Anda di halaman 1dari 32

SAK ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

A. Pengertian

ARDS atau Sindrom Gawat Nafas Dewasa juga dikenal dengan Edema
Paru non kardiogenik adalah sindrom klinis yang di tandai dengan
penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah
penyakit atau cedera serius ( Brunner & Suddart, 2006 ).

ARDS merupakan kegagalan pernapasan akut yang disebabkan oleh


terhambatnya proses difusi antara oksigen dari alveolar ke kapiler-
kapiler karena adanya edema yang terdiri dari cairan koloid protein
pada interseluler dan intra alveolar (Chang, Daly & Elliot, 2010).

ARDS adalah suatu syndrom inflamasi paru dan peningkatan


permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh injuri akut, biasanya
berhubungan dengan sepsis, aspirasi, pneumonia, atau trauma (Still Well,
2006)

Adult (acute) respiratory distress syndrome adalah kegagalan


pernafasan akut, progresif yang ditandai dengan adanya dispnea berat,
hipoksemia refraktori dan adanya infiltrat bilateral yang bersifat difus
(Black and Hawks, 2009)

Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa ARDS merupakan


ketidakmampuan atau kegagalan sistem pernafasan oksigen dalam darah
sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh sehingga tegangan oksigen berkurang
dan akan meningkatkan karbondioksida menjadi lebih besar.

1
B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Pernafasan

Sistem pernafasan tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai


tempat pertukaran udara pernafasan dari sel ke udara bebas. Pernafasan
merupakan proses untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang diperlukan
untuk mengubah sumber energi menjadi energi dan membuang
karbondioksida sebagai sisa metabolisme.

Organ-organ tubuh yang membantu pernafasan adalah hidung, faring,


laring, epiglotis, trakea, bronkus, toraks. Organ-organ ini adalah
saluran pernafasan yang berfungsi untuk memasukkan udara yang
mengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung
Karbondioksida dan uap air.

2
Proses pertukaran gas terjadi di alveolus. Oksigen yang digunakan
untuk oksidasi diambil dari udara yang dihirup pada saat bernapas.
Udara masuk melalui saluran pernafasan dan terakhir masuk ke
alveolus. Di dalam alveolus akan berdifusi menembus dinding sel
alveolus, kemudian akan masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat
oleh hemoglobin yang terdapat di dalam darah menjadi
oksihemoglobin, yang selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh.
Oksihemoglobin di lepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga
oksihemoglobin akan kembali menjadi hemoglobin. Hasil dari
pernafasan adalah Karbondioksida dan diangkut oleh darah melalui
pembuluh darah ke alveolus yang selanjutnya keluar melalui saluran
pernapasan.
Ada dua macam cara proses pernapasan yaitu proses inspirasi atau
memasukkan udara pernapasan dengan cara otot diafragma dan otot
tulang rusuk berkontraksi sehingga rongga dada akan mengembang
dan terjadi berkurangnya tekanan dalam rongga dada sehingga udara
luar masuk melalui saluran pernapasan dan masuk ke paru-paru
sehingga akhirnya mengembang. Proses eksiprasi yaitu melemasnya
otot diafragma dan tulang rusuk dan kontraksi otot perut dan rongga
dada akan mengecil dan tekanannya naik sehingga udara dari paru-
paru akan keluar melalui saluran pernafasan.
Volume udara pernapasan orang dewasa adalah 500ml. Udara yang
dapat masuk pada saat inspirasi biasa adalah 1500ml dan dikeluarkan
pada saat ekspirasi adalah 1500ml.
Komposisi udara pernafasan yang berasal dari udara atmosfer adaah
sebagai berikut :

Tabel 2.1. Kandungan gas dalam udara pernafasan :

No Jenis Gas Kandungan ( % )


1 Oksigen (O2) 21
2 Karbondioksida ( CO2 ) 0.04
3 Nitrogen ( N2 ) 79

3
4 Uap Air ( H2O ) dam gas lainnya Sisanya

a. Proses Respirasi

Ada 4 proses dalam respirasi :

1) Ventilasi : merupakan proses masuknya udara dari atmosfer ke


dalam alveoli atau sebaliknya dari alveoli ke atmosfer.

2) Difusi : merupakan proses pertukaran gas antara oksigen dengan


karbondioksida yang berada di dalam alveoli dengan pembuluh
darah kapiler.

3) Perfusi : merupakan besarnya aliran darah kapiler pulmonal yang


melewati membran alveoli.

4) Transportasi : merupakan proses diangkutnya oksigen yang sudah


di perfusi oleh darah untuk dibawa menuju sel dan di buangnya
karbondioksida dari sel menuju atmosfer (melalui alveoli).

b. Saluran Pernafasan Manusia

Saluran pernafasan berfungsi sebagai saluran udara yang masuk


menuju paru-paru dan keluar dari paru-paru. Paru-paru sebagai tempat
pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida.

Saluran udara pernafasan tersusun atas : lubang hidung, rongga


hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkeolus. Lubang hidung
sampau bronkeolus disebut pars konduktoria karena fungsinya sebagai
saluran udara repirasi. Secara lebih rinci bagian-bagian saluran
pernafasan dan fungsinya adalah sebagai berikut :

4
1) Hidung

Lubang hidung merupakan tempat pertama yang dilalui udara


pernafasan pada saat memasuki tubuh kita. Ketika udara masuk
kedalam rongga hidung udara akan di saring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari
mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia
dan bersel goblet. Pada lubang hidung sebelah luar terdapat
rambut yang berfungsi untuk menyaring dan mencegah masuknya
benda-benda yang berukuran besar kedalam saluran pernafasan
yang lebih dalam. Sedangkan partikel-partikel yang halus akan
terjerat di lapisan mukus.

Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam


rongga hidung, dan ke superior di d alam sistem pernafasan
menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau
dibatukan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk
kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di
bawahnya akan menyuplai udara panas ke inspirasi. Jadi udara
inspirasi telah di sesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang
mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu
tubuh, dan kelembapannya mencapai 100%

2) Faring

Faring merupakan persimpangan antara saluran makanan dan udara


pernafasan. Terdapat Hubungan faring dengan organ-organ lain
keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara
lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium.
Kebawah terdapat dua lubang, kedepan lubang laring, kebelakang
lubang esofagus. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat,
juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan

5
getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat 2 buah
tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat
epiglottis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada
waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian:
a) Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang di
sebut nasofaring
b) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium
disebut orofaring
c) Bagian bawah sekali dinamakan laringngofaring.

3) Laring

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring
terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang di hubungkan oleh
otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di
antara pita suara (glotis) bermuara ke dalam trakea dan
membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah.
Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan atas dan
pernafasan bawah. Meskipun laring terutama dianggap
berhubungan denan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring
keatas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis
yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk
mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Jika
benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, fungsi batuk
yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret
keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.

4) Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm ( 5 inci ). Sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar dan biasa

6
disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-
11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan.
Yang memisahkan trakea dan bronkus kiri serta kanan disebut
karina.
5) Bronkus ( Cabang Tenggorokan )
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris
kanan ( 3 lobus ) dan bronkus kiri ( 2 bronkus ). Bronkus lobaris
kanan terdiri menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris
kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini
kemudian terbagi lagi menjadi bronkus sub segmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan
syaraf. Bagiaan-bagian bronkus :
a) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus
untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
b) Bronkiolus terminalis
Membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
mempunyai kelenjar lendir dan silia)
c) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus
respiratori. Bronkus respiratori dianggap sebagai saluran
transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.
d) Duktus alveolar dan sakur alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke duktus alveolar
dan sakus alveolar. Dan kemudian ke alveoli.

6) Alveoli

7
Gambar 2.2. Gambar Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar
atau seluas 70 m2. Terdiri dari 3 tipe :
a) Sel-sel alveolar tipe 1 : sel epitel yang membentuk dinding
alveoli
b) Sel-sel alveoli tipe II : sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresi surfaktan ( suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak collaps
paru-parunya )
c) Sel-sel alveolar tipe III : makrofag yang merupakan sel-sel
fagotonis dan bekerja sebgai mekanisme pertahanan.
7) Paru-paru
Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak
dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi
jantung dan bebberapa pembuluh darah besar memisahkan paru.
Setiap paru memiliki apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh
darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru.
Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan di bagi menjadi 3
lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri di bagi menjadi 2 lobus.
Lobus-lobus tersebut di bagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya. Paru kanan di bagi menjadi 10 segmen
sedangkan paru kiri di bagi menjadi 9 segmen.
8) Pleura

8
Merupakan suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen
dan jaringan elastis. Terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
b) Pleura viseralis yaitu yag menyelubungi setiap paru-paru

Di antara pleura parietalis dan viseralis terdapat suatu lapisan tipis


yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua
permukaan itu bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah
pemisahan toraks dan paru yang dapat di analogkan seperti dua
buah kaca objek yang saling melekat jika ada air. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga
mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit pleura mungkin
mengalami peradangan, udara atau cairan dapat masuk ke dalam
rongga pleura menyebabkna paru tertekan dan kolaps.

C. Etiologi

Faktor- faktor penyebab yang berhubungan dengan ARDS menurut Price


& Wilson (2005) :

1. Cedera paru tidak langsung

a. Syok (terutama hemoragik, pankreatitis akut hemoragik, sepsis


gram-negatif)

b. Sepsis tanpa syok

c. Kelainan hematologik (koagulasi intravaskuler desiminata, tranfusi


masif )

d. Hipotermi

e. Hipertermi

f. Bypass jantung-paru

g. Eklamsia

9
h. Luka bakar

i. Trauma (kontusio paru, multiple fraktur, cedera kepala)

j. Emboli lemak atau udara ( berkaitan dengan fraktur tulang panjang


seperti femur )

2. Cedera paru langsung


a. Aspirasi ( cairan lambung, tenggelam, hidrokarbon )
b. Inhalasi oksigen konsentrasi tinggi yang berekepanjangan seperti
gas iritan ( klor, amonia, sulfur dioksida )
c. Pneumonia bakteri, virus dan jamur

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala muncul 24-48 jam dari penyakit atau trauma yang di
alami dan diikuti kegagalan organ menurut Blume, L., Byrum, D. 2009 ,
yaitu :

1. Nafas pendek
2. Tachypneu RR lebih dari 30x/menit atau dyspne
3. Takikardi
4. Edema paru non cardiogenik
5. Penurunan compliance paru
6. Gagal nafas akut
7. Gelisah, agitasi, penurunan sensori
8. Infiltrat pulmonari bilateral pada gambaran rontgen paru
9. Saat dilakukan auskultasi, ditemukan adanya suara cairan pada paru
10. Cyanosis
11. Hipoksemia ( PaO2 dibawah 50-60% )
12. Hipotensi/hipertensi
13. Batuk, saat dilakukan auskultasi terdengar suara crackles paa saat
inspirasi dan adanya pengguanaan otot-otot pernafasan tambahan

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X Dada : tak terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan
sedikit normal, infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada regio
perihiliar paru. Pada tahap lanjut, intersisial bilateral difus dan alveolar
infiltrat menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru. Infiltrat

10
ini sering di gambarkan sebagai kaca-tanah atau whiteous. Ukuran
jantung normal (berbeda dari edema paru kardiogenik)
2. Analisa Gas Darah : Membedakan gambaran kemajuan hipoksemia
(penurunan PaO2 meskipun konsentrasi oksigen inspirasi meningkat).
Hipokapnia (penurunan kadar CO2) dapat terjadi pada tahap awal
sehubungan dengan kompensasi hiperventilasi. Hiperkapnia ( PaCO2
lebih besar dari 50) mnunjukan kegagalan ventilasi. Alkalosis
respiratori (PH lebih besar dari 7,45 dan PCO2 kurang dari 35 mmHg )
dapat terjadi pada tahap dini, tetapi asidosis respiratori terjadi pada
tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan area mati dan penurunan
ventilasi alveolar. Asidosis metabolik dapat juga terjadi pada tahap
lanjut sehubungan dengan peningkatan kadar laktat darah, diakibatkan
dari metabolik anaerob.
3. Tes Fungsi Paru : Komplain paru dan volume paru menurun,
khususnya FRC. Peningkatan ruang mati dihasilkan oleh area dimana
vasokontriksi dan mikroemboli telah terjadi.

F. Penatalaksanaan
1. Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab
Pada awalnya, pasien hanya membutuhkan suplemen oksigen. Sejalan
dengan kemajuan penyakit, intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan.
Hal ini di pantau dengan analisa gas darah arteri.
2. Ventilasi mekanik
Obyektif pengobatan utama ARDS adalah memperbaiki tekanan O2
darah arteri dan penghantaran O2 kejaringan tanpa menimbulkan
keracunan oksigen. Ventilasi mekanik diberikan bila hipoksemia tetap
( PaO2 kurang dari 60 mmHg) dengan oksigen diatas 60%. Gunakan
ventilator siklus volume untuk membetikan volume tidal yang
adekuat. Berikan volume tidak cukup besar (8-10 ml/kg) untuk
mencegah atelektasis progresif dan memperbaiki oksigenasi darah.
Sebaiknya gunakan IMV (Intermiten Mandatory Ventilation) untuk

11
mengurangi ventilasi semenit dan mengoreksi akalosis repiratorik,
serta mengurangi kebutuhan obat sedasi dan pelumpuhan otot.
Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) atau tekanan udara positif
kontinue (CPAP) adalah bagian penting dari pengobatan ARDS. PEEP
dan CPAP meningkatkan kapasitas residual fungsional (FRC) dan
melawan kolaps alveolar dengan menjaga agar alveoli tetap terbuka,
mengakibatkan perbaikan oksigenisasi arteri dan reduksi daam
keseimbangan ventilasi-perfusi.
3. Steroid dan antibiotik
Penggunaan steroid masih menjadi kontroversi. Pada kenyataannya
banyak yang percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat
mencegah pningkatan permeabilitas vaskular paru setelah syok
endotoksin dan mungkin memperbaiki survival yang terekspose
oksigen murni.
4. Memastikan volume cairan yang adekuat
Hipotensi sistemikdapat terjadi pada ARDS karena hipovolemia
sekunder terhadap kebocoran cairan ke dalam ruang intersisial.
Hipovolemia harus di atasi tanpa menyebabkan kelebihan cairan lebih
lanjut. Larutan kristaloid intravena diberikan dengan pemantauan yang
cermat status paru. Agens inotropik atau vasofresor mungkin di
perlukan.
5. Dukungan nutrisi yang adekuat
Dukungan nutrisi yang adekuat adalah penting dalam mengobati
pasien dengan ARDS. Pasien dengan ARDS membutuhkan 35-45
kkal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan normal. Pemberian makan
enteral adalah pertimbangan pertama namun nutrisi parenteral total
dapat saja dilakukan.

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul menurut Patricia Gonce Morton tahun
2004 :
1. Multiple organ failure
2. Pulmonary fibrosis
3. Pneumonia
4. Pneumothorax
5. Sepsis

12
H. Patofisiologi
Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali
oleh trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik
terhadap sistem tubuh ketimbang sistem pulmonari. Sebagai konsekuensi
dari serangan pencetus, complemen cascade menjdi aktif, yang selanjutnya
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Cairan, leukosit granular,
sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan protein bocor ke
dalam ruangan intersisial antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya ke
dalam ruang alveolar. Karena terdapatnya cairan dan debris dalam
interstitium dan alveoli, maka area permukaan untuk pertukaran oksigen
dan karbon dioksida menurun, sehingga mengakibatkan rendahnya rasio
ventilasi dan perfusi serta hipoksemia. Terjadinya hiperventilasi
kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnia
dan alkalosis respiratorik. Sel-sel normalnya melapisi alveoli menjadi
rusak dan di ganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan, dengan
demikian meningkatkan surfaktan, dengn demikian meningkatkan tekanan
pembukaan alveolar.
Sindrom gagal nafas pada orang dewasa selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru, merupakan suatu edema paru yang
berbeda dari edema paru karena kelainan jantung oleh karena tidak adanya
peningkatan hidrostatik kapiler paru. ARDS juga biasanya terjadi pada
individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga
terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan
( misal awitan mendadak infeksi akut). ARDS terjadi sebagai respon
inflamasi masif pada paru yang meningkatkan permeabilitas
membrane alveolar dan menyebabkan perpindahan cairan ke
interstisial dan spase alveolar. ARDS terdiri atas tiga fase, yaitu:
a. Fase I (eksudat)
Rata-rata terjadi dalam 24 jam pertama setelah serangan awal dan
terdiri atas kerusakan pada kapiler endothelium dan kebocoran
cairan pada interstisium pulmonal. Selain itu, mikroemboli juga
berkembang sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri

13
pulmonal. Respon inflamasi menambah kerusakan parenkim paru,
sehingga memicu pelepasan mediator toxic, aktivasi sistem
komplemen, mobilisasi makrofag, pelepasan substansi vasoaktif
dari sel mast. Kondisi membuat kerusakan tahap lanjut pada
membran dasar, spase interstisial, epitel alveolar.
b. Fase II (proliferatif)
Dimulai pada hari ke 7-10. Sel alveolar tipe I dan II juga
mengalami kerusakan, menyebabkan penurunan produksi
surfaktan, kolaps alveolar, dan atelektasis, sehingga menyebabkan
kegagalan pertukaran gas. Hipoksemia terjadi karena menurunnya
produksi surfaktan, shunting intrapulmonal, dan ventilas/perfusi
(V/Q) mismatch
c. Fase III (fibrotic)
Terjadi dalam 2-3 minggu. Pada paru-paru telah terbentuk deposit
fibrin yang ireversibel, menyebabkan fibrosis pulmonal,
penurunan ekpansi paru tahap lanjut dan hipoksemia. Hasil
akhirnya terjadi ketidakseimbangan V/Q yang signifikan dan
hipoksemia arterial

14
15
H. Patoflow
Trauma langsung atau tidak langsung pada paru

Mengganggu mekanisme pertahanan saluran nafas Toksik terhadap epithelium alveolar

Kehilangan fungsi silia jalan nafas Kerusakan membrane kapiler alveoli

Kerusakan epithelium alveolar gangguan endothelium


kapiler Tidak efektinya jalan nafas

Kebocoran cairan ke dalam alveoli kebocoran cairan ke arah intersisial

Sesak nafas Edema alveolar atelektasis edema intersisial

kelemahan otot penurunan nafsu makan Volume dan complaince paru menurun

mudah lelah intake nutrisi tidak adekuat Ketidakseimbangan ventilasi perfusi hubungan anterior-
venous

penurunan berat badan dan kelainan difusi alveoli ke kepiler


Intoleransi aktifitas
Gangguan pemenuhan Kerusakan pertukaran gas
nutrisi

Perubahan status kesehatan suplai oksigen ke jaringan terganggu

Koping individu tidak efektif terjadilah hipoksemia

Kuraang informasi tentang penyakit stress fisiologis Ansietas Gangguan perfusi


jaringan

16
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, nomer medical record.
2) Keluhan utama
Klien sering mengeluhkan sesak nafas
3) Riwayat kesehatan sekarang
Klien merasa lemah, sesak nafas.
4) Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah ada riwayat ARDS terdahulu, kecelakaan/trauma,
mengkonsumsi obat-obatan berlebihan.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah di antara keluarga klien ada yang mengalami penyakit
yang sama dngan penyakit yang di alami pasien.
6) Data dasar pengkajian
a) Aktifitas/istirahat
Gejala : Kekurangan energi/kelelahan, insomnia.
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya bedah jantung/bypass jantung
paru, fenomena embolik (darah, udara, lemak).
Tanda : Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada
awal (berlanjut menjadi hipoksia), hipotensi terjadi pada
tahap lanjut (syok) atau dapat faktor pencetus seperti pada
eklamsia. Frekuensi jantung biasanya ada takikardi. Bunyi
jantung normal pada tahap dini, S2 (komponen paru) dapat
terjadi. Distritmia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membrane mukosa pucat, dingin, sianosis
biasanya terjadi pada tahap lanjut.
c) Integritas ego
Gejala : ketakutan, ancaman perasaan takut.
Tanda : gelisah, agitasi, gemetar, perubahan mental.
d) Makanan atau cairan
Gejala : kehilangan selera makan, mual
Tanda : edema atau perubahan berat badan, hilang atau
berkurangnya bunyi bising usus.
e) Neurosensori
Gejala/tanda : adanya trauma kepala, mental
lamban,disfungsi motorik.

17
f) Pernafasan
Gejala : adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas,
infeksi difus paru. Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan
nafas, lapar udara.
Tanda : pernafasan cepat, mendengkur, dangkal. Penin
gkatan kerja nafas, penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan seperti retraksi interkostal atau substernal,
pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
Bunyi nafas pada tahap awal masih normal, krekels, ronchi,
dan dapat terjadi bunyi nafas bronkial. Perkusi dada : bunyi
pekak di atas area konsolidasi. Ekspansi dada menurun atau
tidak sama. Peningkatan fremitus (getar vibrasi pada
dinding dada dengan palpitasi). Sputum sedikit, berbusa.
Pucat atau sianosis, penurunan mental, bingung.
g) Keamanan
Gejala : riwayat trauma ortopedik atau fraktur, sepsis,
tranfusi darah, episode anafilktik.
h) Seksualitas
Gejala atau tand : kehamilan dengan adanya komplikasi
eklamsia

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan
retensi jalan nafas.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar ventilasi,
penumpukan cairan di alveoli, hilangnya sulfaktan pada permukaan
alveoli.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubugan dengan hipoksia atau
hipoksemia, penurunan curah jantung dan pnurunan aliran darah
balik vena
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
edema pulmonal non kardiak, terapi deuretik
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen

18
f. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau
kecacatan, perubahan peran dalam sosial, atau kecacatan
permanen.
g. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat.

19
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Mandiri : 1. Penggunaan otot interkostal atau
1. Catat perubahan upaya dan pola
tidak efektif tindakan keperawatan abdominal dan pelebaran nasa
nafas
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam menunjukan peningkatan upaya
2. Observasi penurunan, ekspansi
hilangnya fungsi jalan diharapkan bersihan jalan nafas.
dinding dada dan adanya
2. Ekspansi dada terbatas atau tak
nafas, peningkatan nafas efektif dengan
peningkatan fremitus
sama ehubungan dengan
sekret pulmonal, kriteria hasil : 3. Catat karakteristik suara nafas
- menunjukan hilangnya akumulasi cairan, edema, dan
peningkatan retensi pasien
dispneu 4. Catat karakteristik batuk ( efektif sekret dalam seksi lobus.
jalan nafas.
- mempertahankan atau tidak efektif) juga produksi Konsolidasi paru dan pengisian
kepatenan jalan nafas dan karakteristik sputum cairan dapat meningkatkan
dengan bunyi nafas 5. Pertahankan posisi tubuh atau
fremitus
bersih atau tidk ada kepala tepat dan gunakan alat jalan 3. Bunyi nafas menunjukan aliran
ronki nafas sesuai kebutuhan udara melalui pohon
- mengeluarkan sekret 6. Ajarkan pasien untuk batuk atau
trakeobronkial dan dipengaruhi
tanpa kesulitan nafas dalam, ubah posisi dan
adanya cairan, mukus, atau
penghisapan sesuai indikasi
obstruksi aliran udara lain. Mengi
Kolaborasi :
7. Berikan oksigen lembab, cairan IV, dapat menunjukan bukti kontriksi
berikan kelembaban ruangan yang bronkus atau penyempitan jalan

20
tepat. nafas sehubungan dengan edema.
8. Bantu dengan memberikan
Ronki dapat jelas tanpa batuk dan
fisioterapi dada seperti clapping,
menunjukan pengumpulan mukus
perkusi atau fibrasi dada sesuai
pada jalan nafas.
indikasi 4. Karakteristik batuk dapat berubah
9. Berikan terapi neulizer ultrasonik
tergantung dari penyebab atau
10. Berikan bronkodilator, contoh
etioligi gagal nafas. Sputum bila
aminofilin, albuterol, agen
ada mungkin banyak, kental,
mukolitik seperti guaefinisin
11. Awasi untuk efek samping berdarah.
5. Memudahkan memelihara jalan
merugikan dari obat sperti
nafas atas paten bila jalan nafas
takikardi, hipertensi, tremor,
pasien di pengaruhi oleh gangguan
insomnia.
kesadaran, sedasi.
6. Pengumpulan sekresi mengganggu
ventilasi atau edema paru dan bila
pasien tidak diintubasi,
peningkatan masukan cairan oral
dapat mengencerkan
/meningkatkan pengeluaran.
7. Kelembapan menghilangkan dan
memobilisasi sekret dan
meningkatkan transport oksigen.

21
8. Meningkatkan eliminasi atau
drainase sekret paru ke sentral
bronkus, dimana dapat lebih siap
dibatukan atau di hsap keluar.
Meningkatkan efisien penggunaan
otot pernafasan dan membantu
ekspansi alveoli.
9. Pengobatan dibuat untuk
mengirimkan oksigen atau
bronkodilatasi atau kelembapan
dengan kuat pada alveoli dan
untuk memobilisasi secret.
10. Obat di berikan untuk
menghilangkan spasme bronkus,
menurunkan viskos secret,
memperbaiki ventilasi, dan
memudahkan membuang secret.
11. Memerlukan perubahan dosis atau
obat.
2 Gangguan pertukaran Setelah di lakukan Mandiri : 1. Takiepneu adalah mekanisme
1. Kaji sesuai pernafasan dengan
gas berhubungan perawatan selama 3 x 24 kompensasi untuk hipoksemia dan
sering, catat peningkatan
dengan alveolar jam pertukan gas bisa peningkatan upaya pernafasan

22
ventilasi, penumpukan adekuat dengan kriteria ferekuensi/ upaya pernafasan atau dapat menunjukan derajat
cairan di alveoli, hasil : perubahan pola nafas hipoksemia.
- Menunjukan 2. Catat adanya atau tidak adanya 2. Bunyi nafas dapat menurun, tidak
hilangnya sulfaktan
perbaikan ventilasi bunyi nafas dan adanya bunyi sama atau tidak ada pada area
pada permukaan
dan oksigenisasi tambahan, contoh bunyi krekels, yang sakit. Crekles adalah bukti
alveoli.
adekuat dengan analis ronchi, mengi. peningkatan cairan dalam area
3. Kaji adanya sianosis
gas darah dalam 4. Observasi kecenderungan jaringan sebagai akibat
tidur,
rentang normal. peningkatan permeabilitas
apatis, tidak perhatian, gelisah,
- Bebas gejala distres membran alveolar kapiler. Mengi
bingung, somnolent.
pernafasan 5. Auskultasi frekuensi jantung dan adalah bukti krontiksi bronkus
irama atau penyempitan jalan nafas
6. Berikan periode istirahat dan
sehubungan dengan mukus atau
lingkungan tenang
edema.
7. Berikan oksigen lembab dengan
3. Penurunan oksigenasi bermakna
masker CPAP sesui indikasi
terjadi sebelum sianosis. Sianosis
8. Kaji foto seri dada
9. Awasi gambaran seri AGD atau sentral dari organ seperti di bibir,
oksimetri nadi lidah, daun teinga, adalah paling
10. Berikan obat sesui indikasi contoh
indikatif dari hipoksemia sistemik.
steroid, antibiotik, bronkodilator,
Sianosis perifer bisa dilihat dari
ekspektoran.
kuku atau ekstremitas sehubungan
dengan vasokontriksi.
4. Dapat menunjukan berlanjutnya

23
hipoksemia atau asidosis.
5. Hipoksemia dapat menyebabkan
mudah terangsang pada
miokardium, menghasilkan
berbagai distritmia.
6. Menghemat energi pasien,
menurunkan kebutuhan oksigen.
7. Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran, dengan tekanan
jalan nafas positif kontinue.
8. Menunjukan kemajuan atau
kemunduran kongesti paru.
9. Menunjukan ventilasi aau
oksigenasi dan status asam basa.
Digunakan sebagai dasar evaluasi
keefektifan terapi atau indikator
kebutuhan perubahan terapi.
3 Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Kaji faktor penyabab dari situasi 1. Deteksi dini untuk
jaringan berhubugan perawatan selama 3 x 24 atau keadaan individu atau memprioritaskan intervensi,
dengan hipoksia atau jam pasien mampu penyebab penurunan perfusi mengkaji status neurologis, tanda-
hipoksemia, mempertahankan perfusi jaringan. tanda kegagalan untuk
2. Monitoring GCS dan hemodinamik
penurunan curah jaringan dengan kriteria menentukan perawatan kegwatan
pasien
jantung dan pnurunan hasil : atau tindakan pembedahan.

24
aliran darah balik vena - Tanda-tanda vital 3. Monitoring keadaan umum pasien. 2. Menganalisa tingkat kesadaran dan
4. Berikan oksigen tambahan sesuai
dalam batas normal. tanda-tanda vital pasien.
- Tidak ada tanda-tanda indikasi. 3. Memberikan informasi tentang
5. Kolaborasi pengawasan hasil
penurunan kesadaran derajat tau keadekuatan perfusi
pemeriksaan laboratorium.
GCS 15 jaringandan membantu
- Perfusi adekuat menentukan kebutuhan intervensi.
4. Memaksimalkan transport oksigen
ke jaringan.
5. Mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengoobatan atau
respon terhadap terapi.
4 Resiko tinggi Setelah dilakukan Mandiri : 1. Kekurangan meningkatkan
1. Awasi tanda-tanda vital seperti
kekurangan volume tindakan keperawatan frekuensi jantung, menurunkan
tekanan darah, frekuensi jantung,
cairan berhubungan selama 3 x 24 jam tidak tekanan darah, dan mengurangi
nadi ( kesamaan dan volume)
dengan edema terjadi kekurangan volume nadi.
2. Catat perubahan mental, turgor
2. Penurunan curah jantung
pulmonal non kardiak, volume cairan dengan
kulit, hidrasi, membran mukosa
mempengaruhi perfiusi cerebral.
terapi deuretik kriteria hasil :
dan karakteristi sputum
- Menunjukan volume Kekurangan cairan juga dapat
3. Hitung intake da output serta
cairan normal yang didentifikasi dengan penurunan
keseimbangan cairan.
dibuktikan oleh 4. Timbang berat badan tiap hari turgor ulit, membrane mukosa
Kolaborasi :
tekanan darah, kering, dan viskositas sekret
5. Berikan cairan IV dan observasi
kecepatan nadi, berat kental.
ketat dengan alat kontrol sesuai
3. Memberikan informasi tentang

25
badan indikasi status cairan umum.
- Pengeluaran urine 6. Awasi elektrolit sesuai indikasi.
Kecenderungan keseimbangan
dalam batas normal cairan negatif dapat menunjukan
(0,5-2 ml/kgBB/jam) terjadinya defisit.
4. Perubahan cepat menunjukan
gangguan cairan dalam tubuh total.
5. Mempertahankan volume sirkulasi
dan tekanan osmotik. Meskipun
kekurangan cairan, pemberian
dapat meningkatkan peningkatan
kongesti paru, pengaruh negatif
fungsi pernafasan.
6. Elektrolit khususnya kalium dan
natrium mungkin menurun sebgai
akibat terapi diuretik.
5 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon pasien terhadap 1. Menetapkan kemampuan atau
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 x aktivitas. Catat laporan, dispneu, kebutuhan pasien memudahkan
ketidakseimbangan 24 jam pasien di harapkan peningkatan kelemahan atau pemilihan intervensi.
2. Menurunkan stress dan
antara suplai dan mampu melakukan kelelahan dan tanda- tanda vital.
2. Berikan lingkungan tenang dan rangsangan berlebihan,
kebutuhan oksigen aktifitas dalam batas yang
batasi pengunjung selama fase akut meningkatkan istirahat.
di toleransi dengan
3. Tirah baring dipertahankan selama
sesui indikasi.
kriteria hasil :
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam fase akut untuk menurunkan

26
- Menunjukan rencana pengobatan dan perlunya kebutuhan metabolik, menghemat
peningkatan toleransi keseimbangan aktivitas dan nergi untuk penyembuhan.
4. Pasien mungkin nyaman dengan
tehadap aktivitas yang istirahat.
4. Bantu pasien memilih posisi kepala tinggi, tidur di kursi atau
dapat diukur dengan
nyaman untuk beristirahat menunduk ke depan bantal.
adanya dispneu, 5. Bantu aktifitas perawatan diri yang 5. Meminimalkan kelelahan dan
kelemahan berlebihan.
diperlukan. Berikan kemajuan membantu keseimbangan suplai
- Tanda-tanda vital
peningkatan aktifitas selama fase dan kebutuhan oksigen.
dalam batas normal
penyembuhan.
6 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Mandiri : 1. Fokus perhatian pada keterampilan
1. Observasi peningkatan kegagalan
dengan penyakit kritis, tindakan keperawatan pasien yang telah dilalui,
pernafasan, agitasi, gelisah, emosi
takut kematian, atau selama 3 x 24 jam meningkatkan rasa kontrol diri.
labil. 2. Meningkatkan penurunan ansietas
kecacatan, perubahan ansietas tidak ada atau
2. Pertahankan lingkungan tenang
melihat orang lain tetap tenang.
peran dalam sosial, berkurang dengan kriteria
dengan sedikit rangsang.
Karena ansietas dapat menular, bila
atau kecacatan hasil :
Jadwalkan perawatan dan prosedur
- Menyatakan orang terdekat memperlihatkan
permanen.
untuk memberikan priode istirahat
kesadarannya terhadap ansietas mereka, kemampuan
tak terganggu.
ansietas dan cara sehat koping pasien dapatdengan mudah
3. Bantu dengan teknik relaksasi,
untuk mengatasinya. di pengaruhi.
meditasi, bimbingan imajinasi.
- Mengakui dan 4. Identifikasi 3. Mungkin diperlukan untuk
persepsi pasien
mendiskusikan takut membantu menangani ansietas dan
terhadap ancaman yang ada oleh
- Tampak rileks dan meningkatkan istirahat. Namun efek
situasi.
melaporkan ansietas

27
menurun sampai 5. Dorong pasien untuk mengakui dan samping seperti depresi pernafasan
tingkat dapat di menyatakan perasaannya. dapat membatasi atau kontraindikasi
6. Akui kenyataan stress tanpa
tangani. untuk mengatasinya.
- Menunjukan menyangkal atau meyakinkan 4. Memburuknya dapat menyebabkan
pemecahan masalah bahwa semunya akan baik-baik atau meningkatkan ansietas.
5. Menurunkan ansietas dengan
dan penggunaan saja. Berikan informasi tentang
meningkatkan relaksasi dan
sumber efektif tindakan yang akan di ambil untuk
penghematan energi.
memperbaiki hilangnya kondisi.
6. Memberikan kesempatan untuk
7. Identifikasi teknik yang telah
pasien menangani ansietasnya
digunakan oleh pasien sebelumnya
sendiri dan merasa trkontrol.
untuk mengatasi ansietas.
7. Membantu pengenalan ansietas dan
8. Bantu orang terdekat untuk
mengidntifikasi tindakan yang dapat
berespon positif pada pasien.
Kolaborasi : membantu untuk individu.
9. Berikan sedatif seuai indikasi dan 8. Langkah awal dalam mengatasi
awasi efek yang merugikan. perasaan adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan situasi dan
kemampuan diri untuk mengatasi.
9. Membantu paien untuk menerima
apa yang terjadi dan dapat
menurunkan tingkat ketakutan
karena tidak tahu.

28
7 Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan 1. Evaluasi kemampuan makan 1. Mengetahui nafsu makan pasien.
2. Gejala ini indikasi penurunan
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan pasien.
2. Observasi penurunan otot umum, energi otot dan dapat menurunkan
kebutuhan tubuh selama 3 x 24 jam nutrisi
kehilangan lemak subkutan. fungsi otot pernafasan.
berhubungan dengan pasien adekuat denggan
3. Timbang berat badan sesuai 3. Kehilangan berat badan bermakna
intake nutrisi tidak kriteria hasil :
indikasi. dan pada saat ini dan masukan
- Dapat meningkatkan
adekuat. 4. Berikan makanan lembut, sering
makanan burukmemberikan
nafsu makan pasien.
dalam jumlah kecil atau mudah di
- Porsi makan di petunjuk tentang katabolisme,
cerna bila pasien mampu menelan.
habiskan. simpanan glikogen otot dan
5. Pastikan diet memenuhi kebutuhan
- Peningkatan berat sensitivitas kemudian ventilator.
pernafasan sesuai indikasi
badan 4. Mencegah kelelahan berlebihan,
6. Awasi pemeriksaan laboratorium
meningkatkan pemasukan dan
sesui indikasi, contoh serum,
penurunan resiko distres gaster.
ureum, kreatinin dan glukosa.
5. Tinggi karbohidrat, protein dan
kalori diperlukan selama ventilasi
untuk memperbaiki fungsi otot
pernafasan, karbohidrat mungkin
menurun dan lemak kadang
meningkat sebelum penyapihan
upaya untuk mencegah produksi
CO2 berlebihan dan menurunkan

29
kemudi pernafasan.
6. Memberikan informasi tentang
dukungan nutrisi adekuat atau
perlu perubahan.

30
4. Implementasi
Implementasi didasarkan pada diagnosa keperawatan yang muncul
baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan nursing care plan.

5. Evaluasi
Evaluasi disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan
mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi
tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang
sebelumnya tidak berhasil.

DAFTAR PUSTAKA

Blume, L., Byrum, D. (2009). Unraveling the mystery of ARDS. Nursing


Made Incredibly Easy, Nov/Dec , 32-40

Brunner & suddarth. (2006). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

31
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC.
Jakarta

Chang, E., Daly, J., Elliott, D (2010). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan. EGC: Jakarta

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman. EGC.


Jakarta

Hudak, Gallo. (2011). Keperawatan Kritis Volume 1. EGC. Jakarta

Judith, M., Wilkinson & Ahern, R., Nancy. (2012). Diagnosis Keperawatan
Edisi 9. NIC, NOC. EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


System Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta.

Price, Sylvia & Wilson, Lorraine., (2006). Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-
proses Penyakit Edisi 2. Alih bahasa: Adji Dharma. EGC: Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai