Oleh
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Linda Tri Wira Astuti, SP., MP. Yenny Laura Butarbutar, SP.,MP.
NIP. 19801021 200312 2 002 NIP. 19881114 201902 2 001
Mengetahui,
Dr. Iman Arman, S.P., M.M Dr. Iman Arman, S.P., M.M
NIP.19711205 2001 12 1 001 NIP. 19840313 201101 2 009
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir (TA) dengan
judul “Problematika Implementasi Program Kartu Tani pada Tata Kelola
Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang”.
Proposal TA ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Pertanian (S.Tr.P). Dalam penyusunan Proposal TA ini tidak
terlepas dari berbagai pihak yang ikut membantu dan berkonstribusi. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Yuliana Kansrini, M.Si., selaku Direktur Politeknik Pembangunan
Pertanian (Polbangtan) Medan;
2. Dr. Iman Arman, S.P., M.M., selaku Ketua Jurusan Perkebunan dan Ketua
Program Studi Penyuluhan Perkebunan Presisi;
3. Dr. Linda Tri Wira Astuti, SP., MP., selaku Dosen Pembimbing I;
4. Yenny Laura Butarbutar, SP.,MP., selaku Dosen Pembimbing II;
5. Panitia Pelaksana TA Polbangtan Medan; dan
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal TA ini
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................4
1.3 Tujuan .......................................................................................................4
1.4 Manfaat/Kegunaan ...................................................................................4
ii
DAFTAR TABEL
2. Jumlah Sampel.............................................................................. 41
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
I. PENDAHULUAN
1
pertanian (saprotan), informasi panen maupun sebagai alat transaksi yang dapat
digunakan untuk transfer, tarik tunai, pembayaran, pembelian, pinjaman dan lebih
utama sebagai data penerima subsidi dan bantuan pemerintah melalui Himpunan
Bank - Bank Negara (HIMBARA) yang terdiri dari Bank Mandiri, Bank Rakyat
Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Negara Indonesia (BNI)
(Kasiami, 2020). Kartu Tani adalah kartu debit BRI co-branding yang digunakan
secara khusus untuk membaca alokasi Pupuk Bersubsidi dan transaksi pembayaran
PupukBersubsidi di mesin Electronic Data Capture (EDC) BRI (Bank Rakyat
Indonesia) yang ditempatkan di pengecer serta dapat berfungsi untuk melakukan
seluruh transaksi perbankan pada umumnya (Moko, 2017).
Sejak tahun 2017 program penyaluran pupuk bersubsidi melalui kartu tani
telah dimulai uji coba pada lima provinsi di Pulau Jawa, antara lain Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DIY. Selanjutnya, pada tahun 2018 uji coba
diperluas ke 10 provinsi lainnya, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Lampung, Aceh, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi selatan, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Barat (Kasiami, 2020). Dengan upaya pemerintah
menerapkan program kartu tani, diharapkan tidak akan lagi ada kelangkaan pupuk
untuk sektor pertanian.
Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi
besar pada sektor pertanian. Penggunaan lahan didominasi oleh perkebunan seluas
1.133.597,52 ha, sedangkan sektor pertanian dengan luas lahan 647.223 ha. Dengan
jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani yaitu sekitar 35,62%.
Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki potensi dalam bidang usaha
pertanian dan sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani adalah
Kabupaten Deli Serdang (BPS, 2022).
Selain itu, berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari penyuluh, di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang telah dicanangkan program
kartu tani pada tahun 2020, namun baru terealisasi pada tahun 2022. Dari 7500
petani sebagai penerima pupuk bersubsidi, baru hanya 570 petani yang didaftarkan
untuk menerima kartu tani dikarenakan banyak petani yang belum terintegrasi pada
catatan sipil. Dengan jumlah tersebut pada tahun 2022 realisasinya baru 270 kartu
tani yang sudah diberikan kepada petani yang datanya seperti Nomor Induk
2
Keluarga (NIK) sesuai dengan penerimanya, kemudian 160 kartu tani dikembalikan
lagi ke Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang untuk diperbaiki karena adanya
ketidaksesuaian data dengan penerimanya, lalu 132 kartu tani masih disebar di
lapangan dan masih tahap survei apakah kartu tani sesuai atau tidak dengan data
penerimanya. Adapun proses penyebaran kartu tani membutuhkan waktu yang
lumayan lama karena penerima kartu tani diberikan secara acak dari Dinas
Pertanian Kabupaten Deli Serdang. Program kartu tani di Kecamatan Hamparan
Perak bekerja sama dengan Bank Negara Indonesia (BNI). Dengan adanya program
kartu tani memberikan harapan baru kepada petani di Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, bahwa penyaluran pupuk bersubsidi akan lebih efektif
dan efisien.
Selanjutnya, berdasarkan hasil identifikasi potensi wilayah yang dilakukan
penulis kepada penyuluh dan petani yang telah mendapatkan kartu tani diketahui
bahwa implementasi program kartu tani di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten
Deli Sedang belum berjalan dengan baik. Ada beberapa permasalahan yang penulis
dapatkan terkait dengan kartu tani di daerah tersebut, antara lain 1) Petani kesulitan
memahami tentang penggunaan kartu tani, 2) Petani hanya menggunakan kartu tani
sebagai identitas untuk menebus pupuk bersubsidi, 3) Kartu tani tidak digunakan
untuk menabung dan sarana dalam pembayaran pupuk bersubsidi, 4) Kartu tani
tidak digunakan sebagai akses pembayaran Kredit Usaha Rakyat (KUR), 5) Data
yang dimasukkan ke Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) adalah data
yang belum di-update, sehingga kartu tani belum tepat sasaran, 6) Adanya
ketidaksesuaian antara luas lahan petani dengan yang terdaftar di RDKK, sehingga
petani tidak dapat menebus ataupun mendapatkan pupuk bersubsidi sesuai dengan
kebutuhannya, dan 7) Petani penggarap sawah yang lahannya setiap tahun dapat
berubah- ubah, kesulitan mendapatkan pupuk sesuai kebutuhannya, sehingga harus
membeli pupuk non-subsidi.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka
penulis tertarik untuk melakukan pengkajian yang berjudul “Problematika
Implementasi Program Kartu Tani Pada Tata Kelola Penyaluran Pupuk
Bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang”.
3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pengkajian ini, antara lain:
1. Bagaimana implementasi program kartu tani pada tata kelola penyaluran
pupuk bersubsidi di daerah penelitian?
2. Apa saja faktor – faktor penghambat implementasi program kartu tani pada
tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi di daerah penelitian?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari pengkajian ini, antara
lain:
1. Untuk mengkaji problematika implementasi program kartu tani pada tata
kelola penyaluran pupuk bersubsidi di daerah penelitian.
2. Untuk mengkaji faktor - faktor penghambat dalam implementasi program
kartu tani pada tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi di daerah penelitian.
1.4 Manfaat/Kegunaan
Ada beberapa manfaat/kegunaan dari pengkajian ini, antara lain:
1. Bagi penulis, pengkajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Terapan Pertanian (S.Tr.P) di Politeknik Pembangunan
Pertanian (Polbangtan) Medan.
2. Bagi instansi terkait, sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan penyuluhan
pertanian mengenai program kartu tani pada penyaluran pupuk bersubsidi.
3. Bagi petani, pengkajian ini dapat menambah pengetahuan petani tentang
penggunaan kartu tani.
4. Bagi pengkaji lainnya, pengkajian ini dapat menambah wawasan dan
informasi mengenai kartu tani serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi
untuk penelitian selanjutnya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tindakan pencapaian
tujuan (Aji, 2021).
B. Model Implementasi Kebijakan
Menurut Kasmad (2018) pada model implementasi kebijakan, rencana
bernilai 20%, keberhasilan implementasi 60%, sisanya 20% adalah bagaimana
mengendalikan implementasi. Semua model kebijakan implementasi berusaha
menjelaskan keberhasilan suatu pelaksanaan kebijakan. Beberapa model
implementasi kebijakan menurut para ahli yaitu :
1. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) dalam Kasmad
(2018)
Model pertama dikemukakan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn
(1975) adalah model yang paling klasik. Model ini mengendalikan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor,
dan kinerja kebijakan publik. Model kebijakan adalah yang memperlihatkan 6
(enam) variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dengan kinerja, yaitu
policy standard and objectives, policy resources, kemudian ditambah lagi dengan
4 (empat) faktor yang berhubungan dengan kinerja kebijakan, yaitu,
interorganizational communication and enforcement activities; characteristics of
the implementation agencies; economic, social, and political condition; and
disposition of implementors.
