Anda di halaman 1dari 4

Nama: Riris Udaeni R

NIM : 1420119026

4A Keperawatan

Tugas Keperawatan Gerontik

Jawaban Kasus

1. Teori penuaan yang terkait dengan kondisi klien Mutasi (Teori Error Catastrophe) Hal
penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor – faktor penyebab
terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutase
somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek
umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat
karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi
yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan
fungsional sel tersebut. Bagaimana mekanisme pengontrolan genetik dalam tingkat subselular
dan molecular? Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutase sel somatik adalah
hipotesis Eror Catastrophe. Menurut hipotesis tersebut, menua disebabkan oleh kesalahan –
kesalahan yang beruntun sepanjang kehidupan. Setelah berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA → RNA), maupun dalam proses
translasi (RNA → protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknya enzim
yang salah, sebagai reaksi dan kesalahan – kesalahan lain yang berkembang secara
eksponensial dan akan menyebabkan terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga
akan mengurangi fungsional sel. Walaupun dalam batas – batas tertentu kesalahan dalam
pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan memperbaiki diri sendiri itu
sifatnya terbatas pada kesalahan sintesis protein atau enzim, yang dapat menimbulkan
metabolit yang berbahaya. Apalagi jika terjadi pula kesalahan dalam proses translasi
(pembuatan protein), maka akan terjadilah katastrop (Suhana, 1994, Constautinides, 1994).
Pada orang – orang sehat, perubahan anatomic – fisiologik tersebut merupakan bagian dari
proses menua. Usian lanjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari
suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi
terhadap stress atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang
terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992).

Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh
proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai proses menua, ada empat
kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992):

a. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum
terjadi pada semua orang.

b. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan
jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor luar
c. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur lambat, dan tidak dapat
berbalik lagi.

d. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury)

2. Perubahan akibat proses penuaan terkait kondisi klien terdiri dari Perubahan anatomik –
fisiologik sistem pernapasan dan Perubahan Anatomik:

a. Dinding dada: tulang – tulang mengalami osteoporosis, tulang – tulang rawan mengalami
osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan
volume rongga dada mengecil.

b. Otot – otot pernapasan: mengalami kelemahan akibat atrofi

c. Saluran napas: akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin – cincin tulang rawan bronkus mengalami
perkapuran (Widjayakusumah, 1992; Bahar, 1990).

d. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, ductus alveolaris dan alveolus membesar
secara progresif, terjadi emfisema senilis (Bahar, 1992). Struktur kolagen dan elastin dinding
saluran napas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan
parenkim paru mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada lanjut usia
dapat karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan daerah permukaan
alveolus (Taylor et al, 1989; Levinzky, 1995; Bahar, 1990).

Perubahan Fisiologik:

a. Gerak pernapasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume rongga dada
akan merubah mekanika pernapasan, amplitude pernapasan menjadi dangkal, timbul keluhan
sesak napas. Kelemahan otot pernapasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak napas,
lebih – lebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan (Bahar, 1990)

b. Distribusi gas: perubahan struktur anatomic saluran napas akan menimbulkan penumpukan
udara dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian udara napas dalam
cabang – cabang bronkus.

c. Volume dan Kapasitas paru menurun: Hal ini disebabkan karena beberapa faktor

(1) kelemahan otot napas,

(2) elastisitas jaringan parenkim paru menurun,

(3) resistensi saluran napas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia
lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru (Bahar, 1990; Widjayakusumah, 1992).

d. Gangguan transport gas: pada usia lanjut penurunan PaO2 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama karena adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (Mangunegoro,
1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi gas) dan
transport O2 ke jaringan – jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan
olahraga. Penurunan pengambilan O2 maksimal disebabkan antara lain karena:

(1) berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas dan

(2) karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung
(Widjayakusumah, 1992).

e. Gangguan perubahan ventilasi paru: pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi
paru, akibat adanya penurunan kepekaan komoreseptor perifer, komoreseptor sentral ataupun
pusat – pusat pernapasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa
penurunan PaO2, penggian PaO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya ( Bahar, 1990).

Faktor yang Memperburuk Fungsi Paru

a. Faktor Merokok Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan
saluran napas. Pada tingkat awal, saluran sapas akan mengalami obstruksi dan terjadi
penurunan nilai VEP yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tadi. Pada
tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang irreversibel, timbul penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) (Silverman dan Speizer, 1996; Burrows, 1990).

b. Obesitas Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pada obesitas,
biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada, dan dinding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi
keterbatasan gerakan pernapasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru ti[pe restriktif
(Taylor et al, 1989; Levinzky, 1995).

c. Imobilitas Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot – otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif berkurang.
Imobilitas karena kelelahan otot – otot pernapasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor – faktor lain yang menimbulkan imobilitas paru, misalnya
efusi pleura, pneumothoraks, tumor paru, dan sebagainya (Mangunegoro, 1992). Perbaikan
fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olahraga secara intensif (Rahmatullah,
1993).

d. Operasi Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman
para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah:

(1) pembedahan thoraks (jantung dan paru);

(2) pembedahan abdomen bagian atas; dan

(3) anastesi atau jenis obat anastesi tertentu. Perubahan fungsi paru yang timbul, meliputi
perubahan proses ventilasi, distribus gas, difusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler
paru. Adanya perubahan fisiologik paru pasca bedah meudah menimbulkan komplikasi paru:
atelectasis, infeksi atau sepsis dan sejenisnya mudah terjadi kematian karena timbulnya gagal
napas (Rahmatullah, 1997).
e. Infeksi Paru terutama yang berulang akan memperjelek fungsi paru.

Anda mungkin juga menyukai