Anda di halaman 1dari 2

KONTROVERSI WANITA MENJADI PEMIMPIN

Ketua Panitia Seminar Alumni DAAD, yang juga merupakan Kepala Program Studi
Magister Ilmu Pemerintahan, Dr. Dyah Mutiarin, MSi  menerangkan bahwa seminar ini
mengangkat isu Gender terutama dalam Kepemimpinan Wanita karena ia melihat bahwa
wanita sebenarnya memiliki kapasitas dan kompetensi yang sama dengan yang dimiliki oleh
laki-laki. “Namun masih jarangnya pemimpin wanita disebabkan oleh dua faktor. Pertama
adalah faktor kultural yang mana wanita masih banyak yang menarik diri dalam partisipasi
menjadi seorang pemimpin, dan banyaknya anggapan negatif jika wanita menjadi pemimpin.
Kedua yakni faktor struktural,” jelas Dyah.
Selama ini keberadaan perempuan sangat dikesampingkan sekali. Geraknya tidak
pernah dijadikan perhatian. Tapi, ketika semua orang mengetahui potensi besarnya
perempuan merupakan pusat hal yang diperhatikan. Kemajuan peran perempuan di dalam
kepemimpinan di Indonesia sungguh luar biasa. Keinginan para perempuan untuk
mendapatkan jatah lebih besar di dalam kancah politik pun akhirnya terakomodasi.
Hadirnya sosok perempuan ke kancah dimensi publik baik itu orang nomor satu di
Indonesia dan di daerah-daerah membawa kecenderungan baru dalam konteks kekinian.
Perempuan ingin dunia memperlakukan kaumnya secara proporsional. Kecenderungan inilah
yang salah satunya berimplikasi pada terstimulusnya kaum perempuan bersaing dengan kaum
laki-laki untuk menjadi pemimpin.
Jumlah pemimpin wanita yang ada hingga saat ini di Indonesia masih sangat minim
dibandingkan dengan pemimpin laki-laki. Bahkan beberapa kalangan memandang bahwa
kehadiran pemimpin wanita menjadi suatu permasalahan tersendiri. Namun pada dasarnya,
perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki terutama dalam menduduki kursi
kepemimpinan. Namun pada praktiknya masih banyak stereotip yang beranggapan bahwa
ketika wanita menjadi seorang pemimpin maka ia akan mengungguli laki-laki.
Dalam ilmu feminisme, teori dibedakan menjadi dua, pertama moderate atau different
theory yang menyebutkan bahwa laki-laki dan wanita adalah setara tetapi berbeda, yang
mana perbedaan tersebut bukan berarti satu pihak melebihi pihak lainnya. Dalam ide ini
cenderung untuk mempertahankan peran gender secara tradisional. Sedangkan teori kedua
adalah progressive atau sameness theory yang menyebutkan bahwa laki-laki dan wanita
memiliki hak yang setara dalam hal apapun, karena pada dasarnya untuk mencapai suatu
posisi tertentu, seseorang dinilai dari kecakapannya bukan dari jenis kelaminnya,”
Strategic Gender Management (SGM) and the Promotion of Female Leadership in the
Science System’. SGM sendiri merupakan pendekatan menuju posisi dinamis dan pertahanan
diri dalam keseimbangan organisasi, dengan tanpa mengindahkan gender untuk menentukan
pekerjaan dan promosi. “Kita membutuhkan SGM karena selain lebih dinamis, juga akan
dapat menciptakan kesempatan baru dibandingkan hanya membela teori lama. Sebagai
hasilnya, organisasi atau perusahaan yang menggunakan SGM akan lebih menunjukkan
performa yang lebih baik dibanding yang tetap bertahan pada tradisi lama,”
adalah tiga keunggulan wanita ketika menjadi pemimpin:
1. Ahli dalam soft skill
Menurut Departemen Tenaga Kerja, soft skill dinilai lebih penting untuk
kesiapan kerja sekarang. Seringkali disebut sebagai kecerdasan emosional, soft skill
mengacu pada kemampuan apa pun yang berkaitan dengan cara mendekati orang lain
atau menangani kehidupan profesional.“Namun masih jarangnya pemimpin wanita
disebabkan oleh dua faktor. Pertama adalah faktor kultural yang mana wanita masih
banyak yang menarik diri dalam partisipasi menjadi seorang pemimpin, dan
banyaknya anggapan negatif jika wanita menjadi pemimpin. Kedua yakni faktor
struktural,”
Soft skill biasanya termasuk:
- Profesionalisme (motivasi diri, etos kerja, ketahanan)
- Kemampuan untuk membangun jaringan
- Kolaborasi
- Komunikasi, baik lisan maupun tulisan
- Berpikir kritis
Wanita telah terbukti memiliki keunggulan utama dalam soft skill.Sebuah
studi oleh perusahaan konsultan global Hay Group, menemukan bahwa wanita
mengungguli pria dalam 11 dari 12 kompetensi kecerdasan emosional utama
2. Pemecahan masalah yang baik
Orang berbeda satu sama lain (gender, etnis, identitas) bisa membawa
keragaman perspektif ke dalam organisasi, yang meningkatkan kreativitas dan
pencarian informasi baru. Hal ini pada gilirannya mengarah pengambilan keputusan
yang lebih baik, hingga akhirnya kesuksesan jadi lebih besar.
Sebuah studi tentang representasi perempuan menemukan bahwa ketika
wanita menjadi bagian dari jajaran pemimpin, perusahaan akan mendapat keuntungan
finansial yang lebih besar.
3. Pintar membangun kepercayaan
Menurut survei Wanita dan Kepemimpinan Pew Research Center, 34% pekerja
Amerika mengatakan wanita lebih unggul daripada pria dalam hal kejujuran dan etika,
sementara hanya 3% yang percaya pria lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai