Nama Kelompok :
1. Hindayatus S.
2. Indah Listiawati
3. Indah Silvia H.
1.02
Kasus 1
Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber
umur 6 dan 4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan suami Ny.D bekerja sebagai Sopir
angkutan umum. Saat ini Ny.D dirawat di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai
hasil pemeriksaan Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan
klien harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada
tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan
operasi Ny.D. Klien tampak hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana
operasi yang akan dijalaninnya. Pada saat ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu
perawat kalau Ny.D atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan
jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya.
Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang
merawatnya, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami
masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan
“apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”. Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat
ruangan hanya menjawab secara singkat, “ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus
operasi”. “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”. “yang jelas ibu tidak
akan bisa punya anak lagi…”. “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan
lansung dengan dokternya…ya.” Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya
dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya anak
lagi.
kasus 2
Kasus 3
Di sebuah bangsal Rumah sakit P di kota J tempat penulis kerja di awal tahun 1993
terjadi pelanggaran etika keperawatan.
Kondisi saat itu di rumah sakit tersebut memang jumlah perawat dan pasien memang tidak
sebanding, itu pun jumlah perawat di tiap ruangan 2 sampai 3 dan masih lulusan SPK atau
SPKC. Lainnya tenaga keperawatan diambil dari lulusan SD dan SMP. Sedangkan jumlah
pasien tiap ruangan antara 30 sampai 60 pasien .
Setiap shift jaga sore atau malam 1 atau 2 orang perawat juga kejadian kasus ini
berawal saat teman saya yang berinisial Y memberi dan membimbing minum obat oral pada
saat jaga sore, memang ada salah satu pasien yang sering menipu pada saat minum obat
dengan cara pura – pura minum obat kemudian kalau tidak ketahuan perawat membuang atau
memuntahkan kembali obat tersebut kemudian memasukkan obat tersebut di saku bajunya ,
pasien tersebut bernama D. pada saat memberi obat pada pasien D perawat Y tersebut
berpesan agar obatnya diminum tidak dibuang. Pasien tersebut juga mengatakan “ Ya Pak”.
Sambil memberi obat pada pasien lainnya perawat Y tersebut tetap memperhatiakan pasien D
tersebut, sampai pada suatu ketika pasien D membelakangi perawat Y kemudian mengusap
mulutnya. Melihat kejadian tersebut parawat Y memanggil dan menarik baju pasien
kemudian mengecek saku baju pasien ternyata benar ada beberapa butir obat di saku
tersebut. Melihat kejadian tersebut perawat Y kontan membentak dan memarahi pasien, tak
cuma itu perawat tersebut penampar mulut pasien beberapa kali sampai akhirnya pasien D
tersebut mengatakan “ampun Pak”! kemudian disuruhlah pasien tersebut meminum kembali
obetnya dan menyarankan untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Kasus 4
Pelanggaran etika keperawatan pada saat melakukan perawatan luka Disebuah
bangsal RS X di kota D tempat penulis praktik terjadi pelanggaran etika keperawatan ,kondisi
pada saat itu di RS tersebut memang jumlah perawat lbih sedikit dari pasien. Kasus ini
berawal ssat saya mendampingi perawat yang berinisial Y saat melakukan melakukan
perawatan luka pada pasien DM perawat Y melakukan pelanggaran etika yaitu tidak
memakai prisip steril pada perawatan luka.pada waktu itu perawat Y memakai handskon
dengan prinsip bersih bukan prinsip steril pada saat itu handskon memang berada dalam
toples dan berisi bnyak handskon pada saat itu perawat Y mengambil handskon yang
seharusnya dengan korentang namun mengambil hanya dengan tangan karena korentangnya
tidak ada dan juga pada saat pemakaianya hanya dengan prinsip bersih yaitu memakai
handskon dengan cara biasa handskon di pakai dengan tidak memperhatika sisi yang
seharusnya steril dan sisi yang seharusnya boleh di pegang, hal ini mungkin karna perawat
menganggap ini hal sepele dan mungkin ini juga karna terburu buru jadi perawat tidak
memperdulikan hal itu.
Kasus 5