Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesetaraan dalam gender telah berkembang dengan pesat seiring dengan
perkembangan zaman. Gender bukanlah hanya sekedar perbedaan jenis kelamin antara
laki-laki dan perempuan, namun lebih pada bagaimana laki-laki dan perempuan
dibedakan dari karakternya, peran sosialnya atau identitasnya dalam masyarakat (WHO,
2013). Maka kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus diperlakukan
secara setara dan tidak didiskriminasikan berdasarkan identitas gender mereka. Dengan
berjalananya waktu, persoalan mengenai kesetaraan gender juga sudah memasuki dunia
pekerjaan dan juga politik.
Kesetaraan gender yang belum berjalan sempurna di dunia kerja ditunjukkan dengan
bukti sebuah penelitian yang mengatakan pada tahun 2008 di 500 perusahaan Fortune
hanya 30% perempuan yang menjadi jajaran teratas di perusahaan dan hanya 12
perempuan yang berhasil menjadi CEO (Chief Executive Officer) (Lublin, 2010 dalam
Putranto & Mirwan,2018). Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa kesetaraan gender
belum berjalan dengan sempurna di negara maju seperti Amerika. Apabila kita teliti
kembali pada negara-negara Asia ataupun Timur-Tengah, maka kesetaraan gender akan
lebih sulit untuk dijumpai.
Salah satu wacana yang dapat dipetik dari ideologi bangsa Indonesia adalah mengenai
konsep kesetaraan gender. Hal ini juga diperkuat dengan adanya peraturan perundang-
undangan mengenai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) Tahun 2012. Selain itu juga
diperkuat lagi dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG)
dalam Pembangunan Nasional. Walaupun aturan mengenai kesetaraan gender tersebut
sudah ada, namun masih peran wanita dalam pendidikan dan berorganisasi masih sangat
minim, padahal kesempatan bagi kaum perempuan sudah sangat terbuka lebar dalam
ranah pendidikan dan organisasi. Tetapi untuk jabatan sebagai seorang pemimpin
khususnya dibidang organisasi masih didominasi oleh sosok lakilaki (Putranto &
Mirwan,2018)

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Kepemimpinan?
2. Bagaimana Konsep Gender?
3. Bagaimana Gender Dalam Kepemimpinan?
4. Bagaimana Hubungan Gender Dengan Gaya Kepemimpinan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep kepemimpinan
2. Untuk mengetahui Konsep Gender
3. Untuk mengetahui bagaimana gender dalam kepemimpinan
4. Untuk mengetahui hubungan gender dengan gaya kepemimpinan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Kepemimpinan
2.1.1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut Leadership dan dalam
bahasa arab disebut Zi’amah atau Imamah . dalam terminologi yang
dikemukakan oleh Marifield dan Hamzah. Kepemimpinan adalah
menyangkut dalam menstimulasi, memobilisasi, mengarahkan,
mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam
usaha bersama (Nasharuddin Baidan& Erwati Aziz,214 dalam Setiawan
Denny 2018).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi,
menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Menurut Kaloh (1985), kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama dalam rangka mencapai
tujuan. Dari definisi itu, maka peran kepemimpinan merupakan salah satu
aspek dalam kehidupan organisasi (Hardjadinata,2020)
2.1.2. Fungsi Kepemimpinan
Menurut Usman Effendi Fungsi kepemimpinan ialah memandu,
menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi kerja, mengarahkan
organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan pengawasan
yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin
dicapai sesuai dengan target dan perencanaan. Agar kelompok berjalan dengan
efektif, pemimpin harus melaksanakan fungsi utama yaitu: ( Mugianti Sri,
2016 )
a. Fungsi yang berhubungan dengan tugas atau pemecahan masalah yaitu
menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.
b. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok atau sosial yaitu segala sesuatu yang
dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar persetujuan dengan
kelompok lain, penengahan perbedaan kelompok dan sebagainya.
