Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA (CEREBRO VASKULER ACCIDENT) HEMORAGIK

DI RUANG ICU (INTENSIF CARE UNIT)

Disusun Oleh :

Hindayatus S

1930036 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2020


BAB

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi CVA (Cerebro Vaskuler Accident) Hemoragik

    Menurut WHO CVA (Cerebro Vaskuler Accident) ialah adanya

tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

(Muttaqin, 2008).

    Stroke Cerebro Vaskuler Accident (CVA) hemoragik ialah stroke

yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik

dan hipoksia dihilir. Penyebab CVA (Cerebro Vaskuler Accident)

hemoragik antara lain : hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri

venosa. Dan biasanya kejadianya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,

namun bisa juga terjadi saat istirahat (Ria Artiani, 2009).  

    Stroke Cerebro Vaskuler Accident (CVA) adalah kumpulan gejala

klinis berupa gangguan dalam sirkulasi darah kebagian otak yang

menyebabkan gangguan perfusi baik lokal atau global yang terjadi secara

mendadak, progresif dan cepat yang umumnya menyebabkan hemiparasis

pada penderita stroke (Heriyanto & Ana, 2015).

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan

2.1 Otak

     Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di

dalam rongga tengkorak (kranium) yang di bungkus oleh selaput otak yang kuat.
otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

komputer dari semua alat tubuh. berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram.

1.    Perkembangan Otak

       Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah

tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.

a.    Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, talamus serta

hipotalamus. fungsinya menerima dan mengintegrasikan informasi

mengenai kesadaran dan emosi

b.    Otak tengah, mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan

dan pendengaran.

c.    Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol kebanyakan tersusun

dari lapisan fiber (berserat) dan termasuk sel yang terlibat dalam

pengontrolan pernafasan otak belakang ini menjadi :

1) Pons vorali, membantu meneruskan informasi.

2) Medula oblongata, mengendalikan fungsi otomatis organ dalam.

3) Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan dasar

2.    Pelindung Otak 

Otak dilindungi oleh :

a) Kulit kepala dan rambut

b) Tulang kepala dan columna vertebrata

c) Meningen (selaput otak)

3.    Bagian-Bagian Otak

Bagian otak secara garis besar terdiri dari :


a. Cerebral Hemisphere (cerebrum : otak besar)

     Berpasangan (kanan dan kiri) bagian atas dari otak yang mengisi lebih   

dari setengah masa otak. Permukaannya berasal dari bagian yang menonjol

(gyri) dan lekukan (sulci).

Cerebrum dibagi menjadi 4 lobus yaitu :

1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab

untuk roses pikir.

2) Lobus parientalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan

sensasi rabaan, tekanan, dan sedikit menerima perubahan temperatur.

3) Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi

dari mata.

4) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensasi

dari telinga.

b. Diencephalon

Fossa bagian tengah atau diencefalon berisi :

1) Talamus, berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan

aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang

diterima. semua impuls sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

2) Hipotalamus, terletak pada bagian interior dan anterior talamus.

berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom.

Hipotalamusjuga bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahakan

keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalu


peningkatan vasokontriksiatau vasodilatasi dan mempengaruhi sekre

hormonal dan kelenjar hipofisis. Hipotalaus juga sebagai pusat lapar

dan mengontrol berat badan. sebagai pengatur tidur, tekanan darah,

perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional.

3) Kelenjar Hipofisis, dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah

hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan

hormon-hormonnya kelenjar hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal,

pankreas, organ-organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal dan organ-

organ lain.

c. Brain stem (batang otak)

     Terletak dalam fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari:

1) Otak tengah (midbrain atau mesensefalon), menghubungkan pons dan

serebelum dengan hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik,

motorik dan sebagai pusat reflek pendengaran dan penglihatan.

2) Pons, terletak di depan serebrum antara otak tengah dan medula dan

merupakan jembatan antara dua bagian serebelum, dan juga medula

dan serebelum.Pons berisi jaras sensorik dan motorik.

3) Medula Oblongata, meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke

medula spinalis dan serabut serabut sensorik dari medula spinalis ke

otak dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini.

d. Cerebellum (otak kecil)

     Terletak dalam fossa cranial posterior, di bawah tentorium cerebelum

bagian posterior dari pons varoli dan medulla oblongata. Cerebellu


mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh fermis. Berat cerebellum

lebih kurang 150 gram dari berat otak seluruhnya.

Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot di luar kesadaran yang

merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam pengaturan dan

pengendalian terhadap :

1) Perubahanketegangan dalam otot untuk mempertahankan

keseimbangan dan sikap tubuh

2) Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan di

bawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.

3) Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah

otot. Otot antragonis harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot

sinergis berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan kebutuhan yang

diperlukan oleh bermacam pergerakan.

3. Sirkulasi Darah Otak

     Sirkulasi darah otak menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml

permenit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan,

sementara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak ini

unik, karena melawan arah grafitasi. Di mana darah arteri mengalir dari bawah

dan vena mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat

menyebabkan jaringan rusak irreversibel, ini berbeda dengan organ tubuh lainnya

yang cepat mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya

adekuat.

     Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri vertebral dan

meluas ke sistem percabangan. Karotid internal dibentuk dari percabangan dua


karotid dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-arteri

vertebral adalah cabang dari arteri subklavia, mengalir ke balakang dan naik pada

satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen

magnum. Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada bagian otak.

Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian posterior.

Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian

posterior.

     Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri

terbentuk di antara rangkaian arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini

disebut siklus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotid internal,

anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung anterior dan

posterior. Aliran darah siklus willisi secara langsung mempengaruhi siklus

anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada siklus willisi memberi rute

alternatif pada aliran darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat.

     Anastomosis arterial sepanjang siklus willisi merupakan daerah yang sering

mengalami aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila

aliran darah meningkat, yang menyebabkan dinding arteri menjadi

menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan struktur

serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti penekanan pada 

khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat

karena spasme vaskuler, emboli, atau karena trombus, dan menyebabkan

sumbatan aliran darah ke distal neuron-neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel

neuron cepat nekrosis. Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrospinal


atau infark). Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh

darah dan pada daerah otak yang terserang.

     Aliran vena ke otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada

struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung

menjadi vena-vena yang besar.Penyilangan pada subarakhnoid dan pengosongan

sinus dural yang luas., mempengaruhi vaskular yang terbentang dalam dura mater

yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena keluar dari otak

danpengosonga vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena

serebri bersifat unik, karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena

serebri tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik darah.

4. Etiologi

Penyebab CVA (Cerebro Vaskuler Accident) dapat dibagi menjadi tiga,

yaitu :

1) Trombosis serebri.

Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral atau

penyebab utama thrombosis serebral adalah penyebab paling umum dari

stroke. Thrombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang

telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya pada kaitanya dengan

kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Smeltzer,

2005).

2) Emboli selebri

Embolisme selebri termasuk urutan kedua dari berbagi penyebab

utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan

dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari


suatu thrombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi

sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung (Price, 2005).

3) Hemoragik

Hemoragik dapat terjadi diluar durameter (hemoragik ekstra dural

atau epidural) di bawah durameter (hemoragik subdural), diruang sub

arachnoid (hemoragik subarachnoid) atau dalam substansial otak

(hemoragik intra serebral) (Price, 2005).

5. Klasifikasi CVA Bleeding

CVA Bleeding dibagi menjadi 2 :


a.    Perdarahan intraserebral (PIS)

1. Definisi

Perdarahan intraserebral Adalah perdarahan yang primer berasal dari

pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma7.

Stroke ini paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi

dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam

jaringan otak. Lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia,

dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang

disebabkan oleh stroke ini

2. Gejala

a) Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang

disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan

intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang


diikuti oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan,

kelumpuhan, mati rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan

kebingungan).

b) Sering terjadi mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa

timbul dalam waktu beberapa menit. Biasanya dilakukan pemeriksaan CT

scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke

perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya

kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.

c) Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga

terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Pembedahan bisa memperpanjang

harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis

yang berat.

d) Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul

di dalam otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak

e) Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.

Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi

menahun. Lebih dari separuh pendeirta yang memiliki perdarahan yang

luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya

kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan

menyerap sisa-sisa darah.


3.    Penatalaksanaan medis

1.    Terapi konservatif dan operatif

2.    Pengendalian tekanan intrakranial

3.    Anticonvulsant.

4.    Pengendalian peningkatan TIK dilakukan Hiperventilasi, Diuretika dan

kortikosteroid tetapi dapat memberi kerugian, misalnya mudah terkena

infeksi hiperglikemia, perdarahan lambung (stress ulcer).

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)


1. Definisi
     Perdarahan subarachnoid memiliki dua penyebab utama, yaitu ruptur suatu

aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat massif dan

ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat

berlangsung sangat cepat, maka angka kematian sangat tinggi. Dari anamnesa dan

pemeriksaan fisik, tidak terdapat riwayat truma kepala. Tidak ada tanda-tanda

meningeal. Sehingga pasien termasuk kedalam stroke karena perdarahan

intraserebral, disamping karena jenis ini memang yang paling banyak terjadi pada

stroke perdarahan.

     Pasien pada kasus ini diberikan terapi nootropik berupa piracetam.

Piracetam adalah jenis nootropik yang sering digunakan sebagai salah satu terapi

awal yang diberikan pada kasus stroke. Sebagai salah satu agen nootropik,

piracetam dianggap mampu meningkatkan regional cerebral blood flow pada

pasien dengan stroke akut dan diberikan segera setelah onset untuk meningkatkan

outcome secara klinis. Pada beberapa percobaan klinis, piracetam mampu

meningkatkan kognitif dan daya memori, memperlambat degenerasi otak,


meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, membantu pemulihan stroke dan

beberapa penyakit sistem saraf lainnya. Selain itu, pada pasien ini juga ditemukan

adanya hiperkolesterolemia. Kolesterol ada di setiap sel tubuh dan setiap sel

memerlukannya. Salah satu faktor yang menjadi risiko penyakit kardiovaskular

adalah kadar kolesterol darah yang tinggi (hiperkolesterolemia) dan tak terkendali.

Risiko terkena penyakit kardiovaskular meningkat bila terdapat banyak lemak

dalam darah.

     Kolesterol dikirim ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Dalam proses ini,

kolesterol membentuk ikatan dengan protein. Paket koleterol-protein ini disebut

lipoprotein.Kolesterol lipoprotein berkerapatan rendah (low-density

lipoprotein/LDL) sering disebut sebagai kolesterol “jahat”. Lama-kelamaan

kolesterol ini bersama bahan lain menumpuk di pembuluh darah dan

menyebabkan plak. Plak ini dapat menyebabkan penyumbatan yang berakibat

terjadinya stroke. Oleh karena itu, pada pasien ini juga diberikan terapi untuk

mengatasi hiperkolesterolemia yaitu simvastatin dan gemfibrozil.

2. Gejala

     Sebelum pecah aneurysm biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai

menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum

pecahnya besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda

bahaya, seperti berikut di bawah ini :

1.   Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala

disebut sakit kepala thunderclap).

2.    Nyeri muka atau mata.

3.    Penglihatan ganda.
4.    Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

     Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah.

Orang harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter

dengan segera.

     Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang

memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan

kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum

sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang

lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah.

Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk

dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun. Dalam

waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada

jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti

sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung

bawah. Frekwensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi,

kadangkala disertai kejang.

     Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan

kerusakan pada bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :

1. Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering terjadi).

2. Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.

3. Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).

4. Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan menit

atau jam. Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.
Subarachnoid hemorrhage bisa menyebabkan beberapa masalah serius

lainnya :

a. Hydrocephalus : dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid

hemorrhage bisa menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah

cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari kekeringan seperti

normalnya. Akibatnya, penumpukan darahdi dalam otak, meningkatkan

tekanan di dalam tengkorak. Hydrocephalus bisa menyebabkan gejala-gejala

seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa

meningkatkan resiko pada koma dan kematian.

b. Vasospasm : sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan, arteri di dalam otak

bisa kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian,

jaringan otak bisa tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati,

seperti stroke ischemic. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang serupa pada

stroke ischemic, seperti kelemahan atau kehilangan perasa pada salah satu

bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan

koordinasi lemah.

c. Pecahan kedua : kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu

seminggu.

Penatalaksanaan medis :

1. Pemberian oksigenasi, ventilasi, keseimbangan elektrolit

2. Nyeri dengan obat kortikosteroid, antikonvulsan profilaksis perlu

dipertimbangkan.

3. Obstruktif perlu pemasangan Pirau Ventriculo-peritoneal (VP Shunt).


4. Tindakan operasi intrakranial merupakan terapi pilihan, tetapi operasi     

segera sesudah perdarahan berbahaya karena “retraksi otak” (Non   

compliant Brain), dapat menimbulkan iskemik otak.

6. Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan

oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terlambat karena thrombus

dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.

Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih

seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu

yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.

Area nekrotik kemudian disebut infark. kekurangan oksigen pada awalnya

mungkin, akibat dari bekuan darah, udara, plaque, atheroma flakmen lemak.

Jika etiologi stroke maka hemoragik dan faktor pencetus adalah hipertensi.

Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi rupture dan dapat

menyebabkan hemoragik.

Pada CVA (Cerebro Vaskuler Accident) thrombosis atau metabolik

maka otak akan mengalami iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang

dominan stroke akan meluas setelah serangan

pertama hingga dapat terjadi edema serebral dan meningkat tekanan

intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas. Prognosisnya

tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena.

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja

didalam arteri yang membentuk sirkulasi Willisi : arteri kerotis interna dan

system vestebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila


aliran darah ke jaringan otak terputus, selama 15 sampai 20 menit akan

terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu dilihat bahwa oklusi di suatu

arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh

arteri tersebut (Price 2005 dalam Wijaya, 2015).

Kondisi ini karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadai daerah

tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai

proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.

Patologinya terdapat:

1) Keadaan penyakit dalam pembuluh darah itu sendiri, seperti

arterosklorosis, dan thrombosis robeknya dinding pembuluh darah atau

peradangan. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah,

misalnya syok atau hiperviskositas darah.

2) Gangguan aliran darah terdapat bekuan atau embolus infeksi yang

berasal dari jantung atau pembuluh ektrakranium.

3) Rupture vaskular didalam jaringan atau ruang subrakhnoid.


7. PATHWAY

Stroke Hemoragik Stroke non Hemoragik

Peningkatan Trombus/Embol
Tekanan Sistemik i

Aneurisma

Suplai darah ke jaringan


Perdarahan
cerebral tidak adekuat
Arakhnoid

Hematom Cerebral Vasospasme


Arteri Cerebral

PTIK Perfusi jaringan


Iskemik Infark serebral tidak
adekuat

Penurunan Penekanan Defisit Neurologi


kesadaran saluran
pernafasan
Hemisfer Kanan Hemisfer Kiri

Pola nafas
tidak efektif Hemiparase Kiri Hemiparase Kanan

Area grocca Defisit Hambatan


Perawatan Diri Mobilitas Fisik
Kerusakan fungsi
N.VII
Resiko kerusakan
Gangguanintegritas kulit
Komunikasi Verbal
Gambar 2.3 (NANDA, 2013 dan Joyce& Jane , 2014)

Kurang
Resiko Resiko Resiko Pengetahuan
Jatuh Aspirasi Trauma
8. Manifestasi Klinis
Pada CVA non hemoragik gejala utamanya adalah timbulnya defisit

neurologis secara mendadak atau sebakut, dan dahului gejala prodromal,

terjadi pada waktu istirahat atau bangun tidur pagi dan kesadaran biasanya

tak menurun, kecuali bila embolus cukup besar (Mansjoer, 2000).

Gejala klinis pada pasien CVA (Cerebro Vaskuler Accident) yaitu

1) Kehilangan Motorik

CVA (Cerebro Vaskuler Accident) adalah penyakit otot neuron atas dan

mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik,

misalnya :

1. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)

2. Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh)

3. Menurunnya tonus otot abnormal

2) Kehilangan komunikasi

Fungsi otak yang mempengaruhi oleh CVA (Cerebro Vaskuler Accident)

adalah bahasa dan komunikasi, misalnya :

1. Disartria, yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukan dengan bicara

yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung

jawab untuk menghasilkan bicara.

2. Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama ekspresif

atau arefresif. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan

yang dipelajari sebelumnya.

3) Gangguan persepsi
1. Hemonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang pandang

dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang

paralisis.

2. Amorfosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi

tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi atau ruang yang sakit tersebut.

3. Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam mendapatkan

hubungan dua atau lebih objektif dalam area spasial. Kehilangan

sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan bagian

tubuh (kehilangan propioseptik) sulit menginterprestasikan stimulasi

visual, taktil auditorius

9 Faktor resiko

     Penyakit atau keadaan yang menyebabkan atau memperparah Stroke disebut
dengan Faktor Risiko Stroke. Faktor resiko medis penyakit tersebut di atas antara
lain disebabkan oleh:

1.    Hipertensi,
2.    Penyakit Jantung,
3.    Diabetes Mellitus,
4.    Hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah),
5.    Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah),
6.    Riwayat Stroke dalam keluarga,
7.    Migrain.

Faktor resiko perilaku, antara lain:

1.    Usia lanjut
2.    Obesitas
3.    Merokok (pasif/ aktif)
4.    Alkohol
5.    Mendengkur
6.    Narkoba
7.    Kontrasepsi oral
8.    Suku bangsa (negro/spanyol)
9.    Jenis kelamin (pria)
10.     Makanan tidak sehat (junk food, fast food)
11.     Kurang olah raga

10 Pemeriksaan Penunjang CVA (Cerebro Vaskuler accident)

1. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seprti

perdaraha, obstruktif arteri, oklusi / nuptur.

2. Elektro encefalography

Mengidentifikasi masalah didasrkan pada gelombang otak atau

mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

3. Sinar x tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada

trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada

pendarahan sub arachnoid.

4. Ultrasonography Doppler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri

karotis /alioran darah /muncul plaque / arterosklerosis.

5. CT-Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya


infark.

6. MRI

Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada thrombosis,

emboli, dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah

menunjukan, hemoragi sub arachnois / perdarahan intakranial.

7. Pemeriksaan foto thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran

vertrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

penderita stroke, menggambarkn perubahan kelenjar lempeng pineal

daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000).

8. Pemeriksaan lapboratorium

a) Fungsi lumbal: tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli dan

TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang

mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarachnoid atau

intracranial. Kadar protein total meninggal pada kasus thrombosis

sehubungan dengan proses inflamasi.

b) Pemeriksaan darah rutin.

c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.

Gula darah mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-

angsur turun kembali (Doengoes, 2000).

11. Komplikasi CVA (Cerebro Vaskuler Accident) (Putri, 2013)

1. Berhubungan dengan immobilisasi pada stroke

a. Infeksi pernafasan

b. Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan


c. Konstipasi

d. Tromboflebitis

2. Berhubungan dengan mobilisasi

a. Nyeri pada daerah punggung

b. Dislokasi sendi

c. Berhubungan dengan kerusakan otak

d. Epilepsi

e. Sakit kepala

f. Kraniotomi

g. Hidrosifalus

12. Penatalaksanaan CVA (Cerebro Vaskuler Accident) (Wijaya 2013)

1. Penatalaksanaan umum

a. Posisi kepala dan badan diatas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus

bila disertai muntah. Oleh dimulai mobilisasi bertahap bila

hemodinamik stabil.

b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan

oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.

c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.

d. Suhu tubuh harus dipertahankan.

e. Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik,

bila terhadap gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun,

dianjurkan pipi NGT.

f. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraidikasi

2) Penatalaksanan medis
a. Trombolitik (streptokinase)

b. Anti platelet / anti trombolitit (asetosol, ticlopidin, clostazol,

dipiridamol)

c. Antikoagulan (heparin)

d. Hemorrhagea (pentoxifilyn)

e. Antagonis serotonin(noftidrofuryl)

f. Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)

3) Penatalaksanaan khusus

a. Atasi kejang (antikonvulsan)

b. Atasi tekanan intracranial yang meninggi 9 manitol, gliserol,

furosemide, intubasi, steroid dll)

c. Atasi dekompresi (kraniotomi)

1. Atasi hipertensi ( anti hipertensi)

2. Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)

3. Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)

13. Upaya Pencegahan CVA (Cerebro Vaskuler Accident) (Wijaya, 2013)

1. Mengurangi kegemukan

2. Berhenti merokok

3. berhenti minum kopi

4. batasi makan garam / lemak

5. tingkatkan masukan kalium

6. rajin berolahraga
7. mengubah gaya hidup

8. menghindari obat-obat yang dapat meningkat tekanan darah

2. Pengkajian Keperawatan
a. Primary Survey
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan yaitu memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau
tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan
jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Bagi pasien yang
dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien
tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000). Perlu di perhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
a) Kepatenan jalan nafas pasien.
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoringataugurgling
2) Agitasi (hipoksia)
3) Penggunaanotot bantu pernafasan
4) Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi.
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e) Gunakan berbagai alat bantu untuk mematenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)

3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal


Mask Airway
4) Lakukan intubasi.
2. Breathing
Pada kasus stroke mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke)

atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus

mengharuskan monitoring saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-

98%). Pada pasien stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik

atau peningkatan TIK, kadang diperlukan untuk melakukan ventilasi (Wilkinson

& Skinner, 2000).

3. Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi

jaringan. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia,

takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan

penurunan produksi urin (Wilkinson & Skinner, 2000). Pengkajian circulation

pada klien stroke biasanya didapatkan renjatan (syok) hipovolemik, tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat hipertensi massif dengan tekanan

darah >200 mmHg (Muttaqin, 2008).

4. Disability
Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling

sensitif untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran

(Muttaqin, 2008). Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya

berkisar pada tingkat letargi, stupor, dansemikomatosa. Apabila klien sudah

mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat

kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

b. Pemeriksaan Fisik
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami gangguan
yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital :
TD meningkat, nadi bervariasi.
1) B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi
pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg.
3) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.

5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6) B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
a. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
3. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular

b. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap 2
Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal
tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan
lainnya.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan
nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.
3. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Klien
mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi
kandung kemih yang berlebih.
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah
enuresis.
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih.
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc
per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak
terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
- Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan kepada
klien
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan kontrol
muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa adanya
distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak ketika
klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk mengendalikannya di
dalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak.
7) Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau
makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.

Anda mungkin juga menyukai