Anda di halaman 1dari 34

PENERAPAN TEKNIK BALUTAN WET-DRY DAN MOIST WOUND HEALING

UNTUK MENINGKATKAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA ASUHAN


KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KASUS ULKUS DIABETIK DI RSUD POSO

PROPOSAL STUDI KASUS

Oleh :
MEIKE PAROBE
NIM : P00220218009

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Studi Kasus ini yang
berjudul “Penerapan Teknik Balutan WET-DRY dan MOIST WOUND HEALING
Meningkatkan Proses Penyembuhan Luka Pada Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kasus
Ulkus Diabetik Di Rsud Poso”.
Penulisan Proposal Studi Kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
menyelesaikan mata kuliah Riset Keperawatan di Poltekkes Kemenkes Palu Prodi DIII
Keperawatan Poso.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak banyaknya atas
bantuan dan dukungan dari beberapa pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan Proposal Studi Kasus ini.
Penulis menyadari bahwa Proposal Studi Kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati dan tangan terbuka penulis siap menerima segala kritik dan saran demi
kesempurnaan Proposal Studi Kasus ini. Penulis berharap semoga Proposal Studi Kasus ini dapat
menambah dan memperkaya ilmu serta menambah wawasan pembaca yang budiman.

Poso, 18 Juni 2020


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………...……………………………………………………………….2
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................5
A. Latar Belakang........................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian..................................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................10
A. Tinjauan Tentang Diabetes Mellitus.....................................................................................10
B. Tinjauan tentang Luka Ulkus Diabetik.................................................................................15
C. Tinjauan Penerapan Teknik Balutan Wet-Dry dan Moist Wound Healing..........................18
D. Tinjauan Asuhan Keperawatan.............................................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................................30
A. Jenis Penelitian......................................................................................................................30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................................................30
C. Subyek Studi Kasus...............................................................................................................30
D. Fokus Studi............................................................................................................................30
E. Definisi Operasional..............................................................................................................30
F. Pengumpulan Data.................................................................................................................30
G. Analisis Data.........................................................................................................................31
H. Etika penelitian......................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
cukup besar di Indonesia pada saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya pergeseran pola
penyakit secara epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung menurun ke penyakit
tidak menular yang secara global meningkat di dunia, dan secara nasional telah
menduduki sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak, yang
diantaranya adalah penyakit diabetes melitus (DM) dan penyakit metabolik (Toharin,
Cahyati, & Zainafree, 2015). Diabetes melitus sering disebut dengan the silent killer
karena penyakit ini bisa mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan beberapa macam
keluhan dan sangat rentan terhadap gangguan fungsi yang bisa menyebabkan kegagalan
pada organ mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Lathifah, 2017).

Menurut data World Health Organization(WHO,2014) bahwa pada tahun 2012


terdapat 1,5 juta penduduk terjadi kematian yang disebabkan diabetes dengan pravelensi
sekitar 2,7%. Dari kejadian angka kematian akibat DM di dunia, 70% terjadi kematian di
negara-negara berkembang termasuk indonesia. Pada tahun 2014(Kustianingsih, 2016).
Persentase komplikasi diabetes mellitus mellitus di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta (RSCM) pada tahun 2011 menunjukkan komplikasi terbanyak adalah neuropati
yang dialami oleh 54% dan ulkus kaki sebanyak 8,7% (Infodatin, 2014). Sedangkan
menurut International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun
2035. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan
mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti
akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun (Soebagijo Adi S, 2015).

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes, kemampuan
tubuh untuk beraksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan
sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang
mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti Diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemia yang mengakibatkan sindrome hipeglikemia hiperosmoler nonketotik
(HHNK) dan pada jangka panjang menyebabkan mikrovaskuler yang kronis (penyakit
ginjal dan mata) dan komplikasi makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke
dan penyakit vaskuler perifer. Salah Satu komplikasi diabetes melitus adanya luka ulkus
yang menyebabkan 50% hingga 75% harus amputasi. Ketidakseimbangan glukosa dalam
darah menimbulkan dampak gangguan pada neuropati yang berpotensi terjadinya luka
diabetes (Soewondo,dkk 2013). Di perkirakan penderita DM memiliki resiko untuk
mengalami ulkus diabetik sebagai akibat dari ketidakseimbangan glukosa darah yang
berdampak pada neuropati. Rangkaian kejadiaan yang khas dalam proses ulkus diabetik
pada kaki dimulai dengan cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara
jari-jari kaki atau didaerah kulit yang kering atau pembentukan sebuah kalus. Masalah
pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren merupakan penyebab umum
perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin ulkus, pengobatan
infeksi, amputasi dan perawatan diRumah Sakit membutuhkan biaya yang sangat besar
tiap tahun dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharan kesehatan.
(Smeltzer dan Bare, 2002).

Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu neuropati, trauma,


deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler. Pemeriksaan dan
klasifikasi ulkus diabetik yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan
arahan yang adekuat. Ulkus diabetik dapat juga disebabkan oleh tekanan yang terus
menerus atau adanya gesekan yang mengakibatkan kerusakan pada kulit Gesekan bisa
mengakibatkan terjadinya abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit (Parmet, 2005).
Secara fisiologis penyembuhan luka terjadi dengan cara yang sama pada semua pasien,
dengan sel kulit dan jaringan kembali secara cepat atau lambat. Perkembangan
pengetahuan tentang teknik perawatan luka terkini menjadi trend tersendiri di dunia
keperawatan. Perawat sebagai pemberi layanan diharapkan memenuhi kebutuhan
pasien/masyarakat akan pentingnya pemanfaatan ilmu terkini. Pemahaman Perawat yang
benar tentang teknik perawatan luka terkini akan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Banyak teknik perawatan luka dikembangkan diberbagai rumah sakit.
Perawatan luka dewasa ini, cenderung menggunakan metode balutan kasa ”Wet-
dry”(Basah-kering), BasahKering digunakan khusus untuk debridemen pada dasar luka,
normal salin digunakan untuk melembabkan kasa, kemudian dibalut dengan kasa kering.
Ketika kasa lembab menjadi kering, akan menekan permukaan jaringan, yang berarti
segera harus diganti dengan balutan kering berikutnya. Hal ini mengakibatkan tidak
hanya pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu, tetapi juga menimbulkan rasa nyeri
yang berlebihan, metode Wet-drydianggap sebagai metode debridemen mekanik dan
diindikasikan bila ada sejumlah jaringan nekrotik pada luka. (Perry dan Potter, 2002).
Teknik perawatan luka terkini menggunakan prinsip lembab (moist) atau sering
digunakan istilah “Moist Wound Healing”. Metode ini secara klinis akan meningkatkan
epitelisasi 30-50%, meningkatkan sintesa kolagen sebanyak 50 %, rata-rata re-epitelisasi
dengan kelembaban 2-5 kali lebih cepat serta dapat mengurangi kehilangan cairan dari
atas permukaan luka (Wahidin, 2013). Moist Wound Healing adalah mempertahankan
isolasi lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-
kelembaban, oklusive dan semi oklusive sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan
jaringan dapat terjadi secara alami, dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan
mengurangi komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual. Penanganan
luka ini saat ini terutama untuk luka kronik, seperti venous leg ulcers, pressure ulcers, dan
diabetic foot ulcers. Teknik ini memiliki keuntunganluka cepat sembuh, kualitas
penyembuhan baik serta dapat mengurangi biaya perawatan luka. Hal ini sangat penting
bagi perawat untuk dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya di lingkungan
perawatan khususnya perawatan luka yang jelas sangat memberikan kepuasan bagi
kesembuhan luka pasien (Ismail dkk, 2009).

Perawatan luka secara benar sebagai upaya untuk membantu mempercepat proses
penyembuhan perlu dikembangkan. Pada penelitian ini penulis ingin membandingkan
bagaimana pengaruh perawatan luka ulkus diabetik dengan teknik balutan kasa Basah-
Kering (Wet-dry, dan teknik lembab (Moist Wound Healing) dengan menggunakan
metode hydrocoloid dreesing terhadap percepatan penyembuhan luka (Mulder, 1995).
Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan bagi perawat dalam
melaksanakan intervensi perawatan luka ulkus diabetik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Penerapan Teknik Balutan WET-DRY dan MOIST WOUND
HEALING Untuk Meningkatkan Proses Penyembuhan Luka Pada Asuhan Keperawatan
Pasien Dengan Kasus Ulkus Diabetik di RSUD Poso?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dapat menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan menerapkan
Modern Wound Dressing untuk meningkatkan proses penyembuhan luka pada kasus
Ulkus Diabetik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien Ulkus Diabetik di
RSUD Poso.
b. Dapat merumuskan diagnose keperawatan sesuai dengan hasil pengkajian secara
komprehensif pada pasien Ulkus Diabetik di RSUD Poso.
c. Dapat menetapkan intervensi yang sesuai dengan maslah keperawatan pada pasien
Ulkus Diabetik di RSUD Poso.
d. Dapat memberikan implementasi sesuai dengan penetapan intervensi dan
menerapkan Modern Wound Dressing untuk meningkatkan proses penyembuhan
luka pada kasus Ulkus Diabetik di RSUD Poso.
e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan dan membuat
pendokumentasian pada pasien Ulkus Diabetik di RSUD Poso.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Hasil penulisan proposal studi kasus ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan menambah wawasan penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Di samping itu, proposal studi kasus ini adalah salah satu
syarat menyelesaikan mata kuliah Riset Keperawatan Program Studi DIII
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu Prodi Poso.
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penulisan proposal studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang medikal bedah dengan Diabetes mellitus
di ruang perawatan.
3. Bagi RSUD Poso
Hasil penulisan proposal studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar pengembangan menajemen asuhan keperawatan dan membantu perawat
diruang perawatan dalam meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan.
4. Bagi pasien dan keluarga
Hasil penulisan proposal studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
layanan asuhan keperawatan pasien denngan kasus Ulkus Diabetik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diabetes Mellitus


1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (Hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Suddarth &
Brunner, 2013)
Diabetes Melitus adalah suatu kelainan pada seseorang yang ditandai
dengan naiknya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang diakibatkan
karena kekurangan insulin (Padila, 2012).
Diabetes Melitus gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh sekresi insulin atau penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Nurarif,A,H &
Kusuma,H, 2016).

2. Klasifikasi
Diabetes Melitus menurut (Deni Yasmara, 2017)
a. DM tipe 1:
Tergantung insulin (Insulin Dependen Diabetes Melitus[IDDM]). Detruksi sel
beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut(autoimun dan idiopatik)
(Soebagijo Adi Soelistijo, 2015)
b. DM tipe 2:
Diabetes Melitus tidak bergantung insulin (non-insulin dependent Diabetes Melitus
[NIDDM]). Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defesiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
(Soebagijo Adi Soelistijo, 2015)
c. DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya (Diabetus Melitus
karena obat-obatan), (defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi,
sebab imunologi yang jarang) (Soebagijo Adi Soelistijo, 2015) d. Diabetes Melitus
Gestasional (gestational diabetes mellitus[GDM]): diabetes yang berhubungan
dengan kehamilan.

3. Etiologi
a. Diabetes tipe 1:
1) faktor genetik:
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA. (Padila, 2012)
2) faktor-faktor imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah sebagai jaringan asing. Yaitu
antibody terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. (Padila,
2012)
3) faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan distruksi sel beta. (Padila, 2012)
b. Diabetes Tipe 2:
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. (Padila, 2012)
Faktor-faktor resiko:
1) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin(Aini & Aridiana, 2016).
2) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi sehingga
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Menurut Camacho,
P.M.,dkk (2007), peningkatan BB 10 kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari
batas normal IMT (indeks masa tubuh) akan meningkatkan risko DM tipe II.
Selain itu, menurut Renaldy, O., (2009) dan Umar, H. Dan Adam J. (2009),
pada obesitas juga terjadi penurunan adiponektin. Adiponektin adalah hormon
yang dihasilkan adiposit yang berfungsi untuk memperbaiki sensitivitas
insulin dengan cara menstimulasi peningkatan penggunaan glukosa dan
oksidasi asam lemak otot dan hati sehingga kadar trigliserida turun. Penurunan
adiponektin menyebabkan resistansi insulin. Adiponektin berkorelasi positif
dengan HDL dan berkorelasi negatif dengan LDL(Aini & Aridiana, 2016).
3) Kelainan Genetik
Faktor genetik memegang peran dalam proses terjadinya resistensi
insulin(Padila, 2012).
4) Gaya hidup dan stress Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari
makanan yang cepat saji kaya akan pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan
kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas
mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin (Aini & Aridiana,
2016)
5) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko
terkena diabetes (Aini & Aridiana, 2016).
6) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya
sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas
(Aini & Aridiana, 2016).
4. PATOGENESIS DAN PATOFIOLOGIS
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut (Darliana, 2017):
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel–sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Defisiensi insulin membuat seseorang tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia bera
yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160–
180mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus–tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi (Darliana, 2017). Adanya
glukosa yang keluar bersama urine akan menyebabkan pasien mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energy sehingga pasien
menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Hal ini akan memudahkan terjadinya gangren
(Darliana, 2017).