c. Memandu, menuntun, membimbing, memotivasi
d. Menjalin komunikasi yangbaik
e. Mengorganisasi, mengawasi dan membawa organisasinya pada tujuan yang
telah ditetapkan
2.1.3. Peran Kepemimpinan
Menurut Burt Nanus yang dikutip lembaga Pendidikan dan
Pengembangan Manajemen Jakarta . Seorang pemimpin diharapkan dapat
berperan sebagai berikut ( Mugianti Sri, 2016 ) :
a. Pemberi arah. Seorang pemimpin diharapkan mampu memberi pengarahan,
sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana efektifitas maupun efisiensi
pelaksanaan dalam upaya pencapaian tujuan.
b. Agen Perubahan Seorang pemimpin sebagai katalisator perubahan pada
lingkungan eksternal. Untuk itu, pemimpin harus mampu mengantisipasi
perkembangan dunia luar, serta menganalisis implikasinya terhadap
organisasi, menetapkan visi yang tepat untuk menjawab hal yang utama dan
prioritas atas perubahan tersebut, mempromosikan penelitian, serta
memberdayakan karyawan menciptakan perubahan-perubahan yang
penting.
c. Pembicara. Pemimpin sebagai pembicara ahli, pendengar yang baik, dan
penentu visi organisasi merupakan penasihat negosiator organisasi dari
pihak luar, agar memperoleh informasi dukungan, ide dan sumberdaya yang
bermanfaat bagi perkembangan organisasi.
d. Pembina. Pemimpin adalah pembina tim yang memberdayakan
individuindividu dalam organisasinya dan mengarahkan prilaku mereka
sesuai visi yang telah dirumuskan. Dengan kata lain ia berperan sebagai
mentor, yang menjadikan visi menjadi realitas.
Pemimpin memiliki peran sebagai berikut :
1. Impersonal Role. Peran yang berkaitan dengan hubungan antar pribadi
2. Informational Role. Peran yang berhungan dengan informasi, baik
informasi yang diterima maupun yang harus disampaikan
3. Decisional Role. Peran yang terkait dengan pembuatan keputusan
2.1.4. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan cara seseorang memanfaatkan kekuatan
yang tersedia untuk memimpin orang lain. Setiap pemimpin memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda. Bila dilihat Pemimpin itu sendiri dan orang yang
dipimpin, maka bisa Anda cocokkan dengan Teori perilaku dan bila dilihat
Situasinya, maka bisa kita gunakan TeoriSituasional. ( Mugianti Sri, 2016 )
Beikut ini adalah uraian dari masing-masing teori tersebut.
1. Teoribakat
Teori bakat dikenal dengan “Great Man Theory”. Teori bakat muncul
karena adanya keyakinan bahwa kemampuan memimpin hanya dimiliki oleh
orang yang dilahirkan dengan bakat tersebut. Teori ini tidak sepenuhnya
benar sebab setiap orang bisa menjadi pemimpin, dan mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilankepemimpinannya.
2. Teori Perilaku, yang biasa digunakan Kurt Lewin(1960)
a. Otokratik : Pada gaya otokratik pemimpin melakukan kontrol
maksimal terhadap staf, membuat keputusan sendiri dalam
menentukan tujuan kelompok. Lebih menekankan pada penyelesaian
tugas dari pada hubungan interpersonal. Gaya ini cenderung
menyebabkan permusuhan dan agresif atau apatis sampai
menurunnya inisiatif. Contoh Kepala Ruang menetapkan jadwal
dinas, sanksi sesuai aturan, tanpa mempertimbangkan alasan staf
perawat yang mengajukanijin
b. Demokratik : Pemimpin mengikutsertakan bawahan dalam proses
pengambilan
keputusan.Lebihmenekankanpadahubunganinterpersonaldankerjakelo
mpok. Pemimpin menggunakan posisinya untuk mendapatkan
pandangan dan pemikiran bawahan serta memotivasi mereka untuk
menentukan tujuan dan mengembangkan rencana. Hal ini cenderung
meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja. Contoh Kepala
Bidang Keperawatan selalu meminta Kepala Ruang memberikan
masukan untuk sebuah perubahan kebijakan
c. Laissez Fair : Pemimpin memberikan kebebasan bertindak,
menyerahkan perannya sebagai pemimpin kepada bawahan tanpa
diberi petunjuk atau bimbingan serta pengawasan. Pemimpin sangat
sedikit merencanakan dan membuat keputusan. Gaya kepemimpinan
ini efektif bila bawahan mempunyai kemampuan dan tanggung jawab
yang tinggi. Bila kemampuan dan tanggung jawab bawahan kurang
cenderung menimbulkan keresahan dan frustasi. Contoh Kepala
Ruang tidak pernah mau tahu apa yang sedang terjadi di ruangan, staf
perawat yang tidak disiplin tidak mendapat teguran yang
pentingaman
3. TeoriSituasional
Pemimpin berubah dari satu gaya ke gaya lainnya sesuai
dengan perubahan situasi yang terjadi. Jadi seseorang pemimpin yang
efektif pada situasi tertentu belum tentu mampu bersikap dan
bertindak efektif pada situasilain.
2.2. Konsep Gender
2.2.1. Definisi
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang
dibangun secara sosial dan kultural yang berkaitan dengan peran, perilaku, dan
sifat yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan yang dapat
dipertukarkan (Azisah,dkk.2016)
Istilah “gender” berasal berasal dari bahasa Inggris yang di dalam
kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk
memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.
Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender
perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi
masyarakat. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan
bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial.
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup
sehari-hari, dibentuk dan dirubah (Fibrianto,2016)
2.2.2. Sifat,Peran Dan Ranah Berdasarkan Gender (Azisah,dkk.2016)
1. Sifat Gender
Sifat gender adalah sifat dan perilaku yang diharapkan pada laki-laki dan
perempuan berdasarkan pada nilai, budaya dan norma masyarakat pada
masa tertentu.
2. Peran Gender
Peran gender adalah apa yang harus, pantas dan tidak pantas dilakukan
laki-laki dan perempuan berdasarkan pada nilai, budaya dan norma
masyarakat pada masa tertentu. Misalnya, laki-laki bekerja untuk mencari
nafkah, pemimpin, direktur, presiden, sedangkan perempuan adalah
menjadi ibu rumah tangga (memasak, mencuci dan mengasuh anak), guru,
perawat, sekretaris dan sejenisnya.
3. Ranah Gender
Ranah gender adalah ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk
melakukan perannya. Ranah ini membedakan ranah domestik dan publik.
Ranah domestik adalah wilayah keluarga misalnya dapur, sumur dan
kasur, sedangkan wilayah publik adalah wilayah umum dimana pekerjaan
produktif dan ekonomis seperti bekerja di kantor, pasar, mall, dan lain-
lain.
2.2.3. Kesenjangan, Diskriminasi, dan Kesetaraan Gender(Azisah,dkk.2016)
1. Kesenjangan Gender
Kesenjangan gender adalah perbedaan kondisi dan capaian pada aspek-
aspek hak-hak dasar warga negara seperti kesehatan, pendidikan,
perekonomian dan politik. Kesenjangan gender disebabkan oleh bias
gender, yaitu perlakuan yang tidak sama dalam memperoleh kesempatan,
partisipasi, pengambilan keputusan berdasarkan jenis kelamin dan peran
gender seseorang.
2. Diskriminasi gender
Diskriminasi gender adalah perlakuan berbeda karena gender pada
kesempatan, keterlibatan atau partisipasi yang sama yang menimbulkan
kerugian dan ketidakadilan bagi salah satu pihak, baik kepada pihak laki-
laki atau pihak perempuan. Oleh sebab itu, negara harus memiliki
kebijakan dalam upaya menghilangkan kesenjangan gender, sehingga
tercapai keadilan dan kesetaraan gender.
3. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah perlakuan yang sama bagi laki-laki dan
perempuan dalam kondisi yang sama di dalam memperoleh kesempatan,
keterlibatan atau partisipasi dan pengambilan keputusan serta
keterjangkauan manfaat pembangunan dan kesejahteraan. Kesetaraan
gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut (INPRES No.9 Tahun 2000).