1) Standar dan Tujuan Kebijakan (Policy Standard and Objectives)
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan kinerja kebijakan adalah
standar dan tujuan-tujuan kebijakan. Oleh karena itu, indikator-indikator
keberhasilan dan tujuan-tujuan kebijakan perlu jelas sehingga pihak pelaksana
kebijakan tidak menimbulkan berbagai interpretasi yang berbeda dengan pembuat
kebijakan. Terjadinya berbagai interpretasi dari tujuan kebijakan tersebut akan
dapat menimbulkan kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan.
2) Sumber Daya Kebijakan (Policy Resources)
Selain indikator-indikator kinerja kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan
harus jelas, juga sumber-sumber daya pendukung pelaksanaan kebijakan tidak bisa
disepelekan. Sumber-sumber daya yang dimaksud di sini adalah dana, materi,
manusia, dan berbagai insentif yang dapat melancarkan pelaksanaan suatu
6
kebijakan. Insentif dapat berupa pemberian hadiah bagi mereka yang berhasil
dalam pelaksanaan pekerjaan, dan pemberian “hukuman” bagi mereka yang gagal
dalam melaksanakan tugasnya.
3) Kegiatan Komunikasi dan Penegakan Interorganisasional (Interorganizational
Communication and Enforcement Activities)
Dalam model ini, standar kinerja dan tujuan-tujuan kebijakan serta sumber-
sumber daya merupakan faktor-faktor utama yang menentukan kinerja kebijakan.
Selain faktor-faktor utama tersebut, ada faktor pendukung lain yang perlu
diperhatikan dalam memperlancar pelaksanaan kebijakan, diantaranya adalah
komunikasi antar organisasi dan aktivitas-aktivitas penguatan. Komunikasi antar
organisasi perlu untuk memperlancar proses berjalannya informasi dari sumber-
sumber informasi dalam rangka memperjelas standar-standar atau indikator-
indikator kinerja kebijakan. Baik atau tidaknya saluran komunikasi antar organisasi
pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
kebijakan tersebut. Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan
diperlukan adanya pendorong atau penguatan terhadap pihak pelaksana. Aktivitas
penguatan yang dimaksud adalah technical advice and assistance dan ganjaran baik
posistif maupun negatif, bagi pihak pelaksana kebijakan.
4) Karakteristik Badan Pelaksana (The Characteristic of The Implementing
Agencies)
Faktor pendukung kedua dalam model ini, yang ikut menetukan keberhasilan
implementasi kebijakan, adalah karakteristik badan yang melaksanakan kebijakan.
Menurut Ripley (dikutip oleh Meter dan Horn, 1971), ada 6 (enam) karakteristik
yang perlu dimiliki oleh badan pelaksana kebijakan, yaitu:
1. Kompetensi dan ukuran staf lembaga:
2. Tingkat kendali hierarki atas keputusan dan proses sub-unit di dalam
badan pelaksana:
3. Sumber daya politik lembaga (misalnya, dukungan di antara legislator
dan eksekutif:
4. Vitalitas Organisasi
5. Tingkat komunikasi “terbuka’ (yaitu, jaringan komunikasi dengan
komunikasi horizontal dan vertiKal yang bebas, dan tingkat kebebasan
7
yang relative tinggi dalam komunikasi dengan orang-orang di luar
organisasi) di dalam suatu organisasi; dan
6. Hubungan formal dan informal lembaga dengan bada “pembuat
kebijakan” atau “penegakan kebijakan”.
5) Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik (Economic, Social, and Political
Conditions)
8
2. Teori Model Implementasi George C. Edwards III (1980) dalam Kadji
(2016)
Edwards III (1980) mengemukakan: “In our approach to the study of policy
implementation, we begin in the abstract and ask: What are the preconditions for
successful policy implementation? What are the primary obstacles to successful
policy implementation?” Untuk menjawab pertanyaan penting itu, maka Edwards
III (1980) menawarkan dan mempertimbangkan 4 (empat) faktor dalam
mengimplementasikan kebijakan publik, yaitu “ Komunikasi (Communication),
Sumber Daya (Resourches), Sikap Pelaksana (Dispositions or Attitudes), dan
Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)”.
1) Komunikasi (Communication)
Edwards III (1980:10) menegaskan Implementasi kebijakan dapat berjalan
secara efektif, jika yang bertanggung jawab dalam proses implementasi kebijakan
tersebut mengetahui apa yang harus dilakukannya. Perintah untuk
mengimplementasikan kebijakan harus disampaikan secara jelas, akurat, dan
konsisten kepada orang-orang yang benar-benar mampu melaksanakannya. Jika
pesan dan perintah kebijakan yang diberikan oleh pembuat kebijakan tidak jelas
dan tidak terspesifikasikan, maka kemungkinan besar akan terjadi kesalahpahaman
di tingkat implementor kebijakan yang ditunjuk. Jelas sekali akan terjadi
kebingungan di tingkat implementor, khususnya dalam memahami deskripsi tugas
yang harus dilakukannya. Kondisi ini akan memberi peluang kepada mereka untuk
tidak mengimplementasikan kebijakan tersebut sebagaimana dikehendaki oleh para
pemberi mandat atau pembuat kebijakan.
Faktor komunikasi (dalam bentuk vertikal) memegang peran penting agar
implementor kebijakan mengetahui persis apa yang akan mereka kerjakan. Hal ini
menjadi prasyarat agar pesan dan perintah kebijakan harus komunikasikan dengan
perintah yang jelas dari atasan kepada implementor kebijakan, sehingga
implementasi kebijakan tidak keluar dari sasaran yang dikehendaki. Sebab, tidak
sempurnanya aspek komunikasi juga dapat mengakibatkan para implementor
menafsirkan kebijakan sebagai otoritas, seperti tindakan-tindakan untuk
menyempitkan kebijakan umum menjadi tindakan-tindakan spesifik. Inkonsistensi
pesan dan isi komunikasi dapat mengakibatkan hambatan yang serius dalam
9
implementasi kebijakan.
Aktivitas komunikasi dalam rangka penyampaian pesan informasi kebijakan
tersebut, harus pula memperhatikan bentuk komunikasi organisasi secara umum,
yaitu 1) Komunikasi formal adalah bentuk komunikasi yang diciptakan dan
terbentuk secara terencana, melalui jalur-jalur formal dalam organisasi publik yang
melekat pada saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana ditunjukkan melalui
struktur organisasi, 2) Komunikasi non formal, adalah komunikasi yang ada di luar
struktur organisasi publik, biasanya melalui saluran-saluran non-formal yang
munculnya bersifat insidental, menurut kebutuhan atau hubungan interpersonal
yang baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan. Inti dari kedua bentuk
komunikasi tersebut bermuara pada penciptaan produktivitas kerja dan kinerja
komunikasi, baik secara individual maupun kolektivitas dalam sebuah organisasi.
2) Sumber Daya (Resourches)
Sehubungan dengan faktor Resourches (Sumber Daya), Edwards III
(1980:10) menjelaskan: Important resourches include staff of the proper size and
with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to
implement policies and on the compliance of others involved in implementation;
the authority to ensure tha policies are carried out as they are intended; and
facilities (including buildings, equipment, land, and supplies) in which or with
which to provide services. Insufficient resourches will mean that laws will not be
enforced, services will not be provided, and reasonable regulations will not be
developed.
Sumber daya yang penting meliputi staf yang tepat dengan keahlian yang
dibutuhkan, informasi yang cukup dan relevan tentang cara untuk
mengimplementasikan kebijakan dan terjadi penyesuaian terhadap siapa saja yang
terlibat di dalam implementasi kebijakan, kewenangan untuk meyakinkan bahwa
kebijakan ini dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu, dan berbagai fasilitas
(termasuk bangunan, peralatan, tanah dan persediaan) di dalamnya untuk
kepentingan pelayanan publik.
Faktor sumber daya tidak hanya mencakup jumlah
sumber daya manusia atau aparat semata melainkan juga mencakup kemampuan
sumber daya manusia untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut
(kapasitas dan motivasi). Hal ini dapat menjelaskan tes bahwa sumber daya yang
10
memadai dan memenuhi kualifikasi akan menghasilkan kinerja dalam
implementasi kebijakan yang tepat dan efektif.
Betapapun jelas, akurat dan konsistennya perintah implementasi kebijakan
tersebut, namun apabila orang-orang yang bertanggungjawab terhadap
implementasi kebijakan tersebut kekurangan sumber daya dalam pekerjaan mereka,
maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya yang
penting antara lain:
1. Jumlah staf yang cukup dengan keahlian yang memadai
2. Informasi yang cukup dan relevan mengenai instruksi implementasi
kebijakan
3. Otoritas yang menjamin bahwa kebijakan tersebut dilaksanakan sesuai
dengan apa yang menjadi sasaran dan tujuan dari kebijakan, serta dukungan
fasilitas, termasuk sarana/prasarana, dan aktivitas untuk memberikan
pelayanan publik.
4. Sumber daya yang tidak mencukupi menunjukkan bahwa kebijakan tersebut
tidak akan dapat diimplementasikan, pelayanan prima tidak akan
dilaksanakan, dan aturan-aturan yang masuk akalpun tidak akan disusun
dengan sebaik-baiknya.
3) Sikap Pelaksana (Dispositions or Attitudes)
Edwards III (1980:11) menjelaskan :The dispositions or attitudes of
implementations is the third critical factor in our approach to the study of public
policy implementation. If implementation is proceed effectively, not only must
implementers know what to do and have the capability to do it, but they must also
desire to carry out a policy. Most implemntors can exercise considerable discretion
in the implementation io policies. One of the reasons for this is their independence
from their nominal superiors who formulate the policies. Another reason is the
complecity of the policies themselves. The way in which implementers exercise their
dicretion, however, depends in large part upon their dispositions toward the
policies. Their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the
policies per se and by how they see the policies effecting their organizational anf
personal interests.
11
Sikap pelaksana merupakan faktor penting ketiga dalam proses implementasi
kebijakan publik. Jika implementasi kebijakan diharapkan berlangsung efektif,
maka para implementor kebijakan tidak hanya mengetahui apa yang harus
dilakukan dan memiliki kapabilitas untuk melaksanakannya, tetapi mereka juga
harus mempunyai keinginan dan kecenderungan sikap positif untuk melaksanakan
kebijakan tersebut. Kebanyakan para implementor menggunakan sedapat mungkin
otoritas dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan. Salah satu alasan
mengenai hal ini disebabkan independensi mereka terhadap eksistensi dari pembuat
kebijakan. Alasan yang lain adalah kompleksitas masalah dari kebijakan itu sendiri.
Meskipun cara lain para implementor menggunakan otoritasnya tergantung dari
kecenderungan sikap mereka yang mengacu kepada kebijakan-kebijakan tersebut,
namun pada akhirnya sikap merekalah yang akan mempengaruhi cara pandang
mereka terhadap kebijakan tersebut dan bagaimana mereka melihat kebijakan akan
berdampak terhadap kepentingan perorangan dan organisasi mereka.
Terkadang para implementor tidak selalu melaksanakan kebijakan sesuai
dengan keinginan pembuat kebijakan. Akibatnya pembuat kebijakan sering
berhadapan dengan tugas-tugas untuk memanipulasi atau bekerja dalam lingkungan
disposisi para pelaksananya atau bahkan membatasi otoritasnya. Jika para
implementor memiliki kecenderungan sikap yang baik terhadap kebijakan tertentu,
maka mereka cenderung melaksanakannya sesuai juga dengan apa yang diharapkan
oleh pembuat kebijakan sebelumnya. Tetapi ketika perilaku dan perspektif para
implementor berbeda dengan pembuat keputusan, maka proses implementasi
kebijakan akan semakin tidak terarah dan bahkan akan membingungkan.
4) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)
Edwards III (1980:11) menjelaskan: Even If sufficient resourches to
implement a policy exist and implementers know what to do and want to do it,
implementation may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic
structure. Organizational fragmentation may hinder the coordination necessary to
implement successfully a complex policy requiring the cooperation of many people,
and it may also waste scarce resourches, inhibit change, create confusion, lead to
policies working at cross-purposes, and result in important functions being
overlooked.
12
Meskipun sumber daya dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan
telah mencukupi dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan serta
bersedia untuk melaksanakannya, tapi terkadang proses implementasi kebijakan
masih terhambat oleh in-efisiensi struktur birokrasi. Fragmentasi organisasi dapat
menghambat koordinasi yang diperlukan guna keberhasilan proses implementasi
sebuah kebijakan. Disisi lain bahwa dalam implementasi kebijakan membutuhkan
kerjasama yang melibatkan banyak orang. Hal ini menyebabkan terbuangnya
sumber daya yang langka, menutup kesempatan, menciptakan kebingungan,
menggiring kebijakan-kebijakan untuk menghasilkan tujuan silang, dan
mengakibatkan fungsi-fungsi penting menjadi terlupakan.
Para implementor kebijakan akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan
mempunyai keinginan dan sumber daya untuk melakukan kebijakan, tetapi mereka
akan tetap dihambat dalam proses implementasinya oleh struktur organisasi yang
mereka layani. Asal usul karakterisitik organisasi, fragmentasi birokrasi yang
berbeda akan tetap menghambat implementasi kebijakan. Mereka selalu
menghambat implementasi kebijakan, pemborosan sumber daya, melakukan
tindakan yang tidak diharapkan, menghambat koordinasi, akibat proses
implementasi kebijakan yang berbeda dan berlawanan arah, dan inilah sebab
musabab terhadinya kegagalan implementasi dari sebuah kebijakan publik.
3. Teori Model Implementasi Kebijakan Publik Merilee S. Grindle (1980)
dalam Kasmad (2018)
Model Merilee S. Grindle (1980), model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan
konteks implementasinya. Dalam model implementasi kebijakan Grindle (1980 :
11) menamakan modelnya “Implementation as a Political and Administratif
Process”. Pada model ini, menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan
kebijakan, program-program tindakan dan proyek-proyek individual telah tersusun
dan dibiayai, aktivitas-aktivitas pelaksanaan kebijakan, dan hasil dari kebijakan.
Menurut Grindle (1980:11) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
kebijakan adalah “content” dan “context” dari kebijakan tersebut.
1) Content atau isi kebijakan, terdiri dari:
1. Kepentingan - Kepentingan yang Mempengaruhi (Interest Affected)
Keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan sangat tergantung pada
13
kepentingan-kepentingan yang ada pada kebijakan tersebut. Dalam hal ini, apakah
kebijakan itu mewakili kepentingan orang-orang tertentu saja atau mewakili
kepentingan-kepentingan masyarakat luas. Suatu kebijakan akan berhasil apabila
mendapat dukungan luas dari masyarakat sebagai kelompok sasaran dari. Suatu
kebijakan akan mendapat dukungan yang luas dari kelompok sasarannya kalau
kebijakan tersebut mewakili kepentingan-kepentingannya, demikian pula
sebaliknya.
2. Tipe Manfaat (Type of Benefits)
Keberhasilan suatu kebijakan kalau kebijakan tersebut memberikan manfaat
yang banyak terhadap kelompok sasarannya dan kebijakan tersebut akan mendapat
dukungan yang luas dari kelompok sasarannya. Hal ini juga terjadi sebaliknya,
kalau suatu kebijakan hanya memberikan manfaat yang sedikit kepada kelompok
sasarannya.
3. Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai (Extent of Change Evisoned)
Suatu kebijakan yang menginginkan perubahan yang besar, maka semakin
sulit dalam implementasinya. Dalam hal ini, perubahan yang besar yang merupakan
tujuan dari suatu kebijakan maka terdapat kesulitan dalam mencapai tujuannya.
4. Letak Pengambilan Keputusan (Site of Decision Making)
Keberhasilan atau kegagalan suatu kebijakan diimplementasikan sangat
tergantung pada tempat pengambilan keputusan. Semakin jauh lokasi pengambilan
keputusan, maka semakin besar kemungkinan implementasi kebijakan tidak
berhasil dan demikian pula sebaliknya.
5. Pelaksana Program (Program Implementors)
Salah satu yang menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi
kebijakan adalah para pelaksananya. Implementor yang memiliki kemampuan dan
komitmen yang kuat tentunya kebijakan tersebut berhasil.
6. Sumber Daya yang Digunakan (Resources Commited)
Ketersedian sumber-sumber daya pendukung implementasi kebijakan akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kebijakan tersebut. Tentunya,
kekurangan sumber-sumber daya pendukung akan menyulitkan keberhasilan
pelaksanaan suatu kebijakan.
14
2) Context atau lingkungan kebijakan, terdiri dari :
1. Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Strategi dari Pelaksana yang
Terlibat (Power, Interests, and Strategies of Actor Involved)
Keberhasilan suatu kebijakan kalau aktor yang terlibat dalam implementasi
kebijakan tersebut mempunyai kekuatan, kepentingan, dan strategi-strategi dalam
pelaksanaan suatu kebijakan.
2. Karakteristik atau
Rezim yang Berkuasa (Institution and Regime
Characteristics)
Keberhasilan kebijakan akan ditentukan pula oleh dukungan institusi dan
rezim yang berkuasa. Dukungan ini bervariasi tergantung dari karakteristik rezim
berkuasa.
3. Tingkat Kepatuhan dan Adanya Respon dari Pelaksana (Compliance and
Responsiveness)
Kebijakan akan berhasil apabila ada kesesuain tujuan dan bentuk program.
Hal yang sama pula kalau para implementor bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan kebijakan. Keterkaitan konsep-konsep yang berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan. Berdasarkan model proses implementasi kebijakan yang
dikemukakan oleh Grindle, terlihat keunggulan yang dimilikinya adalah
kemampuannya mengidentifikasi dan menjelaskan bukan saja karakteristik
birokrasi sebagai pelaksana, tetapi juga kekuasaan dan kelompok-kelompok
kepentingan yang berkaitan dengan implementasi kebijakan tersebut.
Kelemahannya adalah ketidak jelasan mana variabel yang berpengaruh secara
langsung dan variabel yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap hasil
kebijakan.
C. Faktor Penghambat dalam Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi program sendiri memiliki suatu hambatan diantaranya
menurut Rondinelli dan Cheema (Erwan dan Dyah 2015) dalam Aji (2021)
mengidentifikasi 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan implementasi
yaitu:
1. Kondisi Lingkungan (Environmental Conditions)
Kondisi lingkungan sangat menentukan pelaksanaan kebijakan. Agar
pelaksanaan kebijakan berjalan dengan baik, maka harus dilihat kondisi lingkungan
15
setiap wilayahnya dengan kondisi geografis, sosial, ekonomi, politik, karena
kebijakan yang baik dan berkualitas tidak akan berhasil diimplementasikan jika
kondisi lingkungan kurang kondusif.
2. Hubungan Antar Organisasi (Inter-Organitational Relationship)
Menjalin sebuah kerja sama dengan pihak lain demi tercapainya pelaksanaan
kebijakan dengan baik. Menciptakan sebuah koordinasi yang baik antar pelaksana
kebijakan dengan kelompok sasaran atau dengan pihak yang bekerja sama, seperti
persamaan persepsi tentang tujuan kebjakan atau program, miliki sarana
komunikasi yang baik dan memadai serta persamaan kepentingan.
3. Sumber Daya (Resources)
Prasyarat bagi keberhasilan suatu implementasi kebijakan, yaitu adanya
dukungan dari sumber daya yang dibutuhkan, dan sumber daya tersebut memadai
untuk melaksanakan kebijakan atau progam yang akan diimplementasikan.,
diantaranya Sumber Daya Manusia (SDM) atau Sumber Daya Finansial (SDF),
teknologi, politik, dan informasi yang berkualitas.
4. Karakteristik Institusi Implementor (Characteristic Implementing Agencies)
Didalam sebuah pelaksaan kebijakan agar mencapai keberhasilan yang
maksimal, harus mengidentifikasi dan mengetahui karakteristik instusi yang
mencakup struktur birokrasi, dan norma-norma yang berada didalamnya. Semua
akan mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan atau program, respon
implementor terhadap kebijakan yang terkait, dengan kemauan implementor untuk
melaksanakan kebijakan publik dan pemahaman terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan serta yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan.
16
kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan
yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Good governance menyentuh 3
(tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau
dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan
kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam
penyelenggaraan negara yang baik.
17
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dengan pengendalian pelaksanaan
kebijaksanaan publik yang terkait dengan dirinya. Data dan informasi yang
berkaitan dengan tugas/fungsi aparatur pemerintah (instansi) yang bersangkutan
harus disediakan secara benar, misalnya data Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh
Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), data guru oleh Departemen
Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS), data realisasi panen padi oleh Departemen
Pertanian, dan sebagainya. Perlunya dihindari adanya data dan informasi yang
bersifat “menyenangkan” tetapi menutupi yang sebenarnya. Sebab keputusan atau
kebijakan publik (public policy) yang diambil pimpinan yang tidak didasarkan pada
data dan informasi yang sebenarnya, maka keputusan atau kebijaksanaan tersebut
akan menimbulkan masalah baru seperti masalah lingkungan, anggaran
(pemborosan), dan penderitaan transmigran yang ditempatkan di sana.
3. Ketaatan pada Aturan Hukum
Aparatur pemerintah menjunjung tinggi dan mendasarkan setiap tindakannya
pada aturan hukum, baik yang berkaitan dengan lingkungan eksternal (masyarakat
luas) maupun yang berlaku terbatas di lingkungan internalnya, misalnya: aturan
kepegawaian dan aturan pengawasan fungsional. Prinsip ini juga mensyaratkan
terbukanya kesempatan kepada masyarakat luas untuk terlibat dan berpartisipasi
dalam perumusan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
masyarakat. Prinsip komitmen yang kuat untuk bekerja bagi kepentingan bangsa
dan negara, dan bukan pada kelompok, pribadi atau partai yang menjadi idolanya
Prinsip ini merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh aparatur pemerintahan.Hal ini
sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintah, sebagai pembina, pengarah, dan
penyelenggara pemerintahan umum dan pembangunan (dalam batas-batas
tertentu).
Prinsip komitmen untuk mengikutsertakan dan memberi kesempatan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Prinsip ini menegaskan
bahwa tanpa komitmen ini, maka yang timbul bukan partisipasi masyarakat tetapi
antipati dan ketidaksukaan dalam diri masyarakat terhadap perilaku dan
kebijaksanaan aparatur pemerintah. Pada saat yang sama, dalam diri aparatur
pemerintah akan tumbuh secara perlahan tetapi pasti sikap mendominasi, anggapan
atau perasaan paling tahu, paling bisa dan paling berkuasa, dan cenderung tidak
18
mau tahu kondisi dan pendapat orang lain, yang pada akhirnya menimbulkan
arogansi birokrasi pemerintah.
C. Pilar Tata Kelola Pemerintahan
Menurut Mardiasmo (2021) dalam Arfin (2022) karakteristik pelaksanaan
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) meliputi:
1. Participation
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara serta partisipasi secara konstruktif.
2. Rule of Law
Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3. Transparency
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi.
Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
4. Respowiveness
Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholders.
5. Consensus of orientation
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity
Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and Effectiveness
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif).
8. Accountability
Pertanggung jawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
9. Strategic Vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.
19
2.1.3 Program
Program dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah rancangan
mengenai asas serta usaha (dalam ketatanegaraan, perekonomian, dan sebagainya)
yang akan dijalankan. Program serangkaian tindakan atau kegiatan yang sistematis,
yang sengaja dirancang atas dasar kebutuhan atau permasalahan tertentu, yang
bertujuan untuk menghasilkan dampak atau hasil yang baik. Pelaksanaan dari
program itu sendiri melibatkan banyak pihak yang harus mampu untuk
berkoordinasi demi berjalannya program secara sistematis. Maka dapat
disimpulkan bahwa program terdiri dari beberapa komponen-komponen yang
saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Komponen program adalah bagian yang membangun sebuah program yang saling
terkait dan merupakan faktor penentu keberhasilan program. Komponen-
komponen dari tiap program tidak sama, komponen sangat dipengaruhi dari tingkat
dari kompleksitas kegiatan program yang bersangkutan (Hanifah, 2022).
Penjabaran suatu program sedikitnya terlihat dari 5 (lima) hal yaitu:
1. Berbagai sasaran konkrit yang hendak dicapai;
2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan itu;
3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya;
4. Jenis-jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan; dan
5. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut kualifikasinya
maupun ditinjau dari segi jumlahnya.
(Hanifah, 2022).
20
database petani yang berisi diantaranya data yang terdapat di Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK), identitas pribadi dan jumlah alokasi pupuk
bersubsidi serta monitoring transaksi pembayaran pupuk bersubsidi untuk petani di
pengecer yang telah ditentukan oleh pemerintah. Aplikasi E-RDKK membutuhkan
data usulan RDKK masing-masing kelompok tani dan data alokasi pupuk
bersubsidi, serta administrator user yang memiliki akses untuk mengelola
(membuat/mengubah/menghapus) seluruh user yang ada dalam aplikasi E-RDKK.
Kebijakan kartu tani adalah bantuan dari pemerintah untuk petani kurang
mampu/miskin dengan harapan meningkatkan produksi dan produktivitas
komoditas pertanian.
B. Pengertian Kartu Tani
Kartu Tani adalah kartu debit bank co- branding yang digunakan secara
khusus untuk membaca alokasi pupuk bersubsidi dan transaksi pembayaran pupuk
bersubsidi di mesin Electronic Data Capture (EDC) milik bank-bank yang
tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara) antara lain; Bank Rakyat
Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Negara
Indonesia (BNI) yang ditempatkan di pengecer/kios resmi untuk penebusan pupuk
bersubsidi ( Mufidah dan Indah, 2018).
Kartu tani sebagai upaya menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam
penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, dan menindaklanjuti rekomendasi
Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), maka akan dilakukan implementasi penebusan pupuk bersubsidi
menggunakan kartu tani. Sehingga, diharapkan penyaluran pupuk bersubsidi akan
lebih terjamin dan tepat sasaran bagi petani yang berhak menerima. Program kartu
tani ini melibatkan beberapa instansi terkait yaitu Kementrian Koordinator
Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Badan Usaha Milik
Negara, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian
Pertanian, Gubernur dan Bupati/ Wali Kota (Kasiami, 2020).
Menurut Gunawan dan Sahat (2020) kartu tani berfungsi sebagai kartu debit
untuk penerimaan tabungan, pinjaman, subsidi maupun bantuan yang memuat
identitas petani pemilik kartu. Kartu tani merupakan suatu basis data yang berisi
data dan informasi terkait dengan identitas petani (nama, Nomor Induk
21
Kependudukan (NIK) dan alamat), luas lahan, komoditas, alokasi pupuk bersubsidi,
kebutuhan sarana produksi pertanian (saprotan), dan hasil panen.
C. Manfaat, Tujuan dan Sasaran Kartu Tani
Keberadaan kartu tani tidak hanya menguntungkan bagi para petani, di sisi
lain kartu tani juga memberikan banyak manfaat dan keuntungan pada pemerintah
sendiri. Dalam hal ini yang memegang peranan penting adalah Kementerian
Pertanian (Arfin, 2022).
Adapun manfaat keberadaan kartu tani bagi pemerintah dalam menyusun
kebijakan pertanian di antaranya yaitu:
1. Lebih Mudah Mendata Petani
Kartu tani ini nantinya menjadi single entry data bagi pemerintah dalam
proses validasi secara berjenjang. Validasi tersebut juga semakin mudah karena
data petani dalam kartu tani akan tersimpan secara online pada tingkat nasional.
2. Dana Subsidi
Manfaat berikutnya bagi pemerintah dengan adanya kartu tani adalah
membantu proses transparansi dalam pemberian dana subsidi pertanian oleh
Kementrian Keuangan. Transparansi ini merupakan kunci yang paling penting agar
bantuan dana subsidi dapat diterima kesasaran dengan tepat. Selain itu, juga
menghindari adanya penyelewengan dana dari pihak-pihak yang tak bertanggung
jawab, sehingga kesejahteraan petani menjadi terganggu.
3. Program Bantuan Pupuk Bersubsidi Tersalurkan Dengan Baik
Pupuk merupakan komponen yang paling penting bagi petani untuk
meningkatkan produktivitas pertaniannya. Kartu tani bisa digunakan bagi para
petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi di kios-kios yang ditentukan
kementrian pertanian. Kartu tani yang dimiliki oleh para petani berisikan kuota
pupuk yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kebutuhan tersebut tergantung luas
lahan yang dimiliki para petani.
4. Memperoyeksikan Potensi Panen
Kartu tani juga bisa digunakan oleh pemerintah dalam memproyeksikan
potensi panen di wilayah tertentu. Hal ini dikarenakan dalam kartu tani semua data
komoditas pertanian dapat dipantau, baik itu berupa nilai jual panen dan sebagainya
melalui data yang dimiliki oleh BULOG sebagai off taker. Pemerintah pun bisa
22
menentukan langkah apa saja yang harus dilakukan pada daerah yang berpotensi
gagal panen di kemudian hari.
5. Peran Serta Stakeholder Lainnya
Peranan para pemerintah daerah sangat menentukan kesuksesan program
kartu tani tersebut. Khususnya dinas pertanian yang di kabupaten dan kota.
Stakeholder lainnya yang memiliki andil besar dalam pelaksanaan program kartu
tani adalah BULOG. Disini BULOG bertindak sebagai off taker penjualan hasil
panen petani secara langsung. Dengan begitu, para petani dapat menikmati
keuntungan hasil panen secara menyeluruh (Arfin, 2022).
Menurut Hanifah (2022) ada beberapa manfaat keberadaan kartu tani bagi
petani dan pihak ketiga seperti yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Manfaat keberadaan kartu tani bagi petani yaitu:
1. Kepastian ketersediaan saprotan bersubsidi/non-subsidi;
2. Kemudahan penjualan hasil panen oleh off taker (tanpa melaui perantara);
3. Kemudahan akses pembayaran Kredit Usaha Rakyat (KUR);
4. Menumbuhkan kebiasaan menabung (tidak konsumtif);
5. Biaya simpanan lebih ringan;
6. Mendapatkan Program Prona (BPN);
7. Kemudahan mendapatkan subsidi;
dan
8. Memudahkan mendapatkan bansos.
b. Manfaat keberadaan kartu tani bagi pihak ketiga yaitu:
1. Informasi perkiraan jadwal panen (per komoditas dan sebaran wilayah);
2. Penyediaan anggaran serapan hasil panen;
3. Informasi untuk penyediaan gudang dan penanganan pasca
panen;
4. Informasi kebutuhan pupuk beserta sebaran wilayah;
5. Distribusi pupuk lebih akurat dan sesuai 6 (enam) tepat (tepat jumlah,
waktu, tempat, mutu, jenis dan sasaran);
6. Mempermudah manajemen stok dan perkiraan produksi pupuk; dan
7. Kemudahan transaksi pembayaran hasil panen kepada petani
melalui
sistem pembayaran yang terintegrasi.
23
c. Tujuan yang ingin dicapai dari program kartu tani bagi masyarakat yaitu
penyaluran pupuk bersubsidi yang tepat sasaran dengan berlandaskan pada 6
(enam) asas yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi, tepat
waktu, dan tepat harga. Petani yang menggunakan kartu tani mendapatkan
pupuk bersubsidi sesuai kebutuhan diseluruh agen atau kios yang telah
ditentukan, dimana kegiatan pertanian dapat berjalan aman tanpa terganggu
oleh tidak tersedianya pupuk bersubsidi. Kartu tani juga berfungsi sebagai
tabungan yang dapat digunakan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Ashari dan Dyah, 2019).
d. Sasaran dari penerapan kartu tani ini menurut Kementerian Pertanian (2022)
tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi tahun
anggaran 2022, antara lain:
1. Petani penerima pupuk bersubsidi adalah warga negara Indonesia
perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani
di bidang tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), hortikultura (cabai,
bawang merah, bawang putih), dan perkebunan (tebu rakyat, kakao,
kopi);
2. Petani harus tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar dalam Sistem
Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan); dan
3. Petani yang melakukan usaha tani sub sektor tanaman pangan, sub
sektor perkebunan, sub sektor hortikultura dan sub sektor peternakan
dengan luasan maksimal 2 (dua) ha setiap musim tanam.
24
program pemerintah di sektor pertanian. Selanjutnya, penyaluran adalah proses
pendistribusian pupuk bersubsidi dari tingkat produsen sampai dengan tingkat
petani dan/ atau kelompok tani sebagai konsumen akhir. Penyaluran pupuk
bersubsidi kepada petani melalui pengecer pupuk bersubsidi. Pengecer adalah
badan usaha yang ditunjuk oleh distributor berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli
(SPJB) dengan kegiatan pokok melakukan penjualan pupuk bersubsidi secara
langsung hanya kepada Petani dan/ atau kelompok tani di wilayah tanggung
jawabnya.
Pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang
Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi tahun anggaran 2022.
Pupuk bersubsidi adalah pupuk dalam pengadaannya mendapatkan potongan biaya
dari pemerintah dengan mekanisme pengawasan tertentu yang ditujukan bagi petani
di sektor pertanian. Selanjutnya, pada pasal (2) ayat (2) jenis pupuk bersubsidi
terdiri atas Urea, Nitrogen, Phosphat, dan Kalium (NPK).
25
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam rangka mendukung pengkajian ini, ada beberapa hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
No. Judul Tujuan penelitian Metode Kesimpulan
Penelitian
1. Problematika Tujuan penelitian Menggunakan Hasil dari penilitian ini adalah
Impelementasi ini untuk metode kualitatif. 1) Pelaksanaan program kartu
Program Kartu memberikan Lokasi tani di wilayah kerja BPP
Tani di analisis ditentukan Kecamatan Bonang
Wilayah Kerja pelaksanaan dan dengan purposive Kabupaten Demak sudah
Balai permasalahan sampling. sesuai dengan SOP kartu tani
Penyuluhan dalam Penentuan yang dibuat oleh pembuat
Pertanian implementasi informan kebijakan, walaupun
Kecamatan program kartu tani menggunakan demikian permasalahan
Bonang di wilayah kerja metode snowball teknis dan non teknis terdapat
Kabupaten Balai Penyuluhan sampling. pada setiap tahapan
Demak Pertanian Analisis data pelaksanaan program kartu
(Prayoga dkk, Kecamatan yang digunakan tani.
2021) Bonang adalah analisis 2)Permasalahan
Kabupaten Demak model interaktif implementasi program kartu
Miles dan tani dipengaruhi oleh faktor
Huberman komunikasi, sumberdaya,
meliputi reduksi disposisi dan struktur
data, penyajian birokrasi yang menjadikan
dan penarikan kompleksitas dan
kesimpulan kesinambungan dalam
permasalahan.
2. Problematika Tujuan dari Jenis penelitian Dari hasil penelitian dapat
Implementasi penelitian dalam ini yang diketahui bahwa
Penyaluran penulisan skripsi digunakan adalah problematika implementasi
Pupuk ini adalah: deskriptif penyaluran pupuk bersubsidi
Bersubsidi 1) Untuk kualitatif dengan melalui kartu tani di
melalui Kartu mengetahui menggunakan Kecamatan Kranggan telah
Tani di problematika data primer dan diimplementasikan dengan
Kecamatan implementasi sekunder, dalam baik sesuai dengan teori
Kranggan penyaluran pupuk hal ini teknik Edward III dengan empat
Kabupaten bersubsidi melalui pengumpulan variable untuk menentukan
Temanggung kartu tani di data yaitu keberhasilan dari
(Hanifah, Kecamatan wawancara, implementasi kebijakan
2022) Kranggan observasi, dan program pupuk subsidi,
Kabupaten dokumentasi. empat variabel tersebut
Temanggung. adalah komunikasi, sumber
2) Untuk daya, disposis, dan struktur
mengetahui faktor birokrasi. Meskipun masih
pendukung dan terdapat kendala jarak KPL
penghambat dalam yang jauh dari sasaran
problematika masyarakat, dan rendahnya
implementasi Sumber Daya Manusia
penyaluran pupuk (SDM), serta kurang antusias
bersubsidi melalui petani.
kartu tani di
Kecamatan
Kranggan
Temanggung
26
Lanjutan Tabel 1.
No. Judul Tujuan penelitian Metode Penelitian Kesimpulan
3. Problemati 1. Untuk Penelitian ini Hasil penelitian
ka mengetahui mengunkan menggambarkan implementasi
Implementa bagaimana metode deskriftif program beras miskin untuk
si Program Problematika kualitatif keluarga miskin (Raskin) di
Beras implentasi Desa Tuo Ilir Kecamatan Tebo
Miskin program beras Ilir Kabupaten Tebo belum
(Raskin) di miskin (RASKIN) sesuai dengan apa yang
Desa Tuo di Desa Tuo Ilir digharapkan. Adapun
Ilir Kecamatan Tebo permasalahan yang timbul
Kecamatan Ilir Kabupaten dalam implementasi program
Tebo Ilir Tebo
beras untuk rakyat miskin
Kabupaten (Raskin) di Desa Tuo Ilir
2. Untuk
Tebo Kecamatan Tebo Ilir Kabupaten
mengetahui faktor
(Supianto, Tebo adalah sebagai berikut:
pendukung dan
2019) penetapan daftar nama-nama
penghambat dalam
RTS (Rumah Tangga Sasaran)
problematika
raskin yang tidak sesuai,
implementasi
kurangnya koordinasi dengan
beras miskin di
pihak penyelengara pelaksana
Desa Tuo Ilir
distribusi beras raskin,
Kecamatan Tebo
kurangnya pengawas dari
Ilir Kabupaten
pejabat yang berwewenang
Tebo
terhadap proses penyaluran
Raskin, Seperti 6 T ( Tepat
Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat
Harga, Tepat Waktu, Tepat
Kualitas, dan Tepat
Administrasi). Sebagai patokan
keberhasilan pemerintahan
dalam menjalankan kebijakan
yaitu pembagian beras tidak
tepat waktu dikarenakan stuktur
birokrasi yang terlalu panjang,
dan rumit serta mutu beras yang
rendah akibat kurangnnya
pengawasan pemerintahan
terhadap standar mutu beras
yang kemudian didistribusikan
kemasyarakat.
4. Hambatan- Penelitian ini Metode yang Hasil penelitian menunjukkan,
Hambatan bertujuan untuk digunakan adalah isi kebijakan masih menjadi
Dalam mengetahui dan pendekatan hambatan utama.
Penyaluran menganalisis kualitatif dengan Ketidakberanian pemerintah
Pupuk hambatan- pengambilan data kabupaten dalam menginisasi
Bersubsidi hambatan yang observasi, kebijakan yang disesuaikan
Melalui terjadi dalam wawancara dan dengan kebutuhan lokal.
Kartu Tani penyaluran pupuk dokumentas.
Di bersubsidi melalui Penentuan
Kabupaten kartu tani di informan
Bojonegoro Kabupaten menggunakan
(Kasiami, Bojonegoro. purposive
2020) sampling
27
Lanjutan Tabel 1.
No. Judul Tujuan penelitian Metode Penelitian Kesimpulan
5. Implement Tujuan dari Jenis penelitian Hasil dari penelitian ini
asi penelitian ini yang digunakan menunjukan bahwa
Program adalah untuk adalah deskriptif implementasi program
Penyaluran menganalisis dengan penyaluran pupuk bersubsidi di
Pupuk implementasi pendekatan Desa Durung Bedug Kecamatan
Bersubsidi program kualitatif. Candi Kabupaten Sidoarjo
Melalui penyaluran pupuk sudah cukup baik namun belum
Kartu Tani bersubsidi melalui bisa ditebus dengan
di Desa Kartu Tani di Desa menggunakan Kartu Tani
Durung Durung Bedug karena beberapa kendala yang
Bedug Candi Sidoarjo. dihadapi seperti beberapa Kartu
Kecamatan Tani masih berstatus nonaktif,
Candi mesin EDC belum bisa
Kabupaten membaca alokasi pupuk
Sidoarjo bersubsidi, dan sebagian petani
(Prabawati, merasa mekanisme baru
2017) penebusan pupuk bersubsidi
menggunakan Kartu Tani lebih
rumit sehingga tujuan dari
program penyaluran pupuk
bersubsidi melalui Kartu Tani
ini masih belum tercapai.
28
2.3 Kerangka Pikir
Program kartu tani sebenarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2016 di
Indonesia, namun di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang baru
terealisasi tahun 2022, hanya saja program ini belum berjalan dengan baik dan
banyak faktor yang menjadi penyebabnya salah satunya hambatan di lapangan.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian khususnya pada sektor
pertanian, mengoptimalkan program ini supaya berjalan secara baik dan efektif, dan
dapat meningkatkan kesejahteraan para petani Indonesia khususnya di Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
Maka dengan ini untuk mengkaji implementasi program kartu tani
menggunakan model implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III
(1980) yaitu komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan model implementasi
menurut Van Metter dan Van Horn (1975) yaitu disposisi pelaksana, kondisi
ekonomi, sosial dan politik. Selanjutnya, untuk mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan implementasi menurut Rondinelli dan Cheema (2015)
dalam Aji (2021), yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumber
daya, dan karakter institusi implementor.
Dapat dilihat dari permasalahan, upaya untuk mengatasi permasalahan
implementasi kebijakan program kartu tani ini diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian dalam sektor pertanian dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berprofesi sebagai petani dan diharapkan program ini berjalan
dengan baik dan penyaluran pupuk bersubsidi ini tepat sasaran berlandaskan dengan
6 (enam) tepat yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat lokasi,
dan tepat harga.
Selain itu semoga program kartu tani ini berdampak baik bagi masyarakat yang
berprofesi sebagai petani khususnya di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten
Deli Serdang. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka digambarkan kerangka pikir
dalam pengkajian Problematika Implementasi Program Kartu tani pada Tata Kelola
Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
29
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana implementasi program kartu tani pada tata kelola penyaluran pupuk
bersubsidi di daerah penelitian?
2. Apa saja faktor - faktor penghambat implementasi program kartu tani pada tata kelola
penyaluran pupuk bersubsidi di daerah penelitian?
Tujuan :
1. Untuk mengkaji problematika implementasi program kartu tani pada tata kelola
penyaluran pupuk bersubsidi di daerah penelitian.
2. Untuk mengkaji faktor - faktor penghambat dalam implementasi program kartu tani
pada tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi di daerah penelitian.
Sumber daya
Kondisi Karakter
Ekonomi, Sosial, Sumber Daya Institusi
Struktur Birokrasi dan Politik Implementor
Hasil Pengkajian
30
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan pengkajian, maka hipotesis dalam
pengkajian ini adalah :
1. Diduga faktor – faktor yang menghambat implementasi program kartu tani
pada tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi di Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, antara lain kondisi lingkungan, hubungan antar
organisasi, sumber daya, dan karakteristik institusi implementor.
31
III. METODOLOGI
32
sosial yang dihadapi dalam kegiatan penelitiannya itu (Abdussamad, 2021).
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum
terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak
ditentukan terlebih dahulu, tetapi di dapat setelah melakukan analisis terhadap
kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian (Rahmat, 2019).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena peneliti
menganggap permasalahan yang diteliti cukup kompleks dan dinamis, sehingga
data yang diperoleh dari para narasumber tersebut dijaring dengan metode yang
lebih alamiah yakni wawancara (interview) langsung dengan para narasumber
sehingga didapatkan jawaban yang alamiah. Selain itu, peneliti bermaksud untuk
memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori
yang sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan
Implementasi program kartu tani pada tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
33
dari sumber datanya menggunakan sumber primer dan sumber sekunder, dan cara
mendapatkan datanya dilakukan secara wawancara (interview), observasi
(pengamatan), dokumentasi dan triangulasi.
34
3. Peristiwa atau Aktivitas
Peristiwa atau aktivitas merupakan salah satu sumber data yang dapat
digunakan dalam penelitian. Melalui pengamatan terhadap suatu peristiwa atau
aktivitas, dapat diketahui bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti, karena
disaksikan secara langsung oleh peneliti. Aktivitas sebagai sumber data penelitian
dapat berlangsung secara disengaja ataupun tidak disengaja, secara rutin dan
berulang, atau hanya sekali saja terjadi dan secara kebetulan ditemukan oleh
peneliti.
4. Tempat atau Lokasi
Tempat atau lokasi merupakan sumber data yang dapat digunakan dalam
penelitian. Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dapat
digali melalui tempat maupun lingkungannya. Dari lokasi atau tempat terjadinya
suatu peristiwa, secara kritis dapat ditarik simpulan yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
5. Benda, Gambar serta Rekaman
Beragam benda, gambar, atau rekaman yang terlihat dalam suatu peristiwa
dapat digunakan sebagai sumber data penelitian. Bahkan dalam penelitian
antropologi, arkeologi, biologi, dan geofisika, benda merupakan sumber data yang
sangat penting. Berbagai sumber data tersebut dapat dibedakan menjadi dua
macam, yakni sumber data primer dan sekunder.
(Nugrahani, 2014).
Adapun data dalam penelitian ini berdasarkan pada sumber sebagai berikut
(Sugiyono, 2021):
1. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data.
2. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.
35
alat seperti tes atau angket seperti yang lazim digunakan dalam penelitian
kuantitatif. Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi
antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang
terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat
rekam atau kamera, peneliti tetap memegang peranan utama sebagai alat penelitian
(Ulfa, 2022).
Menurut Nasution (1988) dalam Sugiyono (2019) peneliti sebagai instrumen
penelitian karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakan bermakna atau tidak bagi penelitian;
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan
dan dapat mengumpulkan aneka ragam sekaligus;
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa tes
atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia;
4. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh,
dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk
menentukan arah pengamatan; dan
5. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai
balikan untuk penegasan, perubahan, perbaikan.
Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
khususnya dalam melakukan wawancara adalah:
1. Buku catatan untuk mencatat hal-hal yang berkaitan dengan sumber data;
2. Handphone kamera untuk memotret kegiatan yang berkaitan dengan
penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan keabsahan penelitian;
dan
3. Handphone recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan. Penggunaan alat ini dalam wawancara perlu memberi tahu
informan apakah diperbolehkan atau tidak.
(Nugraha, 2018).
36
3.3.3 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam pengkajian ini menggunakan beberapa
metode pengumpulan data untuk memperdalam penelitian secara akurat
berdasarkan fakta dan fenomena sosial yang terjadi. Prosedur pengumpulan data
pada pengkajian ini yaitu :
1. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan mempelajari literatur,
buku-buku ilmiah, laporan-laporan, arsip serta dokumen tertulis, yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yang dapat menunjang dalam
pencarian data (Sugiyono, 2019). Menurut Afifuddin dan Beni (2018) studi
kepustakaan diharapkan mampu menghasilkan, antara lain a) rumusan
masalah dan fokus penelitian, b) pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan c)
signifikansi penelitian.
2. Studi lapangan, yaitu studi atau penelitian terhadap realisasi kehidupan sosial
masyarakat secara langsung. Dalam penelitian lapangan, kajian bersifat
terbuka, tidak terstruktur, dan fleksibel karena peneliti memiliki peluang
untuk menentukan fokus kajian. Penelitian lapangan bersifat tidak terstruktur
karena sistematika fokus kajian dan prosedur pengkajiannya tidak dapat
disistemisasikan secara ketat dan pasti. Selain itu, penelitian lapangan juga
bersifat fleksibel karena selama proses penelitian, peneliti diperkenankan
untuk memodifikasi rumusan masalah maupun format-format yang
digunakan (Nugrahani, 2014). Teknik pengumpulan data yang diperoleh
langsung di lapangan sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Wawancara
dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara atau dengan tanya
jawab secara langsung (Saebani, 2018). Pedoman wawancara digunakan agar
wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Wawancara
mendalam (In Deep Interview) perlu dilakukan sebagai studi permulaan atau
penjelajahan umum dilokasi penelitian untuk menentukan fokus penelitian.
Wawancara pada awal pengumpulan data sebaiknya ditetapkan topiknya secara
spesifik, kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai bentuk pertanyaan yang
37
lebih mendalam guna memperoleh data yang lebih akurat, sebelum dilakukan
pertanyaan yang merupakan penutup wawancara (Afifuddin dan Beni, 2018).
Menurut Sugiyono (2021), ada 3 macam wawancara yakni wawancara
terstruktur, wawancara semiterstruktur, dan wawancara tidak terstruktur. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara semiterstruktur, yaitu
wawancara yang dilakukan secara lebih bebas apabila dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan yang lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat dan ide-idenya. Wawancara dilakukan secara terbuka dimana para
subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud
wawancara. Wawancara dilakukan sampai peneliti tidak menemukan informasi
baru lagi (jenuh). Peneliti mengungkapkan pertanyaan kepada informan tanpa
memperlihatkan bentuk instrumen penelitian, namun peneliti menggunakan alat
bantu berupa handphone recorder dalam pelaksanaan penelitian. Proses wawancara
tersebut untuk menggali data mengenai Implementasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi
Melalui Kartu Tani di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
b. Observasi
Secara terminologi, observasi berasal dari istilah inggris observation yang
bermakna pengamatan, pandangan, pengawasan. Dalam penelitian kualitatif,
observasi dipahami sebagai pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui
kebenarannya, situasi, kondisi, konteks, ruang, serta maknanya dalam upaya
pengumpulan data suatu penelitian. Observasi dibagi atas 3 (tiga) antara lain
observasi partisipatif, observasi terus terang dan tersamar, serta observasi tak
berstruktur (Ibrahim, 2018).
Kegiatan observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu melakukan
prosedur pengumpulan data dengan cara menggunakan pengamatan secara
langsung di lapangan. Prosedur observasi ini dilakukan dengan kegiatan survei
bersama dari awal kegiatan hingga berakhirnya kegiatan. Adapun teknik observasi
yang dilakukan yaitu observasi partisipatif, dalam observasi ini peneliti terlibat
dengan kegiatan orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi
38
partisipan, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono,
2019).
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi bisa
berbentuk tulisan, gambar ataupun karya – karya monumental dari seseorang.
Dokumentasi yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), bibliografi, peraturan, dan kebijakan. Dokumentasi yang berbentuk
gambar, misalnya foto, gambar hidup, dan sketsa. Dokumentasi merupakan
pelengkap pada observasi dan wawancara pada penelitian kualitatif (Sugiyono,
2019).
d. Triangulasi
Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara
memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan
seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah
membandingkan informasi tentang hal sama yang diperoleh dari berbagai pihak
agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data dan cara ini juga mencegah
bahaya subjektivitas (Ulfa, 2022).
39
Bank BNI.
3.4.2 Sampel
Menurut Leavy (2017) dalam Azhari (2021) sampling sebagai proses untuk
memilih individu dari suatu populasi. Sampling harus ditentukan berdasarkan
populasi pengkajian yang diteliti. Sementara itu, sampel merupakan jumlah sampel
informan yang diteliti. Penentuan sampel menggunakan metode purposive
sampling yaitu teknik sampling yang menetapkan pertimbangan atau kriteria
tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam pengkajian
ini. Adapun pertimbangan objektif pengambilan sampel pada penelitian ini, antara
lain yaitu:
1. Otoritas yang dimiliki berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Peraturan
Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Alokasi dan
Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi tahun anggaran 2022 mengenai Kartu
Tani.
2. Dianggap memiliki informasi yang banyak terutama mengenai implementasi
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang
Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi tahun anggaran 2022
mengenai Kartu Tani.
3. Memiliki keterkaitan, baik individu maupun kelompok organisasi tersebut,
terutama keterkaitan dengan Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Alokasi dan Harga
Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi tahun anggaran 2022 mengenai Kartu Tani.
Adapun cara memperoleh jumlah sampel pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus Slovin (Winarni, 2018) yaitu:
N
𝑆=
1 + N(𝑒)2
Keterangan:
S = Sampel
N = Populasi
e = Derajat ketelitian atau nilai kritis yang diinginkan (15%)
40
Perhitungan sampel dalam pengkajian ini:
N
𝑆=
1 + N(𝑒)2
270
𝑆=
1 + 270(0,15)2
270
𝑆= = 38
7
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin tingkat eror
15%, maka jumlah sampel yang akan digunakan adalah 38 orang dari 11 Wilayah
Kerja Penyuluhan Pertanian (WKPP) yang tersebar di Kecamatan Hamparan Perak
dan sudah menerima kartu tani. Untuk menentukan perwakilan sampel dari setiap
kelompok tani, maka digunakan metode kuota sampling yaitu penentuan sampel
dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) diinginkan.
Maka dipilih para pengurus kelompok tani ditambah beberapa orang petani anggota
lainnya yang dinilai dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan
pengkajian ini. Pada cara ini sampel ditentukan dari setiap desa yang penentuan
jumlah sampel disesuaikan dengan besaran jumlah penerima kartu tani di desa
tersebut. Adapun rincian jumlah sampel pada setiap desa dapat dilihat pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2. Jumlah Sampel Penelitian
No. Desa/ WKPP Petani yang Sudah Jumlah Sampel
Mendapat Kartu Tani
1. Paya Bakung 28 4
2. Bulu Cina 19 2
3. Kota Rantang 22 3
4. Kota Datar 95 10
5. Tandam Hilir II 34 5
6. Tandam Hulu II 12 2
7. Tandam Hulu I 11 2
8. Paluh Manan 15 3
9. Paluh Kurau 22 3
10. Kelambir V Kebun 10 2
11. Sialang Muda 2 2
TOTAL 38 Petani
Sumber: Analisis Data Sekunder (2023)
41
Pada penelitian ini, untuk mendapatkan informasi dan data tentang
implementasi kebijakan program kartu tani di Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang, peneliti menggunakan 38 petani penerima kartu tani
sebagai sampel, ditambah dengan beberapa informan yang terkait dengan
implementasi program kartu tani, adapun informan pada penelitian ini antara lain 1
orang Staf dinas pertanian yang menangani program kartu tani, 1 Koordinator BPP,
3 penyuluh lapangan, 3 pemilik kios pupuk penyalur pupuk bersubsidi, dan 1 orang
perwakilan pihak BNI yang menangani kartu tani sehingga total sampel sebanyak
47 orang.
42
3.5.1 Pengumpulan Data (Data Collection)
Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi, wawancara
mendalam, dokumentasi, dan triangulasi. Pengumpulan data dilakukan berhari –
hari, sehingga data yang diperoleh akan banyak. Pada tahap awal melakukan
penjelajahan secara umum terhadap situasi sosial/obyek yang diteliti, semua yang
dilihat didengar dan direkam, dengan demikian pengkaji akan memperoleh data
yang banyak dan bervariasi (Sugiyono, 2019).
43
tindakan selanjutnya yang harus diambil berdasarkan pemaknaan terhadap
fenomena tersebut. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun atau menyajikan
data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi yang berkenaan dengan
Problematika Implementasi Program Kartu Tani pada Tata Kelola Penyaluran
Pupuk Bersusidi di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
44
dilapangan (kredibilitas informasi).
2. Keteralihan (transferability), dalam penelitian kualitatif bermakna bahwa
kebenaran (peristiwa) epiris dipercayai memiliki keterkaitan dengan konteks.
3. Kebergantungan (dependability), dalam penelitian kualitatif kebergantungan
sebagai ciri keabsahan data dimaknai sebagai adanya faktor-faktor yang
saling terkait yang harus dihubungkan oleh seorang peneliti, baik data,
sumber data, teknik penggalian data atau instrumen yang digunakan, hingga
konteks setiap peristiwa yang ditemui dalam penelitian.
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif
yaitu dilakukan dengan :
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan
pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun
yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan
narasumber akan semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai, sehingga
tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Dalam perpanjangan pengamatan
untuk menguji kredibilitas data penelitian, sebaiknya difokuskan pada pengujian
terhadap data yang telah diperoleh apakah data yang telah diperoleh itu setelah
dicek kembali ke lapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. Apabila setelah
dicek kembali ke lapangan data sudah berarti kredibel, maka waktu perpanjangan
dapat diakhiri.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat
dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut, maka kepastian data dan urutan
peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti
untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca referensi buku
maupun hasil penelitian atau dokumentasi – dokumentasi yang terkait dengan
temuan yang diteliti, dengan membaca maka wawasan peneliti akan semakin luas
dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu
benar / dipercaya atau tidak.
45
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi dibagi
3 yaitu:
1) Triangulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
yang diperoleh melalui beberapa sumber.
2) Triangulasi Teknik,
yaitu dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Misalnya, data yang diperoleh dengan wawancara lalu
dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner. Apabila dengan teknik
pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda – beda,
maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang benar.
3) Triangulasi Waktu
Waktu akan mempengaruhi kredibilitas data, data yang dikumpulkan
dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar,
belum banyak masalah akan memberikan data yang valid sehingga lebih
kredibel.
4. Analisis Kasus Negatif
Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan
bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Apabila tidak ada lagi data yang
berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat
dipercaya. Tetapi apabila peneliti masih mendapatkan data-data yang bertentangan
dengan data yang ditemukan, maka peneliti akan mengubah temuannya.
5. Menggunakan Bahan Referensi
Bahan referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang
telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung
dengan adanya rekaman wawancara dan data tentang interaksi manusia atau
gambaran suatu keadaan didukung oleh foto-foto.
46
6. Mengadakan Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang
ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, sehingga
semakin kredibel atau dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti
dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti
perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam,
maka peneliti harus mengubah temuannya.
(Winarni, 2018).
47
dalam kegiatan usaha tani dengan harga terjangkau agar dapat meningkatkan
produksi pertanian dan menambah pendapatan serta memperbaiki
kesejahteraannya.
5. Instrumen pada penelitian ini adalah penulis pada kajian ini.
6. Sampel penelitian yang digunakan berjumlah 47 orang yang terdiri dari 38
petani, dan beberapa informan diantaranya 1 orang Staf dinas pertanian yang
menangani program kartu tani, 1 Koordinator BPP, 3 penyuluh lapangan, 3
pemilik kios pupuk penyalur pupuk bersubsidi, dan perwakilan pihak BNI
yang menangani kartu tani di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, M. L., & Dyah, H. (2019). Analisis Efektivitas Program Kartu Tani di
Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara. Jurnal ilmiah Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, 8(2), 1-21.
Azhari, M.J. 2021. Dampak Alih Fungsi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit
terhadap Perubahan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Di Kecamatan
Mendo Barat Kabupaten Bangka. Skripsi. Politeknik Pembangunan Pertanian
Medan.
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2019-2022. Luas lahan Tanaman Pertanian
dan Perkebunan di Sumatera Utara.
D, A. 2022. Efektivitas program kartu tani pada Tata Kelola Penyaluran Pupuk
Bersubsidi di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Gunawan, I. 2019. Motivasi Kerja Guru Tidak Tetap di Berbagai Sma Swasta di
Kota Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Isabella, M.P. dan Lasmono, T.,S. 2020. Analisis Efektivitas Penggunaan Kartu
Tani di Eks-Karesidenan Pati. Jurnal ilmiah Fakultas Pertanian dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro, 45(2), 150-159.
49
Kadji, Y. 2015. Formulasi dan Implementasi kebijakan Publik, Kepemimpinan dan
Perilaku Birokrasi dalam Fakta Realitas. UNG Press Gorontalo.
Moko, K., Suwarto, S dan Utami, B. 2017. Perbedaan Persepsi Petani terhadap
Program Kartu Tani di Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen. Journal of
Sustainable Agriculture. 32(1), 9-13.
50
. 2020. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Alfabeta, Bandung.
Winarni, E.W. 2018. Teori dan Praktik Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bumi
Aksara, Jakarta.
Yuliana, A. dan Hendrik, J., N. 2020. Faktor yang Memengaruhi Keputusan Adopsi
Petani terhadap Kartu Tani di Eks-Karesidenan Surakarta. Jurnal Pertanian
Agros, 22 (2), 94 -104.
51