5. Manifestasi klinis
Menurut (Brunner, 2013)
a. Poliuria(sering kencing), polifagia, dan polydipsia
b. keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak, sensasi kebas
atau kesemutan di tangan atau di kaki, lesi kulit atau kulit yang lambat sembuh,
kulit kering, atau infeksi berulang.
c. Awitan Diabetes tipe 1dapat disertai dengan penurunan berat badan mendadak atau
mual, muntah atau nyeri lambung.
d. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan
berlangsung perlahan(bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi jangka
panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahuntahun(misalnya:penyakit
mata, neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer).
Komplikasi biasanya muncul sebelum komplikasi sebenarnya ditegakkan.
e. Autonomik: Rasa lapar, berkeringat, gelisah, paresthesia, palpitasi, tremuslousness,
pucat takikardia.
f. Neuroglikopenik: Lemah, lesu, pusing, sakit kepala,perubahan sikap, gangguan
kognitif, diplopia, pandangan kabur, hipotermia, kejang, koma (Soelistojo, et al.,
2015)

6. Komplikasi
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
a. Komplikasi akut : Hipoglikemia, Ketoasidosis, HHNK (Hiperglikemia
Hipersomolar Non Ketolik).
b. Komplikasi kronik : Umunya terjadi pada penderita Diabetes Melitus yang tidak
terkontrol dalam jangka waktu kurang lebih 5-15 tahun. Komplikasi yang terjadi
dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil dan pembuluh darah besar.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif, 2015), pemeriksaan penunjang untuk Diabetes mellitus adalah :
pemeriksaan kadar glukosa darah (GDS, GDP) yaitu Glukosa darah sewaktu >200
mg/dL, glukosa darah puasa >140 mg/dL, tes laboratorium DM (tes diagnostik, tes
pemantauan terapi ), tes untuk mendeteksi komplikasi adalah ureum, kreatinin, asam
urat, kolesterol.
8. Penatalaksanaan
Menurut (Fatimah, 2017), untuk penatalaksanaan pada penderita Diabetes Melitus
yaitu :
a. Perencanaan Diet : Pada klien dengan diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
b. Latihan fisik: Dianjurkan latihan secara teratur 3-4 kali dalam seminggu selama
kurang lebih 30 menit.
c. Pendidikan kesehatan : Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan
kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder
diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan
penyulit menahun.
d. Obat : Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak
berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik.
e. Insulin: merupakan hormone yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi dari insulin antara lain adalah
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

B. Tinjauan tentang Luka Ulkus Diabetik


1. Definisi
Ulkus kaki diabetic adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau
keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan dibawah kulit,
tendon, otot, tulang atau pesendian yang terjadi pada seseorang yang menderita
penyakit Diabetes mellitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya
peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama, tidak
dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus
kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri perifer sering mengakibatkan gangren
dan amputasi ekstremitas bagian bawah. (Tarwoto & dkk, 2011)
Ulkus/luka kaki diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita
diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus
yang tidak terkendali. (Maryunani, 2015)
\
2. Tanda dan Gejala
Menurut (Maryunani, 2013), tanda dan gejala ulkus diabetik dapat dilihat berdasarkan
stadium, yaitu :
a. Stadium I menunjukkan tanda tidak khas, yaitu seperti kesemutan, kaki menjadi
dingin dan menebal
b. Stadium II menunjukkan sensasi rasa pada kaki berkurang
c. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat
d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan (nekrosis), kulit kering

3. Klasifikasi Ulkus
Menurut (Ismail, 2014) yang dikutip oleh Grace & Borley (2009) luka
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
a. Superficial Ulcer
 Grade 0 : tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik tiap dalam bentuk tulang
kaki menonjol.
 Grade 1 : Hilangnya lapisan epidermis hingga dermis dan kadang-kadang
terlihat luka menonjol dan kemerahan.
b. Deep Ulcer
 Grade 2 : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (dengan goa).
 Grade 3 : Penetrasi hingga dalam, osteomilitis, plantar abses atau infeksi
hingga tendon.
c. Gangren
 Grade 4 : Gangren sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki, kulit
sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.
 Grade 5 : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangren.
4. Patofisiologi
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes. Faktor yang
memengaruhi terjadinya ulkus pada kaki diabetes antara lain faktor neuropati,
biomekanika kaki yang abnormal, penyakit arteri perifer, dan penyembuhan luka yang
buruk.
Neuropati sensorik perifer berperan dalam timbulnya cedera pada kaki.
Komplikasi ini menyebabkan gangguan pada mekanisme proteksi kaki yang normal,
sehingga pasien dapat mengalami cedera pada kaki tanpa disadari. Neuropati otonom
menyebabkan terjadinya anhidrosis, dan gangguan perfusi kaki. Akibatnya, kulit
menjadi kering dan dapat terbentuk fisura.
Biomekanika kaki yang abnormal disebabkan oleh beberapa faktor yang
berhubungan dengan neuropati, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Gangguan propriosepsi menyebabkan distribusi berat badan yang abnormal. Hal ini
dapat berperan dalam terjadinya callus atau ulserasi pada kaki. Perubahan struktural
pada kaki dapat terjadi akibat adanya komplikasi neuropati sensorik dan motorik.
Pada pasien DM, angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
populasi umum. Gangguan pembuluh darah perifer menyebabkan gangguan oksigenasi
jaringan sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
Infeksi memegang peranan penting dalam terjadinya kaki diabetes.
Peranan infeksi sejajar dengan neuropati dan angiopati. Pada kaki diabetes, infeksi
terjadi dan melibatkan banyak spesies bakteri yang akan mempersulit penatalaksanaan.
Kemungkinan timbulnya infeksi pada kaki diabetes semakin meningkat akibat adanya
penyakit arteri perifer dan gangguan penyembuhan luka seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya (Tanto & dkk, 2014).

5. Klasifikasi Luka
Menurut (Maryunani, 2016), klasifikasi luka terdiri dari 2 yaitu berdasarkan
kedalaman luka, berdasarkan waktu dan lamanya luka tersebut terjadi, yang diuraikan
sebagai berikut :
a. Berdasarkan Kedalaman Luka
1) Patrial Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis dan dermis
2) Full Thickness adalah luka yang mengenai lapisan epidermis, dermis, dan
subkutan dan termasuk mengenai otot atau tulang
b. Berdasarkan Waktu Dan Lamanya
1) Akut
Luka baru, terjadi mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu
yang diperkirakan. Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penanganan dan dapat sembuh dengan baik jika tidak terjadi
komplikasi. Menurut (Kartika, 2015) luka dikatakan akut jika penyembuhan
terjadi dalam 2-3 minggu.
2) Kronik
Luka yang berlangsung lama, karena faktor eksogen (ekstrinsik) dan
endogen (intrinsik). Penyembuhan lama atau berhenti. Menurut (Kartika,
2015), luka kronik yaitu segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.

C. Tinjauan Penerapan Teknik Balutan Wet-Dry dan Moist Wound Healing


1. Definisi Perawatan Luka
Luka adalah rusaknya integritas jaringan tubuh (Yasmara dkk, 2016). Perawatan
luka adalah membersihkan luka, mengobati dan menutup luka dengan memperhatikan
teknik steril (Ghofar, 2012). Sedangkan menurut Potter (2010), perawatan luka
dilakukan dengan cara menutup luka dengan balutan basah dan kering. Bagian yang
basah dari balutan secara efektif membersihkan luka terinfeksi dari jaringan nekrotik.
Kassa lembab dapat mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka. Lapisan luar kering
membantu menarik kelembapan dari luka ke dalam balutan dengan aksi kapiler.
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
perawatan luka adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membersihkan luka,
mengobati luka serta menutup luka dengan balutan basah dan kering sehingga
terhindar dari resiko infeksi.
2. Bahan-Bahan Pada Perawatan Luka
Menurut Ghofar (2012) alat dan bahan yang digunakan pada saat
perawatan luka :
a. Satu set perawatan luka steril/bak steril:
1) Sarung tangan
2) Pinset anatomis
3) Pinset chirurgis
4) Gunting jaringan
5) Kassa steril
6) Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9%)
b. Alat non steril:
1) Sarung tangan non steril
2) Cairan Nacl 0,9%
3) Pengalas sesuai luas luka
4) Kapas alcohol
5) Korentang
6) Perlak atau penghalas
7) Bengkok
8) Kom berisi lysol 1%
9) Gunting verban/plester
10) Verban
11) Plester
12) Schort
13) Masker
14) Obat sesuai program terapi
15) Tempat sampah

3. Standar Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Teknik Balutan Wet-Dry


dan Moist Wound Healing
Menurut Ghofar (2012), prosedur perawatan luka ialah:
a) Tahap pra interaksi
1) Melakukan pengecekan pada care plan pasien
2) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
3) Mencuci tangan
4) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
b) Tahap orientasi
1) Memberikan salam dan menyapa pasien
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
3) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c) Tahap kerja
1) Menjaga privacy
2) Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3) Membuka peralatan
4) Memakai sarung tangan
5) Membasahi balutan dengan alkohol/swah bensin dan buka dengan
menggunakan pinset
6) Membuka balutan lapisan terluar
7) Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
8) Membuka balutan lapisan dalam
9) Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
10) Melakukan debridement
11) Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl
12) Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kass
13) Memasang plester atau verband
14) Merapihkan pasien
d) Tahap terminasi
1) Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
2) Berpamitan dengan klien
3) Membereskan alat-alat
4) Mencuci tangan
5) Mencatat kegiatan dalam lembar/catatan keperawatan
D. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut NANDA NIC NOC (2018), fase pengkajian merupakan sebuah komponen
untuk mengumpulkan informasi, data memvalidasi data, mengorganisasikan data,
dan mendokumentasikan data.
a. Identitas
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama.pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat, status, tanggalmasuk, tanggal pengkajian, diagnose
medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama.umur.pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien)

b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan Utama
Biasan ya keluhan utama yang dirasakan pasien saut dilakukan pengkajian.
Pada pasien postdebridement ulkus kaki diabetik yaitu nyeri 5 - 6 (skala 0
-10).
2) Riwayat kesehatan sekarang Data diambil saat pengkajian berisi tentang
perjalanan penyakit pasien dari scbclum dibawa ke IGD sampai dengan
mendapatkan perawatan di bangsal.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pemah diderita oleh pasien tersebut,
seperti pcrnah menjalani opcrasiberapa kali, dan dirawat di RS berapa kali
Tindakan medis yang pernah di dapar maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit.
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid. Diuretic tiasid, kontrasensi
oral).
c. Pola Fungsiunal Gorlon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksisebelumnya, persepsi pasien
dan keluarga mengenaipentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya
2) Pula nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari-hari, jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman, waktu bcrapa
kali schari, nafsumakan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai
pemurunan herat hadian.
3) Pula eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit,
mencatat konsistensi.warna, bau. dan berapakali sehari, konstipasi, besar.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah berakti vitas(muncul keringat dingin,
kelelahat/ keleti han), pemhahan pola natas setelah aktifitas, kemampuan
pasien dalamaktivitas secura mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat berapa jam sehari, terbiasa tidursiang. gangguan
selama tidur (scring terbangun), nycnyak,nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dankemampuan mengetahui
tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasidiri atau perasaan
tidak percaya diri karena sakirnya.
8) Pula reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi. ketakutan terhadappenyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yangjelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar kelarga harmonis, interaksi, kumunikasi, car
berkununikasi.
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguanberibadah selama sakit,
ketaatan dalam berdo'a danberibadah.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri () - 10), haka kemungkinan rembes pada balutan.
Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa
reaksi obat anestesi.
2) Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler
untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
3) Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
pada permukaan jantung. rekanan darah dan nadi meningkar.
4) Sistem pencernaan
Pada penderita post pemhedahan biasanya ada rasa mnal akibat sisa bius,
setelahnya nurmmal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising
usus, berat badan.
5) Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diaheric bia sanya ada masalah pada sistem ini karena
pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat
menycrang sampai otot. Dan adanya pcnurunan aktivitas pada bagian kaki
yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.
6) Sistem intregurmen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak
seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka
jaringan mati yang tersemhunyi di hawah kulit tersehur

2. Diagnosa keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya hiperglekemi
b. Nyeri akut berhungan dengan peningkatan tekanan intra cranial
c. Intoleransi aktivitas
d. Devisit volume cairan
e. Resiko infeksi
3. Intervensi
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya hiperglekemi
1) NOC :
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
2) NIC :
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
 Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
 Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi
traktus
 Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
 Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
 Cegah kontaminasi feses dan urin
 Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
 Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
b. Nyeri akut berhungan dengan peningkatan tekanan intra cranial
1) NOC :
 Klien melaporkan nyeri berkurang
 Klien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri
 Klien dapat menggambarkan faktor penyebab
 Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis
 Klien menggunakan analgesic sesuai instruksi
2) NIC
 Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
 Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan
pengalaman nyeri dan penerimaan klien terhadap respon nyeri
 Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (napsu
makan, tidur, aktivitas,mood, hubungan sosial)
 Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeriLakukan evaluasi dengan
klien dan tim kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah
dilakukan
 Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
 Control lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan
klien( suhu ruangan, cahaya dan suara)
 Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri
klien( ketakutan, kurang pengetahuan)
 Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, guide
imagery,relaksasi)
 Kolaborasi pemberian analgesic
c. Intoleransi aktivitas
1) NOC :
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari secara mandiri
 Keseimbangan aktivitas dan istrahat
2) NOC :
 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
 Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
d. Devisit volume cairan
1) NOC :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membrane
2) NIC :
 Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
 Monitor vital sign
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
 Kolaborasikan pemberian cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan IV pada suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
e. Resiko infeksi
1) NOC :
 Tidak ada tanda kemerahan (skala dari 2 atau cukup berat) – 4 atau
ringan).
 Nyeri berkurang (skala dari 2 atau cukup berat – 4 atau ringan).
 Cairan pada luka berkurang (skala dari 2 atau cukup berat – 4 atau ringan).
 Lethargy (skala dari 3 atau sedang – 4 atau ringan).
2) NIC :
Kontrol infeksi (6540)
 Monitor adanya tanda dan gejala infeksi.
 Ajarkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat.
 Edukasikan kepada klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian studi kasus adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan
keperawatan pasien Diabetes Mellitus (DM) + Luka ulkus diabetik, pasien diobservasi
selama 3 hari.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Poso dan waktu penelitian direncanakan
pada bulan Mei 2021.

C. Subyek Studi Kasus


Subyek dalam penelitian ini yaitu pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan masalah
luka ulkus diabetik di RSUD Poso.

D. Fokus Studi
fokus studi dalam penelitian studi kasus ini yaitu Asuhan Keperawatan pada
pasien Diabetes Mellitus dengan Masalah Luka Ulkus Diabetik.

E. Definisi Operasional
1. Asuhan Keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan
2. Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa
luka terbuka pada permukaan kulit yang disertai adanya jaringan setempat.
3. Perawatan luka adalah tindakan untuk merawat luka untuk mencegah timbulnya
infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.

F. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Wawancara : hasil anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang-dahulu-keluarga.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada
system tubuh
3. Studi dokumentasi dan angket: hasil pemeriksaan diagnostic

G. Analisis Data
Analisa data dilakukan sejak dilakukan pengumpulan data sampai semua data
terkumpul.analisa dilakukan dengan cara mengemukakan fakta dan membandingkan
dengan teori. Tekhnik yang digunakan adalah dengan menarasikan jawaban dari hasil
pengumpulan data (wawancara dan observasi) yang dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah dan tujuan penelitian. Urutan dalam analisis adalah:
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, studi dokumen dituliskan
dalam bentuk catatan lapangan yang selanjutnya disalin untuk transkrip.
2. Mereduksi data dan membuat koding dan kategori
Data yang sudah dibuat untuk transkrip dibuat koding oleh peneliti sesuai dengan topic
penelitian. Data obyektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic dan
dibandingkan dengan nilai normal.
3. Penyajian data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, bagan disertai narasi.
Kewaspadaan responden tetap harus diperhatikan.
4. Kesimpulan
Data yang disajikan selanjutnya dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil
penelitian sebelumnya dan teori teori yang mendukung. Penarikan kesimpulan
dilakukan dengan metode induktif. Pembahasan dilakukan sesuai dengan tahapan
asuhan keperawatan pengkajian, tindakan, evaluasi.

H. Etika penelitian
1. Informed Consent
Inform consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Sebelum memberikan lembar
persetujuan peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti yang akan dilakukan
2. Anomity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dan
penggunaan subjek peneliti dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden. Untuk menjaga privasi responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden pada lembar pengumpulan data. Dan hanya mencantumkan inisial huruf
pertama pada nama klien.
3. Prinsip Autonomy
Prinsip autonomy didasrkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Dalam melakukan tindakan perawat
harus jujur dan mengungkapkan sesuai dengan kenyataan yang ada.
4. Confidientially (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
baik informasi yang yelah dikumpulkan di jaga kerahasiaannhya oleh peneliti.
5. Prinsip Benefisiens dan Nonmalefisiens
Dalam memberikan indakan perawata harus berbuat baik. Artinya dalam
melakukan tindakan harus mempertimbangkan apakah tindakan tersebut berbahaya
atau tidak kepada pasien serta tidak merugikan pasien.
6. Prinsip Justices
Prinsip ini menekankan pada aspek keadilan, dimana dalam melakukan penelitian
perawat tidak memandang dari segi, ras, suku, agama, ekonomi, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma , H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

World Health Organisation. Diabetes mellitus: Report of a WHO Study Group. World Health
Organisation.Geneva-Switzerland.S5-36

Adi, Soebagijo. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

Soegondo, S. 2013. Diagnosis dan Kiasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Potter & Perry, 2010, 2013 dalam siswantoro, 2017. Efektifitas perawatan luka diabetik metode
modern dressing menggunakan madu terhadap proses penyembuhan luka(online).
(jurnalonline.lppmdianhusada.ac.id. diakses tanggal 10 desember 2018). Mojekerto: Stikes
Dian Husada Mojokerto.

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa
Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Parmet, Sharon. (2005). Diabetic Foot Ulcers. The Journal of the American Medical
Association, 293 (2). 260

Darliana dan Devi. (2017). Managemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes
Melitus.‟‟Idea Nursing Journal 2.2: 132-136.

Soelistojo, S .A., et al. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia .

Kustianingsih, P. A. (2016). Upaya Perawatan kerusakan Integritas Kulit pada pasien Diabetes
Melitus di RSUD dr. Soebandi Prijonegoro. Upaya Perawatan kerusakan Integritas Kulit
pada pasien Diabetes Melitus di RSUD dr. Soebandi Prijonegoro.

Brunner. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:

EGC.
Deni Yasmara, N. R. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:Diagnosis Nanda-I
2015 - 2017 Intervensi NIC dan NOC. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Jakarta.
Salemba Medika.

Kartika, Ronald W. 2017. Pengelolaan Gangren Kaki Diaebetik. Jakarta: Fakultas kedokteran
universitas kristen krida wacana

Adi, Soebagijo. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. (T. H.
Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.

NIC. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). USA: Elseiver.


NOC. (2013). Nursing Outcome Classification Pengukuran Outcome Kesehatan. Jakarta:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai