Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENYAKIT FILARIASIS

Disusun oleh :
Ain Rahmawati (02026001)
Siti fauziah azuhrah (02026025)

Dosen pengampu :
Ns. Leo Rulino M.kep

AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA


TAHUN AJARAN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul tentang penyakit filariasis tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen.
Pada bidang studi Keperawatan Medikal Bedah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Leo Rulino, M.Kep, selaku dosen
Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 06 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. TUJUAN PENULISAN 4
C. MANFAAT PENULISAN 4
BAB II 5
TINJAUAN TEORI 5
KONSEP DASAR MEDIS 5
1. DEFINISI 5
2. ANATOMI 5
3. FISIOLOGI 5
4. ETIOLOGI 6
5. PATOFISIOLOGI 7
6. PATOFISIOLOGI DIAGRAM 9
7. TANDA DAN GEJALA 11
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG 12
9. PENATALAKSANAAN 13
10. KOMPLIKASI 13
KONSEP DASAR KEPERAWATAN 14
A. PENGKAJIAN 14
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 16
C. INTERVENSI KEPERAWATAN 16
D. EVALUASI KEPERAWATAN 22
BAB III 24
PENUTUP 24
KESIMPULAN 24
SARAN 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit
menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria ynag ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging disease, yaitu
penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Filariasis
merupakan jenis penyakit reemerging disease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada,
kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada
tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten
26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global ( The
Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year
2020 ) yaitu program pengeliminasian filariasis secara masal. WHO sendiri telah menyatakan
filariasis sebagai urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia.

B. Tujuan
1) Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana cara penularan filariasis hingga dapat menyebakan
penyakit.
2) Tujuan khusus
 Untuk mengetahui pengartian penyakit filariasis
 Untuk mengetahui transmisi penularan penyakit filariasis
 Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit filarisis
 Untuk mengetahui cara pengendalian penyakit filariasis sebagai tenaga
kesehatan lingkungan.

C. Manfaat
1) Untuk mengetahui tentang penyakit filariasis
2) Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan penyakit filariasis

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Konsep dasar medis

1. Definisi

       Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu
infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar
limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum
Nematoda. Tiga spesies filaria yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria
Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori ( Elmer R. Noble, 1989 ). Parasit filaria ditularkan
melalui gigitan berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan siklus hidup yang
kompleks. Anak dari cacing dewasa disebut mikrofilaria. Hospes cacing filaria ini dapat berupa
hewan dan atau manusia yang mengandung parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain.
Hospes reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria, misalnya Brugia
Malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda dan sapi.

2. Anatomi fisiologi

Saat kita berbicara penyakit Filariasis kita harus memahami bahwa organ tubuh yang di
serang adalah pembuluh Limfa nah berikut anatomi dan fisiologis dari pembuluh limfa.

Selain pembuluh darah tubuh juga mempunyai pembuluh Limfa atau pembuluh getah bening
limfa adalah cairan yang mengenangi tubuh linfa memiliki system peredaran sendiri yang di
muhai dari jaringan sampai ke vena peredaran lisfa tidak selalu melalui pembuluh sehingga
disebut peredaran terbuka.

Cairan Limfa tidak mengandung eritrosit dan trormbosit ,namun banyak mengandung sel
darah putih yaitu imfosit limfa berperan dalam pengangkutan sisa metabolism,lemak dari
usus.dan berperan dalam melawan kuman.

Ada beberapa tipe kelenjar Limfa yaitu :

1. Kelenjar limfa lipat Siku, lipat paha, ketiak, lutut, dan leher.

2. Selaput lendir usus di sebut juga pembutut Kil

5
3. Kelenjar Folikel Bawah Lidah

4. Kelenjar pada tonsil (amandel) & adenoid

Sedangkan Fungsi dari Pembuluh (Limfa) Getah Bening adalah:

1. Mengabsorsi lemak di usus dan kemudian mengankutnya ke pembuluh darah

2. Mengambil kelebihan cairan jaringan dan mengembalikannya ke system pembuluh darah

3. Membantu tubuh mempertahankan dari Serangan berbagai penyakit

Cara kerja dari pembuluh getah bening (Limfa) di mulai dari jaringan pada pembuluh darah
balik dibawah selangka Jimfa didistribusikan di dalam tubuh dengan mengandalkan kontraksi
otot-otot rangka. Tubuh manusia memilik beperapa nodus enfa. Nodus tersebut terdiri dari sinus-
sinus,yaitu ruangan tempat penyaringan bahan-bahan yang sudah di absorsi atau di hilangkan
dari jaringan oleh sel darah putih (makrofag). Cairan limfa berasal dari plasma darah dalam
kapiler darah yang keluar menuju jaringan tubuh.kemudian cairan limfa ini masuk ke dalam dua
macam pembuluh getah bening.yaitu ductus limtatikus dekstra dan duktus thoraksikus sinistra,
Duktus limfatikus dekstra ialah pembuluh yang mengalirkan cairan limfa dari kepala,leher dada
paru-parujantung,& tangan sebelah kanan masuk ke pembuluh balik bawah tulang selangka
kanan sedangkan ductus thoaksikus sinistra adalah pembuluh yang mengalirkan cairan limfa dari
kepala, leher, dada, paru-parujantung.dan tangan sebelah kiri masuk ke pembuluh balik di bawah
tulang selangka kiri, limfa dada merupakan tempat bermuaranya pembuluh lemak atau pembuluh
Kil lemak inilah yang menimbulkan cairan limfa berwarna kuning putih di sepanjang pembuluh
limfa terdapat kelenjar -kelenjar imfa tau nodus yang berfungsi menyaring kuman.

3. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : wuchereria bancrofti, brugia malayi,
brugia timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam
kelenjar getah bening dan darah. Infeksi caccing ini menyerang jaringan viscera, parasit ini
termasuk kedalam superfamili filaroidea, family onchorcercidae.

Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh
manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (mikrofilaria) yang eredar dalam
darah terutama malam hari.

Ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :

a. Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sistem limfe.
b. Ukuran 55-100 mm x 0,16 mm

6
c. Cacing jantan lebih kecil : 55 mm x 0,09 mm
d. Berkembang secara ovoviviar

Mikrofilaria :

a. Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu


b. Mempunyai sarung 200-600 X 8 um

Faktor yang mempengaruhi perkembangan makrofilaria :

a. Lingkungan fisik : iklim, geografis, air dan lainnya.


b. Lingkungan biologic : lingkungan hayati yang mempengaruhi penularan : hutan.
Reservior, vector.
c. Lingkungan sosial ekonomi budaya : pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
d. Istiadat, kebiasaan dsb,
e. Ekonomi : cara bertani, mencari rotan, getah dsb.

4. Patofisiologi

Patofisiologi kaki gajah, disebut juga sebagai filariasis limfatik atau elephantiasis, berupa
siklus hidup pada manusia dan nyamuk serta patogenesis terjadinya penyumbatan saluran limfa
dan limfedema akibat larva filaria.

 Siklus hidup

Siklus hidup filaria terbagi menjadi 5 stadium larva yang berkembang menjadi cacing jantan /
betina dewasa. 3 jenis cacing filaria yang menyebabkan filariasis limfatik adalah wucheria
bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori. Ketiga spesies ini terdapat di indonesia. Namun,
mayoritas filariasis di indonesia disebabkan oleh brugia malayi.

 Infeksi pada manusia dan transmisi ke nyamuk

Pada tubuh manusia cacing jantan dan betina dewasa hidup di saluran limfatik dimana terjadi
perkawinan dan cacing betina menghasilkan mikrofilaria. Mikrofilaria secara periodik bergerak
ke pembuluh darah tepi. Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk vektor masuk ke lambung, dan
bersarang di jaringan otot/lemak toraks nyamuk. Terdapat 23 spesies nyamuk dari grnus
anopheles, culex, mansonia, dan armigeres yang dapat berperan sebagai vektor filariasis. Masa
pertumbuhan parasit dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu.

 Siklus hidup pada nyamuk dan transmisi ke manusia

7
Awalnya parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis (larva stadium 1). Dalam waktu 1
minggu larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang disebut larva stadium
2. Larva kemudian bertukar kulit sekali lagi, tumbuh semakin panjang dan kurus yang disebut
larva stadium 3. Larva stadium 3 merupakan bentuk yang infektif. Larva infektif ini bermigrasi
menuju proboscis/alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium 3 ini
menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang
di saluran limfe setempat. L3 berkembang menjadi larva stadium 4 dan stadium 5 saat bermigrasi
menuju saluran limfe, dan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam saluran limfe.
Perkembangan dari mulai masuknya L3 ke tubuh manusia hingga menjadi cacing dewasa
berlangsung selama 3-36 bulan. Cacing dewasa dapat hidup selama 4-6 tahun.

8
5. Patofi diagram

9
10
6. Tanda dan gejala

Manifestasi gejala & tanda klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfamitis dan limfademitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersentifitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.

Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut
berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan
penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari
masa inkubasi dapat dibagi menjadi :

a. Masa prepaten

Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang
memerlukan waktu kira-kira 3-7 bulan, hanya sebagian dari penduduk dari daerah endemik yang
menjadi mikrofilamerik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian
menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik
baik mikrofilamerik ataupun amikrofilaremik.

b. Masa inkubasi

Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang
biasanya berkisar antara 8-16 bulan.

c. Gejala akut klinis

Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise.
Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat
mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.

d. Gejala menahun

Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang
ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini
menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktifitas penderita serta membebani
keluarganya.

11
7. Pemeriksaan penunjang
1) Diagnosis klinik

Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik
penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (acute and chronic disease). Pada
keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala
dan tanda limfadenitis retrograd, limfademitis berulang dan gejala menahun.

2) Diagnosis parasitologik

Diagnosis parasitologis ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan


darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah
diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.

3) Radiodiagnosis

Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yg bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan
radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita
yang mikrofilaremia asimtomatik.

4) Diagnosis immunologi

Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia


dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan atau antigen dengan cara
immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.

Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi posistif dengan mikrofilaremia, tidak


membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit,
ekskresi dan sekresi parasit tersebut sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13,
antibodi monoklonal terhadap o. Gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan
mikrofilaremia w, bancrofti di papua new guinea.

12
8. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis

Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis
bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman
dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang
bersifat sementara.reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada
berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi,
muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses,
ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididmitis. Reaksi samping sistemik
terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering
terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi beberapa hari setelah
pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai beberapa minggu dan
sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat diatasi dengan
obat simtomatik.

b) Penatalaksanaan keperawatan

Adapun penatalaksanaan keperawatan nya adalah dengan tetap mengacu pada tahapan dalam
memberikan asuhan keperawatan, untuk menentukan diagnosa utama prinsipnya yaitu
pengkajian dari keluhan utama yang di rasakan ketika pasien mengunjungi fasilitas pelayanan
kesehatan setempat. Apakah nyeri akibat inflamasi atau yang lainnya berdasarkan pengkajian di
awal. Prinsipnya mengacu pada kebutuhan dasar manusia yaitu fisiologis, rasa aman & nyaman,
ingin dicintai & mencintai dan seterusnya.

9. Komplikasi
a. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : infeksi wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis, vulva dan
vagina.
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran limfe testis berulang : pecahnya
tunika vaginalis hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antar lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di
dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

13
II. Konsep dasar keperawatan
a. Pengkajian
 Identitas klien
 Diagnosis filariasis ditegakkan dengan menggabungkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan ditunjang dengan temuan mikrofilaria, baik pada
pemeriksaan di darah maupun biopsi kulit. Diagnosis filaria perlu diprioritaskan
pada pasien yang mengalami gejala dan tinggal di daerah endemis atau ada
riwayat bepergian ke daerah endemis.
 Keluhan utama : Nyeri & demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang
bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
 Riwayat penyakit sekarang : Nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki kearah ujung kaki dengan skala nyeri, nyeri terasa berulang-ulang.
 Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah menderita penyakit yang berat, tidak ada
alergi obat, demam biasa dan akan hilang bila minum obat penurun panas.
 Riwayat penyakit keluarga : tidak di dapatkan penyakit sebelumnya.
 Sanitasi lingkungan : tinggal di daerah pedesaan yang jarak rumah 200 meter baru
ada rumah lagi dan di sebelah desa masih hutan, lingkungan rumah apa adanya
dan tidak ada tempat pembuangan sampah rumah tangga, sampah langsung
dibuang ke pekarangan atau di bakar, dan semua keluarga mengkonsumi air putih
yang berasal dari sumur dan direbus serta ventilasi rumah cukup baik.
 Pola nutrisi : pada klien penyakit filariasis didapatkan rasa mual, muntah, nyeri
ulu hati tidak ditemukan, nafsu makan baik, dan masalah keperawatnnya tidak
ditemukan.
 Pola eliminasi : pada klien didapatkan konsistensi fases lunak, berwarna kuning,
konsistensi semi solid, dan keluhan BAB tidak ada.
 Pola aktivitas : tidak dapat beraktivitas banyak hanya tiduran kecuali ke toilet
untuk BAB, karena nyeri bila sering bergerak. Masalah keperawatan : Gangguan
mobilitas fisik
 Pola istirahat dan tidur : terganggu karena sering terbangun karena nyeri
extremitas bawah. Tidur paling lama 3-4 jam dan tidak nyenyak, merasa ngantuk,
ekspresi wajah mengantuk, kadang menguap. Masalah keperawatan : Gangguan
pola istirahat
 Pola personal hygiene : klien mengalami gangguan perawatan diri karena jarang
mencuci tangan sesudah beraktivitas.

14
b. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : tampak sakit pada kaki kanan, kurang sehat, gelisah, klien masih
dapat berinteraksi dengan baik, hanya terkadang tampak meringis saat nyeri pada
kakinya kembali dirasakan.
 Kesadaran :composmetis, GCS 15
 TTV :
Suhu 38,5
Nadi 110x/menit
BB di RS : 56 kg
BB sebelum MRS : tidak tahu
Tinggi badan : 160 cm
RR : 24x/menit
T : 130/80mmHg
Masalah keperawatan : Hypertermia
 Kepala : bentuk kepala simetris asimetris rambut : hitam, pendek, keadaan rambut
baik, kulit kepala kotor dan bau permukaan kulit kepala tidak terdapat benjolan
dan lesi, tidak rontok.
 Mata : ketajaman penglihatan baik, sclera putih, pupil isokor, fungsi penglihatan
baik, konjungtiva an.anemis.
 Hidung ; fungsi penciuman baik, bentuk mancung, warna kemerahan, simetris,
tidak ada perdarahan.
 Mulut : mukosa bibir normal tidak ada perdarahan padagusi, tonsil merah muda,
gigi bersih dan lengkap tidak ada caries, reflek menelan baik, fungsi bicara baik.
 Leher : tidak terdapat nyeri telan, simetris, tidak ada pembesaran tyroid dan
kelenjar limfe.
 Telinga : telinga luar dan dalam bersih, tidak ada gangguan pendengaran baik.
 Thorax
Inspeksi : bentuk dada simetris, warna kulit sawo matang, ekspansi dada simetris
Pergerakan rongga ada retraksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tactil premitus dalam batas normal perkusi : suara
resonan.
Auskultasi : suara jantung S1 & S2 dalam batas normal, suara nafas bronco
vesikuler, tidak ada ronchi, wheezing, tidak sesak dan tidak ada batuk.
 Abdomen

15
Inspeksi : tekstur kulit kering dan berwarna sawo matang, simetris, tidak ada
bekas luka, tidak ada benjolan, tidak ada tanda ascites.
Auskultasi : bising usus +10x/menit
Perkusi : normal (tympani)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dibagian hipogastrium abdomen.
 Extremitas
Atas : akral panas, jumlah jari lengkap, tidak ada kelumpuhan, kekuatan otot skala
5 mampu ( menahan tegak walaupun sedikit di dorong ).
Bawah : kekuatan otot 2, tonus otot buruk, kaki klien tampak besar sebelah, nyeri
tekan (+) , non paling edema (+), klien mengatakan panas dan sakit yang
mengajar dari pangkal hingga ujung kaki. Klien tampak meringis ketika berjalan,
nyeri bertambah saat kaki klien bergerak. Masalah keperawatan : Nyeri akut
 Genetalia : normal, tidak terdapat edem.
 Integumen : warna kulit sawo matang, turgor normal, tidak ada kelainan warna,
pigmentasi kulit normal, kuku panjang, kebersihan kuku baik.
c. Diagnosa
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih extremitas secara mandiri.
 Gangguan pola istirahat berhubungan dengan kualitas dan kuantitas waktu tidur
akibat faktor eksternal.
 Hypertermia berhubungan dengan suhu tubuh meningkat dengan rentang normal
tubuh.
 Nyeri akut berhubungan dengan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
d. Intervensi
 Gangguan mobilitas fisik D.0054

Pengkajian Diagnosis Luaran Intervensi


Ds : Gangguan Setelah dilakukan Observasi :
 Sulit mobilitas fisik tindakan  Identifikasi
menggerakkan b.d keperawatan selama adanya nyeri
extremitas keterbatasan 1 x 24 jam, maka atau keluhan
 Nyeri saat dalam gerakan mobilitas fisik fisik lainnya
bergerak fisik dari satu meningkat, dengan  Identifikasi

16
 Enggan atau lebih kriteria hasil : toleransi fisik
melakukan extremitas  Pergerakan melakukan
pergerakkan secara mandiri ekstremitas observasi
 Merasa cemas d.d kekuatan menurun  Monitor
saat bergerak otot menurun,  Kekuatan frekuensi
Do : rentang gerak otot menurun jantung dan
 Kekuatan otot (ROM), sendi  Rentang tekanan darah
menurun kaku, gerakan gerak sebelum
 Rentang gerak tidak (ROM) memulai
(ROM) terkoordinasi, menurun ambulasi
menurun gerakan  Nyeri  Monitor
 Sendi kaku terbatas, fisik meningkat kondisi
 Gerakan tidak lemah.  Kecemasan umum selama
terkoordinasi meningkat melakukan
 Gerakan  Kaku sendi ambulasi
terbatas meningkat Terapeutik :
 Fisik lemah  Gerakan  Fasilitasi
terkoordinasi aktivitas
meningkat ambulansi
 Gerakan dengan alat
terbatas bantu
meningkat  Fasilitasi
 Kelemahan melakukan
fisik mobilisasi
meningkat fisik, jika
perlu
 Libatkan
keluarga
untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi :
 Jelaskan
tujuan dan

17
prosedur
ambulasi
 Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan
ambulasi
sederhana
yang harus
dilakukan.

 Gangguan pola tidur D.0055

Pengkajian Diagnosis Luaran Intervensi


Ds : Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi :
 Mengeluh tidur b.d tindakan  Identifikasi
sulit tidur kualitas dan keperawatan selama pola aktivitas
 Mengeluh kuantitas waktu 1 x 24 jam maka dan tidur
sering tidur akibat pola tidur membaik,  Identifikasi
terjaga faktor eksternal dengan kriteria hasil faktor
 Mengeluh d.d mengeluh : pengganggu
tidak puas sulit tidur,  Keluhan sulit tidur
tidur mengeluh tidur  Identifikasi
 Mengeluh sering terjaga, menurun makanan dan
pola tidur mengeluh tidak  Keluhan minuman yang
berubah puas tidur, sering mengganggu
 Mengeluh mengeluh pola terjaga tidur
istirahat tidur berubah, menurun  Identifikasi
tidak cukup mengeluh  Keluhan obat tidur yang
 Mengeluh istirahat tidak tidak puas dikonsumsi
kemampuan cukup, tidur Terapeutik :
beraktivitas mengeluh menurun  Modifikasi
menurun kemampuan  Keluhan pola lingkungan
Do : beraktivitas tidur berubah  Batasi waktu
(tidak tersedia) menurun menurun tidur siang, jika
 Keluhan perlu

18
istirhat tidak  Fasilitasi
cukup menghilangkan
menurun stress sebelum
 Kemampuan tidur
beraktivitas  Tetapkan
meningkat jadwal tidur
rutin
 Lakukan
prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
 Sesuaikan
jadwal
pemberian obat
dan atau
tindakan untuk
menunjang
siklus tidur
terjaga
Edukasi :
 Jelaskan
pentingnya
tidur cukup
selama sakit
 Anjurkan
menepati
kebiasaan
waktu tidur
 Anjurkan
menghindari
makanan atau
minuman yang
mengganggu
tidur
 Anjurkan
penggunaan

19
obat tidur yang
tidak
mengandung
supresor
terhadap tidur
REM
 Ajarkan faktor-
faktor yang
berkontribusi
terhadap
gangguan pola
tidur
 Ajarkan
relaksasi otot
autogenik atau
cara
nonfarmakologi
lainnya.

 Hypertermia D.0130

Pengkajian Diagnosis Luaran Intervensi


Ds : Hipertermia b.d Setelah dilakukan Observasi :
(tidak tersedia) proses penyakit d.d tindakan keperawatan  Identifikasi
Do : suhu tubuh diatas selama 1 x 24 jam penyebab
 Suhu tubuh nilai normal, maka termogulasi hipertermia
diatas normal takikardia, takipnea, membaik, dengan  Monitor suhu
 Kulit merah kulit terasa hangat. kriteria hasil : tubuh
 Kejang  Suhu tubuh  Monitor kadar
 Takikardi membaik elektralit
 Takipnea  Takikardia  Monitor
 Kulit terasa menurun komplikasi
hangat  Takipnea akibat
menurun hipertermia
 Suhu kulit Terapeutik :

20
membaik.  Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
 Berikan
cairan oral
 Lakukan
pendinginan
eksternal
Edukasi :
 Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena.

 Nyeri akut D.0077

Pengkajian Diagnosis Luaran Intervensi


Ds : Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Observasi :
 Mengeluh pencedera fisiologis asuhan keperawatan  Identifikasi
nyeri d.d mengeluh nyeri, selama 1 x 24 jam, lokasi,
Do : tampak meringis, maka tingkat nyeri karakteristik,
 Tampak sulit tidur, tekanan menurun dengan durasi,
meringis darah meningkat, kriteria hasil : frekuensi,
 Sulit tidur pola nafsu makan  Keluhan kualitas,
 Tekanan berubah, diaforesis. nyeri intensitas nyeri
darah menurun  Identifikasi
meningkat  Meringis skala nyeri
 Pola nafsu menurun  Identifikasi
makan  Kesulitan faktor yang
berubah tidur memperberat
 Diaphoresis menurun dan

21
 Nafsu makan memperingan
membaik nyeri
 Diaphoresis Terapeutik :
menurun.  Berikan tekhnik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
 Ajarkan tekhnik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian
analgetik.

e. Evaluasi

Gangguan mobilitas Gangguan pola tidur Hipertermia Nyeri akut


fisik
S: S: S: S:
• Sulit • Mengeluh O:  Mengeluh
menggerakkan sulit tidur • Suhu tubuh nyeri
extremitas • Mengeluh diatas normal O:
• Nyeri saat sering terjaga • Kulit merah • Tampak

22
bergerak • Mengeluh • Kejang meringis
• Enggan tidak puas tidur • Takikardi • Sulit tidur
melakukan • Mengeluh • Takipnea • Tekanan
pergerakkan pola tidur berubah • Kulit terasa darah meningkat
• Merasa cemas • Mengeluh hangat • Pola nafsu
saat bergerak istirahat tidak cukup A : masalah makan berubah
O: • Mengeluh hipertermia sudah • Diaphoresis
• Kekuatan otot kemampuan teratasi
menurun beraktivitas menurun P :intervensi A :masalah nyeri
• Rentang gerak O: dihentikan akut sudah teratasi
(ROM) menurun A : masalah P : intervensi
• Sendi kaku gangguan pola tidur dihentikan
• Gerakan tidak sudah teratasi
terkoordinasi P :intervensi
• Gerakan dihentikan
terbatas
• Fisik lemah
A : masalah
gangguan mobilitas
fisik sudah teratasi
P : intervensi
dihentikan

BAB III

23
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filariasis ( penyakit kaki gajah ) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah suatu
infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran limfe dan kelenjar
limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Dan gejala klinis nya berupa demam berulang 3-5
hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Mekanisme
penularan penyakit filariasis yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit
manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva
memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. penyebab terjadinya penyakit
filarisis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing filaria
yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Usaha-usaha penanganan penyakit filariasis sebagai
tenaga kesehatan lingkungan Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan
nyamuk dan melakukan 3M.

B. Saran

Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena
penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban
keluarga, masyarakat dan Negara.

24

Anda mungkin juga menyukai