OLEH
FEBY MAULANI
NIM 200511028
Kegiatan Praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Jiwa dengan judul ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA RISIKO PERILAKU KEKERASAN PADA NY. N
DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANGAN RAWAT INAP RS
JIWA ISLAM KLENDER ini telah dibimbing oleh dosen pembimbing Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta.
Pembimbing I
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga kegiatan praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Jiwa
dapat diselesaikan dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Risiko Perilaku
Kekerasan Pada Ny. N dengan Skizofrenia Paranoid di Ruangan Rawat Inap RS
Jiwa Islam Klender. Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Lia Idealistiana, SKM, SST, MARS, sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
2. Ibu Rahayu Khairiyah, M.Keb sebagai Waket I Bid. Akademik Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
3. Bapak Ns. Mahyar Suara, S.Kep., M.Kes, sebagai Koordinator Mata Aja
Keperawatan Jiwa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta
4. Ibu Ns. Nana, S.Kep, sebagai CI RSJI Klender dan pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, dorongan dan pengarahan kepada penulis dalam
melakukan asuhan keperawatan jiwa.
5. Rekan-rekan dan mahasiswa kelompok II stase Keperawatan Jiwa.
Penulis menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ditemukan
dalam penyusunan laporan ini, maka dengan lapang dada penulis menerima
segala kritik dan saran yang membangun guna kemajuan bagi penulis, semoga
hasil karya ini dapat memberikan manfaat dan mohon maaf bila terdapat
banyak sekali kesalahan selama proses penyusunan laporan ini berjalan. Akhir
kata semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat dan hidayahnya
kepada kita semua, amin.
Jakarta, Februari 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR NAMA PEMBIMBING .......................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Masalah Keperawatan ........................................................................ 1
II. Definisi Halusinasi ........................................................................... 1
III. Penyebab ............................................................................................ 1
1. Faktor Predisposisi ........................................................................ 1
2. Faktor Presipitasi .......................................................................... 2
IV. Proses Terjadinya Masalah ................................................................ 5
1. Faktor Predisposisi......................................................................... 5
2. Presipitasi ...................................................................................... 6
V. Tanda dan Gejala ............................................................................... 7
VI. Akibat ................................................................................................ 7
VII. Mekanisme Koping ............................................................................ 8
VIII. Penatalaksanaan.................................................................................. 9
LAPORAN KASUS
I. Identitas Klien .................................................................................... 19
II. Alasan Masuk ................................................................................... 19
III. Faktor Predisposisi ............................................................................ 19
IV. Fisik ................................................................................................... 20
V. Psikososial ......................................................................................... 21
VI. Status Mental...................................................................................... 22
VII. Kebutuhan Pulang .............................................................................. 25
VIII. Mekanisme Koping ............................................................................ 26
IX. Masalah Psikososial Dan Lingkungan ............................................... 27
X. Pengetahuan Kurang Tentang ............................................................ 27
XI. Pohon Masalah................................................................................... 28
XII. Analisa data........................................................................................ 28
XIII. Aspek Medik ...................................................................................... 30
XIV. Daftar Masalah keperawatan.............................................................. 30
XV. Daftar Diagnosis Keperawatan .......................................................... 30
XVI. Intervensi keperawatan ...................................................................... 31
XVII.............................................................................................................Implem
entasi dan Evaluasi ............................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
1. Definisi
baik kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang
2. Penyebab
a) Faktor Predisposisi
kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
2012: 29).
b) Genetic Faktor
c) Cycardian Rhytm
d) Faktor Biokimia
hal 100).
4
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
c) Learning Theory
b. Faktor Presipitasi
Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif
1) Respon Adaptif
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
dan lingkungan
2) Respon Maladaptif
dari hati
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
meliputi:
142).
8
b. Faktor Presipitasi
terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep
berikut:
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
g. Pandangan tajam
5. Akibat
Data Subyektif :
Data Obyektif :
b. Mondar mandir
d. Tangan mengepal
f. Mata merah
h. Muka merah
8. Mekanisme Koping
a. Sublimasi
b. Proyeksi
c. Represi
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
d. Reaksi formasi
e. Deplacement
9. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
b. Terapi okupasi
karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi
segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula
145).
d. Terapi somatic
146).
Risiko mencederai
diri dan orang lain
RTI
RPK Core Problem
Gangguan
peran/kegagalan
Intervensi Keperawatan
DX : Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab
Tujuan Khusus
1. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percay
Kriteria Evaluasi
a. Klien mau membalas salam
b. Kien mau berjabat tangan
c. Klien mau menyebutkan nama
d. Klien mau kontak mata
16
Intervensi
a. Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c. Bantu klien menstimulasi cara tersebut
d. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut
e. Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya jiak ia sedang
kesal/jengkel
8. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan
Kriteria Evaluasi
a. Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang berperikalu
kekerasan
b. Keluarga klien meras puas dalam merawat klien
Intervensi
a. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selam ini
b. Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
c. Jelaskan cara merawat klien
d. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
e. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
9. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
Kriteria Evaluasi
a. Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan kegunaannya\
b. Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan
Intervensi
a. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
b. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa
izin dokter
FORMULIR PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAIN JIWA
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN DAN NERS
STIKes ABDI NUSANTARA JAKARTA
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. N
Tanggal Pengkajian : 20/01/2021
Umur : 42 Tahun
RM No. : RM 048977
Informan : Pasien, keluarga dan perawat
II. ALASAN MASUK
Pasien masuk rumah sakit pada 19/01/2021, pasien dijemput oleh petugas
karena dirumah marah-marah, mulai mengganggu lingkungan sekitar rumah,
membanting-banting barang.
Aniaya seksual
Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
20
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD : 120/88 N : 84x/mnt S:36,6 P: 20x/mnt
2. Ukur : TB : 150 CM BB: 50 Kg
3. Keluhan fisik : Ya Tidak
√
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Pasien
Tinggal serumah
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : pasien menyukai semua bagian tubuhnya, harus
disyukuri, yang paling disukai adalah bibir karena seksi. Tidak
ditemukan masakah keperawatan
b. Identitas : pasien mengatakan bangga menjadi wanita.
Tidak ditemukan masalah keperawatan
c. Peran : pasien seorang istri, pasien merasa gagal karena
tidak mempunyai keturunan. Masalah keperawatan harga diri rendah
d. Ideal diri : pasien ingin menikah lagi dan mempunyai
keturunan. Memiliki keluarga yang SAMAWAH
22
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : yang paling berarti yaitu ibu
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : saat ini tidak
mengikuti kegiatan kelompok karena covid, namun sebelum covid
pasien mengikuti kegiatan seman dan yoga.
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang lain : saat ini pasien lebih
banyak sendiri, pasien lebih banyak berdiam diri dikamar.
Masalah keperawatan : isolasi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : beragama islam
b. Kegiatan Ibadah : pasien kadang sholat dan kadang tidak sholat
Masalah Keperawatan: gangguan proses pikir
2. Pembicaraan
√ Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu menilai
pembicaraan
Jelaskan : pembicaraan pasien cepat, mudah emosi
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
23
3. Aktivitas Motorik :
Lesu √ Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan : Nada bicara pasien cepat, pasien tampak tegang saat berinteraksi
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
4. Alam Perasaan
√ Sedih Ketakukan Putus asa KhawatirGembira
Berlebihan
Jelaskan : Pasien mengatakan sedih diselingkuhi, pasien merasa kecewa
karena dihianati, pasien merasa tidak sempurna karena tidak mempinyai
keturunan, emosi tidak terkontrol
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
5. Afek
Datar Tumpul √ Labil Tidak sesuai
Jelaskan : afek labil mudah berubah-rubah, kadang pasien menangis
kadang nada biacara tinggi, emosi tidak terkontrol
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak Kooperatif √ Mudah tersinggung
Kontak Mata (-) Defensif Curiga
Jelaskan : saat dilakukan wawancara pasien merasa tersinggung saat
ditanya apakah sudah mempunyai anak
Masalah Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
8. Proses Pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan asosiasi
Flight of idea Blocking Pengulangan
pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : tidak ada masalah dalam proses pikir
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait √ Pikiran magis
Jelaskan : pasien mengatakan curiga sering dicarikan dukun sehingga
badan gatal-gatal, pasien mengatakan kesal dengan suami karena suaminya
selingkuh dengan janda anak 2
Masalah Keperawatan : gangguan proses fikir berhubungan dengan
waham curiga
11. Memori
Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat
jangka panjang jangka pendek
diluar dirinya
Jelaskan : Pasien mengatakan suaminya selingkuh, pasien mengatakan
sering mendapat penolakan dari tempat kerja,
Masalah Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
7. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan lanjutan √ √ Ya Tidak
Perawatan pendukung √ √ Ya Tidak
Risiko mencederai
diri dan orang lain
RTI
RPK Core Problem
Gangguan
peran/kegagalan
Analisis Data
Data Masalah
Subjektif 1. Pasien mengatakan marah karena diselingkuhi Risiko perilaku
sejak 2015 kekerasan
2. Pasien mengatakan jika marah membanting-
banting barang
3. Pasien mengatakan marah karena tidak mau
diceraikan oleh suaminya
4. Pasien mengatakan kecewa karena gagal menjadi
istri
5. Pasien mengatakan sering mendapatkan
penolakan dari atasan
6. Pasien mengatakan mendapatkan perlakukan tidak
menyenangkan dari atasan
7. Pasien mengatakan merasa dihianati oleh suami
8. Pasien mengatakan merasa dibohongi oleh suami
29
dengan
desplacement
I. ASPEK MEDIK
Diagnosis Medik : Shizoprenia Paranoid
______________________________________________
Terapi Medik : Respiredone 2 mg 2x1 tab
Heximer 2 Mg 2 x 1 tab
Clozapin 25 mg 1x1
Feby Maulani
Intervensi Keperawatan
DX : Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung jawab
31
Tujuan Khusus
1. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percay
Kriteria Evaluasi
a. Klien mau membalas salam
b. Kien mau berjabat tangan
c. Klien mau menyebutkan nama
d. Klien mau kontak mata
e. Klien mau mengetahui nama perawat
f. Klien mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi
a. Beri salam dan panggil nama kien
b. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c. Jelaskan maksud hubungan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri rasa aman dan sikap empati
f. Lakukan kontak singkat tapi sering
2. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evauasi
b. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
c. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/jengkel (dari diri
sendiri, orang lain dan lingkungan)
Intervensi
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
b. Bantu klien mengungkap perasaannya
3. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi
a. Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel
b. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami
Intervensi
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat marah/jengke
b. Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klie
32
Kriteria Evaluasi
a. Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan secara
konstruktif
Intervensi
33
Intervensi
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Bersama klien buat daftar tentang aspek positif dan kemampuan yang
dimiliki klien.
c. Beri pujian yang realistik dan hirdarkan memberi penilaian yang negatif.
3. TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Kriteria
Setelah interaksi selama 1x15 menit diharapkan klien menilai kemampuan
yang dapat digunakan di RSJ, klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
dirumah
Intervensi
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilajutkan di rumah sakit
c. Beri reinforcement positif
4. TUK 4 : Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Kriteria
Setelah interaksi selama 1 x 15 menit diharapkan klien memiliki kemampuan
yang akan dilatih, klien mencoba sesuai jadwal harian.
Intervensi
a. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
b. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
c. Beri pujian atas keberhasilan klien.
d. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
5. TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
Kriteria
Setelah interaksi selama 1x30 menit diharapkan Klien melakukan kegiatan
yang telah dilatih, mampu melakukan beberapa kegiatan secara mandiri
36
Intervensi
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Kriteria
Setelah interaksi selama 1 x 15 menit diharapkan Keluarga memberi dukungan
dan pujian, keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien
Intervensi
a. tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c. Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah
d. Anjurkan keluarga memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Dx 3 Isolasi sosial
TUM : Klien mampu berinteraksi dengan orang lain
1. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria
Setelah 2 X interaksi klien menunjukan tanda-tanda percaya kepada atau
terhadap perawat : Wajah cerah, tersenyum, Mau berkenalan, Ada kontak mata,
Bersedia menceritakan perasaan, Berseddia mengungkapkan masalahnya
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a. beri salam setiap berinteraksi
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berkrnalan
c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien
f. Buat kontrak interaksi yang jelas
g. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
37
2. TUK 2 : Klien mampu menyebutkan penyebab tanda dan gejala isolasi sosial
Kriteria
Setelah 2 kali interaksi klien dapat menyebutkan minimal satu penyebab
menarik diri : Diri Sendiri, Orang lain, Lingkungan
Intervensi
1. Tanyakan pada klien tentang :
a. Orang yang tinggal serumah atau dengan sekamar klien
b. Orang yang paling dekat ddengan klien dirumah atau diruangan
perawatan
c. Apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut
d. Orang yang tidak dekat dengan klien dirumah atau diruangan perawat
e. Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut
f. Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang tersebut
2. Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri / tidak mau bergaul dengan
orang lain
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya
3. TUK 3 : Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri
Kriteria
Setelah 2 X interaksi dengan klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan sosial, misalnya : Banyak teman, Tidak kesepian,Saling
menolong
Intervensi
1. Tanyakan pada klien tentang :
a. Manfaat hubungan sosiial
b. Kerugian menarik diri
2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian
menarik diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
4. TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Kriteria
38
Kriteria
Setelah 2X kali pertemuan, keluarga dapat menjelaskan : pengertian menarik
diri, tanda dan gejala menarik diri, penyebab dan akibat menarik diri, cara
merawat klien menarik diri
Intervensi
39
Fitria Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Srategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan(LP dan
SP).Jakarta:Salemba Medika.
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
LAMPIRAN 1
BUKTI BIMBINGAN KEGIATAN PRAKTEK PROFESI NERS
STASE KEPERAWATAN JIWA
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
5.
6.
LAMPIRAN 2
STRATEGI PELAKSANAAN
SP-1 Pasien: Isolasi Sosial Pertemuan Ke-1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Subjektif:
a. Pasien mengatakan suaminya selingkuh,
b. pasien mengatakan sering mendapat penolakan dari tempat kerja,
Objektif:
a. pasien lebih banyak diam,
b. menyendiri dikamar
2. Diagnosis Keperawatan: Isolasi Sosial
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menyebutkan penyebab Isolasi Sosial
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan
orang lain
d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
e. Klien dapat menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab Isolasi Sosial pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang
lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkna kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain kedalam kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, perkenalkan saya perawat Feby Maulani. Saya senang
diapnggil Feby. Saya mahasiswa Keperawatan Stikes Abdi Nusantara.
Nama ibu siapa? Senang dipanggil apa? Oh di panggil N saja ya”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan N saat ini? Oh, Jadi N merasa tidak sempurna.
Apakah N masih suka menyendiri?”
c. Kontrak
a) Topik:
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perasaan N dan kemampuan yang N miliki? Apakah N bersedia?
Tujuan nya agar N dan saya dapat saling mengenal sekaligus dapat
mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain”
b) Waktu:
“Berapa lama N mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit saja?
c) Tempat:
“N mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau diruang
tamu saja?”
2. Kerja
“Dengan siapa N tinggal dirumah?”
“Siapa yang paling dekat dengan N?”
“Apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?”
“Siapa anggota keluarga dan teman N yang tidak dekat dengan N?”
“Apa yang membuat N tidak dekat dengan orang lain?”
“Apa saja kegiatan yang N lakukan saat sedang bersama keluarga?”
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan
orang lain?”
“Apa yang menghambat N dalam berteman atau berbincang-bincang
dengan orang lain?”
“Menurut N apa keuntungan jika kita mempunyai teman? Wah benar, kita
mempunyai teman untuk berbincang-bincang. Apa lagi N? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa). Nah, kalau kerugian kita tidak mempunyai
teman apa ya ibu N? Apa lagi? (Sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak memiliki teman ya bu N?”
“Kalau begitu N mau belajar berteman dengan orang lain? Nah, untuk
memulainya sekarang N latihan dengan saya terlebih dahulu. Begini N,
untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu nama kita”
“Contohnya: Nama saya Feby”
“Selanjutnya ibu N menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya nama ibu siapa? Senang nya dipanggil apa?”
“Ayo ibu N coba dipraktekkkan. Misalnya saya belum kenal dengan ibu N,
coba berkenalan dengan saya”
“Ya bagus sekali bu. Coba sekali lagi bu”
“Bagus sekali bu”
“Setelah berkenalan dengan bu, orang tersebut diajakn ngobrol hal-hal
menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan dan
sebagainya”
“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan
teman bu N (damping N berbincang-bincang)
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan objektif:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
“Nah, sekarang coba ulangi kembali dan peragakan ulang cara
berkenalan dengan orang lain”
Respon Adaptif
Respon Maladaftif
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan harga diri rendah
(Yosep, 2015), adalah:
a. Data subyektif
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau
bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting).
b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah.
Stuart & Sundden. (2012). Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5.
St Louis: Mosby Year Book.
I. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
J. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk klien
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari penyebab isolasi social
c. Mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang
lain
d. Melakukan interaksi dengan orang lain
2. Tindakan Keperawatan untuk keluarga
a. Keluarga mengetahui masalah isolasi sosial dan dampaknya pada
klien
b. Keluarga mengetahui penyebab isolasi social
c. Sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya
d. Keluarga mengetahui pengobatan yang benar untuk klien.
e. Keluarga mengetahui tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika :
Jakarta
Stuart, Gaill Wiscare. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. (Yuni. S.
hamid:penerjemah) EGC ; Jakarta.
Issacs. (2010). Panduan Bealajar keperawatn Kesehatan Jiwa dan Psikiatri, Edisi
3. (Praty Rahayuningsih, penerjemah) EGC ; Jakarta
Fitria Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Srategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan(LP dan
SP).Jakarta:Salemba Medika.
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
LAMPIRAN 5
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Keperawatan
Halusinasi
B. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata (Keliat, 2011). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Menurut Surya, (2011) halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Pambayun, 2015).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.
C. Etiologi
Menurut Pambayun (2015), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan
jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya
skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
c. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem
syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
d. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup,
pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang
lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang
ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan
mendapat pekerjaan.
e. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan
sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala.
D. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2010) dalam Yusalia
2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon
maladaptif
G. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2010) dalam Bagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
Comforting- emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
ansietas tingkat kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
sedang, secara takut serta mencoba untuk bibir tanpa
umum, berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
halusinasi pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
bersifat ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
menyenangkan bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi (Non psikotik)
Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem
Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
umum, menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
halusinasi sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
menjadi Klien mungkin merasa malu penyempitan
menjijikkan karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
(Psikotik ringan) sensori dan kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.
Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti
Controlling- perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
ansietas tingkat halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
berat, halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
pengalaman halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
sensori menjadi dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
berkuasa Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
Fase IV: Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-
Conquering mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
umumnya perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
halusinasi berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
menjadi lebih jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
rumit, melebur intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
dalam (Psikotik Berat) halusinasi seperti amuk,
halusinasinya agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan
keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan
membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya
sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-
tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman
aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien
dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah
klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang
harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan
mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha
yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu
dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara
yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya,
klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal
juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau
lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat.
Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi,
ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk
itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi
halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga
tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien
patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan
keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga
adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi
masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami
kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis),
sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi.
Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi,
diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah.
Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain
yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi,
gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali
pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan
gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran
irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette
pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat
pada anak-anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang
adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan
otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis
melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan-lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala-gejala sesuai dengan efek samping
yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi
simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine (Pambayun, 2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
DAFTAR PUSTAKA
Darmaja. (2014). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S”
Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi
Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia
Banyuwangi
Keliat, Budi Anna, Dkk. (2011). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edi.
Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. (2010). Keperawatan jiwa (Terjemahan), alih bahasa: Achir
Yani. Jakarta : EGC
Stuart, GW, Laraia, M.T., (2010). Principle and Practice of Pshychiatric Nursing.
Mosby, Philadelpia.
Berpikir logis
Kadang proses Gangguan proses
Persepsi akurat
pikir terganggu pikir : Waham
Emosi yang Ilusi Gangguan persepsi
konsisten
Emosi sensori : halusinasi
dengan
berlebihan Perubahan proses
pengalaman
Tingkah laku emosi
Tingkah laku
yang tidak Tingkah laku yang
yang sesuai
biasa tidak terorganisasi
Hubungan
Menarik diri Isolasi sosial
sosial harmonis
Data-data yang perlu dikaji untuk klien dengan waham kebesaran
adalah (Keliat, 2013): klien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang
diungkapkan dan menetap, klien takut terhadap objek atau situasi tertentu
atau cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya, klien
pernah merasakan bahwa benda-benda di sekitarnya aneh dan tidak nyata,
klien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya, klien pernah
merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain, klien berpikir bahwa
pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau kekuatan dari luar,
klien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya
atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya.
F. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham
G. Akibat Yang Sering Muncul
1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan
yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang
jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial : kesepian
6. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
H. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari
pengalaman yang menakutkan dengan respon neurobiologist yang
maladaptive meliputi: regresi berhubungan dengan masalah proses
informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya
untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada keluarga:
mengingkari.
I. Fase-fase
Menurut Stuart (2013) proses terjadinya waham dibagi menjadi enam
yaitu:
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span
history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan
standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari
aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system
semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak
benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya
toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan
klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super Ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya
serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai
dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat
klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi,
setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
J. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
1. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran
atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!”
atau, “Saya punya tambang emas.”
2. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh
saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya.”
3. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
4. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.
III. A. POHON MASALAH
Aziz R, dkk. (2010). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Fitria, Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta
I. MASALAH UTAMA
Defisit perawatan diri
II. PROSES TERJADINYA
A. Definisi
Perawatan Diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. (Depkes, 2016).
Poter & Perry (2012) mengemukakan bahwa Personal Higiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis. Mubarak (2015), juga mengemukakan bahwa
higiene personal atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam
memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperolah
kesejahteraan fisik dan psikologis.
Seseorang yang tidak dapat melakukan perawatan diri dinyatakan
mengalami defisit perawatan diri. Nurjannah (2012) mengemukakan bahwa
Defisit Perawatan Diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting). Menurut Anonim
(2015) kurang Perawatan Diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Pasien yang mengalami
gangguan jiwa kronik seringkali tidak memperdulikan perawatan diri. Hal
ini menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan masyarakat (Keliat,
2013).
B. Jenis-jenis defisit perawatan diri
Menurut Nanda (2012), jenis perawatan diri terdiri dari:
1. Defisit perawatan diri: mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi/toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Anonim (2016), tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri yaitu:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologi
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di sembarang
tempat
f. Gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
Selain itu, tanda dan gejala tampak pada pasien yang mengalami
Defisit Perawatan Diri adalah sebagai berikut:
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
2. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut
acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh kemampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran dan makan tidak pada
tempatnya
4. Ketidak mampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK (Keliat, 2013).
Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akhirnya dapat juga
menimbulkan penyakit fisik seperti kelaparan dan kurang gizi, sakit infeksi
saluran pencernaan dan pernafasan serta adanya penyakit kulit, atau timbul
penyakit yang lainnya (Harist, 2014).
D. Predisposisi
1. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu
2. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri
3. Kemampuan realitas turun Klien gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri
4. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri
E. Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri (Anonim, 2015.) Sedangkan Tarwoto dan
Wartonah (2010) meyatakan bahwa kurangnya perawatan diri disebabkan
oleh : Kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut Nanda (2012) ada beberapa faktor persipitasi yang dapat
menyebabkan seseorang kurang perawatan diri. Faktor-faktor tersebut dapat
berasal dari berbagai stressor antara lain:
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
2. Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosioekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes mellitus dia harus menjaga kebersihan kakinya. Yang merupakan
faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, hambatan lingkungan,
cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
F. Rentang Respon
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor meliputi status sosialekonomi, keluarga, jaringan
interpersonal, organisasi yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih
luas, juga menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Stuart and Sunden, 2013).
I. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji :
Subjektif
1. Klien mengatakan dirinya malas mandi
2. Klien mengatakan dirinya malas berdandan
3. Klien mengatakan ingin disuapi makan
4. Klien mengatakan tidak pernah membersihkan alat kelaminnya habis
buang air
Objektif
1. Ketidak mampuan mandi, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki, bau, serta kuku panjang dan kotor
2. Ketidakmampuan berpakaian atau berhias, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor atau tidak rapi, pakaian tidak sesuai, tidak bercukur
dan tidak berdandan
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri yang ditandai dengan tidak
mampu mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak
pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tepatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelan
BAB/BAK.
J. Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri
K. Tidakan keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri
Tujuan:
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu klien dalam perawatan kebersihan diri
Untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menyiapkan lat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Membimbing klien dalam kebersihan diri
b. Membantu pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki membantu meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, membantu meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
c. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Fitria Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Srategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan(LP dan
SP).Jakarta:Salemba Medika.