2.2.4. Keadilan Gender
Keadilan gender adalah suatu proses untuk mendapat posisi, peran atau
kedudukan yang adil bagi laki-laki dan perempuan. Untuk mencapai keadilan
gender itu dilakukan dengan perlakuan yang sama atau perlakuan berbeda
kepada laki-laki dan perempuan berdasarkan kebutuhan masing-masing.
Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan
perempuan (INPRESNo.9 Tahun 2000).
Bagaimana keadilan dan kesetaraan gender dapat tercapai?
Keadilan dan kesetaraan gender dapat tercapai melalui beberapa cara
termasuk kebijakan negara. Beberapa kebijakan Negara telah dibuat dengan
pembentukan undang-undang yang dapat menjamin tercapainya keadilan dan
kesetaraan gender, dari tingkat pusat sampai daerah adalah sebagai berikut:
a. Pancasila, Sila kedua “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan Sila
kelima “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
b. Undang-undang Dasar 1945
c. UU RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Pasal 27:
“setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama”
d. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional.
e. Kemendagri No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman umum
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah.

Namun, Gender masih diartikan oleh masyarakatsebagaiperbedaan


jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu
konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-
laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran
sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan
perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan
kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki (Fibrianto,2016)
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk, yaitu:
1. Marginalisasi atau proses peminggiran/pemiskinan, yang
mengakibatkan kemiskinan secara ekonomi. Seperti dalam
memperoleh akses pendidikan, misalnya, anak perempuan tidak
perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya juga kembali ke
dapur.
2. Subordinasi atau penomorduaan, pada dasarnya adalah keyakinan
bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih
utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada
pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan
lebih rendah dari laki-laki. Sebagai contoh dalam memperoleh hak-
hak pendidikan biasanya anak perempuan tidak mendapat akses
yang sama dibanding laki-laki. Ketika ekonomi keluarga terbatas,
maka hak untuk mendapatkan pendidikan lebih diprioritaskan
kepada anak lakilaki, padahal kalau diperhatikan belum tentu anak
perempuan tidak mampu.
3. Stereotipe, adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang
tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif
secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan
yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap
perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan
pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik atau
kerumahtanggaan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah
tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki”
seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. 17 Sementara label laki-laki
sebagai pencari nafkah utama (breadwinner) mengakibatkan apa
saja yang dihasilkan oleh perempuan dianggap sebagai sambilan
atau tambahan dan cenderung tidak diperhitungkan.
4. Kekerasan (violence), adalah suatu serangan terhadap fisik maupun
integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu, kekerasan
tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan,
pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik,
seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.
5. Beban ganda, adalah beban yang harus ditanggung oleh salah satu
jenis kelamin tertentu secara berlebihan. Berbagai observasi
menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan
dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain
bekerja di tempat kerja, juga masih harus mengerjakan pekerjaan
rumah tangga.
2.3. Gender dalam Kepemimpinan
2.4. Hubungan gender dengan gaya kepemimpinan
DAFTAR PUSTAKA
Azisah,dkk.2016. Buku Saku Kontekstualitas Gender, Islam, dan Budaya. Makassar :
Seni Kemitraan Universitas Masyarakat (KUM) UIN Alauddin Makassar
Fibrianto,2016. Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Organisasi Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jurnal Analisa Sosiologi. 5(1): 10-27
Hardjadinata, Rusli. 2020. Pengaruh Budaya Organisasi Pada Gaya Kepemimpinan
Di PT XYZ. Volume 1, Issue 6, Juli 2020
Mugianti, Sri. 2016. Manajemen dan Kepemimpinan dalam Praktek Keperawatan.
Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan
Setiawam, Denny. 2018. Penerapan Teori Kepemimpinan Dalam Meningkatkan
Motivasi Dan Semangat Kerja Pegawai Pada Dinas Kebersihan Dan Ruang
Terbuka Hijau Kota Surabaya. FE-Manajemen. Edisi 1

Anda mungkin juga menyukai