Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR

PADA KLIEN DENGAN SINDROMA KORONER AKUT


(UAP DAN NSTEMI)

Oleh
Kelompok 1
AJ – A1
Nur Khriesna Habita 131411123040
Rachma Anisa Ulya 131511123001
Agnes Ose Tokan 131511123003
Tri Sulistyawati 131511123005
Puteri Hrika Reptes 131511123007
Nora Dwi Purwanti 131511123009
Dwi Retna Heruningtyas 131511123011
Ninik Dwi Purweni 131511123013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
masalah serius di dunia karena prevalensinya yang terus meningkat. Organisasi
kesehatan dunia memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler, terutama Sindroma
Koroner Akut akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-
negara berkembang sebelum tahun 2020 (Katz, 2006). Sindrom Koroner Akut
adalah ketidak mampuan jantung akut akibat suplai darah yang mengandung
oksigen ke jantung tidak adekuat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan
oksigen, transpor oksigen darah berkurang dan yang paling sering yaitu
pengurangan aliran koroner karena penyempitan atau obstruksi arteri yang
disebabkan oleh aterosklerosis. Manifestasi dari sindrom koroner akut dapat
berupa angina tak stabil, infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST, infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST dan juga dapat menyebabkan kematian
jantung yang mendadak.
Mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses
pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh
adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi,
trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat
berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial
infarction / NSTEMI, atau ST elevation myocardial infarction STEMI. SKA
merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa
keluhan perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai
akibat iskemia miokard. Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU
dengan pemantauan EKG kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia (Muchid,
dkk., 2006).
Gangguan irama jantung (disritmia atau aritmia) tidak hanya terbatas pada
denyut jantung yang tidak teratur, tetapi juga termasuk kecepatan denyut jantung
yang abnormal dan gangguan konduksi.  Sinus takikardi adalah sinus yang
kecepatannya lebih dari 100 kali per menit (Trisnohadi,  2009). Takikardi
supraventrikel timbul dari atrium atau sambungan atrioventrikel. Kompleks QRS
normal kecuali bila terdapat pula cabang serabut. Fibrilasi atrium (Atrial
Fibrilation/AF) pada umumnya merupakan penyakit pada manula, mengenai 0,2%
pria berusia 47-56 tahun dan 3% pria berusia 77-86 tahun (Penelitian
Farmingham, 1949) (Rubenstein, et.al., 2007).
Di Amerika Serikat, pada tahun 1998, penyakit jantung koroner merupakan
penyebab kematian utama dengan persentase sebesar 48%, dan pada tahun 2004
didapatkan angka kematian akibat penyakit jantung koroner di Amerika Serikat
sebesar 450.000 kematian, sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Nasional tahun 2001 didapatkan 3 dari 1000 penduduk Indonesia
menderita penyakit jantung koroner. Penyakit Jantung Koroner dapat terjadi
secara kronis maupun akut. Hal yang menakutkan bagi sebagian orang adalah
penyakit jantung koroner akut atau lebih dikenal dengan Sindrom Koroner Akut.
Pada tahun 2006, hampir 1,4 juta penduduk Amerika didiagnosis menderita
sindrom koroner akut meliputi 537.000 dengan angina tak stabil dan 810.000
dengan infark miokard akut.(Ariandiny, Meidiza dkk. 2014). Berdasarkan uraian
tersebut, maka penyakit Sindroma Koroner Akut ini perlu dipelajari khususnya
dalam praktek asuhan keperawatan sistem kardiovaskular secara komprehensif.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu untuk melakukan asuhan keperawatan
sistem kardiovaskular pada klien dengan Sindroma Koroner Akut (UAP dan
NSTEMI) secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
Mampu mengidentifikasi:
a. Konsep Sindrom Koroner Akut.
b. Definisi Angina Pektoris Tak Stabil.
c. Manifestasi klinis Angina Pektoris Tak Stabil.
d. Patofisiologi Angina Pektoris Tak Stabil.
e. Pelaksanaan pada klien dengan Angina Pektoris Tak Stabil.
f. Definisi NSTEMI.
g. Manifestasi klinis NSTEMI.
h. Patofisiologi NSTEMI.
i. Penatalaksanaan pada klien dengan NSTEMI.
j. Asuhan keperawatan pada Sindrom Koroner Akut.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Jantung

Jantung besarnya sekepalan tangan. Terletak di dalam dada, batas kanannya


tepat pada sternum kanan dan apeks pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea
mid clavicular.seluruh bagian jantung berada pada rongga perikardium, suatu
kantung fibrosa dengan membran lembab yang memungkinkan jantung bergerak
dengan beas selama kontraksi. Dinding jantung disusun oleh otot-otot jantung
yang serabutnya bercabang-cabang.

Jantung memiliki empat ruang: dua atrium yang menerima darah dari vena
dan dua ventrikel yang memompa darah ke arteri.

1. Atrium kanan, berada pada bagian kanan jantung dan terletak sebagian besar
dibelakang sternum. Darah memasuki atrium kanan melalui :
a. Vena cava superior pada ujung atasnya
b. Vena cava inferior pada ujung bawahnya
c. Sinus coronarius (vena kecil yang mengalirkan darah dari jantung
sendiri)

Auricula dextra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium, trletak pada
bagian depan pangkal aorta dan arteri pulmonalis.

2. Ventrikel kanan, adalah ruang berdinding tebal yang membentuk sebagian


besar sisi depan jantung. Valva atrioventrikular dextra (trikuspidalis)
mengelilingi lubang atrioventrikular kanan, pada sisi ventrikel. Katup ini
seperti katup jantung lai, terbentuk dari selapis tipis jaringan fibrosa yang
ditutupi pada setiap sisinya oleh endocardium. Katup trikuspidalis terdiri dari
tiga daun katup.
3. Atrium kiri, adalah ruang berdinding tipis terletak pada bagian belakang
jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri pada tiap sisi, membawa
darah dari paru.atrium membuka ke bawah kedalam venrikel kiri melalui
lubang atrioventrikulr. Auricula sinistra adalah penonjolan runcing kecil dari
atrium, terletakk pada sisi kiri pangkal aorta.
4. Ventrikel kiri adlah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan belakang
jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal daripada ventrikel kanan.
Valva atrioventrikular sinistra (mitralis) menglilingi lubang atrioventrikular
kiri pada bagian samping ventrikel; katup ini memiliki dua daun katup.

Jantung terdiri dari tiga lapisan :

1. Myocardium, membentuk bagian terbesar dinding jantung. Tersusun dari


serat-serat otot jantung, yang bersifat lurik dan saling berhubungan satu
sama lain oleh cabang-cabang muskular.
2. Endocardium, lapidan dalam (lapisan endotel). Merupakan selaput tipis
berupa jaringan putih mengkilat yang melindungi bagian dalam rongga
jatung, berperan dalam membantu darah mengalir dengan lancar dan
mencegah penempelan darah pada dinding jantung.
3. Pericardium, merupakan kantong jantung yang memiliki dua lapisan.
Lapisan pertama pada bagian dala pericardium disebut epicardium.
Lapisan ini merupakan bagian pericardium yang bersentuhan langsung
dengan Myocardium, sementara lapisan luar merupakan lapisan yang
bersentuhan langdung dengan tulang dada dan stuktur lainnya didalam
rongga dada. Lapisan ini berperan untuk mempertahankan jantung tetap
ditempatnya. (Gibson,2002)

Sistem peredaran darah:

Darah vena dari jaringan tubuh memasuki atrium kanan melalui vena cava
superior dan inferior. Atrium kanan memompa darah melalui katup trikuspidalis
ke ventrikel kanan, dari sini darah dipompa oleh kontraksi dinding ventrikel
melewati katup semiunaris masuk ke arteri pulmonaris dalam perjalanannya
menuju paru-paru.

Darah teroksigenasi (kaya oksigen) dari paru-paru memasuki atrium kiri


melalui empat vena pulmonalis dan melintasi katup mitral masuk ke ventrikel kiri,
dari sini darah dipompakan melalui katup semilunaris masuk ke aorta, yang
mendistriusikan darah ke sirkulasi sistemik.(Cambridge Communication Limited,
2002)
2.2 Konsep Sindrom Koroner Akut
Miokard Infark Akut (MI) meliputi MI dengan elevasi segmen ST maupun
elevasi segmen non ST dan angina tidak stabil merupakan bagian dari kelompok
penyakit yang disebut Sindrom Koroner Akut (SKA) / Acute Coronary Syndrom
(ACS). Pasien dengan SKA memiliki oklusi arteri koroner dengan derajat
keparahan tertentu. Sumbatan diawali dengan adanya ruptur atau erosi plak.
Ruptur menghasilkan adhesi trombosit, pembentukan bekuan fibrin, dan aktivasi
trombin.
Pembentukan trombus berlangsung dan menyumbat aliran darah,
meskipun fase awal trombus tidak secara total menghalangi aliran darah.
Akibatnya adalah ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokardium. Berdasarkan derajat sumbatan, SKA dibedakan menjadi tiga jenis.
Jika pasien menderita angina tidak stabil, trombus menyumbat secara parsial
pembuluh koroner. Trombus tersebut dipenuhi oleh trombosit. Pembuluh darah
tersumbat sebagian mungkin memiliki mikrotrombus di bagian distal yang
menyebabkan nekrosis pada beberapa miosit. Jika terjadi infark pada pembuluh
darah yang lebih kecil, pasien beresiko mengalami MI yang dapat berlanjut
menjadi MI gelombang non Q. Biasanya kerusakan terjadi hanya pada jantung
lapisan terdalam.
Sebuah MI gelombang Q terjadi akibat berkurangnya aliran darah melalui
salah satu arteri koroner yang menyebabkan miokardium mengalami iskemia,
jejas, dan nekrosis. Kerusakan terjadi secara menyeluruh di semua lapisan
miokardium. Kerusakan jaringan kardiak sehat karena iskemia miokard yang
terjadi bervariasi tergantung tingkat keparahan SKA dan kecepatan diagnosis dan
penanganan yang efektif (Robinson & Lyndon, 2014).

