Asisten :
Dwi Bamas Aji
G1A012063
Disusun Oleh:
Isri Nur Fazriyah
G1A013002
G1A013019
Arina Khairunisa
G1A013031
Miftachul Hidayah
G1A013036
Sufiya Lisnawati
G1A013051
G1A013063
G1A013124
Putra Achsanal H
G1A012139
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Judul Praktikum
Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan Spirometer
B.
Tanggal Praktikum
Jumat, 6 Maret 2015
C.
Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah praktikum ini mahasiswa mampu melakukan pengukuran fungsi
paru dengan spirometri dan peakflow.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah praktikum ini mahasiswa dapat:
a. Menjelaskan pemeriksaan spirometri
b. Melakukan pemeriksaan spirometri
c. Menganalisa hasil pemeriksaan
D.
Dasar Teori
Sistem pernapasan mencakup paru-paru dan sistem saluran bercabang
ini sifat kaku dan fleksibilitas serta ekstensibilitas yang diperlukan (Mescher,
2011).
Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar, yaitu pneumosit tipe I dan
pneumosit tipe II. Pneumosit tipe I merupakan lapisan tipis yang menyebar dan
menutupi lebih dari 90% daerah permukaan dan pneumosit tipe II yang
bertanggung jawab terhadap sekresi surfaktan. Alveolus pada hakekatnya
merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler
sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukaan yang
cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi dan cenderung kolaps pada
waktu ekspirasi. Tetapi untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein
(surfaktan) yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi (Wilson, 2005).
Surfaktan merupakan campuran kompleks dari beberapa fosfolipid,
protein, dan ion-ion. Komponen yang paling penting adalah fosfolipid
dipalmitoilfosfatidilkolin,
surfaktan
apoprotein,
dan
ion
kalsium.
permukaan alveoli, karena salah satu bagian dari molekul fosfolipid bersifat
hidrofilik dan terlarut dalam air yang melapisi alveoli. Sedangkan bagian
lemak dari molekul ini bersifat hidrofobik dan lebih mengarah ke udara,
sehingga membentuk permukaan hidrofobik lipid yang berkontak dengan udara
(Guyton, 2008).
Pembentukan dan pengeluaran surfaktan oleh sel pneumosit tipe II
bergantung pada beberapa faktor, yaitu kematangan sel-sel alveolus dan sistem
enzim biosintetik, kecepatan pergantian surfaktan yang normal, ventilasi yang
memadai, dan aliran darah ke dinding alveolus. Suraktan relatif lambat
terbentuk pada kehisupan fetal, sehingga bayi yang lahir dengan jumlah
surfaktan yang sedikit (biasanya pada kelahiran prematur) dapat berkembang
menjadi sindrom gawat napas pada bayi. Surfaktan disintesis secara cepat dari
asam lemak yang diekstraksi dari darah, dengan kecepatan pergantiannya yang
cepat. Sehingga bila aliran darah ke daerah paru terganggu (misalnya karena
emboli paru), maka jumlah surfaktan pada daerah tersebut akan berkurang.
Produksi surfaktan dirangsang oleh ventilasi aktif, volume tidal yang memadai,
dan hiperventilasi periodik (cepat dan dalam) yang dicegah oleh konsentrasi O2
tinggi pada udara yang diinspirasi. Sehingga pemberian O 2 konsentrasi tinggi
dalam waktu yang lama atau kegagalan untuk bernapas cepat dan dalam pada
pasien yang menggunakan ventilasi mekanik akan menurunkan produksi
surfaktan dan menyebabkan kolaps alveolar (ateletaksis). Defisiensi surfaktan
dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru,
termasuk sindrom gawat napas akut (ARDS) (Wilson, 2005).
merujuk kepada
Ketebalan membran.
Luas permukaan membran.
Koefisien difusi gas dalam substansi membran.
Perbedaan tekanan antara kedua sisi membran.
Uji faal paru bertujuan untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang
individu dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya
dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu, misalnya untuk
menegakkan diagnosis penyakit paru tertentu, evaluasi pengobatan asma,
evaluasi rehabilitasi penyakit paru, evaluasi fungsi paru bagi seseorang yang
akan mengalami pembedahan toraks atau abdomen bagian atas, penderita
penyakit paru obstruktif menahun, akan mengalami anestasi umum sedangkan
yang bersangkutan menderita penyakit paru atau jantung dan keperluan
lainnya. Secara lengkap uji faal paru dilakukan dengan menilai fungsi ventilasi,
difusi gas, perfusi darah paru dan transport gas O2 dan CO2 dalam peredaran
darah (Alsagaff, 2005).
Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilian faal paru
seseorang cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apabila fungsi
ventilasi nilainya baik, dapat mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya
fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi ventilasi berkaitan erat
dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi
digunakan spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah
dan kecepatan udara yang keluar atau masuk ke dalam spirometer (Alsagaff,
2005).
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur
sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara
grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume
Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume
dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum
dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya
diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity
(FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah
inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan
dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara
lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua
yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif
(hambatan pengembangan paru) (Alsagaff, 2005).
Volume dan kapasitas paru merupakan salah satu indikator ada tidaknya
gangguan fungsi paru yang dapat diukur melalui spirometer. Beberapa macam
volume dan kapasitas paru antara lain (Sherwood, 2012) :
1. Volume alun napas (tidal volume, TV). Volume udara yang masuk atau
keluar paru selama satu kali bernapas. Nilai rerata pada kondisi istirahat =
500 ml.
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume, IRV). Volume
udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup di atas volume alun
napas istirahat. IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot
interkostal eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.
3. Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity, IC). Volume udara maksimal
yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV).
Nilai rerara = 3500 ml
tambahan
yang
dapat
secara
aktif
dikeluarkan
dengan
5.
F.
Penjepit hidung
Cara Kerja
c.
dan umur.
d.
Hubungkan probandus dengan alat dengan cara menyuruh probandus
memasukan mounth piece ke dalam mulutnya dan tutuplah hidung
dengan penjepit hidung.
e.
Intruksikan probandus untuk bernapas tenang terlebih dahulu untuk
f.
g.
h.
i.
BAB II
ISI dan PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
1.
Hasil
Probandus:
Nama
Umur
Tinggi badan
Berat badan
: Angga
: 20 tahun
: 170 cm
: 58 kg
: Vital
KVP
80%,
VEP1/KVP 75%
Berdasarkan kriteria diatas nilai FEV1, FVC, VC, dan nilai
FEV1/FVC, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa probandus mempunyai
gangguan ventilasi, yaitu gangguan restriksi.
B. Pembahasan
Untuk volume paru sendiri terbagi menjadi 2, yaitu volume static dan
volume dinamik. Kedua jenis volume paru merupakan volume yang dapat di
3.
menjadi tidak valid salah satunya adalah alat belum disesuaikan dengan
setting nilai normal orang Indonesia (masih diatur dengan setting Eropa)
sehingga tentu tidak sesuai. Selain itu dapat pula disebabkan beberapa hal
antara lain (Booker, 2008):
a. Pemeriksaan beberapa kali gagal karena pasien batuk dan tersedak,
terburu-buru, maupun tidak kuat dalam melakukan prosedur.
b. Mouth piece yang digunakan tidak intak akibat terlalu basah oleh
saliva probandus.
c. Kemungkinan kebocoran alat atau adanya gangguan pada sistem
database alat.
d. Tinggi badan dan berat badan probandus hanya berdasarkan perkiraan.
Nilai Normal Faal Paru Indonesia
Beberapa faktor dapat mempengaruhi nilai normal faal paru
seseorang. Karena alasan itulah sebelum melakukan pemeriksaan spirometri
dimasukkan data mengenai identitas pasien, umur, tinggi badan, berat badan,
jenis kelamin dan ras. Spirometri yang tersedia saat ini belum menyediakan
nilai normal faal paru untuk orang Indonesia. Nilai normal faal paru
berdasarkan data dari negara lain kurang tepat bila dipakai untuk orang
Indonesia, sebab fungsi faal paru dipengaruhi oleh (Alsagaff, 1993):
Postur tubuh
Nutrisi
Bila kita menggunakan nilai normal faal paru dari negara atau bangsa
lain tentu hasilnya kurang tepat, seperti hasil yang menunjukkan adanya
kelainan faal paru padahal seharusnya hasil yang diperoleh normal bila
menggunakan nilai normal orang Indonesia (Alsagaff, 1993).
Pelitian tim Pneumobile yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya
menghasilkan nilai faal paru orang Indonesia yang paling mewakili. Prosedur
penelitian tersebut disesuaikan dengan rekomendasi American Thoracic
Society (ATS). Adanya nilai tersebut petugas kesehatan akan mendapatkan
diagnosis yang tepat untuk orang Indonesia. Berikut tabel nilai normal faal
paru hasil penelitian Tim Pneumobile (Alsagaff, 1993):
C. Aplikasi Klinis
a. Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK)
PPOK adalah suatu penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan
resistensi saluran napas yang terjadi akibat penyampitan lumen saluran
napas bagian bawah. Ketika resistensi saluran napas meningkat, harus
diciptakan gradien tekanan yang lebih besar untuk mempertahankan
kecepatan aliran udara. Karena itu orang dengan PPOK harus berusaha
lebih kuat untuk bernapas (Sherwood,2011).
Penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi
berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi
abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya.
Spirogram pada pasien penyakit paru obstruktif, karena pasien
mengalami kesulitan dalam mengosongkan paru daripada mengisinya
maka TLC( Total Lung Capacity) pada hakikatnya normal. Akan tetapi ada
peningkatan RV (Residual Volume), FRC (Fungsional Residual Capacity)
yang terjadi akibat tambahan udara yang terperangkap dalam paru setelah
ekspirasi normal maupun paksa. Karna RV meningkat, maka VC (Vital
Capacity) berkurang. Selain itu juga ada penurunan FEV1 (force
expiratory volume in 1 second), dan FEV1/FVC (Sylvia: 2005).
Gambar: Perbandingan spirometri pasien denngan PPOK dan orang normal (Wijaya
Putra, Paramarta. Et al. 2011. Diagnosis Dan Tataaksana PPOK. Universitas Udayana)
Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal
ii.
iii.
iv.
v.
kronik
didefinisikan
sebagai
adanya
batuk
kekambuhan
infeksi
saluran
pernapasan
bawah.
kronis
hipersekresibronchus
adalah
secara
kelainan
terus
yang
menerus.
ditandai
Bronchitis
oleh
Kronis
alfa1-
antitripsin
sehingga
jaringan
paru
tidak
secara
hiperaktif
terhadap
stimuli
tertentu.
Asma
Gambar: Perbedaan spirogram pada penyakit gangguan restriktif dan obstrutif. (Maestu,
Luis Puente. Et al.Lung Function Tests in Clinical Decision-Making .Arch
Bronconeumol. 2012;48:161-9. - Vol. 48 Num.05 DOI: 10.1016/j.arbr.2011)
Ekstrapulmonal
Istilah ekstrapulmonal menyatakan bahwa jaringan paru itu
sendiri kemungkinan normal. Gangguan patologis yang sering
terjadi pada keadaan ini adalah hipoventilasi alveolar,
meskipun ini tak sepenuhnya benar pada kasus kifoskoliosis.
Penyebab dari hipoventilasi alveolar ini sendiri adalah
gangguan SSP yang menghentikan transmisi impuls saraf ke
otot-otot pernafasan, gangguan neuromuskular, serta trauma
rongga toraks.
ii.
Intrapulmonal
Terdapat banyak penyakit yang menyerang alveolus
ataupun interstisial paru, baik lokal maupun difus, yang dapat
mengakibatkan gangguan pernapasan. Jarinan paru yang masih
sehat dapat mengalami kerusakan akibat serangan bakteri,
virus, fungus, protozoa, atau sel-sel ganas serta inhalasi debu
dan asap yang merangsang.
Penyebab intrapulmonal
pada
disfungsi
pernapasan
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff H, Mangunegoro H. 1993. Nilai Normal Faal Paru Orang Indonesia
pada Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi
American Thoracic Spciety (ATS) 1987. Surabaya : Airlangga University
Press.
Alsagaff, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press
Booker, Rachel. 2008. Vital Lung Fungction Your essential reference forthe
management assessment of lung function.London : class publishing
Brunner and Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Editor: Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Jakarta: EGC. 2001
Ganonget al. 2009.Review of Medical Physiology.23rded. New York: McGraw and
Hill.
Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
Maestu, Luis Puente. Et al. Lung Function Tests in Clinical Decision-Making .
Arch
Bronconeumol.
2012;48:161-9.
Vol.
48
Num.05
DOI:
10.1016/j.arbr.2011
Martini, Frederic, Judi L.Nath, Edwin F. Bartholomew. 2012. Fundamental of
anatomy &physiology. Ninth Edition. San Fransisco: Pearson Education,
Inc.
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi dasar Junqueira:teks & atlas. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Wijaya Putra, Paramarta. Et al. 2011. Diagnosis Dan Tataaksana PPOK.
Universitas Udayana