraddeq : berasal dari kata ‘radde’ artinya diam, mendapat


tambahan prefiks na yang menunjukkan kepunyaan
atau miliknya. Jadi kata naradde berarti berdiam diri.

Natallaga : artinya terhalang.

Natalléppé : lihat naléppé.

Natalloseq : lihat naléppé

Natampule : berasal dari kata ‘ulé’ artinya digotong, Jadi sesuatu


yang berat sudah diangkat oleh beberapa orang.

Natangasso : berasal dari kata ‘tangasso’ artinya tengah hari,


mendapat prefiks na yang menunjukkan kepunyaan
atau miliknya. Jadi kata Natangasso berarti posisinya
berada pada tengah hari.

Natappettaq : artinya terpental

Naubbaq : artinya muncul.

Nawellampajungé: : […]

Nawessoq : […]

Pabbowongna : artinya penutup.

Pajung : artinya payung.

Palagunaé : bulan Oktober. sebagian nama-nama bulan dalam


Kalender Bugis diadopsi dari nama-nama bulan dalam
Kalender Hindu (Raffles, 1830). Nama-nama bulan
berikut jumlah hari dalam satu bulan yaitu : Sarowan
(30 hari), Padrowanae (30 hari), Sajewi (30 hari),
Pachekae (31 hari), Posae (31 hari), Mangaseran (32
hari), Mangasutewe (30 hari), Mangalompae (31 hari),
Nayae (30 hari), Palagunae (30 hari), Besakai (30
hari), dan Jetai (30 hari). Nama-nama bulan hasil
adopsi dari Kalender Hindu adalah : Sarowan
(Srawana), Padrowanae (Bhadrawada), Sajewi (Asuji),
Posae (Pausa), Mangaseran (Margasira), Palagunae
(Phalguna), Besakai (Waisakha), dan Jetai (Jyaistha).

Pammatéraé : artinya cahaya matahari pagi

Pampuléna : artinya tangkainya

Pancaroba : nama yang diberikan pada peristiwa Pertengahan


langit matahari ke Utara. Arti menurut KBBI adalah
174

peralihan antara musim kemarau dan musim hujan

Pangiléna : artinya pertimbangan

Pannina : berasal dari kata ‘panni’ artinya sayap, mendapat


tambahan sufiks na yang menunjukkan kepunyaan
atau miliknya. Jadi kata pannina berarti sayapnya.

Pijékkowé : […]

Raddaq é : nama salah satu jenis pohon.

Raddeq : lihat naradde.

Ri gananangngi ri : […]
age napijékkowé :

Sappa : nama yang diberikan pada sawah berdasarkan


bentuknya persegi empat.

Talléwi : nama yang diberikan pada kejadian lima malam hujan


tanggal 17 Desember, artinya muncul.

Tanraé : Bintang tiga

Tappasaq : artinya tertancap atau tertanam.

Tékko-sorong : berasal dari kata tékko (bajak) dan sorong (dorong).


Jadi alat bajak sorong tradisional

Tudang Lancéngngi : nama yang diberikan untuk waktu baik menanam

Ulé kaséwi : lihat nabbulé kasé

Walué : istri tanraé

Wara-wara é : diartikan bara-bara, apabila kelihatan warna merah


dikaki langit / cakrawala seperti obor, siang hari
banyak hembusan angin tidak terarah, hawa pengap,
dan kering.

Waseng kékona : […]

Watampatae : adalah istilah masyarakat Desa Lise untuk menandai


sejenis jamur yang tumbuh pada kotoran ternak

Watanna : artinya tubuh.

Woromporong : Bintang Tujuh


175

Data Informan / Penyalin

Nama : Sjamsuddin Muhalli

Tempat Lahir : Lise

Umur : Sekitar 90 Tahun

Pekerjaan : Penyalin Naskah / Pallontaraq

Alamat : Desa Lise Kecamatan Panca Lautang Kabupaten Sidrap

Wafat di Desa Lise, 23 September 2017


i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi

Anda mungkin juga menyukai