2.2.1 Epidemiologi
Mortalitas in hospital infark miocard akut dengan elevasi segmen ST
dibanding tanpa elevasi adalah 7% vs 5%, tetapi pada follow up jangka
panjang (4 tahun) angka kematian pasien infark tanpa elevasi segmen ST
lebih tinggi 2 kali lipat dibanding dengan elevasi segmen ST.
(Dharma,2009)

2.3 Angina Tak Stabil / Unstable Angina Pectoris (UAP)


2.3.1 Definisi
Angina pektoris berasal dari bahasa Yunani yang berarti “cekikan di
dada” yaitu gangguan yang sering terjadi karena atherosclerotic heart
disease. Terjadinya serangan angina menunjukkan adanya iskemia. Angina
diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu :
1. Stable Angina
Menggambarkan nyeri dada yang timbul saat peningkatan aktivitas
fisik maupun stres emosional. Dengan tanda-tanda khas yaitu serangan
merupakan gejala baru dan stabil, durasi dan intensitas gejala stabil.
2. Variant angina
Menggambarkan nyeri dada yang biasanya terjadi selama istirahat atau
tidur daripada selama aktivitas. Variant angina terutama disebabkan
oleh spasme arteri koroner.
3. Unstable angina
Kombinasi dari stabil angina dan variant angina.
Jadi, angina tidak stabil adalah nyeri yang timbul pada saat
beraktivitas ataupun saat beristirahat, berkaitan dengan nyeri dada yang
timbul karena aktivitas dengan derajat yang sulit diramalkan dengan tanda
khas yaitu peningkatan frekuensi serangan dan intensitas nyerinya.
(Wajan, 2010)
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma
iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan
infark miokard akut.
Angina tidak stabil merupakan kombinasi angina klasik dan angina
varian. dan dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang
memburuk. angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja
jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang
ditandai perkembangan trombus yang mudah mengalami spasme. terjadi
spasme sebagai respon terhadap peptida vasoaktif yang dikeluarkan
trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan. konstriktor
paling kuat yang dilepaskan oleh trombosit adalah tromboksan dan
serotonin, serta faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (platelet
derived growth factor, PDGF). Seiring dengan pertumbuhan trombus,
frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan
individu berisiko mengalami kerusakan jantung irreversibel. Angina tidak
stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom koroner akut dan
memerlukan tindakan klinis yang menyeluruh, kadang-kadang termasuk
perawatan di rumah sakit.
Unstable angina pectoris disebabkam primer oleh kontraksi otot poles
pembuluh koroner sehingga mengakibatkan iskemia miokard. Patogenesis
spasme tersebut hingga kini belum diketahui, kemungkinan tonus
alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin Prostaglandin).
Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi
trobosit. Penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat,
sehingga terbangun pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling
sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant (prinzmental). (Djohan,
2004)

2.3.2 Etiologi
1. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
- faktor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, arteritis
- faktor sirkulasi : stenosis aorta, insufisiensi
- faktor darah : hipoksemia, anemia
2. curah jantung yang meningkat :
- aktivitas berlebihan
- emosi
3. kebutuhan oksigen meningkat pada :
- kerusakan miocard
- hipertropi miocard

b. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis antara lain adalah :
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin
dan riwayat penyakit dalam keluarga.
b. Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM. (Anwar, 2004)

2.3.3 Macam-macam Unstable Angina Pectoris (UAP) berdasarkan


kriteria penampilan klinis

1. Angina pertama kali


Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam periode 1 bulan terakhir.
2. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul
dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang
dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita
angina pektoris stabil.
3. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina
sedikitnya 15 menit.
4. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang
terjadi pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan
enzim serial dan pencatatan EKG.

2.3.4 Manifestasi Klinis Unstable Angina Pectoris (UAP)

1. Rasa sesak, nyeri yang dirasakan antara 5 sampai 30 menit, rasa


tertekan, terbakar, tertindih, nyeri, pada substernal atau retrosternal
yang menyebar ke seluruh dada, dapat menjalar ke lengan, leher,
rahang, punggung, atau bahu.
2. Biasanya terkait dengan kondisi pengerahan tenaga, emosi, makan,
dan udara dingin, namun dapat juga terjadi tanpa sebab.
3. Sesak napas, pusing, mual, palpitasi, lemah.
4. Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi, diaforesis.

2.3.5 Patofisiologi
Trombosis dipicu oleh kerusakan endotel dan aliran darah turbulen
yang terkait dengan plak aterosklerotik. Dibandingkan dengan lesi pada
angina stabil, plak yang ditemukan pada pasien dengan SKA cenderung
memiliki selubung fibrosa yang lebih tipis dan inti lipid yang lebih besar,
dan umumnya lebih menyebar dan lebih berat. Stenosis ini seringkali
eksentrik – plak tidak mengelilingi seluruh lingkar arteri. Lesi seperti itu
terutama rentan mengalami ruptur akibat stres hemodinamik. Hal ini
memaparkan plak interior, yang dengan kuat menstimulasi agregasi
trombosit dan trombosis. Trombus menjalar kedalam lumen koroner, dan
menyumbat arteri. Ruptur juga dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
lesi itu sendiri, memperluas lesi hingga ke dalam lumen dan memperberat
stenosis.
Kejadian ini dapat dieksaserbasi oleh vasodilatasi koroner yang terganggu,
dan vasospasme akibat kerusakan endotel oleh plak, yang menurunkan
pelepasan lokal faktor relaksasi yang tergantung pada endotel. Agregasi
trombosit dan trombosis juga menyebabkan pembentukan vasokonstriktor
seperti tromboksan A2 dan serotinin. (Aaronson & Ward, 2010)

2.3.6 Gambaran EKG

Gambaran EKG UAP

(sumber: http:// en.wikipedia.org)


Gambaran EKG penderita UAP dapat berupa depresi segmen ST,
depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST,
hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan
gelombang T. Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan masing-
masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan
tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal
atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila
perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang
Q, maka disebut sebagai IMA.

Jenis Nyeri Dada EKG Enzim Jantung


APTS/ Angina pada Depresi segmen Tidak meningkat
UAP waktu ST
istirahat/aktivitas Inversi
ringan (CCS gelombang T
III-IV). Cresendo Tidak ada
angina. Hilang gelombang Q
dengan nitrat
NSTEMI Lebih berat dan Depresi segmen CK / CKMB
lama (> 30 ST meningkat ,
menit). Tidak Inversi troponin T
hilang dengan gelombang T meningkat
nitrat, perlu
opium.
STEMI Lebih berat dan Hiperakut T Meningkat
lama (> 30 Elevasi segmen minimal 2
menit) tidak hilang ST kali nilai batas
dengan Gelombang Q atas
nitrat, perlu opium Inversi normal
gelombang T

2.3.7 Penatalaksanaan
Enzim LDH, CPK dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK
dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-
MB merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi
dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar
enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA.

Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner,


pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun
sudah mendapat nitrogliserin. Terapi medikamentosa: obat anti iskemia (Nitrat,
penyekat beta, antagonis kalsium), obat anti agregasi trombosit (Aspirin,
triklopidin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein Iib/IIIa), obat antitrombin
(Unfractionated heparin, Low molecular weight heparin) (Trisnohadi, 2009).

2.3.8 Pengobatan

Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki


kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau
pembedahan.

A. Pengobatan medikal

Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3


jenis obat yaitu :
1. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina
akut. Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh
darah koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.
Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise pada penderita
angina sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila di berikan sebelum
exercise dapat mencegah serangan angina.
2. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi
frekwensi serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :
o Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer
pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
o Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke
miokard
o Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
o Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut,
jantung dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.
3. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard
yang menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut
jantung dan curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif,
obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah
serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.

B. Pembedahan

Prinsipnya bertujuan untuk : memberi darah yang lebih banyak kepada otot
jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner.
Ada 4 dasar jenis pembedahan :
1. Ventricular aneurysmectomy :
Rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri
Sebuah aneurisma ventrikel kiri dapat membentuk setelah infark miokard
transmural dan melibatkan pelebaran dinding ventrikel kiri dalam mode
normal. Paling umum, apeks jantung yang terlibat Namun, dinding rendah
dapat membentuk aneurisma juga.
Empat masalah utama pada pasien dengan aneurisma ventrikel kiri adalah:

a. Gagal jantung: Bagian dari jantung yang berisi aneurisma tidak


kontraktil dan sering "diskinesia". Hal ini menyebabkan penurunan
secara keseluruhan dalam fungsi jantung dan perkembangan gagal
jantung kongestif.
b. Kiri pembentukan trombus ventrikel: Ketika darah mandeg di setiap area
tubuh, ada risiko agregasi platelet dan pembentukan trombus. Bagian
aneurisma dari LV tidak berbeda. Embolisasi kiri trombus ventrikel
dapat menyebabkan stroke embolik atau emboli sistemik lainnya.
c. ventrikel takikardia: Bekas luka dalam aneurisma ventrikel kiri adalah
fokus untuk aritmia ventrikel yang dapat menyebabkan kematian jantung
mendadak.
d. pektoris Angina: Jaringan aneurisma masih dapat menyebabkan gejala
angina, bahkan jika revascularized.

Sebuah aneurisma LV dapat didiagnosis pada EKG bila ada gigih ST


segmen elevasi terjadi 6 pekan setelah transmural dikenal MI (biasanya
anterior). Tanpa mengetahui orang-orang masa lalu sejarah medis,
perubahan EKG dari aneurisma mungkin meniru segmen ST elevasi akut
MI. Dengan anterior atau aneurisma apikal, elevasi ST gigih dalam
memimpin V1 dan V2. Dalam aneurisma rendah akan memimpin II, III dan
aVF. Satu-satunya cara untuk memastikan diagnosis aneurisma LV pada
EKG (tidak dari MI akut) adalah memiliki riwayat pasien dari serangan
jantung sebelumnya dan pencitraan jantung untuk mendokumentasikan
kehadiran aneurisma. Bentuk elevasi ST juga relatif unik dan telah
digambarkan sebagai "coving". EKG bawah ini adalah contoh temuan dari
LV aneurisma.
2. Coronary arteriotomy :
Memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri coroner dengan cara
rosedur pembedahan di mana plak yang menyebabkan penyempitan
pembuluh darah akan dihapus
Seseorang yang terkena serangan angina pectoris tidak stabil akan
dimonitor di rumah sakit untuk memastikan perawatan terus bekerja. Jika
orang tersebut telah menjalani operasi, penyedia layanan kesehatan juga
akan memeriksa untuk memastikan bahwa aliran darah tidak tiba-tiba
menjadi tersumbat lagi. Sebuah program rehabilitasi jantung akan dimulai
dan akan terus setelah orang meninggalkan rumah sakit.
3. Internal thoracic mammary :
Revaskularisasi terhadap miokard yang berasal dari pembuluh darah pada
bagian thorak Biasanya berasal dari dinding bawah dari arteri subclavia pada
tulang belakang bawah dari vena subclavia, melewati bagian atas pleura dan
kemudian menurun secara tegak lurus langsung dibelakang cartilage costae
1-7, tepat lateral terhadap sternum. Mempercabangkan sepasang arteri
intercostalis anterior pada masing masing enam spatium intercostalis yang
teratas. Pada spatium intercostalis keenam akan berakhir dan
mempercabangkan dua cabang terminal yaitu arteri epigastrica dan arteri
musculiphrenica. Arteri epigastrica superior berjalan di antara processus
xiphoideus dan cartilage costa ke 7 menurun pada permukaan dalam
musculus rectus abdominis dalam vagina musculus recti memperdarahi otot
tersebut dan beranastomonis dengan arteri epigastrica inferior. Juga
memperdarahi sebagian diafragma, peritoneum dan dinding anterior
abdomen. Arteri musculophrenica berjalan mengikuti arcus costalis pada
permukaan dalam cartilage costalis. Mempercabangkan sepasang arteri
intercotalis anteriorpada spatium intercotalis ke 7,8,9 menembus diafragma
dan berakhir pada spatium intercostalis ke 10. Pada tempat ini
beranastomosis dengan arteri circumflexia ilium profunda yang
memperdarahi juga pericardium, diafragma dan otot-otot abdomen. Bilateral
arteri mamaria termasuk penyambungan arteri coronaria kanan dengan arteri
koronaria mamarian interna kanan menghasilkan revaskularisasi yang sama
dibandingkan dengan penyambungan arteri koronaria kanan dengan vena
saphenous. Namun terdapat penurunan kekambuhan serangan angina pada
pasien yang menggunakan Vena Saphenous.
4. Artery Gasteroepiloica
Arteri gastro-omentum kiri (atau arteri gastroepiploika kiri), cabang terbesar
dari arteri limpa , berjalan dari kiri ke kanan sekitar luas jari atau lebih dari
kelengkungan yang lebih besar dari lambung , antara lapisan omentum yang
lebih besar , dan anastomoses dengan gastroepiploika yang tepat .
Dalam perjalanannya mendistribusikan:
· "Lambung cabang": cabang naik beberapa kedua permukaan perut;
· "Cabang omentum": turun untuk memasok omentum yang lebih besar dan
beranastomosis dengan cabang kolik tengah .

Arteri ini suplai darahnya jauh lebih banyak ke dindingnya, dibanding arteri
mamaria interna, sehingga tidak berespons sebaik arteria mamaria ketika
digunakan sebagai tandur. Kerugian lain penggunaan arteri gastroepiploika
adalah irisan dada harus diperpanjang sampai perut sehingga pasien terpajan
lebih luas terhadap risiko infeksi akibat kontaminasi traktus gastrointestinal
pada tempat irisan.
5. Bilateral Arteri mammary interna
Pencangkokan menggunakan BIMA dapat menimbulkan manfaat klinis dan
kelangsungan hidup yang lebih baik bila dibandingkan dengan
pencangkokan menggunakan SIMA yang telah dibahas dalam penelitian
observasional selama beberapa dekade terakhir (terakhir di Taggart dan
colleagues7).
Resiko menggunakan BIMA :
1. risiko luka sternalis
2. morbiditas miokard
3. pernapasan.
BIMA = Bilateral Mammary artery
LIMA = Left Internal Mannary Artery
RIMA = Right Internal Mammary Artery
SVG = Saphenous Vein Graft
RA = Radial Artery

Arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam


waktu yang lebih lama dibandingkan menggunakan vena saphenous.
Penyumbatan arteri coronaria dengan bilateral artei mammary Interna
menghasilkan revaskularisasi yang sama dibandingkan dengan
penyumbatanArteri Coronaria kanan dengan Vena Shapenous.
Penanaman saluran baru dengan menggunakan bilateral arteri mammary
interna memberikan hasil yang lebih baik dengan kelangsungan hidup pasien
yang lebih lama dibandingakn dengan menggunakan single arteri mammary
interna.
6. Coronary artery baypass grafting (CABG) :
CABG merupakan suatu prosedur yang dilakukan pada pasien dengan
penyakit arteri koroner dengan memotong jaringan vena (saphoneus vein)
dan arteri (internal mammary artery) milik pasien sendiri (Perrin, 2009).
Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang
menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas
(melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung.
Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk
operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal
ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok
baru, yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada
pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling
bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah beroksigen
ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-bypass" arteri
yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.
CABG adalah salah satu penanganan intervensi dari penyakit jantung
koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru meleati bagian arteri
coronaria yang megalami penyempitan atau penyumbatan. Banyak
penelitian telah dilakukan dengan membandingnkan revaskularisasi yang
terjadi dan kelangsungan hidup pasien pasca operasi, mempergunakan
berbagai variasi teknik operasi dengan menggunakan pembuluh-pembuluh
darah tersebut, dengan hasil yang beragam terganung dari kondisi dan
keadaan dari keparahan PJK yang dideritanya.
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) bertujuan untuk mengatasi
kurang atau terhambatnya aliran artery coronaria akibat adanya penyempitan
bahkan penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang mengalami
penyempitan atau penyumbatan telah dilakukan sebelumya dengan
melakukan katerisasi Arteria Coronaria. CABG dilakukan dengan membuka
dinding dada melalui pemotongan tulang sternum, selanjutnya dilakukan
pemasangan pembuluh darah baru dari Artery Mammaria interna ataupun
vena Shapenous tergantung pada keebutuhan, teknik yang dipakai ataupun
keadaan anatomi pembuluh darah pasien tersebut.
Awalnya CABG dilakukan dengan memakai mesin jantung paru (heart lung
machine), dengan cara ini jantung tidak berdenyut setelah diberikan obat
cardioplegic, sebagai gantinya mesin jantung paru akan bekerja
mempertahankan sirkulasi darah selama operasi berlangsung
Hasilnya cukup memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat
menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa
kompilasi.
Indikasi CABG menurut American Heart Association (AHA):
b. Stenosis Left Mean Coronary Artery yang signifikan
c. Angina yang tidak dapat di kontrol dengan terapi medis
d. Angina yang tidak stabil
e. Iskemik yang mengancam dan tidak respon terhadap terapi non bedah
yang maksimal
f. Gagal pompa ventrikel yang progresif dengan stenosis koroner yang
mengancam daerah miokardium
g. Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan PTCA dan trombolitik
h. Sumbatan/stenosis LAD dan LCx pada bagian proksimal > 70 %
i. Satu atau dua vessel disease tanpa stenosis LAD proksimal yang
signifikan
j. Klien dengan komplikasi kegagalan PTCA
k. Pasien dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel disease)
dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada klien dengan 2 sumbatan
pembuluh darah dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada klien
dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil atau tidak
stabil dan lesi proksimal LAD yang berat
l. Pasien dengan stenosis (penyempitan lumen > 70% pada 3 arteri,arteri
koronaria komunis sinistra, bagian proksimal dari arteri desenden
anterior sinistra.

2.4 Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI)


2.4.1 Definisi
Angina pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard
akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction = NSTEMI)
diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan
gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis
UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung. (Harun dan Alwi, 2009)

2.4.2 Etiologi
a. faktor penyebab
1. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
- faktor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, arteritis
- faktor sirkulasi : stenosis aorta, insufisiensi
- faktor darah : hipoksemia, anemia
2. curah jantung yang meningkat :
- aktivitas berlebihan
- emosi
3. kebutuhan oksigen meningkat pada :
- kerusakan miocard
- hipertropi miocard

b. faktor predisposisi
1. faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah
- usia lebih dari 40 th
- jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah monopouse
- hereditas
- ras : lebih tinggi isiden pada kulit hitam
2. faktor resiko yang dapat diubah
- mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,obesitas,
diet tinggi lemak jenuh
- minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif) stress psikologis berlebihan.
2.4.3 Tanda Gejala
Gejala NSTEMI menyerupai gejala angina stabil, namun seringkali lebih
nyari, intens, dan persisten, dan seringkali berlangsung 30 menit. Nyeri
seringakali resisten terhadap nitrogliserin. Presentasi klinis klasik NSTEMI
berupa :
1. Angina saat istirahat lebih dari 20 menit.
2. Angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktifitas yang lebih
ringan dari aktifitas sehari-hari.
3. Peningkatan instensitas, frekuensi dan durasi angina.
4. Angina pasca infark.
Presentasi atipikal terutama pada usia muda (25-40 tahun) dan usia tua (>75
tahun), pasien diabetes dan wanita.

2.4.4 Patofisiologi
Oklusi koroner inkomplit atau temporer, atau adanya arteri koroner
kolateral yang dapat mempertahankan suplai darah ke regio yang terkena,
dapat menyebabkan iskemia miokard dan nekrosis dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan
elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis. Pasien
yang ditemukan memiliki peningkatan kadar penanda ini, namun tidak
memiliki elevasi segmen ST, diperkirakan mengalami NSTEMI.
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak
stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor
jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai
konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi.
Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang
menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel
sitokin proinflamasi seperti TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang pengeluaran hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)

2.4.5 Gambaran EKG


Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada
pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya
depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupkan prediktor
outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko
outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya
depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan
NSTEMI.

Gambar ECG STEMI and NSTEMI Illustration


(Sumber : http://www.thrombosisadviser.com)
2.4.6 Penatalaksanaan
ACC/AHA 2007 Guidelines Update for UA and NSTEMI
Class I Recommendations for Antithrombotic Therapy*

Possible ACS Likely/Definite ACS Definite ACS with


continuing ischemia or
other high-risk features
or planned PCI

Aspirin† Aspirin†+ SC Aspirin† + IV


LMWH or IV heparin/SC LMWH +
heparin+ IV GP IIb/IIIa
clopidogrel antagonis +
clopidogrel

*During hospital care


†Clopidogrel should be administered to hospitalized patients who are unable
to take ASA because of hypersensitivity or major GI intolerance
‡Class IIa: enoxaparin preferred over unfractionated heparin, unless CABG
is planned within 24 hours

A. Tata laksana awal NSTEMI di unit emergensi (10 menit pertama saat
kedatangan) :

1. Tirah baring (bed rest total).


2. Oksigen 4L/menit (saturasi oksigen dipertahankan >90 %).
3. Aspirin 160 mg (dikunyah).
4. Tablet nitrat diberi 5 mg sublingal (dapat diulang 3x) lalu per drip bila
masih nyeri dada.
5. Morfin iv (2,5-5 mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
6. Clopidogrel 300 mg peroral (jika sebelumnya belum pernah diberi).
7. Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner).
8. EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala
untuk mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST.
9. Troponin T/I diukur saat masuk dan jika normal diulang 6-12 jam
kemudian, Enzim CK dan CK-MB diperiksa pada pasien dengan onset
< 6 jam dan pada pasien pasca infark < 2 minggu dengan iskemik
berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.

Penatalaksanaannya dengan agen anti iskemik (β-blocker, Nitrat,


Calcium chanel blocker), antiplatelet (Aspirin, clopidogrel, Glikoprotein
Iib/IIIa receptor inhibitor), antikoagulan (unfractionated heparin,
bivalirudin), revaskularisasi coroner (bedah arteri coroner) (Hamm, et.al.,
2011)

B. Penatalaksanaan Jangka Panjang

Pasien dengan NSTEMI memiliki resiko tinggi iskemia berulang, maka


prevensi sekunder secara aktif sangat penting yang mencakup :

1. Perbaikan gaya hidup seperti : berhenti merokok, aktifitas fisik teratur, dan
diet.
2. Penurunan berat badan pada pasien obese dan overweight.
3. Kontrol tekanan darah
4. Tata laksana diabetes
5. Intervensi profil lipid :
- Statin direkomendasikan pada semua pasien NSTEMI, tidak bergantung
pada kadara kolesterol, mulai diberi pada 1-4 hari sejak masuk, dengan
tujuan mencapai kadar LDL <100 mg/dL.
- Disarankan terapi penurunan kadar lipid secara intensif dengan target
LDL <70 mg/dL, yang diberi 10 hari sejak masuk.
- Meneruskan pemakaian anti platelet dan ani koagulan.
- Pemakaian beta –blocker
Beta blocker harus diberi pada semua pasien, termasuk pasien dengan
fungsi ventrikel kiri yang menurun, dengan atau tanpa gejala gagal
jantung.

2.4.7. Pemeriksaan Penunjang

1. EKG: normalnya terjadi tanpa infark miokard atau individu menunjukkan


angina apada saat itu. Jika EKG terlihat pada saat nyeri dada, perubahan
karakteristik mungkin termasuk elevasi segmen ST atau depresi lebih
besar dari 0,05 mV di lead di atas area iskemik. Adanya bundle Branch
block (BBB) juga bisa ditentukan dalam EKG begitu juga disritmia. Serial
EKG pada pasien dengan SKA digunakan untuk mengidentifikasi area dan
perpanjangan infark
2. Biomarker kardio
Creatine kinase (CK), MB fraction of Creatin Kinase (CK-MB) dan
troponin adalah kumpulan protein menunjukkan respon dari adanya
iskemia atai MI. Troponin mungkin tanpa adanya peningkatan pada
gambaran awal. Serial enzymes q8h x 3 menunjukkan keakuratan
pengakajian dari bahaya miokard.
3. C-reactive protein: jika peningkatan dari batas normal mulai dari 0,03-1,1
mg/dl, merupakan tanda adanya plak dari arteri koronaria yang merupakan
suatu inflamasi dan mungkin pasien mengalami sindrom koroner akut.
4. Ekokardiogram: mengkaji fungsi ventrikel, ukuran ventrikel, pergerakan
dinding dan pengukuran hemodinamik. Kerusakan otot jantung mungkin
pada perubahan fungsi ventrikel, pergerakan dinding dan tekanan
hemodinamik.
5. X-ray: biasanya normal kecuali jika ada gagal jantung.
6. Total lipid panel: memperoleh beberapa point penting selama evaluasi
pasien dan pengobatan untuk mengkaji adanya hiperlipidemia, faktor
resiko pada CAD. Tingkat HDL rendah (nilai kurang dari 40 mg/dl) dan
peningkatan dari (nilai lebih besar dari 100mg/dl) dan keduanya
berhubungan dengan arterosklerosis pada jantung.
7. Tes stres: lebih dari 2 dekade terakhir, tes stres dilakukan bersamaan
dengan representasi dari jantung menjadi sebuah standar evaluasi. Tes
stres yang khas ditentukan untuk aliran arteri koroner.
8. Tes Treadmill: menunjukkan keefektifan latih an-stimulasi iskemik ,
respon hemodinamik, dan perubahan gambaran EKG dengan latihan
treadmill. Ditemukan tanda penting 1mm atau lebih segmen ST depresi
atau elefasi, disritmia atau penurunan tiba-tiba pada tekanan darah.
9. CT scan untuk mengidentifikasi perbedaan dari infark miokard dari
pembedahan aorta pada pasien dengan kegawatan, nyeri punggung dan
dispnea dan/sinkop.
10. Coroner arteriography melalui kateterisasi jantung: standar dari tes
diagnosis untuk CAD. Menentukan lokasi plak dan jumlah oklusi. Selama
tes, menunjukkan kemungkinan untuk CABG (Coronary Artery Bypass
Graft) atau angioplasti.

2.5 Asuhan Keperawatan Sindrom Koroner Akut


2.5.1 Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: merokok, penggunanan kontrasepsi oral,
penggunaan obat-obatan NSAID, hipertensi, nyeri dada sering terjadi
pada saat beraktivitas.
2. Riwayat keluarga: obesitas, DM, hiperkolesterolemia
3. Pekerjaan : perlu dicatat tentang jenis pekerjaan serta adanya stress
fisik dan psikis yang dapat meningkatkan beban kerja jantung
4. Hobi : menunjukan gaya hidup, cara mengatasi ketegangan dan
pengurangan aktivitas yang mendadak
5. Riwayat penyakit klien : DM, HT, Penyakit vaskuler lainnya
6. Pola istirahat tidur tipe kepribadian serta kecemasan atau kegelisahan.
7. Pengkajian fisik
a. Nyeri dada, menekan substernal, dan terbakar, dan nyeri menyebar
ke rahang, bahu, atau lengan adalah gejala yang paling banyak
pada CAD. Nyeri substernal biasanya digambarkan seperti
tertekan, tergilas, terbakar, yang dapat menjalar ke bawah salah
satu lengan atau kedua- duanya. Dapat pula dirasakan pada leher,
pipi, dan gigi. Biasanya keluhan dikurangi dengan pemberian
nitrogliserin
b. Kelemahan, diaforesis, nausea, muntah, dan ansietas dapat terjadi.
c. Nadi lambat (bradikardi), khususnya infark pada Right Coronany
Artery ( RCA), atau mungkin nadi cepat ( takikardi). Stabil atau
terjadi perburukan angina yang progresif ketika miokard
memerlukan suplay O2 yang lebih, misal selama aktivitas.
d. Kaji semua status yang berhubungan dengan jantung : berat badan,
kelelahan, pola respirasi, toleransi aktivitas, denyut nadi perifer,
tekanan darah, edema, kaji penurunan bunyi jantung S1 dan S2,.
e. Kaji gejala lain guna mengesampingkan keluhan angina non
kardiak seperti peptic ulcer, penyakit kantung empedu.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi
- Segmen ST elevasi atau depresi, gelombang T inverse selama
serangan berlangsung atau timbul saat tes treadmill
- Disritmia (takikardi abnormal, AV block, atrial fluter atau atrial
fibrilasi) bila ada harus dicatat
b. Radiologi
- Rontgen dada : melihat gambaran kardiomegali seperti
hipertrofi ventrikel atau cardio-thorax ratio (CTR) lebih dari
50%.
- Echocardiogram : melihat adanya penyimpangan gerakan katup
dan dilatasi ruang jantung. Gerakan katup abnormal dapat
menimbulkan keluhan angina.
- Scanning jantung : melihat luas daerah iskemik pada miokard.
- Ventrikulografi sinistra : menilai kemampuan kontraksi
miokard dan pemompaan darah yang kecil akibat kelainan
katup atau septum jantung.
- Kateterisasi jantung (bila diperlukan) : melihat kepatenan arteri
koroner, lokasi sumbatan dengan tepat dan memastikan
kekuatan miokard.
c. Laboratorium darah
- Complete Blod Cells Count : anemia dan hamatokrit menurun.
Lekositosis mengindikasikan adanya penyakit infeksi yang
menimbulkan kerusakan katup jantung dan menimbulkan
keluhan angina.
- Fraksi lemak : terutama kolesterol dan trigliserida yang
merupakan factor resiko terjadinya arteri oronaria disease.
- Serum tiroid : menilai keadaan hipotiroid atau hipertiroid.
- Cardiac isoenzym : (CPK – creatinin phospokinase, CK-MB-
creatinin kinase-MB, dan LDH – lactate dehydrogenase) dan
troponin

2.5.2 Diagnosa
1. Nyeri dada berhubungan dengan iskemi miokard.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard
transien/ memanjang.
3. Ansietas berhubungan dengan serangan angina berulang.
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai proses penyakit, pengobatan, dan pemulihan penyakit.
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard
dengan kebutuhan dan adanya iskemia jaringan miokard
6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke alveoli
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson & Ward. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta :


Erlangga.
Cambridge Communication Limited.2002. Anatomi Fisiologi Sistem
Pernapasan dan Sistem KardiovaskulerJakarta:EGC.
https://books.google.co.id/books?
id=dCBJmU2jaqAC&pg=PA27&dq=anatomi+fisiologi+jantung&hl=id
&sa=X&ved=0CBwQ6AEwAGoVChMIo7GRgo_gxwIVDBWUCh1re
gZF#v=onepage&q=anatomi%20fisiologi%20jantung&f=false

Dharma, S. 2010. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :


EGC.
Gibson,John, 2002 Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.
Jakarta: EGC. https://books.google.co.id/books?id=fhq0XZVHw-
AC&printsec=frontcover&dq=anatomi+fisiologi+jantung&hl=id&sa=X
&ved=0CCUQ6AEwAmoVChMIo7GRgo_gxwIVDBWUCh1regZF#v
=onepage&q=anatomi%20fisiologi%20jantung&f=false

Gulanick, et all. 2007. Nursing Care Plans: Nursing Diagnosis and


Intervention, 6 th Edition. Philadelphia: Mosby.
Kalim, dkk. 2004. Pedoman Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia: Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Tanpa ST- Elevasi.
PERKI.
Meidiza Ariandiny, Afriwardi, Masrul Syafr, Gambaran Tekanan Darah pada
Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat
Tahun 2011-2012. 2014.Jurnal.fk.unand.ac.id

McPhee & Ganong. 2012. Patofisiologi Penyakit :Pengantar Kedokteran


Klinis. Jakarta : EGC.
Monahan, et all. 2011. Swearingen’s Manual of Medical- Surgical Nursing: A
Care Planning Resource. Philadelphia: Mosby.
NANDA.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC.Yogyakarta: MEdiAction
Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke Empat-Jilid III.
Jakarta: FKUI.
Sundana, K. 2008. Interpretasi EKG:Pedoman Untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Price,Sylvia. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai